b. Fraktura sepertiga tengah muka 1. Fraktura hidung 2. Fraktura maksilari LeFort I, fraktura maksilari transversa LeFort II, fraktura piramidal LeFort III, disjunksi kraniofasial 3. Fraktura zigomatika 4. Fraktura orbital c. Fraktura sepertiga bawah muka (fraktura mandibular)
Cedera Tulang Fraktura sepertiga atas muka relatif kurang sering di banding duapertiga bawah, namun lebih mungkin bersamaan dengan cedera otak. Fragmen tulang harus direposisi dari pada dibuang, dan ekstirpasi sinus frontal harus di cegah sedapat mungkin. Fraktura sepertiga tengah muka sering akibat cedera dashboard pada penderita yang tanpa pengaman pada mobil. Fraktura nasal paling sering dari semua fraktura fasial dan terbaik dideteksi secara klinis, tampilan foto sinar-x kurang layak pada cedera ini. Gambaran klinik antaranya perdarahan hidung, deviasi piramid nasal dan krepitasi pada palpasi. Walau fraktura nasal tanpa geseran tidak memerlukan reduksi, fraktura yang bergeser harus mendapatkan
reduksi dan immobilisasi dengan bidai plester untuk seminggu. Kebanyakan kasus bereaksi atas reduksi tertutup, yang dilakukan satu hingga tiga minggu setelah cedera bila edema sudah berkurang dan besarnya pergeseran dapat ditaksir lebih tepat. Fraktura maksilari klasifikasinya dibagi tiga pola oleh ahli Perancis LeFort 1901. Biasanya fraktura maksilari merupakan modifikasi atau kombinasi pola klasik. LeFort I adalah fraktura maksilari transversa yang sering akibat dari pukulan pada daerah diatas bibir. Bagian yang lepas terdiri dari proses alveolar, palatum, proses pterigoid. LeFort II adalah fraktura piramid akibat impak sedikit diatas tengah muka. Segmen maksila yang terisolasi berbentuk
piramid. Gerakan dapat diperiksa pada medial lantai orbital dengan menggerakkan gigi atas kebelakang dan kedepan. LeFort III, atau disjunksi kraniofasial, merupakan separasi yang lengkap tulang fasial dari basis tengkorak. Fraktura maksilari ditindak dengan reduksi dan immobilisasi batang lengkung dan pemegang kawat dari arkus zigomatik atau tulang frontal. LeFort III memerlukan juga pengikatan pada sutura zigomatikofrontal. Fraktura zigomatika urutan insidennya kedua setelah fraktura nasal. Fraktura
zigomatika paling sering adalah depresi eminens malar dan disebut fraktura tripod. Fraktura biasanya ditemukan pada garis sutura zigomatikotemporal dan zigomatikofrontal serta pada foramen infraorbital. Tindakan berupa reduksi terbuka dan fiksasi interoseus internal pada dua dari tiga sisi fraktura. Cedera saraf infraorbital dengan baal diatas daerah pipi kadang-kadang terdapat pada fraktura ini. Fraktura orbital dapat mengenai semua tulang yang membentuk dinding orbital, yaitu zigoma, maksilla, frontal, sfenoid dan ethmoid. Cedera paling sering adalah mengenai baik lantai maupun atap orbit. Mereka setipis kertas dan merupakan bagian paling rapuh dari orbit. Fraktura lantai orbital dapat bersamaan dengan fraktura depressed zigoma atau setelah
suatu benturan pada bola mata, suatu fraktura 'blow-out' yang khas. Intervensi bedah segera dianjurkan, dan lantai orbit sering diperkuat dengan lembaran silastik saat operasi. Elevasi akut TIK, seperti yang terjadi pada pukulan yang hebat terhadap atap tengkorak, dapat berakibat robeknya atap orbital yang setipis kertas, baik uni maupun bilateral, suatu fraktura 'blow-in' yang khas. Fraktura sepertiga bawah muka (fraktura mandibuler) menduduki frekuensi ketiga setelah hidung dan zigoma. Ia agak diperrumit oleh tarikan otot yang melekat padanya. Fraktura mandibular unilateral yang tak bergeser biasanya ditindak dengan fiksasi intermaksillari dengan gigi dioklusi memakai batang lengkung. Fraktura yang lebih rumit memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interosseus.
II.1FRAKTUR RAHANG BAWAH Klasifikasi : 1. Simple Fracture Yaitu fraktura yang sederhana seperti fraktura kondilus, prosessus 2. Compound Fracture koronoidues.
Yaitu fraktura yang terdapat pada beberap rahang dan dapat terjadi laserasi 3. Communited Fracture Yaitu fraktura yang terjadi karena trauma yang hebat atau benda-benda tajam yang masuk ke rahang yang menyebabkan rahang tersebut pecah atau patah kecil-kecil (remuk). 4. Phatological Fracture Yaitu fraktura yang terjadi karena adanya penyakit pada tulang rahang bawah seperti osteomyelitis, kista, ameloblastoma, dan lain-lain. 5. Greenstick Fracture Yaitu fraktur sederhana yang dijumpai pada anak-anak.
Untuk suatu keperluan diagnosa dan perawatan, maka cukup dilakukan beberapa klasifikasi sebagai berikut : 1. Fraktura Unilateral Merupakan fraktur satu sisi pada mandibula, pada umumnya tunggal. Tetapi kadang-kadang lebih dari satu dan jika terjadi biasanya dengan pergeseran yang besar daripada fragmen. Tipe-tipe fraktur yang dapat terjadi: a. Dento-alveolar
b. Condylar c. Coronoid
g. Midline/samping h. Lateral ke midline dalam area incisor 2. Fraktura Bilateral Fraktura dua sisi dari mandibulla, kemungkinan yang sama dapat terjadi seperti pada fraktura unilateral. Daerah yang selalu mengalami fraktura bilateral misalnya : Leher prosessus condyloideus dengan angulus mandibularis pada sisi lawannya. Regio caninus dengan angulus mandibularis pada sisi lawannnya.
3. Fraktura Multipel
Disini terjadi fraktura di beberapa tempat, fraktura multipel yang sering terjadi ialah triple frakture yang terjadi daripertengahan rahang bawah (mentum) dengan fraktur kedua leher prosessus condyloideus yang terjadi bila pasien jatuh kujat pada daerah dagu, pada umumnya terjadi karena tiba-tiba hilangnya kesadaran.
Etiologi Kebanyakan fraktura yang terjadi pada rahang bawah disebabkan oleh karena trauma langsung terhadap rahang. Pemeriksaan Klinis 1. Pemeriksaan umum daripada pasien kadang-kadang trauma ini juga menyebabkan injury pada daerah tubuh lain seperti dapat terjadinya cerebral haemorrhage, rupturnya spleen, rupturnya mesenteric arteries, haemothorax, rupturnya ginjal dan frakturtulang yang lain. 2. Pemeriksaan lokal daripada fraktura mandibulla Sebelum kita memeriksa daerah fraktur pada rahang bawah, maka wajah harus dibersihkan dengan baik dengan air hangat untuk membuang gumpalan darah, kotoran jalan dan lain-lain untuk dapat memeriksa sebaik-baiknya jaringan yang laserasi atau echymosis. Rongga milut diperiksa apkah ada gigi yang patah, atau hilang. Juga diperiksa dari darah, diperiksa apkah ada gigi palsu yang patah dan kalau ada yang patah apakah ada yang masuk ke kerongkongan. Setelah pembersihan wajah dilakukan, lalu kepala da leher diperiksa dengan hati-hati
Ekstra Oral Inspeksi : Diatas daerah fraktura biasanya terjadi echymosis dan pembengkakkan. Palpasi: Palpasi dengan hati-hati dengan ujung jari diatas regio condylar kanan dan kiri dan dilanjutkan ke bawah sepanjang rahang bawah.
Jika ada gigi yang patah atau gigi palsu, harus dikelurkan dari mulut. Periksa apakah daerah sulcus bukalis dan lingualis terdapat echymosis atau hematom. Kemudian periksa occlusal plane atau alveolar ridgenya. Gigi yang fraktur, luksasi atau subluksasi dicatat. Jika ada bagian yang hilang maka dibuatkan foto dada. Palpasi : Periksa pada daerah sulcus bukalis dan lingualis. Daerah yang diduga fraktur diperiksa dengan ibu jari dan telunjuk
Tanda-tanda, simptom dan antomi pembedahan dari fraktur mandibula menurut sisi fraktur Fraktur mandibula dapat dibagi menurut lokalisasi anatominya dalam 8 tipe pokok yaitu : a. Dento-alveolar
b. Condylar c. d. e. f. g. h. Coronoid Ramus Angulus mandibula Body (molar dan premolar area) corpus Midline Lateral ke midline dalam area insisivus
Kerusakan gigi Hal yang sering terjadi pada trauma rahang adalah kerusakan mahkota gigi dengan atau tanpa terbukanya pulpa. Fraktur dari akar gigi dapat juga terjadi. Subruksasi dari satu atau lebih gigi menjurus menjadi goyah dan pergeseran yang menyebabkan gangguan pada oklusi.
Fraktur alveolar Fraktur alveolar dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan gigi. Dapat dalam bentuk yang remuk, tetapi umumnya dalam bentuk fragmen alveolar yang sederhana. Pemeriksaan klinis pada fraktur dento alveolar : Inspeksi Palpasi : Kemungkinan adanya lika pada bibir dan umumnya terjadi oedema. : Palpasi yang hati-hati pada bibir digunakan untuk merasakan apakah ada benda/gigi di dalam jaringan tersebut. Palpasi pada alveolus dapat merasakan bentuk perubahan bentuk tulang-tulang.
b. Fraktur condylar
Merupakan salah satu fraktur yang sering terjadi pada rahang bawah. Fraktur condylus dapat diklasifikasikan sebagai intra capsilar dan ekstra capsular dan unilateral atau bilateral. Fraktur intra capsular jarang terjadi, tetapi fraktur ekstra capsular pada leher condylus sering dijumpai. Ekstra capsular fraktur dapat terjadi dengan atau tanpa adanya dislokasi pada kepala condylus dan fragmen bagian atas dapat mengalami pergesaran ke arah bukal atau lingual. Fraktur condylar unilateral Inspeksi : Pada inspeksi ekstra oral terlihat adanya pembengkakan di sekitar persendian rahang dan mungkin disertai dengan pendarahan dari kuping pada sisi yang terkena. Palpasi : Palpasi pada pasien yang mengalami luka baru, akan memperlihatkan kelembutan pada daerah condylar.
Inspeksi intra Oral Akan terlihat penyimpangan oklusi ke arah sisi fraktur dan ini terutama nyata terlihat bila pasien membuka mulutnya. Jika pergerakan rahang bawah di coba ke lateral ke arah sisi fraktur, akan dapat berhasil tanpa banyak gangguan. Tetapi gerakan terhadap sisi lawannya hanya dapat sedikit saja dan terasa sakit. Pergerakan rahang bawah ke depan adalah sedikit dan terasa sakit. Fraktur condylar bilateral Inspeksi : Pemeriksaan intra oral pada fraktur condylar bilateral dapat dibagi dalam dua grup besar yakni : 1. oklusi tidak kacau (baik) tidak terjadi dislokasi. 2. dengan anterior open bite
Perawatan yang khusus dan lama dibutuhkan untuk group open bite. Dalam kedua variasi tersebut terdapat rasa sakit dan terbatasnya pembukaan mulut pada percobaan gerakan lateral atau protrusi dari mandibula. Fraktur condylar bilateral sering berhubungan dengan midline fraktur pada mandibula dan area shympisis/mentalis pada mandibula harus diperiksa hati-hati.
halangi pada internal pterygoid, fragmen posterior akan didorong kelingual dan jika arah garis fraktur horizontal akan menyokong aksi yang tidak dihalangi m. Masseter dan pterygoideus externus ke arah atas maka fragmen bagian posterior akan bergeser ke atas.
f. corpur
Terjadinya pergeseran corpus mandibula dari fragmen dapat terjadi pada unilateral fraktur dari rahang bawah pada daerah molar dan premolar. Serat-serat milohyoid pada sisi lain pada garis fraktur sangat berperan dalam mengurangi terjadinya pergeseran pada tipe fraktur ini.
g. Fraktur sympisis
Pada fraktur ini terjadi pergeseran yang minimal, dan tarikan m.geniohyoid dan genioglossus cenderung untuk menekan ujung fraktur. Kadang-kadang pergeseran tersebut sangat kecil sekali sehingga tidak kelihatan. Pada pasien yang jatuh dengan dagu lebih dahulu maka kita harus curiga adanya fraktur pada garis tengah rahang bawah dan condylar.
Inspeksi : terdapat perubahan bentuk yang jelas pada wajah dan terjadinya extra dan intra oral oedema dengan atau tanpa laserasi jaringan lunak. Terjadinya jaringan oklusi atau pergeseran alveolus pada pasien yang ompong. Palpasi : terasa lembut pada regio fraktur dan pergerakan yang tidak biasa terjadi pada penekanan yang perlahan-lahan menyilang sisi fraktur. Jika n. Mandibularis terlibat maka terjadi parestesi pada bibir sebelah bawah pada distribusi n. Mentalis. Pergerakan : Pergerakan rahang bawah menyebabkan rasa sakit dan terbatas.
Radiologi Diperlukan macam/cara pengambilan seperti : 1. Oblique lateral kanan-kiri 2. Postero anterior 3. Peri apikal intra oral 4. Occlusal dan oblique occusal menyilang garis fraktur 5. T.M.J
Perawatan Pendahuluan
1. Pertolongan pertama Pasien dengan tipe fraktur pendarahan bawah yang tidak berhubungan dengan keadaan lebih serius yang lain pada bagian tubuh, jarang memerlukan pertolongan pertama. Disini jarang terjadi shock tidak terjadi pendarahan yang besar, tetapi kadang-kadang dengan fraktur bilateral pada regio mentalis lidah cenderung tertarik ke belakang, dan hal ini mengganggu pernapasan. Jadi harus di jaga agar lidah tidak terjatuh ke belakang. Pemeriksaan mulut dilakukan dengan seksama dan tiap bagian pada gigi palsu yang patah, gigi yang patah atau tulang, harus di ambil agar jangan tertelan. Untuk rasa sakit, pasien yang sadar umumnya dapat menjaga agar tidak menggerakkan fragmen. Pemberian antibiotik diberikan secepat mungkin dan kebersihan mulut harus di jaga. 2. Laserasi jaringan lunak Jika terjadi laserasi, maka harus sudah di tutup dalam tempo 24 jam untuk menghindari infeksi. Dan jika operasi untuk reduksi dan immobilisasi fraktur ditunda, maka jaringan luka yang mengalami laserasi di jahit. Cara membersihkan luka yang efektif adalah dengan bahan-bahan misalnya desinfektan seperti savlon, betadine, atau perhydrol. 3. Makanan dan cairan Diberikan makanan yang lunak, kadang-kadang dengan bantuan keteter, cairan diberikan hingga pasien stabil dalam jumlah cairan yang memuaskan. 4. Sedasi/analgesik Pasien dengan fraktur rahang bawah biasanya tidak merasa sakit sekali dan pemberian sedasi tidak perlu dilakukan. Harus diingat pemakaian analgesik kuat seperti morphine merupakan
kontra-indikasi karena akan menekan refleks batuk dan pusat pernapasan dan menghilangkan rasa sakit yang tersembunyi (seperti rupturnya limpa atau peritonitis). Juga merupakan suatu resiko pemberian sedatif berat /keras pada pasien dengan fraktura rahang bawah yang hebat akan dapat menyebabkan kematian karena obstruksi jalan pernafasan yang disebabkan karena lidah jatuh ke belakang atau darah yang masuk ke dalam trakea. 5. Transportasi Adalah penting, bahwa pasien dengan trauma maksilofasial yang hebat tidak diletakkan terlentang. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan pernapasan dan mempercepat kematian pasien. Hal ini terjadi terutama pada kasus communited mandibular fracture. Pasien seperti ini harus dibawa tergelatak dalam posisi miring dengan lidah jatuh ke depan dan sekresi keluar dari mulut. Sebaiknya suatu alat penghisap darah/saliva terdapat pada kendaraan tersebut.
PERAWATAN DEFINITIF PADA FRAKTURA RAMUS DAN ARKUS MANDIBULA Prinsip umum daripada perawatan fraktura rahang bawah tidak banyak berbeda dengan fraktur dimana saja di dalam tubuh. Fragmen dikembalikan pada posisi yang baik dan lakukan immobilisasi sehingga suatu waktu terjadi persatuan tulang (bony union). Reduksi (reposisi) Reduksi sebaiknya dengan anastesi umum, dan dapt juga dengan anastesi lokal atau sedatif + analgesik dengan morphine. Jika hanya terjadi pergeseran yang minimal, kadangkadang reduksi dlakukan tanpa anastesi. Jika gigi terdapat di daerah fragmen maka reduksi secara perlahan-lahan dapat dilakukan dengan elastic traction. Untuk hal ini, cap splint atau kawat dipakai untuk menyatukan dengan baik gigi-gigi pada rahang bawah dan rahang atas pada daerah fragmen dan mandibular maxillary elastic traction dipakaikan diantaranya. Metode ini sangat populer, tetapi hal ini tidak terlalu efektif dilakukan dengan anastesi umum. Merupakan kenyataan jika gigi dikembalikan ke posisi normal maka fragmen tulang akan bersambung dengan baik. Reduksi yang baik akan dapat dilakukan bila ada gigi, tetapi hal ini akan lebih sulit pada pasien yang ompong,kecuali dengan open reduction. Reduksi terbuka
Adanya gigi pada garis fraktur Jika suplai darah terhadap pulpa mengalami kerusakan sebagai akibat daripada fraktur rahang bawah maka hal ini akan dapat menyebabkan matinya pulpa. Infeksi dari apeks gigi ini terhadap garis fraktur akan mengakibatkan terhalangnya penyembuhandaripada rfraktur atau bahkan akan terjadi non-union. Jadi kalau letak gigi di garis fraktur adalah jelek, maka gigi tersebut dicabut saja.
