Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Imun Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh seharusnya melindungi tubuh dari zat berbahaya dari

virus, bakteri, racun, dan lainnya. Tapi bila sistem imun mengalami gangguan, justru akan menyerang dan menghancurkan jaringan tubuh yang sehat. Gangguan ini disebut gangguan atau penyakit autoimun. Gangguan autoimun adalah suatu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan jaringan sehat. Fisiologi Sistem Imun Pada Lansia Respon imun adalah respon tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respon imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik Substansi asing yang bertemu dengan system itu bekerja sebagai antigen. Antigen dapat utuh seperti sel bakteri sel tumor atau berupa makro molekul, seperti protein, polisakarida atau nucleoprotein. Pada keadaan apa saja spesitas respon imun secara relatif dikendalikan oleh pengaruh molekuler kecil dari antigendetenniminan antigenic untuk protein dan polisakarida, determinan antigenic terdiri atas empat sampai enam asam amino atau satuan monosa karida. Epitop atau Antigenik Determinan merupaka unit terkecil dari suatu antigen yang mampu berikatan dengan antibodi atau dengan reseptor spesifik pada limfosit. Jika komplek antigen yang memiliki banyak determinan misalnya sel bakteri akan membangkitkan satu spectrum respon humoral dan selular. Antibodi disebut juga imunoglobulin adalah glikkoprotein plasma yang bersirkulasi dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic yang merangsang pembentukan antibody, antibody disekresikan oleh sel plasma yang terbentuk

melalui proliferasi dan diferensiasi limfosit B. Pada manusia ditemukan lima kelas imunoglobulin, pada Ig.G, terdiri dari dua rantai ringan yang identik dan dua rantai berat yang identik diikat oleh ikatan disulfida dan tekanan non kovalen. Ig G merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya, 75 % dari imunoglobulin serum IgG bertindak sebagai suatu model bagi kelas-kelas yang lain. Mekanisme pertahanan tubuh 1. Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik. 2. Mekanisme pertahanan imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen ( APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan

berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC). Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B Limfosit B Limfosit T

Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang yang Dibuat di sumsum tulang dari sel batang yang sifatnya pluripotensi(pluripotent stem cells) pluripotensi(pluripotent dan dimatangkan di sumsum tulang(Bone dimatangkan di Timus Marrow) Berperan dalam imunitas humoral Menyerang antigen yang ada di cairan antar sel Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu :

stem

cells)

dan

Berperan dalam imunitas selular Menyerang antigen yang berada di dalam sel Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:

Limfosit antibodi

plasma,

memproduksi

Limfosit T pempantu (Helper T cells), berfungsi mengantur sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun

Limfosit B pembelah, menghasilkan Limfosit B dalam jumlah banyak dan cepat

Limfosit T pembunuh(Killer T cells) atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang

Limfosit

memori,

menyimpan

sel tubuh yang terinfeksi oleh pathogen Limfosit T surpressor (Surpressor T cells), berfungsi menurunkan dan

mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh

menghentikan respon imun jika infeksi berhasil diatasi

Macam-macam penyakit gangguan sistem imun 1. Hashimoto tiroiditis (gangguan kelenjar tiroid) 2. Pernicious anemia (penurunan sel darah merah yang terjadi ketika tubuh tidak dapat dengan baik menyerap vitamin B12 dari saluran pencernaan) 3. Penyakit Addison (penyakit yang terjadi ketika kelenjar adrenal tidak memproduksi cukup hormon) 4. Diabetes tipe I 5. Rheumatoid arthritis (radang sendi) 6. Systemic lupus erythematosus (SLE atau gangguan autoimun kronis, yang mempengaruhi kulit, sendi, ginjal dan organ lainnya) 7. Dermatomyositis (penyakit otot yang dicirikan dengan radang dan ruam kulit) 8. Sjorgen sindrom (kelainan autoimun pada kelenjar yang memproduksi air mata) 9. Multiple sclerosis (gangguan autoimun yang mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat tulang belakang) 10. Myasthenia gravis (gangguan neuromuskuler yang melibatkan otot dan saraf) 11. Reactive arthritis (peradangan sendi, saluran kencing dan mata) 12. Penyakit Grave (gangguan autoimun yang mengarah ke kelenjar tiroid hiperaktif)

Rheumatoid Arthritis Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan kronik yang menyebabkan degenerasi jaringan ikat, peradangan (inflamasi) yang terjadi secara terus-menerus terutama pada

organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya, seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon. Inflamasi ditandai dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik menyebabkan hipertropi dan penebalan membran pada sinovium, terjadi hambatan aliran darah dan nekrosis sel dan inflamasi berlanjut (Fonnie 2007). Epidemiologi Rheumatoid Arthritis Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh duia serta melibatkan semua Rheumatoid Arthritis dan kelompok etnik. Penelitian deskriptif mengenai epidemiologi Rheumatoid Arthritis mengemukakan bahwa prevalensi Rheumatoid Arthritis 0.5%-1% dari populasi (12-1200 per 100.000 populasi). Rheumatoid Arthritis banyak terjadi pada usia 40-50 tahun pada wanita dan lebih lambat pada pria, dimana wanita terkena 3-5 kali lebih sering daripada pria. Keturunan pertama berisiko 2-3% lebih tinggi terkena Rheumatoid Arthritis. Hal ini terkait dengan jenis kompleks histokompatibilitas antigen HLA-DR. Oleh karena itu, riwayat keluarga perlu menjadi perhatian.

