Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini permasalahan tentang pencemaran lingkungan semakin pelik di samping berdirinya pabrik-pabrik industri di sekitar kita. Terobosan- terobosan baru semakin ditingkatkan seperti halnya penguraian limbah yang saat ini menggunakan mikroorganisme.

Salah satu jamur yang digunakan adalah jamur Phanerochaete Chrysosporium, jamur ini dipercaya memiliki enzim yang dapat menguraikan limbah dari sisa industri.

Jamur ini sering digunakan dalam pembuatan kertas. Pembuatan kertas tersebut menggunakan media jamur phanerochaete chrysosporium dalam pendegradasian lignin atau biodelignifikasi. Lignin merupakan struktur heterogen sehingga sulit dirombak dalam pembuatan kertas, dengan adanya enzim ligninase maka pembuatan kertas dapat dirombak oleh enzim lignin dari jamur tersebut. Lignin hasil rombakan inilah yang tidak menghasilkan pencemaran limbah. Ini merupakan penerapan biopulping yang sangat berguna sebagai ganti proses sulfat yang tidak ramah lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Enzim apa yang dapat dihasilkan oleh jamur Phanerochaete Chrysosporium? 2. Metode apa yang harus dilakukan untuk membuktikan adanya Lignin Peroksidase?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui enzim yang dapat dihasilkan oleh jamur Phanerochaete Chrysosporium. 2. Untuk mengetahui metode apa yang harus dilakukan untuk membuktikan adanya Lignin Peroksidase.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi

Phanerochaete chrysosporium merupakan mikroorganisme bersel banyak, hidup secara aerobik, nonfotosintetik kemoheterotrof dan termasuk eukariotik. Mikroba ini menggunakan senyawa organik sebagai substrat dan bereproduksi secara aseksual dengan spora. Kebutuhanmetabolisme mereka sama seperti bakteri, namun membutuhkan lebih sedikit nitrogen sertadapat tumbuh dan berkembang biak pada pH rendah. Ukuran jamur lebih besar dari bakteri tetapi karakteristik pengendapannya buruk. Oleh karena itu mikroba ini tidak disukai dalam proses activated sludge (Dyah dan Adi, 2010).

Jamur Phanerochaete chrysosporium memiliki keadaan fisik yang berserabut sepertikapas dan berwarna putih serta memiliki spora dan talus bercabang yang disebut hifa. Kumpulandari hifa disebut miselium (Fardiaz, 1989). Miselium P. Chrysosporium mempunyai tiga fasepertumbuhan, yaitu fase vegetatif, seksual dan aseksual. Fase vegetatif merupakan fasepertumbuhan dominan. Selama fase ini jamur paling banyak menghasilkan enzim ekstraselular.Tubuh buah jamur secara alami mulai terbentuk pada hari ke 18-20. Tubuh buah basah danlembut, berwarna putih kekuningan (Cookson, 1995 dalam Satitiningrum, 1998).Filamen darinPhanerochaete chrysosporium lebih sering digunakan untuk penerapandalam bidang bioteknologi daripada tahap sporanya (Wainwright, 1992 dalam Iriani 2003), setelah umur empat hari jamur ini akan mencapai fase ligninolitik dan segera memulaimendegradasi lignin. Tumbuh pada suhu 100 400C (Cookson, 1995 dalam Iriani, 2003) dengansuhu optimum 370C (Wainwrigt, 1992 dalam Iriani, 2003), pH berkisar antara4 4,5 danmemerlukan kandungan oksigen tinggi.

Phanerochaete chrysosporium tidak dapat tumbuh pada substrat yang hanya mengandung lignin sebagai sumber karbon untuk menunjangperkembangbiakan sel, sehingga dibutuhkan sumber karbon lain seperti glukosa, sukrosa, danlain-lain (Eaton et al., 1998 dalam Martina, 1998). Phanerochaete chrysosporiummemiliki sifat tumbuh yang tidak begitu baik dibanding jamur lain yaitu waktu tumbuh jamur ini lambat, untuk hidup memerlukan media yang memiliki energi yang tinggi (Wraight, 1992) Enzim ekstraselular yang dihasilkan Phanerochaete chrysosporium adalah lignin peroksidase, mangan peroksidase, dan laccase. Penelitian dalam degradasi lignin telah menghasilkan berbagai produk cincin benzena tersubstitusi.Katalis penting dalam reaksi oksidasi fenol-enzim. Proses pemecahan lignin dilakukan dengan menggunakan reaksi
2

pembelahan. Enzim ekstraseluler melepaskan radikal bebas untuk memulai istirahat spontaneious ke unit propana fenil di metablism Sekunder atau fase stasioner. [8] Mikroorganisme memproduksi dua sistem enzim ekstraseluler yaitu sistem hidrolitik dan oksidatif. Sistem hidrolitik menghasilkan hidrolase dan berfungsi untuk degradasi selulosa dan hemiselulosa. Sistem oksidatif yang bersifat lignolitik berfungsi mendepolimerisasi lignin (Simanungkalit et al. 2006). Unsur-unsur N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain akan masuk kembali ke dalam tanah. Senyawa CH4 dan CO2 akan dilepaskan ke atmosfer. Unsur N, P, K, Ca dan Mg dalam tanah merupakan hara tanaman, sehingga siklus hara berjalan dan proses kehidupan di muka bumi ini dapat berlangsung (Simanungkalit et al. 2006). Penicillium sp. dan Trichoderma sp. mampu menurunkan rasio C/N serasah meranti sebesar 66.61% dan 67% selama 3 minggu pengomposan (Imaningsih 2010).

2.2 Degradasi lignin

Phanerochaete chrysosporium adalah satu-satunya organisme yang dikenal mampu mendegradasi lignin secara sempurna menjadi karbondioksida dan air. Ligninolitik berhubungan dengan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih. Dua enzim yang berperan dalam proses tersebut adalah fenol oksidase (lakase) dan peroksidase (lignin peroksidase (LiP) dan manganese peroksidase (MnP)) (Kirk et al. 1980). Kapang mendegradasi lignin menjadi produk yang larut dalam air dan CO2. Beberapa kapang, diantaranya Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan berbagai polutan aromatic selama fase pertumbuhan stationaryyang dipacu oleh kekurangan nutrisi dalam substrat. Kapang ini menghasilkan dua peroksidase yaitu LiP dan MnP yang berperan penting dalam proses perombakan lignin. LiP merupakan katalis utama dalam proses ligninolisis oleh kapng karena mampu memecah unit non fenolik yang menyusun 90 persen struktur lignin (Srebotnik dkk, 1994). LiP dan MnP mempunyai mekanisme yang berbeda dalam proses lignolisis. MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan dalam pemutusan unit fenolik lignin. LiP mengkatalisis reaksi masih belum jelas, apakah berinteraksi langsung dengan lignin atau melalui perantaraan radikal. LiP mengkatalisis suatu oksidasi senyawa aromatic non fenolik lignin membentuk radikal kation aril. Disamping itu, karena LiP merupakan oksidan yang kuat maka enzim ini juga mempunyai kemampuan mengoksidasi senyawa fenolik, amina, eter aromatic dan senyawa aromatic polisiklik (Perez dkk, 2002)
3

2.3 Kandungan dalam serabut kelapa

Menurut Grimwood (1975) diacu dalam Tyas (2000), terdapat tiga jenis serat yang dihasilkan dari sabut kelapa, yaitu: 1. Mat/yarn fibre adalah bahan yang memiliki serat yang panjang dan halus, cocok untuk pembuatan tikar dan tali. 2. Bristle/fibre adalah bahan yang memiliki serat yang kasar yang sering dimanfaatkan untuk pembuatan sapu dan sikat. 3. Mattres adalah bahan yang memiliki serat pendek dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengisi kasur.

Tabel 1 Komposisi kimia sabut kelapa No 1 2 3 4 5 Komponen Air Pektin Hemiselulosa Lignin Selulosa Sabut ( % ) 26.0 14.25 8.50 29.23 21.07 Serat Sabut ( % ) 5.25 3.00 0.25 45.84 43.44

Sumber : Tyas (2000)

Sabut kelapa disusun dari jaringan dasar sebagai jaringan utama penyusun sabut, jaringan dasar tersebut mempunyai konsistensi seperti gabus. Ko mponen selulosa, dan lignin terdapat pada bagian seratnya sedangkan komponen lainnya seperti tannin, dan hemiselulosa terdapat pada jaringan dasar (gabus).

2.3 Uji kualitatif enzim lignolitik

Keberadaan enzim pendegradasi lignin yaitu peroksidase non-spesifik ditandai dengan adanya warna merah coklat pada permukaan medium yang mengindikasikan oksidasi guaiacol.

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilakasanakan pada 10 Desember 2012 di laboratorium bioproses gedung AQ lantai II, Politeknik Negeri Malang.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Autoclave Tabung reaksi Gelas ukur Inkubator shaker Cawan petri Pipet ukur Erlenmeyer Ose Cutter Centrifuge Pipet ukur Tabung sentrifuge Beaker glass

3.2.2 Bahan Jamur Phanerochaete Chrysosporium Potato Dextrose Agar ( PDA ) Media cair Air steril Serabut kelapa NLM Alkohol Aquades

3.3 Prosedur Kerja 1. Masukkan 2.4 gram serabut kelapa dalam erlenmeyer 250 ml. 2. Tambahkan 0.015 gram glukosa dan aduk sampai rata. 3. Buatlah media kultur Phanerochaete crysosporium dengan cara mencampurkan seluruh bahan-bahan dalam erlenmeyer 250 ml , lalu encerkan dengan aquadest sampai volume mencapai 150ml. 4. Masukkan 150 ml larutan media kultur Phanerochaete crysosporium. Lalu sterilkan dalam autoclaf pada suhu 1210C selama 15 menit. 5. Dinginkan, kemudian setelah dingin tambahkan 7.5 ml suspensi jamur

Phanerochaete crysosporium. 6. Selanjutnya ,masukkan bahan dalam incubator shaker dengan suhu 370C selama 7 hari. 7. Setelah diinkubasi selama 7 hari bahan dikeluarkan dari incubator shaker, lalu sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm.

3.4 Uji Kualitatif 1. Setelah dilakukan sentrifuge, buatlah media PDA yang akan digunakan untuk uji kualitatif enzim ligninolitik. Dengan cara campurkan dalam erlenmeyer 250 ml KH2PO4, MgSO4.7H2O, CaCl2.H2O, FeCl3. 6H2O, ZnSO4.7H2O, CuSO4.5H2O, MnSO4.H2O , encerkan dengan aquadest sampai volume mencapai 150 ml. 2. Lalu tuang media agar tersebut dalam cawan petri sampai 1/3 dari cawan petri tersebut. Bungkus menggunakan kertas dengan tanpa membalik cawan petri, kemudian sterilkan dalam autoclaf dengan suhu 121 0C selama 15 menit. 3. Keluarkan media dari autoclaf dan biarkan sampai dingin. Setelah dingin baru tambahkan hasil sentrifuge tadi, lalu homogenkan. 4. Tambahkan 3 tetes guaicol sebagai penanda adanya LiP dan MnP. 5. Setelah dirasa sudah homogen inkubasi dengan suhu 270C.

Pembuatan Media Cair NLM ( Nitrogen Limited Media ) Media cair yang digunakan dengan komposisi yang mengandung nutrisi dan nitrogen yang terbatas. Komposisi media cair yang digunakan yaitu : NPK MgSO4.H2O CaCl2 0,9 g 0,075 g 0,015g

Vitamin B1(Thiamin) 0,00015g Glukosa 1,5 g

3.4 Diagram kerja

PERSIAPAN :

2.4 gram serabut kelapa


+ aquades sampai 150 ml Erlenmeyer 250 ml

0.015 gram glukosa

+7.5 ml suspensi jamur Phanerochaete crysosporium.

Autoclaf
1210C selama 15 menit

Dinginkan

incubator shaker 370C selama 7 hari

sentrifuge 15 menit, 2500 rpm

Membuat media padat/media agar : KH 2 PO4 CaCl2.H2O FeCl3.6H2O 7.2 gram gram gram
Erlemeyer 250 ml + aquades sampai 150 ml

MgSO4.7H2O 1.5 0.3

0.045 gram

CuSO4.5H2O 0.015 gram MnSO4.H2O 0.03 gram


masukkan sampai 1/3 volume cawan

cawan petri

Autoclaf 121 0C,15 menit

Tambah hasil sentrifuge

Hasil dari Autoklaf setelah didinginkan

Tambahkan 3 tetes Guaiacol

Inkubasi pada 370C

Cara pembuatan NLM yaitu semua bahan dicampur dan ditambahkan aquades sampai volume mencapai 150ml. Selanjutnya disterilkan dengan autoclave 121C selama 15 menit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan senyawa turunannya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler yang berupa lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP) (Sembiring, 2006). Metode ligninolitik dari Phanerochaete chrysosporium dilakukan sebagai kultur jamur yang memasuki metabolisme sekunder dan mengakibatkan pertumbuhannya terhenti karenapengurasan beberapa hara seperti keterbasan nitrogen, karbon atau sulfur, sehingga menyebabkan terjadinya proses degradasi lignin untuk mengatasi keterbatasan nitrogen. Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan kejadian dari metabolisme sekunder karena kandungan nitrogen yang sangat rendah dari kayu. Sehingga penambahan nitrogen pada beberapa jamur pelapuk putih pada aplikasi bioteknologi yang berbeda menggunakan komponen lignin atau yang berhubungan dengannya akan meningkatkan efisiensi jamur ini (Kirk dkk,1984). Dalam percobaan yang kami lakukan untuk membuktikan adanya LiP dan MnP dengan menuangkan hasil sentrifugasi campuran serabut kelapa dan NLM ke dalam media uji yang berupa PDA dan diunkubasi selama 7 hari dan mendapatkan hasil sebagai berikut;

Hasil yang kami dapatkan tidak ada perubahan sama sekali pada percobaan kami, menurut literatur yang kami baca untuk membuktikan adanya enzim yang terkandung di dalamnya akan mengalami perubahan warna dari warna kuning pucat menjadi merah kecoklatan. Namun kelompok kami tidak ditambahkan guaiacol yang berfungsi sebagai penanda adanya Lignin Peroksidase dan Mangan peroksidase, sehingga didapatkan data seperti diatas. Enzim Lignin Peroksidase dihasilkan oleh Phanerochaete Chrysosporium yang mengoksidasi lignin yang terdapat pada serabut kelapa.
9

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Enzim yang dihasilkan dari percobaan kami adalah lignin peroksida dan mangan peroksida. Menurut data diatas percobaan kami belum berhasil karena tidak terjadi perubahan warna pada media yang seharusnya akan berubah warna menjadi merah kecoklatan, hal ini dikarenakan adanya kesalahan prosedur, yaitu tidak menambahkan guaicol pada media.

5.2 Saran untuk bahan serabut kelapa harus kering dan berbentuk serbuk karena enzim yang terdapat dalam jamur tumbuh baik dalam keadaan kering atau tidak ada air dan harus membaca prosedur secara teliti, sehingga tidak terjadi kesalahan.

10

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/97031085/Jamur-Phanerochaete-chrysosporium

http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Potensi-Jamur-MelanotusSp.-Dan-Phanerochaete-Chrysosporium-Sebagai-Biodelignifikasi-RamahLingkungan-Dalam-Proses-Pulping.pdf

http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-1402100034/3140

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle

11

Anda mungkin juga menyukai