Fiksasi & Immobilisasi (membuat tidak bergerak) istirahat Setelah dilakukan reduksi yang tepat maka fragmen tersebut harus difiksasi & immobilisasi selama lebih kurang 5 minggu (pada pasien dewasa dalam kesehatan yang baik tanpa infeksi pada daerah fraktur). Penyatuan daripada fragmen terjadi lebih cepat pada anakanak dan immobilisasinya antara 3 minggu sampai 1 bulan. Orang tua, dan kasus fraktur dengan infeksi, memerlukan waktu yang lebih panjang untuk immobilisasinya yaitu lebih kurang 6-7 minggu lamanya. Pemilihan teknik immobilisasi Sesudah pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan lokal pada fraktur maka kita sudah dapat menetukan metode mana yang cocok dipakai. Metode untuk fiksasi & immobilisasi fraktur rahang bawah : 1 a. Dental Wiring : Direct
b. Indiret 2 3 4 5 a. Arch bar Siver-copper alloy cap splints Gunning type splint Transosseus wiring Upper border wiring
7 8 9
Bone clamps Bone plating Trans fixation dengan steinmann pins atau kirschner wires
Dental Wiring Dalam hal ini tentunya jika pasien masih mempunyai gigi yang lengkap dan baik. Kawat yang sering dipakai ialah stainless-steel dengan diameter: 0,35 mm
a.
Direct wiring Kawat dililitkan 2 kali pada gigi, kemudian baru diputar kedua ujungnya hingga bersatu. Ujung putiran sebelah atas kemudian disatukan dengan yang bawah. Demikianlah seterusnya untuk seluruh gigi yang dianggap perlu.
Arch Bar Bar yang dipakai adalah bar yang sudah disiapkan oleh pabrik. Banyak macam-macamnya seperti yang dibuat oleh winter, Jalenko,Schuchardt dan lain-lain. Bar ini ada yang kaku dan ada yang lunak bar diikatkan kegigi pada rahang atas dan rahang bawah dengan kawat. Kemudian rahang atas dan bawah dioklusikan dan diikat pula (inter maxillary wiring).
Cap Splints Disini kita harus lebih dahulu memeriksa model untuk cast. Pasien dicetak lebih dahulu. Pada cetakan dibuat cap metal (oleh tekhniker) cap dibuat sebaian lain pada fragmen sebelahnya. Untuk menghubungkannya dibuatkan dengan memakai skrup. Untuk merapatkan rahang atas dan rahang bawah dipakai karet traksi.
Modifikasi gunning-type splints Tehnik ini dipakai jika pasientidak bergigi pada satu atau kedua rahangnya.jika pasien ompong pada rahang atas atau rahang bawah maka fiksasi dan immobilisasi dilakukan dengan gunning type splint dengan pengikatan per alveolar wires pada rahang atas dan circumferensial pada rahang bawah dan kemudian dihubungkan dengan mandibular-maxillary fixation dengan karet traksi.
Tranosseus Wiring
Adalah suatu metode yang efektif untuk immobilisasi dan fiksasi fraktur rahang bawah. Tulang dilobangi dengan bur pada kedua ujung dari fragmen dan sesudah reduksi kita masukkan wires stailess-steeldengan diameter 0,5 mm ke dalam lobang yang sudah dibuat, kemudian kedua ujungnya diikat. Cara ini sangat cocok untuk fraktur rahang bawah pada pasien yang ompong. Yang perlu diperhatikan ialah tidak terjadi inflamasi pada fraktur tersebut. Jika transosseus wire dimasukkanpada daerah yang infeksi akan mengakibatkan resiko terjadinya nekrosis pada kedua ujung tulang. Metode ini dapat dipakai untuk semua fraktur rahang bawah. (lihat gambar).
Extra-oral pin fixation Cara ini jarang dipakai untuk perawatan tipe fraktur rahang bawah. Caranya yaiu menancapkan ke dalam fragmen stainless-steel pin (3mm) pada tiap sisi fraktur. Kedua pin dihubungkan dengan suatu cross-bar dan dapat distel. Dalam hal ini kadang-kadang mandibular-maxillary fixation masih dibutuhkan. Elektric action dapat terjadi pada pin fixation dan hal ini dapat menyebabkan terjadinya ring sequester pada tulang dan ulserasi pada kulit dimana pin ditancapkan. Perwatan ini harus diliakukuan di rumah sakit. Bila perewatan pada fraktur yang infeksi dengan cara transosseus wiring tidak dapat dilakukan, maka cara extra oral pin fixation ini sangat menolong.
7. Bone Clamps Disini caranya hampir sama dengan di atas dan juga memakai pin yang ditancapkan. 8. Bone plating Dengan cara ini pasien dapat lebih senang terhadap makan dan mengurangi masa perawatan. Kekurangannya pekerjaan dari luar dan tentunya akan meninggalkan cacat atau jaringan perut dan kulit. Plat tersebut adalah vitallium metacarpal bone plate yang panjangnya bermacammacam dan mempunyai 4 lobang dan vitallium skrup. Ada juga ostoeosynthese, bahkan ada juga yang mempunyai kompressi. Merek osteo, Synthes dan lain-lain.
9. Transfixation Perawatan fraktur pada daerah symphysis dapat juga dirawat dengan cara ini yaitu dengan menanam Steinman pin atau Kirschner wire melalui fragmen.
Perawatan pasca bedah Perawatan pasca bedah pada fraktur rahang bawah dapat dibagi dalam 3 fase yaitu : 1. Immediate post operative phase, bila pasien telah sadar dari nekrose. 2. Inter mediate phase, selama fixatie mandibula-maxillary dalam posisinya. 3. Late post operative phase termasuk pengambilan mandibular-maxillary fixation, rehabilisasi gigitan, immobilisasi sendi rahang dan perawatan selanjutnya. 1. Immediate post operative phase Pada suatu rumah sakit yang lengkap disediakan suatu intensive care unit recovery room untuk merawat pasien yang yang dibawa dari kamar bedah dan dijaga perawat-perawat yang sudah ahli. Pasien dijaga sampai sadar betul, baru dipindahkan keruangannya kembali. Jika mandibula-maxillary fixation yang dipakai, maka sebaiknya diletakan alat-alat seperti tang pemotong kawat sehingga kalau perlu fiksasi dapat dibuka pada kasus darurat. Demikian juga adanya suktor untuk mengambil cairan saliva atau darah yang keluar. Disini harus dijaga benarbenar jalan udara agar tetap lancar. Untuk itu lidah tidak boleh jatuh kebelakang dan juga penumpukan saliva dan lain-lain. 2. Intermediate postoperative phase Perawatan disini ialah selalu memeriksa keadaan fiksasi apakah masih kuat, dilihat apakah ada oedem yang hebat. Pasien dengan fraktura rahang bawah akan merasa lebih enak dengan posisi duduk. Pencegahan infeksi pada daerah fraktura dilakukan dengan pemberian antibiotic dan lain-lain selama 4 hari kebersihan mulut harus dijaga, misal dengan memberikan obat-obat kumur. Makanan pasien dapat diberikan dalam bentuk lunak atau cair. Pengawasan Umum Pasien dengan luka maxillo-facial dan dirawat di rumah sakit harus diperiksa baik-baik setiap hari. Fiksasi harus diperiksa apakah masih baik atau sudah longgar. Pembengkakan yang bertambah di daerah sisi fraktur atau rasa sakit yang memuncak atau naiknya temperatur tubuh haruslah mendapat perhatian kita. Pasien dengan fraktur rahang bawah merasa lebih enak jika dalam keadaan posisi duduk dengan lurus kedepan.
Sedasi/Analgesik Bila reduksi dan fiksasi diakukan dengan baik, maka rasa sakit akan terasa sedikit sehingga analgesik jarang diberikan. Pemberian analgetik kuat seperti morphin harus hati-hati karena menyebabkan penekanan pusat pernafasan dan refleks batuk. Pencegahan terhadap infeksi Untuk mencegah terjadinya infeksi, pasien harus kita berikan anti biotika. Karena mencegah lebih mudah daripada merawatnya. Kebersihan rongga mulut Kebersihan rongga mulut mempunyai peranan penting dalam pencegahan infeksi pada garis fraktur. Pasien yang sadar kita suruh kumur-kumur. Setiap habis makan dan sesudah mendapat perawatan, kawat, bar, harus digosok dengan gosok gigi agar tetap bersih. Jika pasien tidak dapat melakukannya, maka perawat akan atau harus membersihkannya. Langsung sesudah operasi, saliva pasien cendrung menjadi kental dan keadaan berlangsung sekitar 24 jam. Pada kedaan ini sebaiknya mulut selalu dibersihkan dan bibir diolesi atau diminyaki dengan petrolueum jelly. Makanan Kalau pasien sadar, pasien dapat diberikan makan. Biasanya cairan atau bubur. Apabila pasien tidak bisa menelan maka dipasang transnasal gastric tube (sonde). Kalori yang dibutuhkan adalah sekitar 2000-2500kalori. Pada pasien yang tidak sadar maka harus diperhatikan cara pemberian makanannya. Keseimbangan cairan Pada pasien penderita luka maxillo facial maka suatu daftar keseimbangan cairan harus dibuat sampai suatu waktu yang memuaskan bahwa fluid intake yang memadai dapat ditelan oleh pasien. Kebutuhan normal perhari-hari adalah sekitar 3000ml dan out put sekitar 1500ml yang keluar melalui kulit, keringat dan lai-lain. Sisanya 1500ml lagi keluar melalui urine. Harus selalu dingat bahwa semua bentuk dari trauma dan operasi menyebabkan suatu gangguan metabolisme yang
kompleks, yang mana dapat langsung terjadi sesuai dengan besar dan durasi dan trauma atau operasi pada pasien yang tidak bisa menelan karena suatu fraktur rahang bawah yang hebat, maka dehidrasi dapat terjadi dalam 24-48 jam, hal ini terutama pada pasien yang sudah tua. Parenteral fluid therapy (pemberian cairan makanan secara parental) Cairan diberikan secara intravenous drip. Selama masa dimana penderita masih susah makan melalui sonde atau pipet. Kekurangan makan dan cairan dapat dibantu dengan cairan ini sehingga penderita akan cepat stabil dalam kondisi penyembuhannya. Selanjutnya makanan diberikan peroral melalui pipet yang disedot diantara retro molar sehingga semua makanan harus jenis saring, demikian juga obat-obatan semua digerus.
