Anda di halaman 1dari 4

POTRET BURAM DI BALIK KEMILAU TIMAH BANGKA BELITUNG (bagian II)

Solusi Sekaligus Masalah Didalam proses penambangan timah dikenal 2 jenis penambangan yang dikenal di Bangka Belitung, yaitu penambangan darat dan penambangan lepas pantai (laut). Penambangan darat dilakukan dengan cara membuat lubanglubang/kolong-kolong galian dan mengeruk pasir timah dengan bantuan pompa semprot (gravel pump). Sedangkan penambangan lepas pantai (laut) dilakukan dengan cara menyedot sedimen pasir timah yang terendapkan di dasar laut. Pada mulanya, penambangan timah hanya dilakukan di daratan Bangka Belitung. Namun, semakin sulitnya mendapatkan lokasi yang kaya timah di daratan, hasil penambangan di darat yang terus merosot, dan biaya operasional yang semakin melambung membuat masyarakat dan perusahaan penambang timah mengalihkan prioritas penambangan ke laut. Penambangan timah di laut Bangka Belitung yang dipandang sebagai cara mudah dan murah untuk memperoleh bijih timah dalam jumlah besar ternyata juga menjadi cara mudah dan murah untuk merusak ekosistem laut Bangka Belitung. Apalagi semenjak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (otonomi daerah) dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 146/MPP/Kep/4/1999 mengenai pencabutan timah sebagai komoditas strategis, kegiatan penambangan timah semakin marak dilakukan di lepas pantai Bangka Belitung. Disamping operasi PT Timah, sejumlah masyarakat lokal juga melakukan kegiatan penambangan dalam skala kecil atau biasa disebut kegiatan tambang inkonvensional (TI). Bagi perusahaan besar, seperti PT Timah, penambangan dilakukan dengan menggunakan kapal berukuran besar, sedangkan masyarakat

lokal cenderung mengoperasikan perahu. Dari kapal atau perahu, timah tersebut disedot dari dasar laut. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bangka Belitung H Yulistyo, mengungkapkan, Sudah 40 persen terumbu karang di perairan Bangka hancur gara-gara penambangan timah. Di Teluk Klabat, sebelah barat laut Bangka, kehancuran terumbu karang mencapai 80 persen, sebab di lokasi itu penambangan timah dilakukan sudah puluhan tahun oleh PT Timah. Sebagai akibatnya, ikan semakin sulit didapat karena habitatnya sudah hancur. ungkapnya. Dalam sehari puluhan ton pasir disedot, setelah pasir timah tertampung semua, limbah berupa tanah langsung dibuang ke laut, akibatnya sedimentasi tanah menutup dan mematikan terumbu karang, dan sebaliknya alga merajalela. Oleh karena itu, ekosistem laut di wilayah Bangka Belitung kini rusak parah. (timlo.net) Rusaknya terumbu karang berakibat pada berkurangnya sumber daya ikan di wilayah perairan Pulau Bangka karena terumbu karang merupakan tempat hidup dan berkembangbiak ikan-ikan. Ikan yang semakin berkurang membuat banyak nelayan kehilangan mata pencaharian. Kemiskinan pun semakin meningkat. Kegiatan penambangan timah yang jelas merusak lingkungan laut dan melanggar ketentuan Undang-Undang, yang terjadi di Bangka Belitung tersebut, sayangnya tidak mendapatkan reaksi sosial yang kuat dari masyarakat. Seolaholah tidak terjadi apa-apa, masyarakat yang telah beralih profesi menjadi penambang tetap melakukan aktivitas mengeruk dan menyedot tanah untuk menyaring timah, meskipun air laut sudah semakin keruh dan berwarna hitam. Ini menjadi sesuatu yang dilematis, baik bagi masyarakat sendiri maupun Pemerintah. Bagi masyarakat, kalau bukan menambang, mereka tidak tahu mata pencaharian alternatif yang bisa dijadikan untuk pegangan dalam menyambung hidup, sementara kegiatan melaut dan mencari ikan sudah tidak menjanjikan lagi. Namun melakukan kegiatan menambang juga mempunyai kerugian seperti kehilangan nyawa atau tertangkap petugas yang sedang melakukan razia terhadap cukong

atau pelaku tambang timah ilegal. Bagi Pemerintah Daerah dan Pusat, sesuatu yang menjadi dilematis adalah mengenai kebijakan yang akan diambil. Apabila Pemerintah mengeluarkan pelarangan untuk melakukan kegiatan menambang, demonstrasi masa untuk menuntut diberlakukannya izin tersebut akan meledak secara cepat. Akan tetapi, apabila kegiatan ini diizinkan, penambangan timah semakin membabi buta dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan laut. (Harian KOMPAS, Senin, 17 Mei 2010, hlm. 15)

Pisau Bermata Dua Kegiatan penambangan timah di Bangka Belitung bagaikan pisau bermata dua bagi Pemerintah. Di satu sisi, penambangan timah offshore perlu dilakukan karena dapat menambah lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran. Di sisi lain, penambangan timah offshore berdampak buruk bagi ekosistem laut dan mengancam mata pencaharian para nelayan di Bangka Belitung. Melarang dan mengizinkan merupakan pilihan yang sulit karena keduanya memiliki dampak dan manfaat masing-masing. Jika kita telaah lagi, ekosistem laut Bangka Belitung yang rusak merupakan buah dari kerusakan daratan Bangka Belitung yang sebelumnya digunakan sebagai tempat penambangan timah. Setelah daratan tidak lagi diaggap potensial untuk penambangan timah, para penambang beralih ke penambangan lepas pantai (offshore) sehingga terjadilah kerusakan ekosistem laut seperti saat ini. Rehabilitasi daerah bekas penambangan timah adalah jawaban untuk menyelesaikan masalah kerusakan yang menjalar tersebut. Dengan rehabilitasi, kondisi alam di sekitar daerah bekas penambangan timah akan pulih dan dapat dimanfaatkan kembali menjadi areal perkebunan, pertanian, atau bahkan objek wisata. Pemulihan kondisi alam ini sangat perlu mengingat kegiatan penambangan yang cenderung merusak tanpa memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya. Upaya rehabilitasi ini dikhususkan pada pemulihan kondisi daratan Bangka

Belitung. Setelah pulih, diharapkan masyarakat tidak terlalu bergantung pada mata pencahariannya sebagai penambang timah. Lahan bekas tambang timah pun menjadi bermanfaat secara estetika, ekonomis, pendidikan, dan hal-hal positif seperti di atas. Untuk penambangan timah lepas pantai, Pemerintah bisa mengeluarkan aturan tentang pembatasan produksi timah. Dengan produksi timah yang dibatasi, kegiatan pengerukan pasir timah dari dasar laut bisa dibatasi pula. Upaya tersebut dapat mengurangi tingkat perusakan ekosistem laut yang semakin lama semakin meningkat. Selain itu, perlu diterapkan juga aturan tegas mengenai pengelolaan tanah sisa pengerukan pasir timah. Tanah yang terbuang seharusnya tidak dibiarkan begitu saja setelah pasir timah diperoleh. Tanah tersebut bisa ditenggelamkan kembali ke dasar laut dengan mengalirkannya melalui pipa. Dengan begitu tanah tidak lagi mengambang di laut dan menutupi terumbu karang sehingga ekosistem laut tidak terganggu. Rehabilitasi lahan pertambangan dan pengelolaan limbah pasca

penambangan adalah jawaban yang harus direalisasikan saat ini juga. Mudah ataupun sulit, cara ini harus dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan alam Bangka Belitung, terutama ekosistem lautnya yang semakin memburuk. Kesadaran masyarakat, pemerintah, dan semua pihak yang terkait mutlak diperlukan untuk melaksanakan upaya tersebut, karena dari kesadaran itulah akan muncul sebuah tindakan. Diposkan oleh Deni Mildan di 11.08

Anda mungkin juga menyukai