Anda di halaman 1dari 38

TUGAS KEPERAWATAN ANAK 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TETANUS Oleh AFRILIUS 11111592 Dosen pembimbing: Ns.

Siti Aisyah Nur,s.kep DIII KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 20011-2012 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah & rahmatNya jugalah penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan anak dengan judul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan tetanus Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan pembelajaran dalam mata ajar keperawatan anak dan merupakan penilaian dari tugas individu Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih. Padang, oktober 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 1 1.2.1 Tujuan umum 1 1.2.2 Tujuan khusus 1 BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Defenisi tetanus 2 2.2. Etiologi tetanus 2 2.3. patofisiologi 3 2.4. WOC 4 2.5. Manifestasi Klinis 5 2.6. Komplikasi 5 2.7. Penatalaksanaan 5 BAB III Asuhan Keperawatan pada anak dengan diare 3.1. Pengkajian 8 BAB IV Penutup 4.1. Kesimpulan 14 4.2. Saran 14 DAFTAR PUSTAKA Bab 1 pendahuluan I. latar belakang Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat. 1.1. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan diare. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui defenisi, etiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan diare. 2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan diare yang mencakup pengkajian, diagnosa dan intervensi keperawatan. 3. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata ajar keperawatan anak. \ BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Defenisi tetanus Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. 2.2. Etiologi tetanus Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin. 2.3. patofisiologi Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. 2.4. WOC Tonus otot

Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis Gangliosides Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan pada tetanus -Hipertermi -Hipotermi -Aritmia -Takikardi Hipoksia berat O2 di otak Kesadaran -Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia -Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan -Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas Verbal -Kurangnya pengetahuan Ortu -Dx,Prognosa, Perawatan 2.5. Manifestasi Klinis Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya sebagai penyakit hari kedelapan (Jaffari, Pandit dan Ismail 1966). Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah. 2.6. Komplikasi 1. Diagnosa Pemeriksaan laboratorium : Liquor Cerebri normal, hitung leukosit normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium, analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5. 2. Diagnosa Banding Meningitis Meningoenchepalitis Enchepalitis Tetani karena hipocalsemia atau hipomagnesemia Trismus karena process lokal 3. Komplikasi Bronkhopneumonia Asfiksia Sepsis Neonatorum 2.7. Penatalaksanaan Medik Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium. 2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien

dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena. 3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus. 4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis. 5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%. 6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap. Keperawatan Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari. BAB III Asuhan Keperawatan pada Anak dengan tetanus 3.1. Pengkajian 1. Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT. 2. Riwayat natal ditanyakan. Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan. 3. Riwayat postnatal. Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset). 4. Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir 5. Riwayat psiko sosial. 5.1. Kebiasaan anak bermain di mana 5.2. Hygiene sanitasi 6. Pemeriksaan fisik. Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut mecucu seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis. Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus). Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah. Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle. Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius. Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang. 7. Pengetahuan anak dan keluarga. Pemahaman tentang diagnosis Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosa Rencana perawatan ke depan. Tata laksana pasien tetanus Umum 1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump). 2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy. 3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup. 4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB). Khusus 1. Antibiotika PP 50.000100.000 IU/kg BB. 2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH

(Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT) 3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement). 4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT Pencegahan 1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya jaringan mati dan nanah. 2. Pemberian ATS profilaksis. 3. Imunisasi aktif. 4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat. 5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan lanjutan. V.2. Diagnosa Keperawatan Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan. 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. 2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat). 3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring). 4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak 5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter) 6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak. 7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring). 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal. Kriteria hasil : Tidak terjadi dehidrasi Tidak terjadi penurunan BB Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi Intervensi : 1. Catat intake dan output secara akurat. 2. Berikan makan minum personde tepat waktu. 3. Berikan perawatan kebersihan mulut. 4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas. 5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan sesuaikan dengan kebutuhan. 6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari. 7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi. 2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring) Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal. Kriteria hasil : Tidak terjadi aspirasi Bunyi napas terdengar bersih Rongga mulut bebas dari sumbatan Intervensi : 1. Berikan O2 nebulizer 2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar. 3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk. 4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut. 5. Berikan perawatan kebersihan mulut. 6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu. BAB IV Penutup Kesimpulan Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejangkejang (WHO, 1989). Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi

sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih Ngastijah, 1997). Saran Usaha pencegahan dan penatalaksanaan tetanus yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat tetanus dan komplikasi yang ditimbulkannya DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. (2000). Buku Ajar tetanus. Jakarta: Depkes RI Ditjen PPM dan PLP. Doenges,ME, et all. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:EGC. Staf Pengajar IKA FK UI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian IKA FK UI. Suriadi, S.Kp.,Rita Yuliani,S.Kp., (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed.1. Jakarta: P.T. Fajar Intrapratama. Tin Afifah, Srimawar Djaja, Joko Irianto. (2003). Kecendrungan Penyakit Penyebab Kematian Bayi dan Anak Balita di Indonesia 1992-2001 dalam Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 31. No2. Jakarta: Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. ASUHAN KEPERAWATAN LABIRINITIS PADA TELINGA

Peran Perawat Profesional dalam Membangun Citra Perawat Ideal di Mata Masyarakat Peran Perawat Profesional dalam Membangun Citra Perawat Ideal di Mata Masyarakat oleh Rani Setiani Sujana* Menjadi seorang perawat merupakan suatu pilihan hidup bahkan merupakan suatu cita-cita bagi sebagian orang. Namun, adapula orang yang menjadi perawat karena suatu keterpaksaan atau kebetulan, bahkan menjadikan profesi perawat sebagai alternatif terakhir dalam menentukan pilihan hidupnya. Terlepas dari semua itu, perawat merupakan suatu profesi yang mulia. Seorang perawat mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan mereka dari segi apapun. Setiap tindakan dan intervensi yang tepat yang dilakukan oleh seorang perawat, akan sangat berharga bagi nyawa orang lain. Seorang perawat juga mengemban fungsi dan peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik kepada klien. Namun, sudahkah

perawat di Indonesia melakukan tugas mulianya tersebut dengan baik? Bagaimanakah citra perawat ideal di mata masyarakat? Perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat kian membuka pengetahuan masyarakat mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang mulai menyoroti kinerja tenaga-tenaga kesehatan dan mengkritisi berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, citra seorang perawat kian menjadi sorotan. Hal ini tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberikan pelayanan yang berkualitas agar citra perawat senantiasa baik di mata masyarakat. Menjadi seorang perawat ideal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi untuk membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat telah didekatkan dengan citra perawat yang identik dengan sombong, tidak ramah, genit, tidak pintar seperti dokter dan sebagainya. Seperti itulah kirakira citra perawat di mata masyarakat yang banyak digambarkan di televisi melalui sinetronsinetron tidak mendidik. Untuk mengubah citra perawat seperti yang banyak digambarkan masyarakat memang tidak mudah, tapi itu merupakan suatu keharusan bagi semua perawat,

terutama seorang perawat profesional. Seorang perawat profesional seharusnya dapat menjadi sosok perawat ideal yang senantiasa menjadi role model bagi perawat vokasional dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat profesional memiliki pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep, teori, dan aplikasi. Namun, hal itu belum menjadi jaminan bagi perawat untuk dapat menjadi perawat yang ideal karena begitu banyak aspek yang harus dimiliki oleh seorang perawat ideal di mata masyarakat. Perawat yang ideal adalah perawat yang baik. Begitulah kebanyakan orang menjawab ketika ditanya mengenai bagaimana sosok perawat ideal di mata mereka. Mungkin kedengarannya sangat sederhana. Namun, di balik semua itu, pernyataan tersebut memiliki makna yang besar. Masyarakat ternyata sangat mengharapkan perawat dapat bersikap baik dalam arti lembut, sabar, penyayang, ramah, sopan dan santun saat memberikan asuhan keperawatan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang masih menemukan perilaku kurang baik yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap klien saat menjalankan tugasnya di rumah sakit. Hal itu memang sangat disayangkan karena bisa membuat citra perawat menjadi tidak baik di mata masyarakat. Ternyata memang hal-hal seperti itulah yang memunculkan jawaban demikian dari masyarakat. Untuk menjadi perawat ideal di mata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam hal menjalankan peran dan fungsi sebagai

perawat. Seorang perawat profesional haruslah mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Adapun peran perawat diantaranya ialah pemberi perawatan, pemberi keputusan klinis, pelindung dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh, dan peran karier. Semua peran tersebut sangatlah berpengaruh dalam membangun citra perawat di masyarakat. Namun, disini saya akan menekankan peran yang menurut saya paling penting dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Peranperan tersebut diantaranya ialah peran sebagai pemberi perawatan, peran sebagai pemberi kenyaman dan peran sebagai komunikator. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan peran yang paling utama bagi seorang perawat. Perawat profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan terampil akan membangun citra keperawatan menjadi lebih baik di mata masyarakat. Saat ini, perawat vokasional memang masih mendominasi praktik keperawatan di rumah sakit maupun di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perawat vokasional memiliki kemampuan aplikasi yang baik dalam melakukan praktik keperawatan. Namun, perawat vokasional memiliki pengetahuan teoritis yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan perawat profesional. Dengan semakin banyaknya jumlah perawat profesional saat ini, diharapkan dapat melengkapi kompetensi yang dimiliki oleh perawat vokasional. Seorang perawat

profesional harus memahami landasan teoritis dalam melakukan praktik keperawatan. Landasan teoritis tersebut akan sangat berguna bagi perawat profesional saat menjelaskan maksud dan tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikan secara rasional kepada klien. Hal ini tentu saja akan membawa dampak baik bagi terciptanya citra perawat ideal di mata masyarakat yaitu perawat yang cerdas, terampil dan profesional. Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri manusia. Masyarakat yang menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki kebutuhan yang relatif terhadap rasa nyaman. Mereka mengharapkan perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh karena itu, peran perawat sebagai pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang cukup penting bagi terciptanya suatu citra keperawatan yang baik. Seorang perawat profesional diharapkan mampu menciptakan kenyamanan bagi klien saat klien menjalani perawatan. Perawat profesional juga seharusnya mampu mengidentifikasi kebutuhan yang berbeda-beda dalam diri klien akan rasa nyaman. Kenyamanan yang tercipta akan membantu klien dalam proses penyembuhan, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat. Pemberian rasa nyaman yang diberikan perawat kepada klien dapat berupa sikap atau perilaku yang ditunjukkan dengan sikap peduli, sikap ramah, sikap sopan, dan sikap empati yang ditunjukkan perawat kepada klien pada saat memberikan asuhan keperawatan. Memanggil

klien dengan namanya merupakan salah satu bentuk interaksi yang dapat menciptakan kenyamanan bagi klien dalam menjalani perawatan. Klien akan merasa nyaman dan tidak merasa asing di rumah sakit. Perilaku itu juga dapat menciptakan citra perawat yang ideal di mata klien itu sendiri karena klien mendapatkan rasa nyaman seperti apa yang diharapkannya. Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra perawat di mata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat menjadi komunikator yang baik. Klien juga manusia yang membutuhkan interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan. Interaksi verbal yang dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap peningkatan kesehatan klien. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar-sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, serta sumber informasi dan komunitas. Kualitas komunikasi yang dimiliki oleh seorang perawat merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Sudah seharusnya seorang perawat profesional memiliki kualitas komunikasi yang baik saat berhadapan dengan klien, keluarga maupun dengan siapa saja yang membutuhkan informasi mengenai masalah keperawatan terkait kesehatan klien. Hal-hal di atas merupakan sebagian kecil gambaran mengenai peran yang dapat dilakukan oleh seorang perawat profesional dalam membangun citra perawat ideal di mata

masyarakat. Masih banyak lagi hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang perawat profesional untuk menciptakan citra perawat ideal yang lebih baik lagi di mata masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, tentu saja diperlukan kompetensi yang memadai, kemauan yang besar, dan keseriusan dari dalam diri perawat sendiri untuk membangun citra keperawatan menjadi lebih baik. Perawat yang terampil, cerdas, baik, komunikatif, dan dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sesuai dengan kode etik, tampaknya memang merupakan sosok perawat ideal di mata masyarakat. Semoga kita dapat menjadi perawat profesional yang mampu menjadi role model bagi perawat-perawat lain dalam membawa citra perawat ideal di mata masyarakat. Hidup perawat Indonesia! Peran dan Fungsi Perawat Ditulis Oleh : Abdul Wachid, SH, M.H Peran Perawat Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengartuhi oleh keadaan sosial baik dari profesi maupun diluar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsirsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari : a. Peran Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhann dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan

dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. b. Peran Perawat sebagai advokat klien Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. c. Peran Perawat sebagai Edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran Perawat sebagai koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. e. Peran Perawat sebagai kolaborator Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar

pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f. Peran Perawat sebagai Konsultan Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Pertan ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. g. Peran Perawat sebagai Pembaharuan Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Selain peran perawat berdasarkan konsirsium ilmu kesehatan, terdapat pembagian peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan tahun 1983, yang membagi empat peran perawat: a. Peran Perawat sebagai Pelaksana Pelayanan Keperawatan Peran ini dikenal dengan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. b. Peran Perawat sebagai Pendidik dalam Keperawatan Sebagai pendidik, perawat berperan dalam mendidik individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada klien, maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan. c. Peran Perawat sebagai Pengelola pelayanan Keperawatan Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam

mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola, perawat melakukan pemantauan dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan serta mengorganisasikan dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. Secara umum, pengetahuan perawat tentang fungsi, posisi, lingkup kewenangan, dan tanggung jawab sebagai pelaksana belum maksimal. d. Peran Perawat sebagai Peneliti dan Pengembang pelayanan Keperawatan Sebagai peneliti dan pengembangan di bidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi di bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi keperawatan. Fungsi Perawat Fungsi Perawat Meliputi : a. Fungsi Independen Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul

dari tindakan yang diambil. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah: 1) Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan. 2) Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki kesehatan. 3) Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari. 4) Mendorong untuk berperilaku secara wajar. b. Fungsi Dependen Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat. c. Fungsi Interdependen Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Sebagai sesama tenaga kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan bidang ilmunya. Dalam kolaborasi ini, pasien menjadi fokus upaya pelayanan kesehatan. Contohnya, untuk menangani ibu hamil yang

menderita diabetes, perawat bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menentukan kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu dan perkembangan janin. Ahli gizi memberikan kontribusi dalam perencanaan makanan dan perawat mengajarkan pasien memilih makan sehari-hari. Dalam fungsi ini, perawat bertanggung jawab secara bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan terutama untuk bidang keperawatannya.
Posted on 15 Oktober 2012 by afrilius
About these ads

Bagikan ini:

Twitter Facebook

Like this:
Entri ini ditulis dalam Tak Berkategori. Buat penanda ke permalink. TUGAS KEPERAWATAN ANAK 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TETANUS Oleh AFRILIUS 11111592 Dosen pembimbing: Ns.Siti Aisyah Nur,s.kep DIII KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 20011-2012 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah & rahmatNya jugalah penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan anak dengan judul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan tetanus Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan pembelajaran dalam mata ajar keperawatan anak dan merupakan penilaian dari tugas individu Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih. Padang, oktober 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 1 1.2.1 Tujuan umum 1 1.2.2 Tujuan khusus 1 BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Defenisi tetanus 2 2.2. Etiologi tetanus 2 2.3. patofisiologi 3 2.4. WOC 4 2.5. Manifestasi Klinis 5 2.6. Komplikasi 5 2.7. Penatalaksanaan 5 BAB III Asuhan Keperawatan pada anak dengan diare 3.1. Pengkajian 8 BAB IV Penutup 4.1. Kesimpulan 14 4.2. Saran 14 DAFTAR PUSTAKA Bab 1 pendahuluan I. latar belakang Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama

masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat. 1.1. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan diare. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui defenisi, etiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan diare. 2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan diare yang mencakup pengkajian, diagnosa dan intervensi keperawatan. 3. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata ajar keperawatan anak. \ BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Defenisi tetanus Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. 2.2. Etiologi tetanus Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin. 2.3. patofisiologi Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. 2.4. WOC Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis Gangliosides Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan pada tetanus -Hipertermi -Hipotermi -Aritmia -Takikardi Hipoksia berat O2 di otak Kesadaran -Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia -Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan -Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas Verbal -Kurangnya pengetahuan Ortu -Dx,Prognosa, Perawatan 2.5. Manifestasi Klinis Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya sebagai penyakit hari kedelapan (Jaffari, Pandit dan Ismail 1966). Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi

plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah. 2.6. Komplikasi 1. Diagnosa Pemeriksaan laboratorium : Liquor Cerebri normal, hitung leukosit normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium, analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5. 2. Diagnosa Banding Meningitis Meningoenchepalitis Enchepalitis Tetani karena hipocalsemia atau hipomagnesemia Trismus karena process lokal 3. Komplikasi Bronkhopneumonia Asfiksia Sepsis Neonatorum 2.7. Penatalaksanaan Medik Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium. 2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena. 3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus. 4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis. 5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%. 6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap. Keperawatan Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari. BAB III Asuhan Keperawatan pada Anak dengan tetanus 3.1. Pengkajian 1. Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT. 2. Riwayat natal ditanyakan. Siapa penolong persalinan karena data ini akan

membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan. 3. Riwayat postnatal. Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset). 4. Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir 5. Riwayat psiko sosial. 5.1. Kebiasaan anak bermain di mana 5.2. Hygiene sanitasi 6. Pemeriksaan fisik. Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut mecucu seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis. Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus). Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah. Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle. Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius. Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang. 7. Pengetahuan anak dan keluarga. Pemahaman tentang diagnosis Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosa Rencana perawatan ke depan. Tata laksana pasien tetanus Umum 1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump). 2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy. 3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup. 4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB). Khusus 1. Antibiotika PP 50.000100.000 IU/kg BB. 2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT) 3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement). 4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT Pencegahan 1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya jaringan mati dan nanah. 2. Pemberian ATS profilaksis. 3. Imunisasi aktif. 4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat. 5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan lanjutan. V.2. Diagnosa Keperawatan Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan. 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. 2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat). 3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring). 4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga

tentang diagnosis/prognosis penyakit anak 5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter) 6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak. 7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring). 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal. Kriteria hasil : Tidak terjadi dehidrasi Tidak terjadi penurunan BB Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi Intervensi : 1. Catat intake dan output secara akurat. 2. Berikan makan minum personde tepat waktu. 3. Berikan perawatan kebersihan mulut. 4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas. 5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan sesuaikan dengan kebutuhan. 6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari. 7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi. 2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring) Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal. Kriteria hasil : Tidak terjadi aspirasi Bunyi napas terdengar bersih Rongga mulut bebas dari sumbatan Intervensi : 1. Berikan O2 nebulizer 2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar. 3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk. 4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut. 5. Berikan perawatan kebersihan mulut. 6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu. BAB IV Penutup Kesimpulan Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejangkejang (WHO, 1989). Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih Ngastijah, 1997). Saran Usaha pencegahan dan penatalaksanaan tetanus yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat tetanus dan komplikasi yang ditimbulkannya DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. (2000). Buku Ajar tetanus. Jakarta: Depkes RI Ditjen PPM dan PLP. Doenges,ME, et all. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:EGC. Staf Pengajar IKA FK UI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian IKA FK UI. Suriadi, S.Kp.,Rita Yuliani,S.Kp., (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed.1. Jakarta: P.T. Fajar Intrapratama. Tin Afifah, Srimawar Djaja, Joko Irianto. (2003). Kecendrungan Penyakit Penyebab Kematian Bayi dan Anak Balita di Indonesia 1992-2001 dalam Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 31. No2. Jakarta: Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Citra Perawat di Media Massa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik dalam maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang undangan ( Permenkes, 2010 ). Perkembangan ilmu kesehatan sudah mulai berkembang dengan pesat sehingga masyarakat mulai menyoroti kinerja tenaga kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan, termasuk perawat. Sehingga perawat dituntut untuk lebih profesional dan teliti dalam menjalankan tugasnya dan semua tindakan perawat yang dilakukan terhadap klien harus dilaporkan secara jujur dan bertanggung jawab, dengan begitu klien akan merasa yakin bahwa perawat tersebut benar benar memiliki kemampuan, dengan begitu citra perawat akan terlihat positif dimata klien dan masyarakat terlebih media massa yang mulai menyoroti tingkah laku perawat dalam melakukan tindakan medis untuk dipublikasikan ke masyarakat. Perawat adalah pembantu dokter. Kalimat ini memang tidak pernah terucap pada pertemuan resmi antar tenaga kesehatan namun masyarakat maupun media massa sering beranggapan bahwa perawat adalah pembantu dokter . Peran perawat digambarkan masih sebatas membantu tugas dokter, berdiri disamping dokter kemudian dokter memerintahkan sesuatu kepada perawat, lalu pergi keluar kamar periksa. Dengan bekal ilmu dan keterampilan, perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan terhadap kliennya tanpa intervensi dari pihak manapun. Kemandirian seorang perawat akan terlihat apabila ia mampu mengelola masalah kliennya, membuat rasa nyaman dan damai, serta memfasilitasi pasien mengenai masalahnya sendiri.

Dengan fakta dan masalah yang sudah berkembang dimasyarakat perlu adanya revolusi langkah strategis dari seluruh elemen keperawatan dari kalangan pendidikan, perawat praktisi, dan peran serta tokoh masyarakat untuk menumbuhkan citra perawat yang baik di masyarakat dan media massa. Diharapkan seluruh elemen keperawatan, baik itu dosen, mahasiswa keperawatan, organisasi keperawatan dan profesi keperawatan berkewajiban dalam menciptakan citra perawat yang profesional, jujur, tanggung jawab, ramah, sopan dan sabar sehingga masyarakat maupun media massa memiliki anggapan tentang citra perawat yang baik dan memiliki nilai yang patut diperhitungkan keberadaannya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana membangun citra perawat yang positif dimata masyarakat dan massa? 2. Bagaimana peran PPNI dalam pencitraan perawat? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui cara membangun citra perawat yang positif dimata masyarakat dan media massa. 2. Untuk mengetahui peran PPNI dalam pencitraan perawat BAB. II PEMBAHASAN 1.Membangun citra perawat yang positif dimata masyarakat dan media massa media

Citra perawat masih jauh dari harapan perawat itu sendiri. Di mata sebagian masyarakat, perawat masih sering dinilai tidak memiliki ilmu dan tidak mandiri. Penilaian semacam ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti misalnya ketidaktahuan masyarakat akan tugas perawat, tugas perawat yang langsung bersinggungan dengan klien memengaruhi gambaran tugas secara keseluruhan, klien dengan tingkat ketergantungan tinggi sangat membutuhkan bantuan perawat. Tugas keseharian perawat yang semacam ini yang membentuk pandangan masyarakat bahwa tugas seorang perawat tidak lebih dri pembantu rumah tangga. Masyarakat tidak mengetahui keahlian perawat yang sesungguhnya dikarenakan pada saat perawat melakukan tindakan keperawatan terhadap klien yang menuntut keahlian, misalnya disaat perawat melakukan tindakatan life saving di IGD maupun di ICU, pihak klien selalu diminta keluar kamar, sehingga masyarakat tidak mengetahui betapa pentingnya peran seorang perawat dalam tindakan medis. Peran perawat sangatlah penting dalam proses penyembuhan klien di rumah sakit ataupun di lembaga kesehatan lainnya, tanpa perawat dokter pun akan merasa kesulitan dalam melakukan tindakan karena yang mengetahui kondisi klien adalah perawat itu sendiri, seperti apa yang sedang dirasakan oleh klien, bagaimana perasaan klien, itu semua akan diketahui oleh perawat karena perawat berada di samping klien selama 24 jam. Beberapa hal diantaranya yang membuat citra perawat kurang mandiri adalah batas kewenangan perawat sebagai bagian dari tim kesehatan dilapangan kurang jelas, terutama dengan profesi dokter seringkali terjadi. Grey area tugas dan kewenangan dokter dan perawat amatlah luas. Contohnya tugas mengobati pasien seperti menyuntik dan memasang infus sebenarnya menjadi tugas dokter. Namun, dilapangan hampir selalu dilakukan oleh perawat. Bahkan pada situasi darurat yang

memerlukan kecepatan penanganan, seperti di IGD, ICU, daerah terpencil atau dilokasi bencana, perawat selalu menjadi andalan. Namun citra perawat dimasyarakat ataupun media massa saat ini masih rendah karena menurut masyarakat, perawat identik dengan sombong, judes dan tidak ramah. Mengapa masyarakat beranggapan seperti itu, karena media massa dalam hal ini sering kali mempublikasikan hal tersebut tidak merunut pada kenyataan yang terjadi dilapangan. Pada dasarnya tidak semua perawat bersifat judes dan sombong. Masyarakat ataupun media massa menggambarkan adanya persepsi yang negatif seperti melakukan tindakan yang kurang tepat, kurang terampil, kurang komunikasi dengan pasien, kurang cepat menganggapi keluhan pasien. 2. Peran PPNI dalam Pencitraan Perawat Image atau citra perawat merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting terhadap kepuasan klien, dimana klien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Klien dalam menginterpretasikan perawat berawal dari cara pandang melalui panca indera dan informasi - informasi yang didapatkan dari media massa atau pihak lainnya sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap perawat. Di jaman modern seperti ini masyarakat sangant mengharapkan sosok perawat yang profesional dan memiliki citra yang ramah, sopan, santun, penyayang dan sabar dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap klien. Namun dalam kehidupan sehari hari kita masih sering menemukan perilaku kurang baik yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap klien saat menjalankan profesinya di ruamh sakit ataupun lembaga kesehatan lainnya. Mulai dari perawat dengan sifat sombong, tidak ramah, pemarah, kurang komunikasi dengan klien, serta kurang cepat menanggapi keluhan

dari klien sehingga saat ini perawt masih dinilai belum dapat mencerminkan tenaga perawat yang profesional dan citra perawat belum sesuai dengan harapan masyarakat. Maih sedikitnya perawat yang membiasakan diri dengan kaidah profesional , sangan merugikan perawat dalam pandangan profesi lain. Perawat harus segera mengantisipasi kondisi tersebut agar citra perawat menjadi baik dan mempunyai nilai yang patut diperhitungkan keberadaannya. Maka dari itu marilah kita menciptakan citra perawat yang baik dan profesional dalam menjalankan setiap tindakannya terhadap klien yaitu dengan cara bersikap profesional, ramah, jujur, sabar, santun dan selalu berkomunikasi dengan klien. Dengan begitu lambat laun citra perawat akan lebih positif di mata klien, masyarakat dan media massa. Dalam menanggapi citra perawat yang ada di masyrakat saat ini, organisasi keperawatan seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ) mulai gencar melakukan uji kompetensi keperawatan sebagai penyesuaian standard profesi perawat sebelum perawat melakukan praktek ke masyarakat, sehingga masyarakat akan merasa nyaman terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat. Mahasiswa keperawatan pun harus melakukan kegiatan yang berhubungan dengan keperawatan itu sendiri, seperti perayaan hari perawat internasioanal, melakukan bakti sosial, serta membantu dalam kegiatan tanggap bencana, melakukan penyuluhan luas. Dengan sering melakukan kegiatan yang diadakan oleh organisasi maupun institusi keperawatan sehingga diharapkan sedikit demi sedikit dapat menumbuhkan jiwa profesional perawat dan memperbaiki citra perawat dimasyarakat dan media massa. Sehingga dengan menunjukkan agar masyarakat mengetahui peran perawat yang sesungguhnya, sehingga citra perawat semakin positif di mata masyarakat

profesionalisme dan dedikasi terhadap profesi, maka dapat membangun citra perawat mendapat pengakuan dari masyarakat dimasa mendatang. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Citra perawat yang ada dikalangan masyarakat saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan karena masyarakat masih berfikir atau beranggapan bahwa perawat itu identik dengan kurang komunikasi, judes dan kurang tanggap dengan kondisi klien dan dikarenakan adanya tayangan atau berita yang kurang baik yang dipublikasi oleh media massa. PPNI telah melakukan upaya untuk menaikkan citra perawat yaitu dengan melakukan uji kompetensi keperawatan sebagai penyesuaian standard profesi perawatan dan mahasiswa telah berperan dalam mengadakan kegiatan bhakti social dalam perayaan hari besar keperawatan sehingga masyarakat lebih kenal dengan perawat. B. Saran Sudah saatnya semua elemen Keperawatan untuk menciptakan citra perawat yang professional agar masyarakat ataupun media massa beranggapan bahwa peran perawat itu sangat penting dalam membantu proses kesembuhan klien. Sesekali perawat membuat iklan cara mencuci tangan yang baik yang diiklankan oleh perawat itu sendiri, karena selama ini iklan kesehatan selalu diperankan oleh dokter, dan agar citra perawat lebih positif dimata masyarakat, perawat sebaiknya melakukan penyuluhan kesehatan langsung ke masyarakat agar masyarakat mengetahui peran perawat yang sesungguhnya dan tidak lagi dipandang sebelah mata dan dipandang hanya sebagai pembantu dokter

Daftar Pustaka Mugianti, Sri. 2009. Jurnal Kesehatan, Volume 7, No.1. Mei 2009: 31-40 (isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal71093140_1693-4903.pdf) Permenkes No 161/Menkes/Per/I/2012 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Setiabudi, Prawira. 2012. UU Keperawatan angkat citra perawat. (online) http://waspadaonline.com/UU-Keperawatan-angkat-citra-perawat.html ( diakses 12 September 2012)
Citra adalah merek lokal di Indonesia yang mempunyai visi untuk menjadi merek perawatan kulit lengkap yang memberikan kecantikan alami secara keseluruhan.

Memahami Wanita Indonesia


Pada tahun 2006, Citra mempunyai dua misi yaitu: Misi pertama, Citra menginginkan Merek Perawatan Kulit Lengkap yang tercermin dari jajaran produk perawatan kulit Citra yang sudah ada. Untuk Perawatan Tubuh, Citra memiliki Citra Hand & Body Lotion, Citra Liquid Soap dan Citra Body Scrub. Sementara itu, untuk Perawatan Wajah, Citra memiliki Citra Hazeline Moisturizer dan Citra Face Cleanser. Citra akan terus menciptakan inovasi strategis yang berkaitan dengan konsumennya. Misi kedua, Citra ingin membantu wanita Indonesia menyeimbangkan pikiran dan tubuh mereka. Citra sadar bahwa wanita Indonesia memiliki peran ganda dalam menjalani hidup dan ada permintaan tinggi dari masyarakat untuk wanita ini untuk menjalankan peran mereka. Dengan memiliki keseimbangan pikiran dan tubuh, wanita dapat memainkan peran dengan lebih baik dan hal ini akan membawa ke hubungan harmonis dengan masyarakat. Berdasarkan semua alasan ini, Citra meluncurkan varian wewangian aromaterapi, karena manfaat aromaterapi sudah dikenal luas untuk membantu mengendurkan ketegangan panca indra dan menenangkan pikiran dan tubuh.

Untuk mendukung kedua misi tersebut di atas, Citra meluncurkan aktivasi Rumah Cantik Citra (RCC). RCC adalah rumah spa untuk merasakan seluruh produk Citra dalam merawat dan mempercantik tubuh dan jiwa.

Merek kecantikan warisan Indonesia


Citra diketahui sebagai merek kecantikan dengan bahan-bahan alami dari warisan kuat budaya Indonesia, dan telah beredar di Indonesia selama lebih dari 20 tahun. Citra dikenal pertama kali sebagai merek Hand & Body Lotion tetapi beberapa tahun belakangan ini telah memperluas merek ke segmen lain seperti Sabun Cair, Body Scrub, Pembersih Wajah dan Pelembab Wajah. Konsumen sasaran Citra adalah wanita berusia 15 hingga 35 tahun yang ingin menjadi modern tanpa melupakan norma-norma sosial Indonesia. Mereka juga percaya pada kandungan yang baik untuk merawat kulit mereka yang terdapat dalam produk perawatan kulit alami.

Tahukah anda

Citra telah ada di pasar produk perawatan kulit Indonesia sejak tahun 1984. Citra terbuat dari bahan-bahan alami Indonesia dengan warisan kuat budaya Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, Citra telah mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar Hand & Body Lotion di Indonesia.

Inovasi
Salah satu misi Citra 2006 adalah menjadi Merek Perawatan Kulit Lengkap. Untuk mendukung misi ini, Citra telah meluncurkan berbagai inovasi seperti: Pada bulan Februari 2006, Citra meluncurkan kembali varian Citra Hand & Body Lotion (Citra Bengkoang White Lotion, Citra Teh Hijau Beauty Lotion dan Citra Mangir Beauty Lotion) dan meluncurkan Citra Sabun Cair (Citra Bengkoang White Milk Bath dan Citra Teh Hijau Refreshing Bath). Inovasi terbaru pada bulan Juli 2006 adalah Citra Body Scrub (Citra Bengkoang White Body Scrub dan Citra Teh Hijau Refreshing Body Scrub) yang secara efektif membersihkan kotoran dari kulit dan melepaskan sel-sel kulit mati yang membuat kulit tampak bersih dan segar. Citra akan terus melakukan inovasi terhadap produk-produk perawatan kulit dengan meluncurkan produk-produk yang berhubungan dengan wanita Indonesia.

Fakta-fakta utama

Selama beberapa tahun terakhir, nilai dan volume Citra terus tumbuh. Pertumbuhannya didukung oleh inovasi yang berkaitan dengan konsumen Citra. Citra yang terus berkomitmen untuk menggali wawasan konsumen dan menciptakan inovasi berdasarkan wawasan telah dianugerahi hadiah ini. Ini tercermin dari berbagai penghargaan yang diraih Citra dalam tiga tahun belakangan ini secara berturut-turut, antara lain Indonesian Best Brand Awards dan Indonesian Consumer Satisfaction Award. Menurut Majalah SWA, dalam pasar Hand & Body Lotion, Citra memiliki indeks loyalitas tertinggi. Berdasarkan temuan ini, Citra memperoleh Indonesian Consumer Loyalty Awards pada tahun 2006. Pada tahun 2006, Citra meluncurkan Aktivasi Rumah Cantik Citra yang merupakan rumah spa semi permanen untuk merasakan sepenuhnya produk-produk Citra untuk merawat dan mempercantik jiwa.

KEPERAWATAN PROFESIONAL
BAB I PENDAHULUAN KONSEP TENTANG CITRA KEPERAWATAN PROFESIONAL DALAM MEMBERI PELAYANAN KESEHATAN Menjadi seorang perawat merupakan suatu pilihan hidup bahkan merupakan suatu cita-cita bagi sebagian orang. Namun adapula orang yang menjadi perawat karena suatu keterpaksaan atau kebetulan, bahkan menjadikan profesi perawat sebagai alternatif terakhir dalam menentukan pilihan hidupnya. Terlepas dari semua itu, perawat merupakan suatu profesi yang mulia. Seorang perawat mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan mereka dari segi apapun. Setiap tindakan dan intervensi yang tepat yang dilakukan oleh seorang perawat, akan sangat berharga bagi nyawa orang lain. Seorang perawat juga mengembang fungsi dan peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik kepada klien. Namun, sudahkah perawat di Indonesia melakukan tugas mulianya tersebut dengan baik! Bagaimanakah citra perawat ideal di mata masyarakat! Perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat kian membuka pengetahuan masyarakat mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang mulai menyoroti kinerja tenaga-tenaga kesehatan dan mengkritisi berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, citra seorang perawat kian menjadi sorotan. Hal ini tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberikan pelayanan yang berkualitas agar citra perawat senantiasa baik di mata masyarakat. Menjadi seorang perawat ideal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi untuk membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Hal ini

dikarenakan kebanyakan masyarakat telah didekatkan dengan citra perawat yang identik dengan sombong, tidak ramah, genit, tidak pintar seperti dokter dan sebagainya. Seperti itulah kira-kira citra perawat di mata masyarakat yang banyak digambarkan di televisi melalui sinetron-sinetron tidak mendidik. Untuk mengubah citra perawat seperti yang banyak digambarkan masyarakat memang tidak mudah, tapi itu merupakan suatu keharusan bagi semua perawat, terutama seorang perawat profesional. Seorang perawat profesional seharusnya dapat menjadi sosok perawat ideal yang senantiasa menjadi role model bagi perawat vokasional dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat profesional memiliki pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep, teori, dan aplikasi. Namun, hal itu belum menjadi jaminan bagi perawat untuk dapat menjadi perawat yang ideal karena begitu banyak aspek yang harus dimiliki oleh seorang perawat ideal di mata masyarakat. Perawat yang ideal adalah perawat yang baik. Begitulah kebanyakan orang menjawab ketika ditanya mengenai bagaimana sosok perawat ideal di mata mereka. Mungkin kedengarannya sangat sederhana. Namun, di balik semua itu, pernyataan tersebut memiliki makna yang besar. Masyarakat ternyata sangat mengharapkan perawat dapat bersikap baik dalam arti lembut, sabar, penyayang, ramah, sopan dan santun saat memberikan asuhan keperawatan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang masih menemukan perilaku kurang baik yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap klien saat menjalankan tugasnya di rumah sakit. Hal itu memang sangat disayangkan karena bisa membuat citra perawat menjadi tidak baik di mata masyarakat. Ternyata memang hal-hal seperti itulah yang memunculkan jawaban demikian dari masyarakat. Untuk menjadi perawat ideal di mata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam hal menjalankan peran dan fungsi sebagai perawat. Seorang perawat profesional haruslah mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Adapun peran perawat diantaranya ialah pemberi perawatan, pemberi keputusan klinis, pelindung dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh, dan peran karier. Semua peran tersebut sangatlah berpengaruh dalam membangun citra perawat di masyarakat. Namun, disini saya akan menekankan peran yang menurut saya paling penting dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Peranperan tersebut diantaranya ialah peran sebagai pemberi perawatan, peran sebagai pemberi kenyaman dan peran sebagai komunikator. BAB II KONSEP ROLE MODEL DALAM PASIEN Hasil penelitian menunjukkan kekuatan peran perawat merupakan model sosial dari rentang perilaku adaptif sampai dengan maladaptif. Perawat menggunakan diri untuk menjadi model yang adaptif dan perkembangan perilaku.

Role model tidak berhubungan dengan kemampuan total dari norma lokal masyarakat atau kebahagiaan hidup, isi sepenuhnya dalam kehidupan. Efektifnya peran perawat dapat dilakukan dengan penuh dan kepuasan kehidupan diri yang tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan juga pendekatan perawat terhadap pasien dalam kehidupannya dalam mengembangkan kemampuan, harapan dan adaptasi. Perawat harus dapat menjawab, mengapa kamu ingin menolong orang lain? helper yang baik harus interes dengan orang lain dan siap menolong dengan cara mencintai dari manusia tersebut. Secara benar bahwa seseorang selama hidupnya membutuhkan kepuasan dan penyelesaian dari kerja yang dilakukan. Tujuannya mempertahankan keseimbangan antara kedua kebutuhan tersebut. Altruisme lebih menitikkan pada kesejahteraan orang lain. Tidak diartikan secara altruistik diri juga tidak menampilkan kompensasi yang adekuat dan pengulangan atau pengingkaran secara praktis atau pengorbanan diri. Akhirnya, altruisme juga dapat diasumsikan sebagai bentuk perubahan sosial yang dibuat untuk manusia dalam bentuk kebutuhan akan kesejahteraan. Salah satu tujuannya adalah semua profesional harus dapat membantu orang lain dalam pemberian pelayanan dan mengembangkan kemampuan sosial. Secara legitimasi diperlukan peran perawat dalam melakukan pekerjaannya untuk mengadakan perubahan struktur yang besar dan proses perubahan sosial dalam meningkatkan kesehatan individu dan kemampuan dirinya. Keyakinan diri pada seseorang dan masyarakat dapat memberikan berupa kesadaran akan petunjuk untuk melakukan tindakan. Kode untuk perawat umumnya menampilkan penguatan nilai hubungan perawat-klien dan tanggung jawab dan pemberian pelayanan yang merupakan rujukan untuk semua perawat dalam memberikan penguatan untuk kesejahteraan pasien dan tanggung jawab sosial. Pilihan etik bertanggung jawab dalam menentukan pertanggungjawaban, resiko, komitmen dan keadilan. Hubungan perawat dengan etik adalah kebutuhan akan tanggung jawab untuk merubah perilaku. Dimana harus diketahui batasan dan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki. Juga dilakukan oleh anggota tim kesehatan, perawat yang setiap waktu siap untuk menggali pengetahuan dan kemampuan dalam menolong orang lain sumber-sumber yang digunakan guna dipertanggungjawabkan. BAB III KONSEP KEPUTUSAN MORAL DAN TEORI MORAL DALAM KEPERAWATAN Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan dalam mengembangkan profesionalisme

selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi. Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan dimana nilai-nilai pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. A. Moral dalam keperawatan Moral merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Teori moral merupakan aplikasi atau penerapan tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai. B. Teori Moral Dalam Keperawatan Teori moral mencoba memformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah-masalah etik. Adapun beberapa pendapat yang dimaksud dengan moral. 1. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia (Tim Prima Pena). Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak. Akhlak dan budi pekerti Kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap bersemangat, berani, disiplin, dll. 2. Ensiklopedia Pendidikan (Prof. Dr. Soeganda Poerbacaraka). Suatu istilah untuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat, corak-corak, maksud-maksud, pertimbangan-pertimbangan, atau perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan baik/buruk, benar/salah. Lawannya moral Suatu istilah untuk menyatakan bahwa baik/benar itu lebih daripada yang buruk/salah. Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini orang tinggal mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral. Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata. Bagi kits umat beragama, tentu moral keagamaan yang harus dianut dan bukannya moral sekuler. Karma etik berkaitan dengan filsafat moral maka sebagai filsafat moral, etik mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia. Dan moral diartikan

mengenai apa yang dinialinya seharusnya oleh masyarakat dan etik dapat diartikan pula sebagai moral yang ditujukan kepada profesi. Oleh karma itu etik profesi sebaiknya jugs berbentuk normative yang dianutnya. Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum adat dan profesional. Pada tahun 1985, The American Association Colleges of Nursing melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi moral/etika esensial dalam praktek keperawatan profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 5 nilai-nilai moral dalam keperawatan, yaitu: 1. Suatu peristiwa atau kejadian, seorang perawat memberikan kepuasan termasuk pelayanan, dan kepedulian. 2. Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi. 3. Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 4. Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk pelayanan kesehatan, kebaikan, penuh terhadap kepercayaan. 5. Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran. Di dalam keperawatan diperlukan nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang sangat sukses dan mempunyai akses di luar dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali dalam mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga terjadi perdarahan lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit. Selain itu dia juga perokok berat sebelumnya. Ketika kondisinya telah mulai pulih perawat berusaha mengadakan pendekatan untuk mempersiapkannya untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena pembicaraan akhirnya mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. BAB IV KONSEP TENTANG TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL Tanggung jawab merupakan kewajiban, ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang

ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk mempertahankannya, perawat hendaknya mampu dan selalu melakukan introspeksi serta arahan pada dirinya sendiri (self-directed), merencanakan pengembangan diri secara kreatif dan senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kinerjanya. Hal ini diperlukan agar mereka dapat mengidentifikasi elemen-elemen kritis untuk meningkatkan dan mengembangkan kinerja klinis mereka, guna memenuhi kepuasan pasien dan dirinya sendiri dalam pekerjaannya. Mencatat respon dan perkembangan pasien dengan lengkap dan benar merupakan salah satu tanggung jawab perawat dalam melaksanakan tugasnya. Adapun tanggung jawab perawat dalam menjalankan tugas adalah, Akontabilitas adalah mempertanggung jawabkan hasil pekerjaan, dimana tindakan yang dilakukan merupakan satu aturan profesional. Oleh karena itu pertanggung jawaban atas hasil asuhan keperawatan mengarah langsung kepada praktisi itu sendiri. Pada tingkat pelaksana sebagai perawat harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian) dalam pengambilan keputusan untuk tindakan yang akan mereka lakukan. Manajer ruangan bertanggung jawab atas keputusannya terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk menyeleksi staf, terutama mengarah pada kemampuan kinerja mereka masing-masing. Selanjutnya, setiap perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat harus paham terhadap pertanggung jawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kepala ruangan wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari stafnya. Perawat professional harus dapat mempertanggung jawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan asuhan keperawatan atau kebidanan kepada pasien. Kepekaan diperlukan terhadap hasil setiap tindakan yang dilakukannya, karena berhubungan dengan tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan kredibilitas profesinya. KESIMPULAN Sebagai kesimpulan keperawatan adalah profesi yang terus mengalami perubahan, fungsinya lebih luas, baik sebagai pelaksana asuhan, pengelola, ahli, pendidik, maupun peneliti keperawatan. Melihat fungsinya yang luas sebagaimana tersebut di atas, maka perawat profesional harus dipersiapkan dengan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang

kepemimpinan. Pemimpin keperawatan dibutuhkan baik sebagai pelaksana asuhan keperawatan, pendidik, manajer, ahli, dan bidang riset keperawatan. Dengan model kepemimpinan yang efektif ini, diharapkan di masa yang akan datang profesi keperawatan bisa diterima dengan citra yang baik di masyarakat luas sebagai suatu profesi yang dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang. DAFTAR PUSTAKA Anomin, Konsep Tentang Citra Keperawatan Dalam Memberi Pelayanan Kesehatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006 C.S.T Kansil, Konsep Role Model Dalam Pasien, Jakarta, Pradnya Paramita, 2003, cet.2,

CITRA PERAWAT DI MEDIA MASA

MAKALAH CITRA PERAWAT DI MEDIA MASA LKMM NASIONAL VI ILMIKI

Di susun oleh : Putri Handayani 2010720037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PENDAHULUAN Perawat merupakan tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan selama 24 jam terhadap pasiennya. Perawat juga melayani pasien dengan memenuhi kebutuhan Bio-Psiko-Sosio-Spiritual. Perawat juga dituntut untuk berberilaku baik terhadap pasien dengan tidak meninggalkan pelayanan yang profesional terhadap pasien. Untuk itu untuk saat ini perkembangan ilmu kesehatan khususnya perawat sangat baik. Sehingga banyak lulusan-lulusan SMU yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi dalam dunia perawat. Namun saat ini banyak pandangan masyarakat bahwa perawat adalah profesi yang dalam pelayanannya adalah sosok yang sombong, judes, kurang komunikasi terhadap pasien, kurang cepat, kurang tanggap, kurang terampil dan lain sebagainya. Ditambah lagi belakangan ini banyak tayangan-tayangan yang membawa unsur perawat dengan menyisipkan citra negatif terhadap perawat. Entah itu atribut-atributnya maupun keprofesiannya. Dari sinilah kita sebagai perawat Indonesia yang baik harus menekankan kepada masyarakat sekitar bahwa apa yang mereka saksikan di media-media tersebut bukanlah sifat konkrit seorang perawat. Hal ini kita lakukan dengan cara memberikan pelayanan terbaik terhadap pasien-pasien yang dirawat. Sehingga untuk kedepannya tidak ada lagi citra perawat yang buruk di pandangan masyarakat. PEMBAHASAN

Image atau citra baik perawat dimedia masa sangatlah penting di ketahui oleh masyarakat luas. Sehingga tidak ada lagi yang namanya perawt adalah sosok yang judes, kurang komunikasi, kurang pengertian, kurang sabar dan lain sebagainya. Karena citra perawat yang baik juga akan mampu menaikkan image rumah sakit tersebut. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit dengan pelayanan perawat yang baik juga akan semakin meningkat. Maka dari itu untuk meningkatkan standar kompetensi perawat di indonesia, setiap tahunnya kini PPNI selalu mengadakan uji kompetensi sebelum perawat terjun langsung ke masyarakat. Atau dapat juga dilakukan smeinar-seminar tentang keperawatan. Sehingga mampu melahirkan perawat-perawat yang lebih berkompetensi. Dengan sering melakukan kegiatan yang diadakan oleh organisasi maupun institusi keperawatan, diharapkan sedikit demi sedikit dapat menumbuhkan jiwa profesional perawat dan memperbaiki citra perawat di masyarakat. Sehingga dengan menunjukkan profesionalisme dan dedikasi terhadap profesi, maka dapat membangun citra perawat mendapat pengakuan dari masyarakat di masa datang. Dan dengan meningkatnya citra diri perawat di media masa maka otomatis citra diri perawat yang baik juga akan tersandang oleh perawat dihadapan para klien-klien yang dirawatnya. Dan yang terpenting adalah mempertahankan pencitraan yang baik tersebut. Karena mempertahankan lebih sulit dibandingkan dengan menaikkan.

PENUTUP Citra diri perawat yang baik sangatlah penting bagi perawat itu sendiri. Karena citra perawat yang ada di masyarakat saat ini masih rendah karena menurut masyarakat perawat identik dengan sombong, judes, tidak ramah, pemarah, kurang komunikasi dengan klien, serta kurang cepat menanggapi

keluhan dari klien dan adanya tayangan-tayangan pada media massa yang menggambarkan hal-hal yang tidak baik dan tidak sesuai dengan perawat. Upaya yang telah dilakukan oleh organisasi profesi keperawatan Indonesia (PPNI) dengan melakukan uji kompetensi keperawatan sebagai penyesuaian standard profesi perawatan. Serta adanya peran mahasiswa dalam mengadakan kegiatan bhakti sosial dalam perayaan hari keperawatan sehingga masyarakat lebih dekat dengan perawat dan dapat menciptakan citra profesi perawat yang lebih baik. Sehingga diharapkan mulai dari sekarang para perawat wajib meningkatkan citra baik pada dirinya dengan berbagai cara yang sekiranya mudah mereka lakukan seperti contoh pada paragraf sebelumnya. Dengan naiknya citra diri perawat juga akan menaikkan derajat profesi keperawatan di dunia kerja. Dan akan menaikkan peminat para calon perawat yang akan melanjutkan studinya di perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

http://ilmiki.blogspot.com/2012/03/isu-strategis-keperawatan-dalammedia.html http://gigihadetya.wordpress.com/2012/09/07/citra-perawat-di-mediamassa-2/ http://artikel-media.blogspot.com/2010/03/perawat-bukan-pembantudokter.html http://www.scribd.com/doc/32588130/Menjawab-Tantangan-EksploitasiKeperawatan-Dalam-Wajah-Perfilman-Indonesia http://beritasore.com/2009/02/13/jepang-akui-kehadiran-perawat-semakinpopulerkan-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai