Anda di halaman 1dari 52

Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Mewujudkan Pendidikan Berkualitas


bahasa indonesia, pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BENARKAH pendidikan di Tanah Air belum berkualitas? Pertanyaan sederhana itu cukup tepat guna mengawali perbincangan kondisi pendidikan Indonesia terkini. Memang diakui, pendidikan kita masih dilingkupi banyak persoalan. Secara umum, dikatakan pendidikan kita mengalami penurunan kualitas. Hal itu terlihat dari menurunnya kualitas dan penghargaan terhadap riset, serta penurunan kualitas sumber daya manusia. Seperti disinggung Prof Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta), potret penurunan kualitas pendidikan tidak lepas dari sejarah. Yakni, ketika bangsa Indonesia kehilangan momentum penting guna membangun dunia pendidikannya. Setelah merdeka, Indonesia sibuk dengan persoalan politik. Padahal, di negara lain, seperti Jepang, selepas perang justru dimanfaatkan guna membangun sistem pendidikannya, terutama kualitas para gurunya. Di tataran itu, kita bisa katakan kebijakan politik telah menjadi penyebab menurunnya kualitas pendidikan. Jelasnya, pada masa Orde Baru (Orba), hal penting yang lebih diperhatikan ialah eksploitasi sumber daya alam (SDA) ketimbang pembangunan intelektual melalui pendidikan. Akibatnya, pendidikan Indonesia kurang diperhatikan. Pada gilirannya, kelak terjadi pula kemandekan (stagnasi) pemikiran pendidikan. Mandeknya pemikiran tersebut disebabkan banyak faktor. Di antaranya, karena pemikiranpemikiran yang berasal dari Barat lebih dikedepankan, baik dalam pembuatan kebijakan maupun praktik pendidikan. Misalnya, penerapan paradigma belajar yang lebih memusat ke guru (teacher center learning), padahal dalam Ki Hadjar Dewantara telah dikenal konsep guru yang ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Selama ini, disadari atau tidak, pemikiran-pemikiran pendidikan dari budaya Timur tidak kita perhatikan. Ironisnya, kita justru bangga dengan menerima barang jadi dari Amerika, Eropa, atau Australia. Padahal, pemikiran-pemikiran dari budaya Timur, seperti Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa-Yogyakarta), Mohammad Sjafei (INS Kayutanam-Padang), KH Imam Zarkasyi (Pondok Modern Gontor-Ponorogo), atau lainnya cukup bagus. Itu terbukti bahwa UNESCO kini justru mulai memakai pemikiran-pemikiran seperti yang digagas-bangun Ki Hadjar atau Sjafei. Untuk itulah, tanpa adanya keberpihakan politik (political will), pemikiran dari tokoh-tokoh lokal ataupun ide-ide pendidikan yang bersumber dari khasanah budaya sendiri tidak mungkin berkembang. Jika hal itu tidak direspon, kelak fenomena kemandekan pemikiran pendidikan masih terjadi di masa-masa mendatang. Mengutip pendapat Bedjo Sujanto (2006), gagasan-gagasan orisinal dalam pendidikan sebenarnya terus bermunculan, termasuk dalam wujud sekolah-sekolah alternatif. Akan tetapi,

eksperimen tersebut tidak bisa berkembang menjadi pemikiran pendidikan karena keberadaan mereka belum diterima dengan lapang dada. Itu terbukti dari masih minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap sekolah-sekolah alternatif. Padahal, sekolah-sekolah tersebut cenderung lebih bisa memberdayakan masyarakat kelas bawah ketimbang sekolah-sekolah formal. Dengan segala upayanya, para pengelola sekolah-sekolah alternatif berusaha sedemikian rupa, agar pendidikan bisa terjangkau bagi semua kalangan. Pasalnya, tidak semua anak-anak merasa nyaman belajar di sekolah formal. Untuk itulah, akan sangat baik jika pemerintah mulai memperhatikannya. Apalagi sejak Peraturan Pemerintah (PP) tentang Wajib Belajar itu terbit, pemerintah pusat maupun daerah dituntut harus mampu memberikan perhatian selain pendidikan formal, yakni pendidikan informal dan nonformal. Dalam hal ini, pendidikan seyogianya juga melibatkan pihak keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan itu bersifat terbuka dan komponen pelaksananya ialah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Ketiganya, pada hemat saya, perlu bersinergi dalam membenahi kondisi pendidikan yang belakangan sudah melenceng dari jalur idealnya. Betapa tidak, saat ini masyarakat cenderung melimpahkan tugas mendidik anak-anak kepada pihak sekolah. Padahal, pihak sekolah (dalam hal ini guru di kelas) tidak sepenuhnya sanggup melaksanakan tugas tersebut. Kondisi yang demikian, jelas pada umumnya sangat merugikan pihak sekolah. Idealnya, pendidikan di sekolah berjalan efektif; dan pada gilirannya akan menciptakan kondisi pembelajaran kreatif. Murid akan aktif dan guru menjadi fasilitator. Adapun sumber belajar tak lagi terbatas pada buku pelajaran atau hanya di dalam ruang kelas. Kelak, dengan pola tersebut diharapkan terjadi proses produksi pengetahuan sehingga prinsip penyelenggaraan pendidikan yang membaharui seperti diatur dalam UU Sisdiknas, dapat terlaksana. Namun, kondisi objektif berkata lain. Meskipun berkali-kali ganti kurikulum, pendidikan kita masih terjebak pada fakta lama, bukan fakta baru. Maksudnya, konsep penguasaan yang dibidik pendidikan kita masih mengacu pada temuan pakar terdahulu. Sementara penemuan fakta baru yang sesungguhnya lebih bisa membuat siswa menjadi kreatif tidak digunakan. Akibatnya, mutu pendidikan cenderung menurun dan menurun. Ironis, konsep tersebut masih banyak diterapkan hingga saat ini, sejak dari jenjang pendidikan dasar (SD-SMP) hingga perguruan tinggi (PT). Suatu konsep di mana siswa (juga mahasiswa) terus dimasuki berbagai ilmu tanpa berusaha mengajak mereka mencari sesuatu yang baru. Dalam filsafat kuno, siswa (juga mahasiswa) lebih banyak diberikan ikan ketimbang kail. Akibatnya, mereka cenderung pasif dan menunggu tambahan ilmu dari guru (juga dosen). Jika demikian halnya, tugas untuk mengubah konsep pendidikan dari yang semula tradisional menjadi modern ialah menjadi kewajiban semua pihak. Guru menjadi faktor penggerak utama, yakni dengan menjadi inspirator bagi siswanya. Ini sulit karena guru-guru kita sudah terbiasa patuh pada aneka peraturan, seperti juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis). Bagaimanapun, guru tetap perlu didorong untuk melakukan perubahan tersebut.

Dengan begitu, kualitas pendidikan di Tanah Air perlahan namun pasti akan menjadi lebih baik. Jika pemerintah memang memiliki komitmen, segeralah wujudkan komitmen itu dalam bentuk strategi ekstrem yang lebih mengedepankan proses dan perbaikan infrastruktur. Program pendidikan gratis dan peningkatan kesejahteraan guru ialah salah satu contohnya. Keduanya amat penting dalam mewujudkan kualitas pendidikan kita saat ini.[] Oct 19

Terorisme Dalam Tinjauan Psikologi Agama


BAB I Pendahuluan Setahun yang lalu Pemerintah Australia meminta warganya untuk mempertimbangkan masakmasak sebelum memutuskan masuk ke wilayah Indonesia. Australia meyakini bahwa dalam waktu dekat kemungkinan besar akan kembali terjadi serangan teroris di Indonesia (Kompas, 9/7). Kekhawatiran ini dilatari oleh beberapa peristiwa teror yang terjadi di Indonesia, dimana warga negara Australia seringkali menjadi korbannya. Psikologi agama memiliki peranan penting dalam menyikapi hal ini, maka disinilah saya mencoba menjabarkannya BAB II Terorisme dalam Tinjauan Psikologi Agama A. Mengalami Kemajuan Sebenarnya, upaya pengungkapan jaringan terorisme di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup berarti. Tewasnya Azahari dan tertangkapnya beberapa anggota jaringannya, paling tidak, menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk menumpas gerakan terorisme, selain itu hal tersebut juga berdampak pada melemahnya barisan kekuatan mereka. Bukan hanya kekuatan mereka yang berkurang, melainkan juga timbulnya efek psikologis ketakutan. Keberhasilan melacak dan melumpuhkan jaringan teroris itu akan dimaknai oleh anggota teroris yang lain bahwa masa depan gerakan terorisme cukup suram. Paling tidak, hal itu akan membuat mereka mempertimbangkan pendekatan teror atau bahkan merubahnya dengan strategi lain dalam menyuarakan kepentingan politik ataupun idealisme ideologis mereka, yakni dengan caracara yang lebih sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan keislaman. Namun bisa jadi pula, tertangkapnya para tokoh dan pimpinan gerakan terorisme itu justru meningkatkan resiko eskalasi teror. Sebagaimana dikatakan oleh seorang anggota kelompok teroris kepada stasiun TV al-Jazeera bahwa tidak adanya kepemimpinan di Jamaah Islamiyah (JI) justru membuat organisasi itu semakin berbahaya (Kompas, 9/7 2007). Lebih lanjut ia mengatakan, situasinya bisa menjadi lebih berbahaya sekarang karena pasti akan ada beberapa anggota yang akan semakin tidak sabar dan bisa menahan tindakannya tanpa ada perintah yang jelas dari pimpinan. Dengan demikian langkah maju yang telah dicapai pemerintah Indonesia tidak serta merta menurunkan kualitas resiko aksi teror. Oleh sebab itu, peringatan dari

pemerintah Australia sejatinya disikapi secara bijaksana. Melihat fenomena terorisme di beberapa negara, pemimpin sebenarnya bukan faktor determinan terhadap bertahannya aksi teror. Pesona terorisme terletak pada pandangan ideologisnya, yang cenderung melihat problem sosial, ekonomi, dan politik harusbahkan menilainya sebagai satusatunya cara yang paling idealdiselesaikan dengan cara mengganti tatanan yang ada. Pandangan ideologis ini semacam itu akan tumbuh subur pada masyarakat yang mengalami luka narsistik. B. Beban Psikologis Menurut Jerrold M Post, seorang guru besar psikologi politik di George Washington University, luka narsistik berpengaruh terhadap perilaku anarkis dan teror. Psikologi yang terbelah yang dicerminkan dari sikap selalu melihat kesalahan diakibatkan oleh pihak lainbukan dirinya berdampak pada arogansi dan merasa selalu paling benar ketika berhadapan dengan pihak lain. Luka narsistik merupakan cermin dari budaya tidak terbuka terhadap kritik diri (self introspection). Sehingga pengidapnya terbiasa melihat kelemahan dirinya diakibatkan oleh orang lain. kemudian orang lain yang diidentifikasi sebagai penyebab itu akan ditetapkan sebagai musuh yang harus disingkirkan. Pada masyarakat yang mitologis, di mana realitas masih dijelaskan dengan perspektif mitos, luka narsistik ini mudah tumbuh. Absennya rasionalitas kritis terhadap fenomena di sekitarnya akan berdampak pada simplifikasi bahwa segala peristiwa digerakkan oleh sesuatu di luar manusia. Jadi kekurangan diri pun akan dipahami bukan sebagai kesalahan diri sendiri, melainkan disebabkan oleh pihak lain. Relasi hamba dan Tuhan dalam masyarakat mitologis tidak berarti Tuhan dituding sebagai pihak yang bersalah. Tuhan tetap dianggap sebagai sosok yang agung. Tetapi keagungan Tuhan dan penghambaan kepada Tuhan itu menggambarkan relasi antara sosok kuat dan lemah yang cenderung negative. Sehingga dalam konteks yang berbeda masyarakat senantiasa menuduh ada kekuatan jahat yang mengganggu jika ada anggota mereka yang sakit atau terjadinya bencana alam. Luka narsistik menggambarkan adanya problem paradigma yang berefek pada psikologi manusia. Dalam masyarakat beragama kecenderungan menuduh umat agama lain sebagai sumber kerusakan merupakan cermin dari paradigma narsistik. Dengan paradigma bahwa semua yang berasal dari kelompok saya merepresentasikan kebenaran, sedangkan pada kelompok lain merepresentasikan hal sebaliknya, masyarakat terbiasa menyalahkan pihak lain, dan memandang kelompok sendiri sebagai serba sempurna. Atas dasar itu, penyembuhan luka narsistik bisa disembuhkan sepanjang paradigma klaim kebenaran kelompok sendiri dieliminasi. Sejatinya, umat beragama dan masyarakat umumnya mulai belajar untuk bersikap bijaksana dalam memandang relasi antara kita dan mereka. Kesimpulan Upaya pengungkapan jaringan terorisme di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup berarti. Tewasnya Azahari dan tertangkapnya beberapa anggota jaringannya, paling tidak, menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk menumpas gerakan terorisme, Melihat fenomena terorisme di beberapa negara, pemimpin sebenarnya bukan faktor determinan terhadap bertahannya aksi teror. Pesona terorisme terletak pada pandangan ideologisnya, yang cenderung melihat problem sosial, ekonomi, dan politik harusbahkan

menilainya sebagai satu-satunya cara yang paling idealdiselesaikan dengan cara mengganti tatanan yang ada. Menurut Jerrold M Post, seorang guru besar psikologi politik di George Washington University, luka narsistik berpengaruh terhadap perilaku anarkis dan terror. Luka narsistik menggambarkan adanya problem paradigma yang berefek pada psikologi manusia. Dalam masyarakat beragama kecenderungan menuduh umat agama lain sebagai sumber kerusakan merupakan cermin dari paradigma narsistik. Daftar Referensi http://www.cmm.or.id/cmm-ind.php?id=C0_14_3 http://doctorliza.blogspot.com/2007/11/psikologi-agama.html Oct 19

Supervisi Pendidikan
bahasa indonesia, pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi. Salah satu tugas pengawas dengan perincian sebagai berikut : mangendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat perlengkapan dan penilaian agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan perudangan yang berlaku. Pada rambu-rambu penilaian kinerja kepala sekolah (SD), dirjen dikdasmen tahun 2000 sebagai berikut : 1. kemampuan menyusun program supervisi pendidikan 2. kemampuan malaksanakan program supervisi pendidikan 3. kemampuan memanfaatkan hasil supervise Pada dasarnya tugas pokok kepala sekolah adalah menilai dan membina penyelenggaraan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain salah satu tugas kepala sekolah sebagai pembinaan yang dilakuakan memberikan arahan, contoh dalam proses pembelajaran di sekolah. Berarti bahwa kepala sekolah merupakan supervisor yang bertugas melaksanakan supervisi pembelajaran. Willes (1975), mengatakan di atas bertujuan untuk memelihara atau mengadakan perubahan oprasional sekolah, dengan cara mampengaruhi tenaga pengajar secara langsung demi mempertinggi kegiatan belajar siswa. Supervise hanya berhubungan langsung dengan guru, tetapi berkaitan siswa dalam proses belajar Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Purwanto (1987), supervise ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk

membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Sesuai dengan rumusan diatas maka kegiatan yang dapat disimpulkan dalam supervisi pembelajaran sebagai berikut : 1. membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru menjalankan tugasnya terutama dalam pembelajaran. 2. mengembangkan kegiatan belajar mengajar. 3. upaya pembinaan dalam pembelajaran BAB II PENGERTIAN DAN TUJUAN SUPERVISI PENDIDIKAN A. PENGERTIAN SUPERVISI Arti morfologis, Supervision (inggris) : Super : atas, vision : visi Jadi supervise artinya : lihat dari atas Arti semantik Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya. Ada juga pengertian yang mengatakan bahwa Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi belajar-mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru. B. INSPEKSI DAN SUPERVISI Inspeksi : inspectie (belanda) yang artinya memeriksa Orang yang menginsipeksi disebut inspektur Inspektur dalam hal ini mengadakan : Controlling : memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana mestinya Correcting : memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan Judging : mengandili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan sepihak Directing : pengarahan, menentukan ketetapan/garis Demonstration : memperlihatkan bagaimana mengajar yang baik Orang yang melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan. Supervisi bercirikan : v. Research :meneliti situasi sebenarnya disekolah v. Evalution : penilaian v. Improvement :mengadakan perbaikan v. Assiatance :memberikan bantuan dan bimbingan v. Cooperation :kerjasama antara supervisor dan supervised ke arah perbaikan situasi Kepengawasan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami masa transisi dari inspeksi kearah supervise yang dicita-citakan. Yang disebut supervisor pendidikan bukan hanya para pejabat/petugas dari kantor pembinaan, kepala sekolah, guru-guru dan bahkan murid pun dapat disebut sebagai supervisor, bila misalnya diserahi tugas untuk mengetuai kelas atau kelompoknya.

C. PRINSIP-PRINSIP SUPERVISI PENDIDIKAN 1. Prinsip-prinsip fundamental Pancasila merupakan dasar atau prinsip fundamental bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor haruslah seorang pancasilais sejati. 2. Prinsip-prinsip praktis a. Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan. b. Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri. c. Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan. d. Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor. e. Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki. f. Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal-hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan. D. TUJUAN SUPERVISI PENDIDIKAN 1. Tujuan umum Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri. Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia pembangunan dewasa yang berpancasila. Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya. 2. Tujuan khusus Membantu guru-guru lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya Membantu guru-guru untuk dapat lebih memahami dan menolong murid Memperbesar kesnggupan guru mendidik murid untuk terjun ke msyarakat Memperbesar kesadaran guru terhadap kerja yang demokratis dan kooperatif Membesar ambisi guru untuk berkembang Membantu guru-guru untuk memanfaatkan pengalaman yang dimiliki Memperkenalkan karyawan baru kepada sekolah Melindungi guru daru tuntutan tak wajar dari masyarakat Mngembangkan professional guru Meningkatkan mutu kinerja guru a. Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut b. Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.

c. Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya. d. Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa. e. Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran. f. Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran. E. FUNGSI SUPERVISI PENDIDIKAN 1. Penelitian (research) untuk memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang suatu situasi pendidikan Perumusan topik Pengumpulan data Pengolahan data Konlusi hasil penelitian 2. Penilaian (evaluation) lebih menekankan pada aspek daripada negative 3. Perbaikan (improvement) dapat mengatahui bagaimana situasi pendidikan/pengajaran pada umumnya dan situasi belajar mengajarnya. 4. Pembinaan berupa bimbingan (guidance) kea rah pembinaan diri yang disupervisi BAB III KESIMPULAN Pada dasarnya tugas pokok kepala sekolah adalah menilai dan membina& penyelenggaraan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain salah satu tugas kepala sekolah sebagai pembinaan yang dilakuakan memberikan arahan, contoh dalam proses pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah merupakan supervisor yang melaksanakan supervisi pembelajaran. Supervisi pendidikan adalah pembinaan& yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya. Yang disebut supervisor pendidikan bukan hanya para& pejabat/petugas dari kantor pembinaan, kepala sekolah, guru-guru dan bahkan murid pun dapat disebut sebagai supervisor, bila misalnya diserahi tugas untuk mengetuai kelas atau kelompoknya. Pancasila merupakan dasar atau prinsip& fundamental bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor haruslah seorang pancasilais sejati. Tujuan umum supervise& pendidikan : Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri., manusia pembangunan dewasa yang berpancasila. dan Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya. DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin,Yusak.2005.Administrasi Pendidikan. Bandung:Pustaka setia Purwanto,Ngalim.2007.Administrasi Pendidikan dan Supervisi Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosda Karyta http://tikkysuwantikno.wordpress.com/2007/12/19/supervisi-guru/

http://applikasi.wordpress.com/2008/06/06/arti-supervisi-pendidikan/ http://www.bppsdmk.depkes.go.id/?show=data/syadik3 Oct 19

Syarat Supervisor Pendidikan


bahasa indonesia, pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan refleksi pergeseran paradigma sistem pengelolaan dan pembinaan pendidikan dari centralized system menuju decentralized system menuntut kesadaran, komitmen, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan untuk saling bekerja sama dan membangun sinergi mewujudkan sekolah efektif. Supervisor, sebagai salah satu pemangku kepentingan pendidikan, memiliki peran yang amat penting dalam mewujudkan sekolah efektif dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah, yang ditandai oleh pembelajaran yang bernuansa Aktif, Senang, Interaktif dan Kreatif sehingga Efektif (ASIK Efektif) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peran dan keberadaan supervisor semakin diperlukan tidak hanya untuk memberikan bimbingan, bantuan dan pembinaan kepada guru untuk meningkatkan kinerja dalam pengelolaan pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah sebagai perekat (glue) bagi warga sekolah, sehingga dapat saling bekerja sama mendukung tercapainya tujuan sekolah. Namun demikian, implementasi supervisi di lapangan masih sangat bervariasi. Bahkan di beberapa sekolah, supervisi tidak dapat berjalan dengan optimal dan efektif dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain kurang memadainya pengetahuan, keterampilan dan pengalaman supervisor, termasuk pengawas dan kepala sekolah, maupun pemahaman guru tentang supervisi yang belum memadai. Oleh karena itu, baik supervisor maupun guru dan pihak pihak yang disupervisi perlu secara pro aktif menambah pengetahuan dan pemahaman mereka tentang supervisi agar terjalin keterpaduan dan kerjasama sinergi dalam menunjang pelaksanaan supervisi di sekolah. Untuk itulah disini kami selaku pemakalah mencoba sedaya mampu kami untuk menjelaskan syarat-syarat seorang supervisor dan mungkin beberapa hal yang berkaitan dengannya. BAB II SYARAT-SYARAT SEORANG SUPERVISOR A. Pengertian Supervisor Supervisor berasal dari kata supervise yang maknanya : Adalah bantuan dalam pengembangan situasi belajar-mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru. Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Purwanto (1987), mendefenisikan supervise ialah suatu aktivitas pembinaan yang

direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Sesuai dengan rumusan diatas maka kegiatan yang dapat disimpulkan dalam supervisi pembelajaran sebagai berikut : 1. membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru menjalankan tugasnya terutama dalam pembelajaran. 2. mengembangkan kegiatan belajar mengajar. 3. upaya pembinaan dalam pembelajaran B. Syarat-Syarat Supervisor dan Yang Berkaitan Dengannya Setidaknya seorang supervisor memiliki beberapa macam keterampilan yang berhubungan dengan posisinya sebagai supervisor. Beberapa keterampilan itu antara lain : 1. Keterampilan dalam kepemimpinan (leadership) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan yang dipimpin Working on : wibawa (power on) Working for : pembantu bagi orang yang disupervisi Working mithin : bersama-sama 2. Keterampilan dalam proses kelompok Supervisor harus terampil : Membangkitkan semangat kerjasama Merumuskan tujuan Merencanakan bersama Mengambil keputusan bersama Menciptakan tanggung jawab bersama Menilai dan merivisi bersama 3. Keterampilan dalam hubungan insani (human relation) Supervisor tidak semata-mata berurusan dengan aspek meteril tetapi berhadapan dengan manusia-manusia yang berbeda perilaku. v Hubungan pribadi : pribadi orang yang bersangkutan v Hubungan fungsionil : fungsi yang dijalankan seseorang v Hubungan instrumental : didasarkan atas pandangan memperalat bawahan v Hubungan konsensionil : didsarkan atas kebiasaan atau kelaziman yang berlaku. 4. Keterampilan dalam administrasi personal Supervisor harus terampil : v Menyeleksi anggota/karyawan baru v Mengorientasi anggota/karyawan baru v Menempatkan dan menugaskan sesuai kecakapan v Membina 5. Keterampilan dalam evaluasi (evaluation) v Merumuskan tujuan dan norma-norma v Mengumpukan fakta-fakta perubahan v Menterapkan criteria dan menyusun pertimbangan v Merevisi rencana yang disusun Kemudian setelah memenuhi keterampilan diatas, kita akan mengetahui berbagai macam typetype seorang supervisor pendidikan. Type-typenya antara lain :

1. Otokratis : supervisor penentu segalanya 2. Demokratis : mementingkan musyawarah mufakat dan bekerjasama atau gontong royong secara kekeluargaan. 3. Manipulasi diplomatis : mengarahkan orang yang disupervisi untuk melaksanakan apa yang dikehendaki supervisor dengan cara musulihat 4. Laissez-faire : memberikan kebebasan dan keleluasan kepada orang yang disupervisi untuk melakukan apa yang dianggap mereka baik. C. Jenis-Jenis Supervisi Pendidikan Berdasarkan Prosesnya 1. Koraktif : lebih mencari kesalahan 2. Preventif : mencegah hal-hal yang tidak diinginkan 3. Konstruktif : membangun (dapat memperbiki jika terjadi kesalahan) 4. Kreatif : menekankan inisiatif dan kebebasan berfikir D. Etika Supervisor Pendidikan Etika suatu jabatan (professional ethics) yang dirumuskan dalam kode etika jabatan (profesi) tersebut memuat nilai-nilai atau norma yang merupakan pedoman bagi sikap dan tingka laku para pejabat yang berkeahlian dibidang yang bersangkutan. Prinsip-prinsip : cinta kasih sebagai prinsip pokok setiap etika jabatan (lebih universalistic sifatnya). pancasila dapat merupakan pula prinsip pokok yang bersifat nasionalistik yang hendak menjiwai setiap etika jabatan bangsa Indonesia. Code etika supervise pendidikan : 1. Hubungan dengan orang yang disupervisi : guru dan murid supervisor hendaklah jujur dan adil supervisor hendaklah membina perkembangan potensialitas supervisor hendaklah memberi kesempatan dan bantuan 2. Hubungan dengan orang tua dan masyarakat supervisor hendaklah memelihara hubungan kerjasama yang baik supervisor hendaklah mengindahkan moral dan adapt istiadat dalam masyarakat 3. Hubungan dengan rekan seprofesi supervisor hendakalah memelihara dan mengembangkan rasa solidaritas supervisor hendaklah jujur dan toleran 4. Hubungan dengan profesi supervise pendidikan supervisor hendaklah selalu bersikap dan bertindak professional supervisor hendaklah berusaha mewujudkan dan mengembangkan karya supervisi 5. Hubungan dengan tuhan supervisor mempasrahkan diri kepada Tuhan YME setia melakukan kewjiban-kewjibannya terhadap Tuhan YME BAB III KESIMPULAN Supervisor, sebagai salah satu pemangku kepentingan pendidikan, memiliki< peran yang amat penting dalam mewujudkan sekolah efektif dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah, yang ditandai oleh pembelajaran yang bernuansa Aktif, Senang, Interaktif dan Kreatif sehingga Efektif (ASIK Efektif) dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi< adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Setidaknya seorang supervisor< memiliki beberapa macam keterampilan yang berhubungan dengan posisinya sebagai supervisor. Beberapa keterampilan itu antara lain : o Keterampilan dalam kepemimpinan (leadership) o Keterampilan dalam proses kelompok o Keterampilan dalam hubungan insani (human relation) o Keterampilan dalam administrasi personal o Keterampilan dalam evaluasi (evaluation) < Jenis-Jenis Supervisi Pendidikan Berdasarkan Prosesnya o Koraktif o Preventif o Konstruktif o Kreatif Kaitannya dengan keterampilan< dalam berkelompok Supervisor harus terampil : o Membangkitkan semangat kerjasama o Merumuskan tujuan o Merencanakan bersama o Mengambil keputusan bersama o Menciptakan tanggung jawab bersama o Menilai dan merivisi bersama Oct 19

Administrasi Pendidikan
bahasa indonesia, pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia pendidikan di Indonesia,bidang studi administrasi pendidikan boleh dikatakan masih baru. Di negara-negara yang sudah maju,administrasi pendidikan mulai berkembang dengan pesat sejak pertengahan pertama abad ke-20,terutama sejak berakhirnya perang dunia kedua. Khususnya di negara kita,Indonesia,adcministrasi pendidikan baru diperkenalkan melalui beberapa IKIP sejak tahun 1960-an,dan baru dimasukkan sebagai mata pelajaran decan mata ujian di SGA/SPG sejak tahun ajaran 1965/1966.Oleh karena itu,tidak mengherankan jika para pendidik sendiri banyak yang belum dapat memahami betapa perlu dan pentingnya administrasi pendidikan dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan pada umumnya. Disamping itu, administrasi pendidikan itu sendiri sebagai ilmu,terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pendidikan negara masing-masing.(Purwanto, 2007) Setelah kita mengetahui realita yang terjadi seperti yang sudah tersebut di atas,maka diperlukan sebuah penjelasa secara rinci dan mendetail tentang administrasi pendidikan agar para pendidik dapat memahami betapa perlu dan pentingnya administrasi pendidikan itu. Oleh karena itu para pendidiki terlebih dahulu harus mengetahui dasar-dasar dari administrasi pendidikan. Maka dimakalah ini kami akan menjelaskan tentang dasar-dasar administrasi pendidikan.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian administrasi pendidikan ? 2. Apa fungsi administrasi pendidikan ? 3. Apa tujuan administrasi pendidikan ? 4. Apa saja ruang lingkup administrasi pendidikan ? 5. Apa saja prinsip-prinsip dari administrasi pendidikan ? C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian administrasi pendidikan 2. Mengetahui fungsi administrasi pendidikan 3. medngetahui tujuan administrasi pendidikan 4. Mengetahui ruang lingkup administrasi pendidikan 5. Medngetahui prinsip-prinsip administrasi pendidikan PEMBAHASAN DASAR-DASAR ADMINISTRASI PENDIDIKAN 1. Pengertian Administrasi pendidikan Administrasi dalam pengertian secara harfiah,kata administrasiberasl dari bahasa latin yang terdiri atas kata ad dan ministrare.kata ad mempunyai arti yang sama dengan kata to dalam bahasa inggris yang berarti keataukepada.Dan kata ministrare sam artinya dengan kata to serve atau to conduct yang berartimelayani,membantu dan mengarahkan.Dalam bahasa inggris to administer berarti pulamengatur,memelihara dan mengarahkan. Jadi kataadministrasi secara harfiah dapat di artikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu,malayani,mengarahkan atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan.(Purwanto, 2007) Administrasi dalam pengertian yang sempit yaitu kegiatan ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan ruti catat-mencatat,mendokumentasika kegiatan,menyelenggarakan surat-menyurat dengan segala aspeknya serta mempersiapkan laporan. Administrasi pendidikan dalam pengertian secara luas adalah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu baik personel,spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Jadi,didalam proses administrasi pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat didalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu diintegrasikan,diorganisasi dan dikoordinasi secara efektif,dan semua materi yang di perlukan dan yang telah ada dimanfaatkan secara efisien. Dalam pengertian yang luas ini, istilah administrasi juga dapat diartikan sebagai berikut : Administrasi adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersam yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien. Dalam batasan tersebut di atas, makna administrasi dapat di urai paling tidak menjadi lima pengertian pokok, yaitu : 1. Administrasi merupakan kegiatan atau kegiatan manusia 2. Rangkaian kegiatan itu marupakan suatu proses/pengelolaan dari suatu kegiatan yang kompleks, oleh sebab itu bersifat dinamis 3. Prose situ dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi 4. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya 5. Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien. (Tsauri, 2007)

2. Fungsi Administrasi Pendidikan Agar kegiatan dalam komponen administrasi pendidikan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan,kegiatan tersebut harus dikelola melalui suatu tahapan proses yang merupakan daur (siklus). Adapun proses administrasi pendidikan itu meliputi fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, komunikasi, supervise kepegawaian dan pembiayaan dan evaluasi. Semua fungsi tersebut satu sama lain bertalian sangat erat. Untuk menadapat gambaran yang lebih jelas tentang fungsi-fungsitersebut di bawah ini akan diuraikan secara lebih rinci. a. Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan salh satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan administrasi. Tanpa perencanaan,pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Perencanaan merupakan kegiatan yang harus dilakukan pada permulaan dan selama kegiatan administrasi itu berlangsung. Di dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan,yaitu faktor tujuan dan faktor sarana, baik sarana personel maupun material. Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai 2. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan 3. Mengumpulkan daa dan informasi-informasi yang diperlukan 4. Menentukan tahap-tahap dan rangkaian tindakan 5. Merumuskan bagimana masalah-masalah itu akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaanpekerjaan itu akan diselesaikan Syarat-syarat perencanaan Dalam menyusun perencanaan syarat-syarat berikut perlu diperhatikan : 1. perencanaan harus didasarkan atas tujuan yang jelas 2. bersifat sederhana, realistis dan praktis 3. terinci, memuat segala uraian serta klarifikasi kegiatan dan rangkaian tindakan sehingga mudah di pedomani dan dijalankan 4. memiliki fleksibilitas sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi dan situasi sewaktu-waktu 5. terfdapat perimbangan antara bermaca-macam bidang yang akan digarap dalam perencanaan itu, menurut urgensinya masing-masing 6. diusahakan adanya penghematan tenaga, biaya dan waktu serta kemungkinan penggunaan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia sebaik-baiknya 7. diusahakan agar sedapat mengkin tidak terjadi adanya duplikasi pelaksanaan Merencanakan berarti pula memikirkan tentang penghematan tenaga, biaya dan waktu, juga membatasi kesalahan-kesalahan yangmungkin terjadi dan menghindari adanya duplikasiduplikasiatau tugas-tugas/pekerjaan rangkap yang dapat menghambat jalannyapenyelesaian. Jadi, perencanaan sebagai suatu fungus administrasi pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut : perencanaan(planning) adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya maksu-maksud dan tujuan pedndidikan. b. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam pengorganisasian terdapatadanya pembagian tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab secara terinci menurut bidang-bidang dan bagian-bagian, sehingga dari situ

dapat terciptalah adanya hubungan-hubungan kerjasama yang harfmonis dan lancar menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian sebagai fungsi administrasi pendidikan menjadi tugas utama bagi para pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah. Kita mengetahui bahwa dalam kegiatan sekolah sehari-sehari terdapat bermacam-macam jenis pekerjaan yang memerlukan kecakapandan keterampilan dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Keragaman tugas dan pekerjaan semacam itu tidak mungkin dilakukan dan dipikul sendiri oleh seoran pemimpin. Dlam hal inilah terletak bagaimana kecakapan kepala sekolah mengorganisasi guru-guru dan pegawai sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya sehari-hari sehingga tercipta adanya hubungan kerja sama yang harmonis dan lancar. Yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian antara lain ialah bahwa pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab hendaknya disesuaikan dengan penglaman,bakat, minat, pengetahuan dan kepribadian masing-masing prang yang dikperlukan dalam menjalankan tugastigas tersebut. Dengan demikian ,pengorganisasian sebagai salah satu fungsi administrasi pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut : pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan sehingga terwujudlah kesatuan usaha dealam mencapai maksud-maksud dan tujuan-tujuan pendidikan. c. Pengkoordinasian (Coordinating) Adanya bermacam-macam tugas/pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang, memerlukan adanya koordinasi dari seorang pemimpin. Adanya koordinasi yang baik dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat dan atau kesimpangsiuran dalam tindakan. Dengan adanya koordinasi yang baik, semua bagian dcan personel dapat bekerja sama menuju ke satu arah tujuan yang telah ditetapkan. Pengkoordinasian diartikan sebagai usaha untuk menyatu padukan kegiatan dari berbagai individu agar kegiatan mereka berjalan selarfas dengan anggota dalam usaha mencapai tujuan. Usayha pengkoordinasian dapat dilakukan melalui berbagai cara,seperti:(a)melaksanakan penjelasan singkat (briefing);(b)mengadakan rapat kerja;(c) memberikan unjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis,dan (d) memberikan balikan tentang hasil sutu kegiatan.(Soetjipto:137:2004) Dengan demikian,koordinasi sebagai salah satu fungsi administrasi pendidikan dapat disimpulkan sebagi berikut : koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang, material, pikiran-pkiran, teknikk-teknik dan tujuan-tujuan kedalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan. d. Komunikasi Dalam melaksanakan suatu program pendidikan, aktivitas menyebarkan dan menyampaikan gagasan-gagasan dan maksud-maksud ke seluruh struktur organisasi sanat penting. Proses menyampaikan atau komunikasi ini meliputi lebih dari pada sekedar menyalurkan pikiranpikiran, gagasan-gagasan dan maksud-maksud secara lisan atau tertulis. Komunikasi secara lisan pada umumnya lebih mendatangkan hasil dan pengertian yang jelas dari pada secara tertulis. Demikian pula komunikasi yang dilakukan secara informal dan secara formal mendatangkan hasil yang berbeda pengaruh dan kejelasannya. Menurut sifatnya, komunikasi ada dua macam yaitu komunikasi bebas dan komunikasi terbatas. Dalam komunikasi bebas, setiap anggota dapat berkomunikasi dengan setiap anggota yang lain. sedangkan dalam komunikasi terbatas, setiap anggota hanya dapat berhubungan dengan beberapa anggota tertentu saja.

Dengan demikian, organisasi sebagai salah satu fungsi administrasi pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut : komunikasi dalam setiap bentuknya adalah suatu proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang dalam struktur organisasi. e. Supervisi Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervise. Pengawasan bertanggung jawab tentang keefektifan program itu. Oleh karena itu, supervise haruslah meneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Jadi, fungsi supervisi yang terpentig adalah : 1. menentukan kondisi-kondisi/syarat-syarat apakah yang diperlukan 2. memenuhi/mengusahakan syarat-syarat yang diperlukan itu. Dengan demikian , supervisi sebagai salah satu fungsi administrasi pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut : supervise sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas untuk menentukan komdisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. f. Kepegawaian (Staffing) Sama halnya dengan fungsi-fungsi administrasi pendidikan yang telah diuraikan terdahulu kepegawaian merupakan fungsi yang tidak kalah pentingnya. Agak berbeda dangan fungsifungsi administrasi yang telah dibicarakan, dalam kepegawaian yang menjadi titik penekanan ialah personal itu sendiri. Aktivitas yang dilakukan di dalam kepegawaian antara lain : menentukan, memilih, menempatkan dan membimbing personel. Sebenarnya fungsi kepegawaian ini sudah dijalankan sejak penyusunan perencanaan dan pengorganisasian. Di dalam pengorganisasian telah dipikirkan dan diusahakan agar untuk personel-personel yang menduduki jabatan-jabatan tertentu di dalam struktur organisasi itu dipilih dan di angkat orang-orang yang memiliki kecakapan dan kesanggupan yang sesuai dengan jabatan yang di pegangnya. Dalam hal ini prinsip the right man in the right place selalu di perhatikan. g. Pembiayaan Biaya/pambiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi karena biaya ini sangat menentukan bagi kelancaran jalannya sebuah organisasi, tanpa biaya yang mencukupi tidak mungklin terjamin kelancaran jalannya suatu organisasi. Setiap kebutuhan organisasi, baik personel maupun material, semua memerlukan adanya biaya., itulah sebabnya masalah pembiayaan ini harus sudah mulai dipikirkan sejak pembuatan planning sampai dengan pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi pembiayaan, antara lain : 1. perencanaan tentang berapa biaya yang diperlukan 2. dari mana dan bagaimana biaya itu dapat diperoleh/diusahakan 3. bagaimana penggunaanya 4. siapa yang akan melaksanakannya 5. bagaimana pembukuan dan pertangung jawabannya 6. bagaimana pengawasannya,dll. h. Penilaian (Evaluating) Evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sampai di mana pelaksanaan yang dilakukan di dalam proses keseluruhan organisasi mencapai

hasil sesuai denhan rencana atau program yang telah di tetapkan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Setiap kegiatan, baik yang dilakukan oleh unsure pimpinan maupun oleh bawahan, memerlukan adanya evaluasi. Dengan mengetahui kasalahan-kasalahan atau kekurangan-kekurangan serta kemacetankemacetan yang diperoleh dari tindakan evaluasi itu, selanjutnya dapat di usahakan bagaimana cara-cara memperbaikinya.(Purwanto:15-22:2007) Secara lebih rinci maksud penilaian (evaluasi) adalah : 1. Memperoleh dasar bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja , pekejaan tersebut berhasil 2. Menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien 3. Memperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-kesukaran dan untuk menghindari situasi yang dapat merusak 4. Memajukan kesanggupan para personel dalam mengembangkan organisasi.(Soetjipto, 2004) Perlu ditekankan disini bahwa fungsi-fungsi pokok yang telah dibicarakan di atas satu sama lain sangat erat hubungannya, dan kesemuanya merupakan suatu proses keseluruhan yang tidak terpisahkan satu sama lain dan merupakan rangkaian kegiatan yang kontinyu. 3. Tujuan Administrasi Pendidikan Tujuan adminitstrasi pada umumnya adalah agar semua kegiatan mandukung tercapainya tujuan pendidikan atau dengan kata lain administrasi yang digunakan dalam dunia pendidikan diusahakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sergiovanni dan carver (1975) (dalam burhanuddin, 2005) menyebutkan empat tujuan administrasi yaitu: 1. efektifitas produksi 2. efesiensi 3. kemampuan menyesuaikan diri (adaptivenes) 4. kepuasan kerja keempat tujuan tersebut digunakan sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan dalam penyelenggaraan sekolah. Sebagai contoh: sekolah mempinyai fungsi untuk mencapai efektivitas produksi, yaitu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Dalam pencapaian tujuan tersebut harus dilakukan usaha seefisien mungkin, yaitu menggunakan kepuan dana, dan tenaga seminimal mungkin,tetapi memberikan hasil sebaik mungkin, sehingga lulusan tersebut dapat melanjutkan ketingkat berikutnya dan dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkunganya yang barudan selanjutnya lulusan ini akan mencari kerja pada perusahaan yang memberikan kepuasan kerja kepada mereka. 4. Ruang Lingkup (Bidang Garapan) Administrasi Pendidikan Administrasi pendidikan mempunyai ruang lingkup/bidang garapan yang sangat luas. Secara lebih rinci ruang lingkup adcministrasi pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut : a. Administrasi tata laksana sekolah Hal ini meliputi : 1. Organisasi dan struktur pegawai tata usaha 2. Otorosasi dan anggaran belanja keuangan sekolah 3. Masalah kepegawaian dan kesejahteraan personel sekolah 4. Masalah perlengkapan dan perbekalan 5. Keuangan dan pembukuannya b. Administrasi personel guru dan pegawai sekolah hal ini meliputi :

1. Pengangkatan dan penempatan tenaga guru 2. Organisasi personel guru-guru 3. Masalah kepegawaian dan kesejahteraan guru 4. Rencana orientasi bagi tenaga guru yang baru 5. Inservice training dan up-grading guru-guru c. Administrasi peserta didik Hal ini meliputi : 1. Organisasi dan perkumpulan peserta didik 2. Masalah kesehatan dan kesejahteraan peserta didik 3. Penilaian dan pengukuran kemajuan peserta didik 4. Bimbingan dan penyuluhan bagi peserta didik (guidance and counseling) d. Supervisi pengajaran Hal ini meliputi : 1. Usaha membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai tata usaha dalam menjalankan tugasnya masing-masing sebaik-baiknya. 2. Usaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode baru dalam mengajar dan belajar yang lebih baik 3. Mengusahakan cara-cara menilai hasil-hasil pendidikan dan pengajaran. e. Pelaksanaan dan pembinaan kurikulum Hal ini meliputi : 1. Mempedomani dan merealisasikan apa yang tercantum di dalam kurikulum sekolah yang bersangkutan dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran 2. menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi-materi, sumber-sumber dan metode-metode pelaksanaanya, disesuaikan dengan pembaharuan pendidikan dan pengajaran serta kebutuhan mesyarakat dan lingkungan sekolah 3. kurikulum bukanlah merupakan sesuatu yang harus didikuti dan diturut begitu saja dengan mutlak tanpa perubahan dan penyimpangan sedikitpun. Kurikulum meripakan pedoman bagi para guru dalam menjalankan tugasnya. f. Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah Hal in meliputi : 1. Cara memilih letak dan menentukan luas tanah yang dibutuhkan 2. Mengusahakan, merencanakan dan menggunakan biaya pendirian gedung sekolah 3. Menentukan jumlah dan luas ruangan-ruangan kelas, kantor, gudang, asrama, lapangan olah raga,dan sebagainya. 4. Cara-cara penggunaan gedung sekolah dan fasilitas-fasilitas lainyang efektif dan produktif, serta pemeliharaannya secara kontinyu. 5. Alat-alat perlengkapan sekolah dan alat-alat pelajaran yang dibutuhkan g. Hubungan sekolah dengan masyarakat Hal ini mencakup hubungan sekolah dengan sekolah-sekolah lain, hubungan sekolah dengan instansi-instansi dan jawsatan-jawatan lain dan hubungan sekolah dengan masyarfakat pada umumnya. Hendaknya semua hubungan itu merupakan hubungan kerjasama yang bersifat pedagogis, sosiologis dan produktif yang dapat mendatangkan keuntungan dan perbaikan serta kemajuan bagi kedua belah pihak. Dari apa yang telah diuraikan di atas, ruang lingkup yang tercakup di dalam administrasi pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Administrasi material,yaitu kegiatan administrasi yang menyangkut bidang-bidang

materi/benda-benda seperti :ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, dan lain-lain. 2. Administrasi personel,mencakup didalamnya administrasi personel guru dan pegawai sekolah, dan juga administrasi peserta didik. 3. Administrasi kurikulum,yang mencakup didalamnya penyusunan kurikulum, pembinaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, seperti pembagian tugas mengajar pada guru-guru, penyusunan silabus,dan sebagainya.(Tsauri, 2007) 5. Prinsip-prinsip Administrasi Pendidikan Prinsip merupakan sesuatu yang di buat sebagai pegangan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Diantara prinsip-prinsip administrasi pendidikan antara lain : 1. Adanya sumber daya manusia (SDM) atau sekelompokmanusia (sedikitnya dua orang) untuk ditata 2. Adanya tiugas/fungsi yang harus dilaksanakn maksudnya ada sebuah kerjasama dari sekelompok orang 3. Adanya penataan/pengaturan dari kerjasama tersebut 4. Adanya non manusia seperti peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dan yang harus ditata 5. Adanya tujuan yang hendak di capai bersama dari kerjasama tersebut.(Purwanto, 2007) Ada sebuah prinsip-prinsip administrasi yang menyinggung organisasi, diantara prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. Memiliki tujuan yang jelas 2. Tiap anggota dapat memahami dan menerima tujuan tersebut 3. Adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan kesatuan tindakan dan pikiran 4. Adanya kesatuan perintah (Unity of command); para bawahan hanya mempunyai seorang atasan langsung dari padanya menerima perintah atau bimbingan dan kepada siapa ia harus mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya. 5. Koordinasi tentang wewenang dan tanggung jawab, maksudnya ada keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing anggota 6. Adanya pembagian tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, keahlian dan bakat masing-masing, sehingga dapat menimbulkan kerjasama yang harfmonis dan kooperatif.(Tsauri, 2007) PENUTUP Administrasi pendidikan adalah suatu kegiatan kerja sama atau proses pengintegrasian segala sesuatu baik personal maupun material yang tergabung dalam orgaisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien. Administrasi pendidikan juga memiliki sebuah fungsi, diantara fungsi administrasi pendidikan adalah: 1. perencanaan (planning) perencanaan(planning) adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya maksu-maksud dan tujuan pedndidikan. 2. pengorganisasian (organizing) pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan sehingga terwujudlah kesatuan usaha dealam mencapai maksud-maksud dan tujuan-tujuan pendidikan. 3. pengkoordinasian (coordination) koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang, material, pikiran-pkiran, teknikk-teknik dan tujuan-tujuan kedalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan

4. komunikasi komunikasi dalam setiap bentuknya adalah suatu proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang dalam struktur organisasi. 5. supervisi supervise sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas untuk menentukan komdisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. 6. kepegawaian (staffing) dalam kepegawaian yang menjadi titik penekanan ialah personal itu sendiri. Aktivitas yang dilakukan di dalam kepegawaian antara lain : menentukan, memilih, menempatkan dan membimbing personel. 7. pembiayaan (budgeting) Biaya/pambiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi karena biaya ini sangat menentukan bagi kelancaran jalannya sebuah organisasi, tanpa biaya yang mencukupi tidak mungklin terjamin kelancaran jalannya suatu organisasi. 8. penilaian (evaluating) Evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sampai di mana pelaksanaan yang dilakukan di dalam proses keseluruhan organisasi mencapai hasil sesuai denhan rencana atau program yang telah di tetapkan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Adapun tujuan dari administrasi pendidikan adalah: 1. efektifitas produksi 2. efesiensi 3. kemampuan menyesuaikan diri (adaptivenes) 4. kepuasan kerja administrasi pendidikan juga memiliki sebuah ruang lingkup (bidang garapan) didalam pengelolaannya. Diantara administrasi pendidikan adalah: a. administrasi tata laksana sekolah b. administrasi personel guru dan pegawai sekolah c. administrasi peserta didik d. supervisi pengajaran e. pelaksanaan dan pembinaan kurikulum f. pendirian dan perencanaan bangunan sekolah g. hubungan sekolah dan masyarakat didalam administrasi pendidikan terdapat pulasebuah prinsip-prinsip yang dapat menunjang kegiatan administrasi dan mencapai tujuan administrasi pendidikan karena prinsip ini merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai pengayaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Diantara prinsip-prinsip administrasi pendidikan adalah: 1. Adanya kerja sama sekelompok orang 2. Adanya penataan dan pengaturan dari kerja sana tsb 3. Adanya SDM (sumber daya manusia/personal) yang harus ditata 4. Adanya peralatan dan perlengkapan (non manusia ) yang harus ditata 5. Adanya tujuan yang hendak dicapai bersama dari kerjasama tersebut DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin,Yusak.2005.Administrasi pendidikan.Bandung:Pustaka setia Purwanto,Ngalim.2007.Administrasi pendidikan dan supervisi pendidikan.Bandung:PT Remaja

Rosda Karyta Soetjipto dan Kosasi,Raflis.2004.Profesi keguruan.Jakarta:PT Rineka Cipta Tsauri,Sofyan.2007.Administrasi dan supervisi pendidikan.Jember:Center for society studies (dicopy dari sebuah artikel yang saya lupa alamat blognya) Jul 23

Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat


pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN Bertolak dari penyelenggaraan sistem pemerintahan yang berupa desentralistik, maka hal ini berdampak pula terhadap reorintasi Visi dan Misi Pendidikan Nasional yang di dalamnya menyangkut pula tentang Standar Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional. Yang berimbas pula pada Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pendanaaan, dan Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional. Implementasi otonomi terhadap lembaga pendidikan terwujud dalam School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah. Dikarenakan Manajemen Berbasis Sekolah ini adalah upaya kemandirian, kreativitas sekolah dalam peningkatan kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam peningkatan mutu melalui kerjasama atau pemberdayaan pemerintah dan masyarakat, maka diperlukan pula administrasi pendidikan di bidang hubungan sekolah dengan masyarakat. Dari paparan di atas, maka melalui makalah ini kami mencoba mengupas hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hubungan Sekolah dengan Masyarakat. Istilah hubungan dengan masyarakat dikemukakan kali pertama oleh presiden Amerika Serikat, Thomas Jefferson tahun 1807 dengan istilah Public Relations. Hingga saat ini pengertian hubungan dengan masyarakat itu sendiri belum mencapai suatu mufakat konvensional. