Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Penyakit AIDS sangat mengerikan sehingga sampai saat ini membuat keresahan masyarakat dan belum satupun yang bisa menemukan obat untuk menyembuhkan penyakit AIDS tersebut. AIDS telah menimbulkan kepanikan diseluruh dunia, tidak hanya dikalangan penduduk tetapi juga dikalangan petugas kesehatan. Fenomena ini telah dialami dan dapat dilihat oleh para pegawai rumah sakit, polisi dan petugas pemadam kebakaran, orang tua dan pelajar. Menurut the Joint United Nations Program on HIV/AIDS, diperkirakan bahwa 36,1 juta orang terinfeksi oleh HIV dan AIDS pada akhir tahun 2000. Dari 36.1 juta kasus, 16.4 juta adalah perempuan dan 600.000 adalah anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Infeksi HIV telah menyebabkan kematian pada sekitar 21.8 juta orang sejak permulaan epidemi pada akhir tahun 1970an sampai awal tahun 1980an. Belahan dunia yang paling parah terjangkit HIV dan AIDS adalah Afrika Sub sahara. Daerah-daerah diperkotaan yang luas terus melaporkan lebih banyak lagi kasuskasus penyakit AIDS bila dibandingkan daerah pedesaan karena insiden pemakaian obat IV dan praktik seksual beresiko tinggi lebih tinggi di daerah perkotaan. Sureveilans di seluruh dunia merupakan suatu tantangan karena saat ini belum ada definisi kasus AIDS yang dapat digunakan secara global (Stanley Fauci 1995). Pada tahun 1987, sindrom pengurusan dan keadaan lain ditambahkan ke daftar penyakit indicator dengan bukti lab infeksi HIV. Tingginya kasus mengenai penyakit mematikan ini menjadi alasan penulis untuk menyusun makalah mengenai asuhan keperawatan pada pasien AIDS, dengan tujuan mencegah pun sebagai pedoman dan penambah wawasan perawat pun masyarakat mengenai AIDS. Oleh karena itu kami mengangkat judul asuhan keperawatan pada pasien AIDS.

II. III.

Rumusan Masalah
Apa konsep teori dan asuhan keperawatan pada penyakit dan penderita HIV/AIDS ?

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan yang tepat pada penderita HIV/AIDS.

IV.

Manfaat Penelitian
a. Bagi masyarakat Masyarakat dapat lebih tahu mengenai penyakit HIV/AIDS serta dapat mencegah dan menghindari faktor-faktor yang memicu penularan infesi dari virus penyebab AIDS. b. Bagi mahasiswa keperawatan Mahasiswa dapat menerapakan konsep asuhan keperawatan di lapangan dan mendapat pegangan dasar teori dari konsep teori yang dipaparkan sebelumnya.

BAB II PEMBAHASAN
I. Konsep Teori A. Definisi
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV.(Sylvia,Lorraine 2005). AIDS yaitu penyakit yang disebabkan HIV ( Human Immunodeficiency Virus) yang secara berangsur-angsur menghancurkan se-sel pertahanan tubuh.(John Crofton, 2002). HIV yang dapat menyebabkan AIDS, menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodefecienci virus (HIV). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari kelainan ringan dalam respons imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi yang berat yang berkaitan dengan pelbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan kelainan malignitas yang jarang terjadi.

B. Anatomi Fisiologi Terdapat 2 jenis sel darah putih (leukosit) dalam tubuh manusia yaitu : 1. Leukosit Granular, yaitu sel- sel yang mengandung granular. Terdiri atas : a. Neutofil, yang menjadi pertahanan pertama yang tiba pada tempat terjadinya inflamasi. Tanda infeksi akut dapat terlihat jika neutrofil mengalami peningkatan. b. Eosinofil, akan ditemukan meningkat jika terdapat keadaan alergi misalnya asma atau infestasi parasit interna misalnya cacing. c. Basofil, mengandung protein dan zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, yang akan dilepaskan ke darah pada keadaan

hipersensivitas/ alergi/ respon stress.


3

2. Leukosit Agranular, yaitu sel-sel tanpa mengandung granular. Terdiri atas : a. Monosit/ makrofag, yang berfungsi untuk memfagosit partikel yang lebih besar. Makrofag berbeda-beda nama sesuai dengan tempatnya : 1) Di kulit : Histiosit 2) Di hati : Sel Kuffer 3) Di paru : Alveolar makrofag 4) Di otak : Mikroglias b. Limfosit, terdiri atas 3 jenis : limposit B, limfosit T dan limfosit non T atau B. 1) Limfosit B (sel B), limfosit ini menghasilkan antibody dan peran dalam imunitas humoral. 2) Limfosit T (sel T), limfosit ini tidak menghasilkan antibody dan secara langsung menghancurkan sel-sel sasaran spesifik, serta berperan dalam imunitas seluler. Terdiri atas, sel T sitotoksit, sel hipersensivitas tipe lambat, sel T helper, sel T penekan, sel memori. 3) Limfosit non T atau B, bertugas menghancurkan antigen yang sudah tersalut dengan antibody. Terdiri atas sel-sel natural killer (NK) non spesifik yang menyerang mikrooganisme dan sel-sel maligna dan menghasilkan sitokin.

C. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan manifestasi yang muncul (Sjamsuhidajat&Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah) : Stadium 1 : Infeksi HIV mendadak Stadium II : Tahap tanpa keluhan dan gejala Stadium III : Limfadenopati generalisata persisten. Stadium IV : 1. Keluhan umum seperti berat badan turun, demam selama beberapa bulan, diare selama beberapa bulan. 2. 3. Gangguan neurologic seperti mielopati, neuropati perifer, demensia. a. Infeksi oportunistik seperti PPC, serebri , dan esofagitis.

b. Infeksi sekunder lain seperti leukoplakia di mulut, kandidiasis di mulut dan faring, herpes zozter, dan tbc. 4. Keganasan sekunder seperti sarcoma Kaposi, limfoma non Hodgkin, dan limfoma otak primer. 5. Kelainan seperti trombositopenia autoimun.

D. Etiologi
1. Faktor Predisposisi a. Jenis Kelamin b. Kongenital (in utero) , anak yang lahir dgn ibu yang terinfeksi c. Virus Retrovirus (HIV-Human Immunodefisiensi virus) 2. Faktor Presipitasi a. Hubungan seks bebas b. Jarum Suntik terinfeksi c. Luka Terbuka d. Hemofilia e. Pasangan heteroseksual dgn pasien infeksi HIV f. Transfusi darah

E. Patofisiologi
HIV tergolong sebagai kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknnya Ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam Dioksiribonukleat (DNA). Virus ini ditransmisikan melalui kontak seksual, darah dan produk darah yang terinfeksi, serta melalui perinatal. Virus ini mamasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok sel terbesar makrofag, sel dendrit, sel langerhans, dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 virus memasuki sel target dan melepaskan yang dalam asam

mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4. sel-sel target yang lain adalah monosit,

selubung luarnya (virion virus). RNA retrovirus di transkripsi menjadi DNA melalui transkripsi terbalik dengan menggunakan enzim reverse transkriptase untuk
5

melakukan pemrograman ulang materi genetik dan sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA lintas ganda). DNA akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 (sel targe) dan membentuk pro virus. Pro virus dapat menghasilkan protein viru baru, yang bekerja hampir menyerypai pabrik untuk virus-virus baru. Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlansung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut keseluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh.

F. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik berdasarkan WHO, a. Gejala Mayor : 1) Berat badan berkurang lebih dari 10% 2) Diare kronik lebih dari 1 bulan 3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan b. Gejala Minor : 1) Batuk persisten selama lebih dari 1 bulan 2) Dermatitis seluruh tubuh yang terasa gatal 3) Riwayat Herpes zoster 4) Infeksi kandida (bercak putih oleh sebab jamur, nyeri dalam mulut) 5) Herpes Simpleks kronik yang makin berat dan luas 6) Pembesaran kalenjar getah bening di seluruh tubuh. 2. Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek lansung HIV pada jaringan tubuh. a. Limfadenopati, pembesaran pada limfe akibat akumulasi dari sel-sel darah putih yang terinfeksi oleh virus AIDS / HIV. b. Respiratorius 1) Pneomonia pneumocystis carinii.

Gejala napas yang pendek, sesak napas (dispnea) batuk-batuk, nyeri dada, dan demam akan menyertai berbagai infeksi opurtunistik (infeksi yang disebabkan oleh kerusakan kekebalan tubuh) 2) Tuberculosis
Infeksi akibat mycobacterium tubercolosis , perjalanan penyakit yang timbu akibat infeksi oportunistik dari destruksi imun. c. Gastroinstestinal

1) Kandidiasis oral Ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Kalau tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut degan mengenai esofagus dan lambung. Tanda- tada dan gejalayang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum. 2) Sindrom pelisutan (Wasting Sindrom) kriteria diagnostiknya mencakup penurunan berat badan yang tidak dikehendaki yeng melampaui 10 % dari berat badan dasar, diare yang kronis, selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini. d. Kanker Sarkoma kaposi Merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotel pembuluh darah dan limfe. e. Neurologik 1) Encefalopati HIV Disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS. Infeksi ini akan menyebabkan kerusakan neurotransmitter. Manifestasi dini mencakup

gangguan daya ingat , sakit kepala, kesulitan konsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia, stadium lanjut mencakup gangguan kognitif gobal, kelambatan dalam respons perbal, gangguan afektif seperti pandangan yang kosong, hepereflekksi paraparesis spastik, psisis, halusinasi, tremor, inkontinentia, serangan kejang, mutisme dan kematian.
7

2) Cryptococcus neofarmans Ditandai gejala seperti demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (malaise), kaku kuduk, mual, vomitus, perubahan status mental, dan kejangkejang. Dignosis ditegakkan dengan analisis cairan cerebrospinal.

G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Antibodi HIV 1) ELISA (Enzyme linked immunosorbent assay) : Hasil tes yang positif dipastikan dengan Western Blot 2) Western Blot : positif 3) IFA ( Indirect Immunofluorescence assay) : Hasil tes yang positif dipastikan dengan western bolt 4) RIPA ( Radioimmunoprecipitation) : positif, lebih sensitive dan spesifik daripada western . b. Pelacakan HIV 1) Antigen p24 : positif untuk protein virus yang bebas 2) Reaksi rantai polymerase : deteksi RNA atau DNA virus HIV 3) Kultur sel mononuclear darah perifer untuk HIV-1 :positif kalau dua kali uji kadar (assay) secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transciptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat. 4) Kultur sel kuantitatif : mengukur muatan virus dalam sel. 5) Kultur plasma kuantitatif : mengukur muatan virus lewat virus bebas yang infeksisu dalam plasma. 6) Mikroglobulin B2 : protein meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit. 7) Neopterin serum : kadar meningkat dengan berlanjutnnya penyaklit. c. Status Imun 1) Sel-sel CD4+ : Menurun 2) Rasio CD4:CD8 : normal hingga menurun 3) Leukosit : normal hingga menurun 4) Kadar imunoglobin : meningkat
8

5) Tes fungsi sel CD4+ : sel-sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk berekasi terhadap antigen. d. Budaya: histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spinal, luka, sputum, dan sekresi mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan infeksi, beberapa yang paling umum diidentifikasi sebagai berikut: 1. Infeksi parasit dan protozoa: PCP kriptosporidiosis, toksoplasmosis. 2. Infeksi jamur: candida albicans (kandidiasis), cryptococcus neoformans

(kriptokokosis); histoplasma capsulatum (histoplasmosis). 3. Infeksi bakteri: micobacterium avium-intercellulare, TB mikobakterial millier, shigella (sigelosis), salmonella (salmonellosis). 4. Infeksi viral: CMV, herpes simpleks, herpes zoster. e. Pemeriksaan neurologis, misal; EEG, MRI, CT Scan otak:

EMG/pemeriksaan konduksi saraf: diindikasikan untuk perubahan mental, demam yang tidak diketahui asalnya dan atau perubahan fungsi sensori motor. f. Sinar X dada: mungkin normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan infiltrasi intersitial dari PCP tahap lanjut (penyakit yang paling umum terjadi) ataupun komplikasi pulmonal lainnya. g. Tes fungsi pulmonal: digunakan pada deteksi awal pneumonia intersitial. h. Skan gallium: ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk-bentuk pneumonia lainnya. i. Biopsis: mungkin dilakukan untuk diagnosa yang berbeda bagi KS ataupun diduga adanya kerusakan pada paru-paru. j. Menelan barium, endoskopi, kolonskopi: mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan infeksi (misal candida, CMV) atau menentukan tahap KS pada sistem GI.

H. Penatalaksanaan
1. Belum ada penyembuhan bagi AIDS. penatalaksanaan hanya seputar menurunkan dan pengobatan terhadap infeksi oportunistik yang timbul, sehingga pencegahan
9

infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV. a. Barrier diri terhadap seorang yang sudah terdiagnosa AIDS tanpa membuat penderita merasa terasingkan atau dijauhi. b. Jauhi pemakaian jarum suntik bergantian. c. Tidak masuk dalam lingkaran seks bebas d. Pada ibu hamil diharapakan untuk pemeriksaan yang rutin untuk kesehatan bayi. e. Berhati-hati dalam hal tranfusi darah. 2. Pengobatan Infeksi HIV a. Terapi antiretrovirus (HAART) adalah terapi yang dapat memeperpanjang hidup orang dengan HIV &AIDS, dapat menurunkan viral load di darah, teteapi tidak dapat menyembuhkan infeksi HIV. Inhibitor reverse transcriptase nukleosida (NRTI) , inhibitor reverse transcriptase nonnukleosida (NRTI) dan inhibitor protease (PI) b. Pengobatan zidovudin, lamivudin, nelvinafir, dapat memperlambat timbulnya dan berkembangnya AIDS. 3. Pengobatan Komplikasi Lain dari Infeksi HIV a. Gastrointestinal 1) Penatalaksanaan diare, mis, loperamid Imodium. 2) Penatalaksanaan dysfagia, nistatin 3) Penatalaksanaan persisten diare, mis, TMP-SMX. b. Respiratorius
1)

Penisilin, Amoksisilin, Fluklosasilin, Kloramfenikol yang terinfeksi micobacterium

2) Pengobatan INH pada pasien

tuberkulosis c. Kulit dan mulut


1) Penanganan kandidiasis oral/lesi pada oral , mis nistatin, mycotatin,

ketokonazol (nizoral).
2) Penanganan herpeks simpeks , asiklovir.

10

4. Terapi alternative : terapi spiritual, terapi nutrisi. 5. Trimetoprim-sulfametokazol, merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai mikroorganisme yang menyebabkan infeksi umum. Penderita AIDS yang diobati dengan TMP-SMZ dapat mengalami efek yang merugikan dengan incident tinggi yang tidak azim terjadi seperti demam, ruam, leucopenia, trombositoneia.

6. Komplikasi
a. Pneumonia Pneumocystis Carinii (PCP) b. TBC c. Kandidiasis oral, vaginal d. Diare Kronis e. Karsinoma kulit, lambung, pancreas, rectum dan kandung kemih. f. Sarkoma Kaposi g. Ensefalopati HIV h. Meningitis kriptokokus i. Leukoensefalopati Multifokal Progresiva j. Herpes zoster dan herpes simpleks k. Neoplasia intraepitel serviks. l. Kanker serviks

II.

Konsep Keperawatan A. Pengkajian


1. Pola pemeliharaan kesehatan a. Keadaan sebelum sakit Pasien bergantung pada pekerjaan atau kebiasaan yang berhubungan dengan seks ditambah dengan pergantian pasangan yang berbeda. Pasien

adalah pemakai narkoba yang cenderung menggunakan jarum suntik bekas. Pernah bersentuhan dengan penderita AIDS saat mengalami luka terbuka. Terkontaminasi cairan penderita AIDS saat tidak menggunakan barrier luar.

11

Pasien mengatakan bekerja sebagai petugas kesehatan dalam kesehariannya. Pasien mengatakan pernah mendapati tranfusi darah sering atau sekali. b. Riwayat Penyakit saat ini 1) Keluhan utama : Demam, penurunan berat badan signifikan,

limfadenopati, dan ruam makulopapular 2) Riwayat keluhan utama Keluhan dirasakan selama 1 sampai 4 minggu. Setelah itu badan terasa lemah dengan kondisi fisik yang semakin menonjolkan gejala-gejala penyakit lain dari berbagai organ tubuh. c. Riwayat penyakit yang pernah dialami Pasien penderita hemophilia dan sering menerima transfuse darah. d. Riwayat kesehatan keluarga Memiliki ibu yang positif penderita ataupun keluarga yang mengidap AIDS.

2. Pola nutrisi dan metabolik Gejala : Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. Tanda : penurunan berat nadan secara progresif, dapat menunjukkan adanya bising usus, perawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna. Kesehatan gigi/gusi yang buruk.

3. Pola Eliminasi Gejala : diare yang intermitten, terus-menerus, sering atau tanpa diserta keram abdominal, nyeri panggul. Tanda : feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, perubahan dalam jumlah\warna, dan karakterisitik urine.

4. Pola Aktivitas dan Latihan

12

Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelahan/malaise. Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot. Kelemahan otot, menurunnya massa otot. Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam tekanan darah, frekuensi jantung, pernapasan

5. Pola tidur dan istirahat Gejala : perubahan pada pola tidur akibat rasa tidak nyaman secara holistik. Tanda : Jam tidur < 4 jam. Edema pada palpebra dan terlihat hitam, wajah lesu, tidak bersemangat dan tidak segar saat bangun pagi.

6. Pola persepsi kognitif Gejala : Nyeri, pening, sakit kepala, kerusakan sensasi atau indera posis dan getaran, kebas kesemutan pada ekstremitas. Tanda : Nyeri tekan, perubahan status mental, pembengkakan pada sensi, oenurunan rentang gerak, perubahan aya berjalan/pincang, gerak ototo melindungi bagian yang sakit.

7. Pola peran dan hubungan dengan sesama Gejala : kehilangan kerabat/orang terdekat, teman pendukung. Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain. Takut akan penolakan. Isolasi, kesepian, teman dekat meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tanpa me,buat rencana. Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat. Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

8. Pola reproduksi dan seksualitas Gejala : riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual dengan pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual tidak terlindung dan seks anal. Menurunnya libido, sakit untuk melakukan

13

hubungan.

Menggunakan

pil

pencegah

kehamilan

(meningkatkan

iritasi/kekeringan pada vagina yang membuat rentan terpajan vurus). Tanda : Manifestasi kulit tampak herpes dan kutil pada bagian genitalia, dan rabas.

9. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress Gejala : kehilangan kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat. Pasien mengkuatirkan penampilan (alopesia, lesi cacat, dan menurnnya berat badan. Faktor stress berhubngan dengan dukungan keluarga, hubungan sesama, distress spiritual. Pasien mengingkari diagnosa. Tanda : cemas, gelisah, meningkari, takut, menarik diri. Perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang, gagal menepati janji untuk periksa dengan gejala yang sama.

10. Pola sistem nilai kepercayaan Gejala : distress spiritual, menjauh dari persekutuan ibadah. Tanda : menyendiri dan frustasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b.d proses infeksi 2. Resiko infeksi b.d destruksi imun 3. Kekurangan volume cairan tubuh b.d diare kronik. 4. Pola napas tidak efektif b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi akibat PCP 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia akibat kejang abdomen, diare. 6. Nyeri b.d infeksi virus Cryptococcus neoformans 7. Kerusakan integrasi kulit : ulkus genital b.d infeksi virus herpes 8. Gangguan. Membran mukosa oral b.d kandidiasis oral 9. Kelelahan b.d kondisi fisik yang buruk. 10. Perubahan proses pikir b.d infeksi papovavirus mengenai SSP
14

11. Ansietas b.d ancaman kematian 12. Gangguan Citra diri b.d perubahan bentuk tubuh. 13. Isolasi sosial b.d perubahan status kesehatan, mental dan penampialn fisik. 14. Ketidakberdayaan b.d keputusasaan terhadap penyakit.

C. Intervensi
1. Hipertermia b.d proses infeksi Noc : suhu tubuh normal Intervensi : a. Pantau suhu pasien R/ Suhu 38,9 41,1 C menunujukkan proses penyakit infeksius. b Berikan kompres hangat. R/ Dapat membantu mengurangi demam. a. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi. R/ Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. b. Berikan antipiretik R/ digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. 2. Resiko infeksi b.d destruksi imun
Noc : Tidak menunjukkan gejala infeksi Intervensi :

a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak perawatan dilakukan. Instruksikan


pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi R/ Mengurangi risiko kontaminasi silang.

b. Berikan lingkungan yang bersih berventilasi baik.


R/ Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.

c. Diskusikan tingkat dan rasional isolasi oencegahan dan mempertahankan kesehaan


pribadi. R/ meningkatkan kerja sama dengan cara hidup dan berusaha mengurangi rasa terisolasi 15

d. Pantau tanda-tanda vital termasuk suhu.


R/ memeberikan informasi data dasar, awitan/peningkatan suhu secara berulangulang dari demam yang menunjukkan proses infeksi yang baru.

e. Bersihkan kuku setiap hari.


R/ Mengurangi resiko transmisi bakteri pathogen melalui kulit

f. Awasi pembuangan jarum suntuk atau mata pissau secara ketat


menggunakan wadah tersendiri. R/ mencegah inokulasi tak disengaja dari pemberi perawatan.

dengan

g. Periksa kultur/sensivitas lesi, darah, urine, dan sputum.


R/ dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab demam, diagnose infeksi organisme.

h. Berikan antibitok, antijamur.


R/ Menghambat proses infeksi.

3. Kekurangan volume cairan tubuh b.d diare kronik. Noc : keseimbangan volume cairan tubuh. Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang.
R/ indicator dari volume cairan sirkulasi

b. Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus.


R/ Indikator tidak langsung dari status cairan.

c. Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan sedkitnya 2500 ml/hari.


R/ mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membrane mukosa.

d. Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare.


R/ mengurangi diare

e. Beerikan cairan/ elektrolit melalui IV


R/ mendukung masukan cairan

f. Berikan obat sesuai indikasi anti diare mis, loperamid Imodium. R/ menurunkan jumlah keenceran feses, mengurangi kejang usus dan peristaltic. 4. Pola napas tidak efektif b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi akibat PCP Noc : Pola napas efektif Intervensi : a. Auskultasi bunyi napas
16

R/ Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi infeksi pernapasan mis. PCP b. Catat kecepatan/ kedalaman pernapasan R/ Takipnea, sianosis, peningkatan napas menunjukkan kesulitan pernapasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan/intervensi medis c. Berikan posisi semi fowler R/ Meningkatkan fungsi pernapasan yang optimal. d. Berikan periode istirahat yang cukup diantara waktu aktivitas perawatan. R/ menurunkan konsumsi O2 e. Tinjau ulang sinar X dada Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia atau PCP f. Berikan tambahan O2. R/ Mempertahankan ventilasi memperbaiki krisis pernapasan. g. Berikan obat bronkodilator, antimikroba mis. Trimetropin. 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia akibat kejang abdomen. Noc : kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi : a. Auskultasi bising usus R/ Hipermotilitas saluran intestinal umum terjadi dihubngkan dengan diare, kejang abdomen. b. Timbang berat badan sesuai kebutuhan R/ pemasukan nutrisi yang adekuat. c. Berikan perawatan mulut terus-menerus. R/ Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual, muntah lesioral. d. Batasi makanan yang menyebabkan mual muntah. R/ Meningkatkan pemasukan makanan e. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium mis, albumin. R/ mengidentifikasi status nutria dan fungsi organ. f. Konsultasikan dengan tim pendukung ahli gizi
17

R/ menyediakan diet berdasarkan kebutuhan idividu. g. Suplemen vitamin 6. Nyeri b.d infeksi virus Cryptococcus neoformans Noc: Nyeri berkurang. Intervensi : a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, dan intensitas R/ Mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi b. Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas dalam. R/ meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat, dan mengalihkan focus pasien dari nyeri tunggal. c. Lakukan tindakan paliatif , mis. Pengubahan posisi, masase. R/ Meningkatkan relaksasi/ menurunkan tegangan otot. d. Berikan analgesik R/ memberikan penurunan nyeri. 7. Kerusakan integrasi kulit : ulkus genital b.d infeksi virus Noc : Keutuhan integritas kulit. Intervensi : a. Kaji kulit. Catat warna. Turgor, sirkulasi, dan sensasi. Gambarkan lesi dan matai perubahan. R/ menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat. b. Pertahankan/instruksikan mengeringkannya. R/ Mempertahankan kebersihan guna pencegahan infeksi berlanjut. c. Pertahankan seperei bersih, kering, dan tidak berkerut. R/ enghindari iritasi dan potensial infeksi. d. Bersihkan area perianal dan genital dengan menggunakan H2O2. e. Berikan obat-obatan topical/ salep dan balutan antibitok. R/ perawatan lesi kulit dan melindungi area ulserasi. 8. Gangguan. Membran mukosa oral b.d kandidiasis oral
18

hygiene

kulit,

mis.

Membasuh

kemudian

Noc : keutuhan membrane mukosa oral Intervensi : a. Kaji membrane mukosa/ catat seluruh lesi oral. R/ mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi b. Berikan perawatan oral setiap hari dan setelah makan. R/ Mengurangi rasa tidak nyaman. c. Cuci lesi mukosa oral dengan menggunakan hydrogen peroksida. R/ Mengurangi penyebaran lesi dan krustasi dari kandidiasis. d. Rencanakan diet untuk menghindari makanan garan, pedasm gesekan, makanan/minuman asam. R/ Makanan pedas membuka lesi yang telag\h disembuhkan dan menimbulkan nyeri berlebihan. e. Dorong pasien untuk tidak merokok. R/ Rokok mengeringkan dan mengiritasi membrane mukosa. f. Berikan obat sesuai petunjuk mis, nistatin mycotatin. R/ obat khusus pilihan tergantung pada organism infeksi mis. Candida. 9. Kelelahan b.d kondisi fisik yang buruk. Noc : Kelelahan berkurang. Intervensi : a. Kaji dan catat perubahan dalam berperilaku. R/ Mengidentifikasi kebutuhan terhadap intervensi. b. Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. R/ Menghemat energy. c. Tetapkan keberhasilan aktivitas yang realistis dengan pasien. R/ Mengusahakan control diri dan perasaan berhasil. d. Dorong pasien melakukan apapun yang mungkin. R/ memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina. e. Pantau respon psikologis terhadap aktivitas R/ Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit . f. Kurangi aktivitas yang prioritasnya rendah. R/ mengehmat energy.
19

10. Perubahan proses pikir b.d infeksi papovavirus mengenai SSP Noc : menunjukkan orientasi kognitif Intervensi : a. Kaji status mental dan neurologis . R/ menetapkan tingkt fungsional pada waktu penerimaan dan mewaspadakan perawat pada perubahan status yang dapat dihubungkan dengan

infeksi/kemungkinan penyakit SSP yang makin buruk, stressor lingkungan, tekanan fisiologis. b. Pertimbangkan efek dari tekanan emosional R/ menurunkan kekacauacn mental, dan kewaspadaan. c. Pantau tanda-tanda infeksi SSP R/ gejala SSp dihubungakan dengan ensefalopati diseminata. d. Kurangi rangsang provokatif yang mencemaskan. e. Kurangi stimulus lingkungan yang berlebihan f. Bicara dengan intonasi jelas, perlahan. g. Kurangi kebisingan pada malam hari R/ mengurangi gejala kognitif dan kurang tidur. h. Pertahankan lingkungan yang aman R/ menurunkan kemungkinan pasien untuk cedera. 11. Ansietas b.d ancaman kematian Noc : Ansietas berkurang Intervensi : a. Pertahankan hubungan yang sering dengan pasien. Berbicara dan

berhubungan dengan pasien. Batasi penggunaan baju pelindung dan masker. R/ Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri. b. Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis. Hindari argumentasi mengenai persepsi pasien terhadap situasi tersebut. R/ mengurangi ansietas c. Waspada terhadap tanda-tanda penolakan/depresi (mis, menarik diri, marah, ucapan-ucapan yang tidak tepat). Tentukan timbulnya ide bunuh diri dan kaji potensinya pada skala 1-10.
20

R/ mencegah konsekuensi fatal pada pasien. d. Berikan lingkungan terbuka dimana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaanatau menahan diri untuk berbicara. R/ Membantu pasien untuk merasa diterma pada kondisi sekarang tanpa perasaan dihakimi. e. Izinkan pasien untuk mengeskresikan rasa marah, takut, putus asa tanpa konfrontasi. Berikan informasi bahwa perasaannya normal dan perlu diekspresikan. R/ membuat pasien menerima situasi. f. Identifikasi dan dorong interaksi pasien dengan system pnedukung. R/ mengurangi perasaan terisolasi. g. Berikan informasi yang dapat dipercaya juga dukungan untuk orang terdekat. R/ Menciptakan interaksi interpersonal yang lebih baik dan menurunkan ansietas dan rasa takut. h. Rujuk pada konseling psikiatri R/ menghindari ikiran yang tidak-tidak, mis. Bunuh diri.

D. Discharge Planning
Penjagaan terhadap status imun yang semakin menurun dengan cara : 1. Pemenuhan asupan nutrisi memadai 2. Istirahat yang cukup 3. Peningkatan harga diri dengan tetap bersosialisasi dengan batasan tertentu. 4. Rutin konsumsi obat sesuai indikasi. 5. Memperhatikan hygiene tubuh. 6. Motivasi untuk hidup postif dan bermanfaat 7. Lakukan check up medical secara teratur.

21

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan


AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodefecienci virus (HIV). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari kelainan ringan dalam respons imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi yang berat yang berkaitan dengan pelbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan kelainan malignitas yang jarang terjadi.

B. Saran
Diharapkan melalui makalah ini, pembaca dapat menerapkan ssstem pencegahan penularan yang dapat membuat terhindar dari penyakit AIDS, dan bagipara mahasiswa keperawatan mampu menerapakan asuhan keperawatan dan tindakaan yang tepat pada penderita AIDS di lapangan.

22

Daftar Pustaka
Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi Volume 1. Jakarta : EGC. Wilkinson, Judith. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC. Jalarta : EGC Doenges, Marilyn dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. John Crofton. 2002. Tuberkulosis Klinis.Jakarta : Widya Medica.

23

Anda mungkin juga menyukai