Anda di halaman 1dari 5

Kuesioner

Informasi mengenai kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, penggunaan obat, dan frekuensi menyikat gigi tercantum dalam kuesioner ini. Kebiasaan merokok dinilai menggunakan indeks Brinkman (perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap dengan lama merokok dalam tahun) (Brinkman and Coates 1963). Konsumsi alkohol dinilai berdasarkan informasi jenis akohol yang dikonsumsi, seperti sake (rice wine), shochu (distilled liquor), bir atau whisky. Selain itu, konsumsi alkohol dikonversi dengan satuan go, satuan tradisional jepang mengenai unit volume untuk sake (1 go = 0,181 dan mengandung 23 gram etanol). Sebagai tambahan, subyek ditanyakan mengenai penggunaan obat, seperti antihipertensi, antihiperlipidemia, dan obat antidiabetes.

Analisis Statistika
Meskipun komponen penyakit periodontal dan sindrom metabolik merupakan varibel kontinu, untuk membandingkan dengan penelitian sebelumnya, hubungan antara kedua variabel telah diteliti berdasarkan kategorinya. Tes shi-square dengan level signifikan yang digunakan 0.05 telah dilakukan untuk memulai perbedaan variabel antara laki-laki dan perempuan. Untuk mengilustrasikan hubungan antara penyakit periodontal dan varibael independen dan komponen sindrom metabolik sebagai variabel independen ketika keduanya dikategorikan dalam analisis regresi logistik, kriteria untuk penyakit periodontal: nilai rata-rata cut-off penyakit periodontal 2.0, 2.5, 3.0, dan 3.5 mm. Sebagai tambahan, kami mengevaluasi interaksi antara jenis kelamin dan komponen sindrom metabolik dengan menyesuaikan usia, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, jumlah gigi, dan frekuensi menyikat gigi. Kami juga menguji efek modifikasi untuk penyakit periodontal akibat usia, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol pada masing-masing jenis kelamin. Koefesien korelasi Pearsons digunakan untuk menilai korelasi antara penyakit periodontal, % BOP, dan komponen sindrom metabolik. Dari data tersebut, variabel dengan kecondongan yang tinggi atau kurtosis (contohnya trigliserida dan glukosa puasa) diubah dengan fungsi log. Program SPSS ( ver. 19.0 for windows; IBM SPSS Japan, Tokyo, Japan) digunakan untuk menganalisis data.

Untuk pemeriksaan hubungan antara penyakit periodontal dan sindrom metabolik secara kuantitatif, kami melakukannya dengan structural equation modelling (SEM), menggunakan paket statistik M-plus. Berdasarkan hipotesis, kami memeriksa hubungan timbal balik antara penyakit periodontal dan sindrom metabolik dengan SEM. SEM adalah metode statistik untuk menganalisis korelasi dan penyebab antara sistem yang diobservasi dan variabel laten. Variabel laten tidak diobservasi secara langsung, tetapi disimpulkan berdasarkan beberapa variabel yang diobservasi. Pertama, kami menentukan dua variabel laten pada penyakit periodontal dan sindrom metabolik (model 1 pada gambar. 1). Faktor sindrom metabolik diwakili oleh seluruh komponen sindrom metabolik dan penyakit periodontal terdiri dari penyakit periodontal dan %BOP. Kami menggunakan beberapa variabel, seperti usia, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan frekuensi menyikat gigi, sebagai prediktor penyakit periodontal, jumlah gigi, dan faktor sindrom metabolik. Model ini termasuk bentuk kesalahan yang merujuk pada semua sumber yang tidak terobservasi, dan istilah residual yang mewakili perbedaan tidak dijelaskan oleh prediktor. Korelasi antara istiah residual menggambarkan hubungan antara faktor penyakit periodontal dan faktor sindrom metabolik saat efek dari variabel yang digunakan sebagai prediktor dihilangkan. Selanjutnya, kami menguji faktor alternatif sindrom metabolik. Karena komponen sindrom metabolik saling terkait, kami menggunakan analisis statistik clustering (pengelompokan). Analisis faktor adalah sebuah teknik untuk mengurangi jumlah variabel asli menjadi beberapa kumpulan faktor. Nilai mutlak dari faktor loading 40 setelah rotasi ortogonal korelasi matriks unutk meminimalkan jumlah variabel dengan muatan yang tinggi pada setiap faktor umumnya dianggap faktor intepretasi. Menurut hasil faktor analisis, dua faktor laten pada komponen sindrom metabolik, yaitu faktor sindrom metabolik 1 dan 2, dapat diidentifikasi. Berkaitan dengan variabel pengobatan, kami menggunakan antihiperlipidemia sebagai Medicine 1 dan antihipertensi atau obat antidiabetes sebagai Medicine 2. Kami memeriksa korelasi antara istilah residual (r1-r4)

dalam MSF 1 dan MSF 2, faktor penyakit periodontal dan jumlah gigi (gambar. 2). Kami menggunakan level signifikan 0.05 untuk koefesien regresi. Kelebihan dari model yang digunakan telah diperkirakan dengan comparative fit index (CFI), rootmean-square error of approximation (RMSEA) dan the standardized root mean-square residual (SRMR). Nilai mendekati 0.95 untuk CFI, 0.06 untuk RMSEA, dan 0.08 untuk SRMR yang dipertimbangkan untuk pemilihan model pengolahan data yang baik (Hum & Bentler 1999).

HASIL
Karateristik Subyek Karateristik kesehatan subyek dirangkum dalam tabel 1. Secara keseluruhan mean penyakit periodontal 2.50.8 mm (mean SD) untuk laki-laki dan 2.2 0.7 mm untuk perempuan. Perempuan memiliki mean signifikan yang lebih rendah (p<0.001) dan %BOP (p=0,019) daripada laki-laki. Terdapat perbedaan yang signifikan pada semua komponen sindrom metabolik pada lakilaki dan perempuan. Terdapat 281 (36.6%) laki-laki dengan tiga atau lebih dari lima komponen sindrom metabolik dan 451 (33.9%) pada perempuan (tabel 1). Analisis Regeresi Logistik Untuk teknik analisis, kami perlu menentukan arah hubungan dalam analisis regresi logistik. Oleh karena itu, sementara ini kami mendefinisikan penyakit periodontal dan sindrom metabolik sebagai variabel dependen dan independen. Pada awalanya, kami mengevaluasi efek dari berbagai kriteria periodontitis (mean penyakit periodontal 2.0, 2.5, 3., atau 3.5 mm) pada hubungannya dengan sindrom metabolik. Pengaturan penyakit periodontal sebagai variabel pasangan, yaitu 1 untuk positif dan 0 untuk negatif, analisis regresi logistik telah dilakukan, dimana variabel yang jelas adalah komponen sindrom metabolik, umur, kebiasaan merokok, dsb. Odds ratio disesuaikan dengan hubungan dengan komponen sindrom metabolik untuk membedakan kriteria dari penyakit periodontal seperti dalam tabel 2. Hasilnya, pada wanita terdapat tiga atau lebih komponen sindrom metabolik yang berhubungan secara signifikan

dengan penyakit periodontal, yang ditetapkan dengan kriteria

mean penyakit

periodontal 2.0, 2.5, 3.0, dan 3.5 mm, dibandingkan dengan mereka yang tidak ada komponen sindrom metabolik. Pada laki-laki, terdapat hubungan signifikan antara sindrom metabolik dan penyakit periodontal, yang ditunjukan dengan kriteria mean penyakit periodontal 2.0 dan 2.5 mm. Ketika kami meneliti hubungan antara jenis kelamin dan komponen sindrom metabolik, interaksi terdiri dari jenis kelamin dan tiga atau lebih komponen sindrom metabolik (p=0,036) untuk penyakit periodontal ditunjukan dari nilai mean penyakit periodontal 3.0 mm. Selain itu, dalam melakukan penelitian hubungan antara penyakit periodontal dengan usia, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol (istilah interaksi : usia x kebisaan meorkok, usia x konsumsi alkohol, kebiasaan merokok x konsumsi alkohol, usia x kebiasaan merokok x konsumsi alkohol), tidak terdapat efek yang signifikan secara statistik untuk tiap jenis kelamin. Pada penelitian ini, persentase subyek yang mengalami peningkatan kadar glukosa puasa (glukosa puasa 100 mg/dl ata penggunaan obat yang meningkatkan kadar glukosa), peningkatan yang signifikan pada laki-laki daripada perempuan (61.2% pada laki-laki, 39.2% pada perempuan). Karena lakilaki lebih banyak menggunakan pengobatan daripada wanita (0.0% pada laki-laki, 5.6% pada perempuan), hal ini mungkin menyebabkan peningkatan kadar glukosa puasa sebagai salah satu komponen sindrom metabolik. Oleh karena itu, kami mengevaluasi efek dari komponen sindrom metabolik terhadap penyakit periodontal. Sementara itu, pengobatan, usia, kebiasaan merokok, dsb pada tabel S2. Hasil yang didapatkan memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya mengenai hal penggunaan obat. Kami menemukan perbedaan jenis kelamin dalam hubungan sindrom metabolik dan penyakit periodontal yang didapatkan dari mean penyakit periodontal 3.0 atau 3.5 mm, tetapi tidak untuk penyakit periodontal yang ditunjukan mean penyakit periodontal 2.0 atau 2.5 mm yang menyebutkam hasil dari analisis regresi logistik tergantung pada perbedaan definisi kategori dari penyakit periodontal (contohnya perbedaan nilai mean cut-off penyakit periodontal). Oleh karena itu, sangat diperlukan memperlakukan penyakit

periodontal sebagai variabel kontinu dan menggunakan SEM, teknik analitik, variabel kontinu untuk memperkirakan hubungan penyakit periodontal dan sindrom metabolik secara kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai