Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial dan alam, demokratis, berorientasi pada kualitas, kemitraan, anti-feodalistik, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya. Dalam mencapai tujuan positif tersebut maka terdapat Syariat Islam yaitu hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan kategori Furu' Syara'. Yang pertama Asas Syara, yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syariat Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat. Dan Selanjutnya Furu Syara, yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

B.

Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah : 1. Mengetahui pengertian, kedudukan dan kedudukan atau fungsi Al-Quran, Al Hadits dan Ijtihat sebagai sumber hukum Islam. 2. Memenuhi salah satu tugas Metodologi Study Islam.

BAB II PEMBAHASAN SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM 1. Al-Quran 1.1 Pengertian Secara Etimologi Alquran berasal dari kata qaraa, yaqrau, qiraaatan, atau quranan yang berarti mengumpulkan (al-jamu) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Al-Quran adalah Kalam Allah taala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para NabiNya, Muhammad shallallaahu alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Al-Quran merupakan sendi fundamental dan ruju-kan pertama bagi semua dalil dan hukum syariat. Beberapa ulama bahkan mengatakan bahwa Al-Qur'an merupa-kan satu-satunya sumber hukum Islam, sedangkan semua sumber yang lain ha-nyalah bersifat menjelaskan Al-Quran. 1.2 Kandungan 1. Isi pokok kandungan Al-Quran dikelompokkan menjadi 5 perkara, yaitu : a) Tauhid Tauhid merupakan hukum tentang keyakinan. Dalam Al-Quran mengandung tuntunan yang mengajarkan keimanan kepada Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, HariKiamat serta beriman kepada Qada dan Qadar. Al Wadu Wal Waid Artinya adalah jani dan ancaman. Melalui Al-Quran Allah telah berjanji kepada manusia yang beriman kepada-Nya dan mengikutisemua petunjuk Al-Quran akan memberikan pahala kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan sebaliknya Allah swt mengancam manusiayang mengingkari dan melanggar ketentuan-ketentuan yang telahdigariskan oleh Al-Quran dengan azab dan siksa yang pedih. Ibadah Hukum ibadah yang terkandung dalam Al-Quran antara lain ibadah shalat, puasa, zakat dan haji. Ibadah merupakan hubungan manusiadengan Tuhan. Ibadah adalah bukti bahwa manusia bersyukur atasanugerah yang diberikan Allah kepadanya. Dengan ibadah akan memupuk rasa iman kepada Allah swt. Petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan Dalam Al-Quran mengandung petunjuk-petunjuk yang dibutuhkan manusia dalam interaksinya untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

b)

c)

d)

e)

Sejarah Umat Terdahulu Al-Quran banyak mengisahkan sejarah kehidupan Nabi dan Rasul dalam berdakwah, menegakkan agama Islam di tengah umatnyayang masih jahiliyah. Selain itu Al- Quran juga mengisahkan sejarah orang-orang saleh seperti Ashabul Kahfi, Lukman Hakim, sahabat-sahabat Rasulullah dan sebagainya.

2. Al-Quran juga mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut: a) Hukum Itiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam. b) Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih. c) Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.

1.3 Kedudukan Al-Quran. Al-Quran merupakan sumber hukum utama dalam Islam. Semua tuntutan dan larangan dalam Al- Quran harus ditatati oleh semua muslim dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. ( QS. Az-Zukhruf (43) : 43) Yang artinya : Maka berpegang teguhlah kamu kepada (agama) yang telahdiwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Kandungan Al-Quran mencakup semua aspek kebutuhan manusia yang ada di bumi ini, maka tidak satupun yang tertinggal. Al-Quran telah memberikn dasar-dasar hukum. (QS. Al-Anam (6) : 38) Yang artinya : Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam kitab.

2.

Hadist 2.1. Pengertian Hadits menurut bahasa artinya kabar atau baru. Adapun menurut istilah adalah kegiatan/ perbuatan, ucapan atau ketetapan dari Nabi Muhammad saw. Sebagian ulama berpendapat bahwa antara hadits dan sunnah mempunyai pengertian yang sama. Namun sebagian mempunyai pendapatbahwa sunnah hanya perilaku Nabi sedangkan hadits yaitu perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh seorang sahabat atau lebih dan hanya merekalahyang mengetahuinya serta tidak menjadi sandaran atau malan umum. Semuaperbuatan Nabi saw adalah atas bimbingan Allah swt. 2.2. Kedudukan dan Fungsi a. Kedudukan Haditst berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran. Hukumhukum yang terdapat dalam hadits juga wajib ditaati oleh orang muslim. Allah swt berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 7 yang artinya apa yang diberikan Rasulullah kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dalam hadits Rasulullah disebutkan bahwa untuk menyelesaikanperkara harus berpegang pada Allah dan sunnah Rasul. Sabda Rasullulah itu adalah : Telah aku tinggalkan kepaadamu dua perkara yang kamutidak akan tersesat selama kamu berpegang kepada keduanya yaitukitab Allah dan sunnah rasul-Nya. (HR. Malik dan Hakim). Pada masa Rasulullah saw masih hidup, hadits belum dibukukan.Setelah rasul wafat, hadits mulai dibukukan. Pada masa rasul hadits tidak ditulis karena untuk menjaga agar tidak bercampur dengan Al-Quran. Penulisan hadits mulai dilakukan pada masa Bani Ummayyah tepatnya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kemudian disempurnakan pada masa Khalifah Al Mansur. b. Fungsi Hadits sebagai penjelas hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran. Dalam hal ini, hadits memiliki fungsi mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Penjelasan terhadap hal-hal yang masih bersifat umum (bayanu/ mujmal). Misalnya hadits Nabi saw yang menjelaskan pelaksanaan shalat, puasa, dan zakat secara detail dan sebagainyayang di dalam Al-Quran keterangan hukumnya masih bersifat umum. 2) Pembatas hal-hal yang masih global dalam Al-Quran (Taqyidul mutlaq).Misalnya hadist Nabi yang menjelaskan batasan hukum potongtangan bagi pencuri yaitu sampai batas pergelangan tangan.Hukum potong tangan dalam Al-Quran hanya menerangkanperintah potong tangan saja tanpa menyebutkan batasan secararinci. 3) Pengkhususan hal-hal yang masih bersifat umum hukumnya didalam Al-Quran (takshisulaim). Misalnya hadits Nabi saw yang menerapkan secara detail hukumtentang warisan (harta pusaka). Dalam Al-Quran tidak ditegaskan mengenai perbedaan agama antara anak dan orang tuayang sama-sama muslim. 4) Hadits menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran. Misalnya diharamkannya memakai cincin, emas danpakaian sutera bagi kaum laki-laki. 5) Hadits sebagai penguat hukum-hukum yang termaktul dalam Al-Quran. Misalnya hadits Nabi saw berikut ini :

Shalat itu tiang agama, maka barang siapa yang mendirikan shalat berarti ia telah menegakkan agama danbarang siapa yang meninggalkan berarti ia telah menghancurkan agama (HR. Baihaqi). 2.3. Bentuk-bentuk hadits 1) Berdasarkan bentuk Hadits terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu hadits fikliyah, taqririyah, dan qauliyah. a. Hadits fikliyah adalah hadits yang berdasarkan atas perbuatanyang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. b. Hadits qauliyah adalah hadits yang didasarkan pada ucapan dan perkataan Nabi saw. c. Hadits taqririyah adalah hadits yang didasarkan pada ketetapan-ketetapan Nabi saw. Sedangkan ketetapan yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat dan Nabi saw juga melihatnya akan tetapi Nabi diam saja atau menyetujuinya.

2) Berdasarkan Kualitas Dilihat dari segi kualitasnya, maka hadits dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Hadits Sahih (hadits yang sah), yaitu hadits yang dapat dipakai sebagai landasan hukum. Hadits yang sahih para perawinya bersambung sampai kepada Nabi saw, perawinya orang yang taat beragama, kuat hafalannya dan isinya tidak bertentangan dengan AlQuran. Adapun tingkatannya sebagai berikut : 1. Mutafaqalaih hadits yang disepakati oleh Bukhori Muslim, menempati tingkatan yang paling tinggi. 2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. 3. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. 4. Hadits yang diriwayatkan oleh ulama ahli hadits selain Bukhari Muslim atas dasar syarat Bukhari Muslim. 5. Hadits yang diriwayatkan oleh ulama besar hadits dengan syarat-syarat Bukhari Muslim. 6. Hadits yang disahihkan oleh ulama hadits selain Bukhari Muslim. b. Hadits Hasan (baik), yaitu hadits yang memenuhi persyaratan seperti perawinya semuanya bersambungan, perawinya taat beragama, agak kuat hafalannya, tidak bertentangan dengan Al-Quran dan tidak cacat di dalamnya. c. Hadits Daif (lemah), yaitu hadits yang tidak memenuhi kriteria persyaratan haditshasan apalagi shahih. Hadits daif tidak boleh dijadikan sebagailandasan hukum.

3. Ijtihad 3.1. Pengertian. Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syari dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Beberapa dasar hukum melakukan Ijtihad antara lain pada Al-Quran surat Al -Hasyr (59) : 2 yang artinya Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang- orang yang mempunyai pandangan. Dan pada Hadits Rasulullah saw yang berbunyi Apabila seorang hakim memutuskan hukum dengan berijtihad dan kemudian mencapai kebenaran maka ia mendapat dua ganjaran. Dan apabila seorang hakim memutuskan hukum dengan berijtihad dan kemudian tidak mencapai kebenaran maka ia mendapatkan satu ganjaran. (HR. Bukhari Muslim). 3.2. Kedudukan dan Bentuk 1. Kedudukan Ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Al-Quran dan Hadist. Hukum ijtihad yang dihasilkan oleh beberapa mujtahid dapat berlainan disebabkan tingkat penalaran, penngkajian dan situasi serta kondisi yang dihadapi oleh seseorang mujtahid tersebut. Hukum ijtihad mengikat seorang mujtahid yang bersangkutan artinya harus mengamalkan secara konsisten terhadap hasil pendapatnya selama ia belum mengubah pendapat itu. 2. Bentuk Ijtihad dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu : a) Ijma, yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan masalah hukum yang tidak diterangkan dalam Al-Quran maupun hadits setelah setelah Rasulullah wafat . Ijma dilakukan dengan cara musyawarah dengan besdasarkan Al-Quran dan Hadits. b) Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya hukum minuman keras dapat diqiyaskan dengan khamar karena keduanya ada kesamaan sifat yaitu sama-sama memabukkan. c) Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.

d) Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat. e) Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan. f) Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu. g) Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli. 3.3. Fungsi Fungsi ijtihad dalam hukum Islam antara lain : a) Sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Quran dan Hadits. b) Sebagai sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yangmuncul di masyarakat dengan berpedoman pada Al-Quran dan Hadits. c) Sebagai suatu cara yang disyariatkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial dengan ajaran-ajaran Islam. d) Sebagai wadah pencurahan pikiran bagi kaum muslim.

BAB III PENUTUP

3.1.

Kesimpulan Kesimpulan Makalah ini menyatakan sumber hukum islam ada tiga.

3.2.

Saran

3.3.

DAFTAR PUSTAKA http://www.scribd.com/doc/68326590/Syariat-Islam http://feradesliaahyar.wordpress.com/2012/11/15/makalah-sumber-hukum-islam/ http://www.scribd.com/doc/24838751/Makalah-Sumber-Hukum-Islam

Anda mungkin juga menyukai