Patofisiologi Rheumatoid Arthritis Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat Rheumatoid Arthritisntai peristiwa imunologis sebagai berikut : suatu antigen penyebab Rheumatoid Arthritisda pada sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+. Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan

terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD 4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD 4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor (TNF), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infilrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial. Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenasedan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi. Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada Rheumatoid Arthritis, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada Rheumatoid Arthritis kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degradasi mast cell yang

menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat. Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis Rheumatoid Arthritis. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.

Etiologi Rheumatoid Arthritis Penyebab Rheumatoid Arthritis belum diketahui. Banyak peneliti setuju bahwa kombinasi dari factor lingkungan dan genetic lah penyebabnya. Peneliti telah mengidentifikasi marker genetic yang mungkin menjadi penyebab berkembangnya Rheumatoid Arthritis. Gen-gen ini berhubungan dengan system imun, inflamasi kronis atau perkembangan dan kemajuan Rheumatoid Arthritis. Tetapi, tidak semua orang yang memiliki gen ini mengalami Rheumatoid Arthritis, begitu pula sebaliknya, orang yang tidak memiliki gen ini bisa mengalami Rheumatoid Arthritis. Peneliti juga menginvestigasi agen infeksi, seperti bakteri atau virus, yang mungkin menjadi pemicu Rheumatoid Arthritis. Penyebab lainnya yang mungkin adalah hormone wanita (70% pengidap Rheumatoid Arthritis adalah wanita) dan respon tubuh terhadap kejadian stress, baik trauma fisik atau emosi. Factor lingkungan juga memiliki peran sebagai penyebab Rheumatoid Arthritis. Contohnya, merokok, terekspos silica, dan penyakit periodontal kronis telah dilaporkan dapat meningkatkan perkembangan Rheumatoid Arthritis. Tanda dan gejala Rheumatoid Arthritis Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. 2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang. 3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam. 4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada Rheumatoid Arthritisdiogram. 5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi. 6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. 7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Factor risiko Rheumatoid Arthritis Factor risiko Rheumatoid Arthritis antara lain: (1) riwayat keluarga yang memiliki Rheumatoid Arthritis; (2) jenis kelamin, wanita lebih berisiko terkena Rheumatoid Arthritis; (3) usia, risiko Rheumatoid Arthritis meningkat seiring dengan bertambahnya usia; (4) trauma sendi, orang yang mengalami trauma sendi sebelumnya lebih rentan mengalami Rheumatoid Arthritis;

(5) obesitas, memiliki berat badan berlebih akan menekan sendi, khususnya lutut, pinggul dan punggung.

Penanganan Rheumatoid Arthritis Pengananan Rheumatoid Arthritis yang dapat dilakukan yaitu: a. Obat Setelah diagnosis Rheumatoid Arthritis dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama. 1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama. 2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan: a) Aspirin b) Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl. c) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. 3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka. Jenis-jenis yang digunakan adalah:

a) Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik. b) Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia. c) D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus. d) Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intra, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis. e) Obat imunosupresif atau imunoregulator. f) Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.

g) Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagaibridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intrakular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu. b. Operasi Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya. c. Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien Rheumatoid Arthritis dengan cara: 1. Mengurangi rasa nyeri 2. Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi 3. Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot 4. Mencegah terjadinya deformitas 5. Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri 6. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain. Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan Rheumatoid Arthritis telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis.

Daftar Pustaka

Purwono. (2009). Fisiologi Imun dan Mekanisme. Diakses pada tanggal 13 Mei 2013 pukul 17.02 di http://pur07.wordpress.com/2009/07/05/fisiologi-imun-dan-mekanisme-pertahanan/

Waspada Online. (2010). Gangguan System Imun Akibatkan Autoimun. Diakses pada tanggal 13 mei 2013 pukul 17.16 http://waspada.co.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=109252:gangguan-sistem-imun-akibatkanautoimun&catid=28:kesehatan&Itemid=48

Anies (2006). Waspada Penyakit Tidak Menular. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo Anonym. Rheumatoid Arthritis. Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 17.05 di

http://www.arthritis.org/conditions-treatments/disease-center/rheumatoid-arthritis/ Shiel Jr, William. 2013. Rheumatoid Arthritis. Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 17.13 di http://www.medicinenet.com/rheumatoid_arthritis/article.htm Gabriel, Sherine. 2001. The Epidemiology of Rheumatoid Arhtritis. Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 17.15 di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11396092 Izul, Kanda. 2012. Makalah Arthritis Rheumatoid. Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 17.09 di http://www.slideshare.net/KULIAHISKANDAR/makalah-arthritis-rheumatoid Anonym. Arthritis. Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 17.33 di

http://health.kompas.com/direktori/yourbody/93/.Arthritis Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERHEUMATOID ARTHRITISN Edisi 11. Alih bahasa : IRheumatoid Arthritiswati, et al. Jakarta : EGC Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co

Anda mungkin juga menyukai