Pemeriksaan terhadap union dan pengambilan fiksasi Terjadinya union daripada tulang diperiksa dengan cara menggerakan rahang bawah dengan tangan kanan kiri ditambah dengan permeriksaan rontgent foto. Jika sudah baik, fiksasi dapat dibuka. Kalau fiksasi dilakukan didalam tulang misal plat, intraosseus wiring, maka benda tersebut dapat dibiarkan disitu untuk waktu yang agak lama. Penyesuaian oklusi Penyusuaian/perbaikan kecil daripada oklusi kadang-kadang dibutuhkan. Abnormalitas yang lebih besar dirawat dengan melakukan grinding daripada cuspis. Mobilisasi sendi rahang Sisanya pasien tidak mengalami kesulitn menggerakan sendi rahang sesudah immobilisasi daripada rahang bawah. Jadi tidak dibutuhkan perawatan khusus. Tetapi jika terjadi intracapsular fracture atau fraktur pada region kondilar, maka sebaiknya perawatan dilakukan dengan plat, intraosseus wiring, agar pergerakan mandibula masih bisa dilakukan. Anestesi dan parastesi bibir bawah Jika n. mandibularis terlibat maka dapat terjadi dalam bentuk neuraphatia (lesi pada nervus yang menyebabkan paralyse) atau neurotmesis (kerusakan syarat) dan untuk perbaikannya tergantung daripada berat ringannya kerusakan syarat. Neurophatia biasanya sembuh sekitar 6 minggu, tetapi neurotmesis dapat mencapai 18 bulan. Pada kerusakan yang
hebat penyembuhan kemungkinan tidak terjadi dan pasien akan mengeluh akan adanya adanya perobahan terhadap rasa pada daerah tersebut.
Gingivitis
Pada keadaan dimana kebersihan mulut kurang dijaga maka dapat terjadi gingivitis. Diajurkan menjaga kebersihan mulut selama perawatan misalnya menggosok gigi dengan brush yang halus dan pemberian obat kumur.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR MANDIBULA Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu cara tertutup/ konservative dan terbuka / pembedahan. Pada teknik tertutup, reduksi fraktur dan immobilisasi mandibula dicapai dengan jalan penempatan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka, bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan memakai plat atau kawat. Teknik terbuka dan tertutup tidaklah dilakukan sendiri, tetapi kadangkadang dikombinasikan. Pendekatan ketiga, merupakan modifikasi dari teknik terbuka, yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Pada teknik fiksasi skeletal eksternal pin ditelusupkan kedalam kedua segmen untuk
memdapatkan tempat perlekatan alat penghubung (connecting appliance), yang bisa dibuat dari logam atau akrilik, yang menjembatani bagian yang fraktur dan menstabilkan segmen tanpa melakukan immobilisasi mandibula. Semua metode perawatan masing-masing memiliki indikasi, keuntungan da kekurangan. Dasar pemikiran perawatan yang baik adalah respon fleksibe, yaitu kemauan untuk menggunakan teknik yang ada (alat alat yang diperlukan ), dengan profesionalitas yang memadai.
1. REDUKSI TERTUTUP Indikasi : untuk kasus dimana gigi terdapat pada semua segmen atau segmen edentulus disebelah proksimal denga pergeseran yang hanya sedikit. Malleable arch bars. Tersedia dalam bentuk gulungan atau potongan-potongan dengan panjang tertentu. Arch bar dengan mudah dapat bisa dipasang dengan menggunakan anestesi lokal atau umum, dengan jalan mengikatkannya dengan gigi menggunakan kawat baja tahan karat ukuran 0,018 atau 0,20 inchi, 0,45 atau 0,5 mm. Kawat diinsersikan melingkari tiap-tiap gigi (melalui diatas arch bar pada satu sisi dan dibawah arch bar pada sisi yang lain), ujung-ujung kawat dipilin searah jarum jam. Jika terjadi pergeseran segmen yang nyata, biasanya diatasi dengan memotong arch bar pada bagian yang mengalami fraktur, karena apabila bar menjembatani fraktur, maka akan cenderung memisahkan atau mengganggu segmen-segmennya. Fiksasi Fiksasi maksilomandibular dilakukan dengan menggunakan elastik atau kawat untuk menghubungkan loop (lug) arch bar atau alat maksilar dan mandibular yang lain. Apabila suatu segmen mengalami pegeseran yang cukup banyak, maka lakukan immobilisasi segmen yang pergeserannya lebih sedikit dahulu, kemudian melakukan reduksi dan immobilisasi segmen yang lain secara digital atau manual. Apabila suatu fraktur belum lam,a terjadi yakni 72- 96 jam, reduksi biasanya dilakukan dengan manipulasi. Pada fraktur yang sudah lama terjadi , stabilisasi dari elemen yang tidak bergeser atau hanya bergeser sedikit, dilakukan pertama kali dengan menggunakan kawat atau elastik dan kemudian memasang elastik yang cukup kuat tarikannya terhadap segmen yang pergeserannya lebih banyak. Kawat bersifat pasif. Elastik bersifat aktif. Elastik yang dikenakan pada gigi yang tidak punya antagonis akan mengakibatkan ekstrusi atau,
pada kasusu yang lebih hebat mengakibatkan gigi lepas. Semua pasien dengan pengawatan maksilomandibular harus dibekali alat pemotong kawat yang bis digunakan setiap saat.
Arch bar memberikan daerah perlekatan untuk fiksasi maksilomandibular, tetapi secara teknik tidak berfungsi sebagai splint, karena jarang memberikan immobilisasi dan stabilisasi segmen fraktur dengan baik. Sistem eyelet Pengawatan langsung yang sering digunakan adalah teknik eyelet (ivy loop). Caranya : Kawat dipilinkan satu sama lain mebentuk loop. Kedua ujung kawat dilewatkan ruang interproksimal dan kawat tetap di permukaan bukal. Satu ujung dari kawat dilewatkan di sebelah distal dari gigi distal dan kembalinya melalui atau dibawah loop, sedangkan ujung yang lain ditelusupkan pada celah interproximal mesial dari gigi mesial. Kedua ujung alat dipilinkan satu sama lain , dipotong dan dilipat pada aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loop dikencangkan dengan jalan memilinya.
Indikasi : ideal untuk penanganan kasus yang cepat apabila dilakukan stabilsasi sementara, atau apabila durasi anastesi umum dikurangi.
Splint logam / akrilik Merupakan alat individu yang ditujukan untuk imobilisasi atau memantu imobilisasi segmen segmen fraktur. Pembuatan splint memerlukan bahan cetak, fasilitas laboratorium, dan waktu yang relatif lama. Indikasi : apabila terjadi kehilangan substansi tulang (luka kena tembak) untuk mencegah kolaps atau unutk mendapatkan kembali panjang lengkung rahang.
Gunning splint Fraktur edentulus membawa problema tersendiri dalam immobilisasi. Apabila mempunyai protesa gigi maka bisa digunakan untuk fiksasi maksilomandibular. Salah satu cara dengan
membuat lubang pada basisi akrilik di regio interproksimal gigi dari geligi tiruan dan kemudian dilakukan pengawatan arch bar terhadap basis protesa . Apabila pasien tidak memakai geligi tiruan, maka lakukan pencetakan dan buatkan ginning splint yang mirip basis protesa dengan bite plane dan dilapisi dengan kondisioner jaringan.
Pengawatan sirkummandibular Geligi tiruan atau splint mandibular sering distabilisasi dengan menggunakan 3 pengawatan sirkummandibular, satu melingkari mandibula pada regio parasimfisis dan dua pada daerah posterior dari foramen mentale. Kawat kawat diinsersikan dengan jarum penusuk (awl) atau metode jarum lurus ganda (double straight needle). Awl adalah sebuah jarum yang dilengkapi dengan pegangan. Pada teknik awl, jarum tersebut ditusukkan pada kulit dibawah mandibula dan muncul pada dasar mulut. Awl tersebut ditelusupi kawat, ditarik dan dilewatkan pada aspek bukal mandibula kedalam vestibulum, disini kawat dilepas. Kemudian kawat dilewatkan diatas geligi tiruan dan ujung-ujungnya dipuntir/ dipilin agar terjadi stabilisasi. Pada teknik jarum lurus ganda, suatu jarum dilewatkan sebelah lingual dari mandibula , masuk kedasar mulut dan kawat ditarik. Yang lain diinsersikan dari bagian bukal pada titik insersi sama untuk menuju ke vestibulum dan kemudian ditarik. Ujunng-ujung kawat tersebut dilewatkan diatas geligi tiruan kemudian dikencangkan satu sama lain. Fiksasi tulang eksternal Yang sering dioakai aldalah alat fiksasi bi-phase. Dengan alat ini, pin- pinnya diinsersikan melalui insisi kutan kedalam tulanh yang sebelumnya dilubangi dengan bur. Pin dimasukkan melalui korteks bukal dan tulang konselusn dan sedikit tertanam pada tulang kortiksl lingual. Paling tidsk dua pin untuk tiap- tiap segmen fraktur. Kemudian pin- pin itu dijembatani dengan bar (dengan memakai klem), dan reduksi diamati dengan sinar X. Kemudian bar dignatikan dengan konektor akrilik, yang bentuknya disesuiakan dengan peralatan khusus. Fiksasi eksternal untuk fraktur mandibular memberikan keuntungan dalam mereduksi dan stabilisasi segmen proksimal yang mengalami pergeseran apabila reduksi terbuka merupakan kontraindikasi., untuk mencegah kolaps dimana tulang banyak yang hilang.
Reduksi terbuka
Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula bisa melalui kulit atau oral. Antibiotik dan peralatan intraoral yang baik memberikan dukungan tambahan pada pendekatan peroral. Secara teknis, setiap daerah pada mandibula dapat dicapai dan dapat dirawat secara efektif secara oral kecuali pada daerah subkondilar. Walaupun jalan masuk lewat mulut tidak semudah perkutan, modifikasi pengawatan langsung ( pengawatan tepi atas atau transalveolar dan transirkumferensial ) menjadikan teknik ini mempunyai keberhasilan tinggi, dengan rasa sakit dan komplikasi yang minimal. jika digunakan pelat tulang, pendekatan oral sering dikombinasikan dengan pendekatan perkutan dengan menggunakan teknik instrumentasi transkutan.
digerakan tadi nya bergeser dicekatkan ke frakmen distal /anterior yang sudah diimbolisasi ( fiksasi maksilomandibular ).
TINDAK LANJUT
Perawatan pendukung pasca bedah terdiri atas analgesik, dan bila diindikasikan ditambah antibiotik, aplikasi dingin dan petunjuk diet. Rontgen pasca-reduksi dan pasca-imobilisasi perlu dilakukan. Reduksi terbuka bisa memperpendek masa fiksasi maksilomandibular, dan pembukaan percobaan yang dilakukan pada minggu keempat atau kelima kadang-kadang dilakukan untuk mengetahui derajat kesembuhan klinis, terutama pada anak yang masih muda. Normalnya, kawat transoseus untuk stabilisasi segmen tidak dilepas. Jika kawat teraba di bawah mukosa daerah edentulus yang akan diberi protesa atau terbuka selama dilakukan bedah praprostetik, kawat harus dilepas. Pelepasan tersebut dilakukan dengan bantuan anestesi lokal. Pelepasan dilakukan dengan membuat insisi di atas kawat, kemudian kawat tersebut dibebaskan dan dipotong.
Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibular diindikasikan apabila reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka-luka terbuka, atau apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur subkondilar tertentu dan fraktur yang sudah lama atau yang mengalami penggabungan yang keliru atau tidak bergabung juga merupakan indikasi untuk reduksi perkutan terbuka (Gbr. 10-32). Pendekatan terbuka biasanya dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular untuk mendapatkan stabilisasi maksimum dari segmen fraktur. Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan masuk langsung ke daerah fraktur bisa didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi (Gbr. 10-33). Fraktur pada daerah angulus dan corpus mandibulae dicarikan jalan masuk melalui diseksi submandibular, misalnya dengan pendekatan Risdon, dimana insisi ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah inframandibular. Bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam, dengan tetap mempertahankan n. mandibularis marginalis cabang dari n. fascialis. Fraktur symphysis dan parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat insisi submental. Seperti pada semua reduksi terbuka, pengelupasan periosteum diusahakan minimal, dan hanya dilakukan pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang dibuat pada tepi inferior dari kedua fragmen, dan kawat baja tahan karat (0,018 atau 0,02 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan kemudian dipertahankan dengan memilinkan kedua ujung kawat transoseus satu sama lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif adalah meninggalkan bahan asing sesedikit
mungkin misalnya lebih memilih menggunakan kawat dibanding pelat, dan memakai kawat sesedikit mungkin. Bagian yang direduksi kemudian diirigasi dan diamati. Periosteum pertamatama dirapatkan dengan jahitan chromic gut 2-0 atau 3-0. Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang pembalut tekanan, yakni berupa kasa penyerap dengan anyaman serat yang halus, yang diberi bismuth tribromphenate/petrolatum (Xeroform) dan gulungan pembalut elastik yang lebarnya 4-5 inch (Kerlix).
Jika pasien mengalami gangguan mental/inkompeten, memiliki gangguan konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau pecandu obat bius; jika mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya ankilosis (beberapa fraktur subkondilar); dan untuk fraktur edentulus mandibular tertentu, reduksi dan imobilisasi kaku dengan pelat tulang (Vitallium, Titanium) akan sangat bermanfaat. Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang luas, atau fraktur kominusi yang lebar, dan jika penutupan primer baik mukosal atau dermal, tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular, splinting, atau fiksasi skeletal eksternal. Dalam menangani masalah yang sulit ini, pendekatan individual dan orisinil sangat dibutuhkan. Pembedahan biasanya dilakukan di dalam kamar bedah karena menggunakan anestesi umum. Bagian yang mengalami fraktur dibuka secara peroral atau dengan pendekatan submandibular (Risdon) atau submental. Sering digunakan pelat kompresi, dimana bidang insersi dari sekrup ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan penutupan bagian fraktur secara aktif dan bukannya pasif (pelat adaptasi) (Gbr. 10-34). Pelat kemudian dikunci dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan diperiksa dengan mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan satu sama lain dan dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin tetap ditingggal di tempatnya, tetapi pengeluaran sesudah terjadi penyembuhan dianjurkan oleh pabrik-pabrik tertentu sehingga diperlukan pembedahan ulang. Pada keadaan edentulus, pemasangan pelat mungkin mengganggu pembedahan praprostetik atau rehabilitasi praprostetik. Kegagalan sistem imobilisasi dengan pelat tulang kebanyakan disebabkan oleh karena ketidakstabilan dan infeksi/osteomielitis. Pelat tulang merupakan teknik yang relatif sensitif, dan kegagalan kadang-kadang harus dihadapi oleh seorang ahli bedah.
Banyak fraktur subkondilar mandibular bilateral dan kebanyakan fraktur kondilar pada orang dewasa memerlukan reduksi terbuka. Pada kasus fraktur subkondilar bilateral, baik segmen yang pergeserannya paling besar, maupun fragmen yang lebih besar bisa direduksi sendiri-sendiri atau bersama-sama. Fraktur dislokasi yang parah dan tidak direduksi sering mengakibatkan cacat permanen. Cacat ini termanifestasi berupa perubahan rentang gerakan, keterbatasan dan oklusi yang tidak tepat. Pendekatan pembedahan yang biasanya dilakukan pada regio subkondilar adalah preaurikular. Insisi vertikal sepanjang 4-5 cm dibuat sebelah anterior dari kartilago telinga. Dengan diseksi tumpul dan tajam yang dilakukan hati-hati untuk melindungi cabangcabang n. facialis, maka bisa dicapai daerah yang mengalami fraktur. Segmen fraktur yang mengalami pergeseran sering terletak pada fossa infratemporalis, yang cenderung menyulitkan pengembaliannya ke tempat semula. Stabilisasi dilakukan dengan pengawatan transoseus atau pemasangan pelat (Gbr. 10-35). Fiksasi maksilomandibular idealnya sudah dipasang di tempatnya sebelum dilakukan penutupan untuk memastikan bahwa stabilitas fragmen kondilar telah dicapai.
Penatalaksanaan fraktur yang sudah lama, baik yang umurnya sudah lebih dari 14 hari atau sudah tahunan, membawa masalah tersendiri. Fraktur yang sudah berumur 14 hari menunjukkan tahap awal penyembuhan, yakni organisasi beku darah dan proliferasi jaringan granulasi/jaringan ikat. Beberapa fraktur yang sudah lama, menunjukkan adanya pseudartrosis, yang meliputi perkembangan kapsula fibrus dan tepi fraktur kortikal yang tidak tervaskularisasi dengan baik serta tereburnasi. Fraktur-fraktur jenis ini, paling baik dirawat dengan jalan masuk melalui kutan dan reduksi terbuka. Bagian yang mengalami fraktur dipersiapkan, yaitu jaringan granulasi dan jaringan fibrous dibersihkan, dan tepi-tepi fraktur yang sudah lama diperbarui untuk memaparkan tulang dengan vaskularisasi yang lebih baik. Bila fraktur yang relatif masih baru sering direduksi dan distabilisasi secara langsung, untuk fraktur yang sudah lama mungkin
diperlukan graft tulang apabila terjadi kehilangan lengkung rahang yang nyata, atau gangguan oklusi (Gbr. 10-36).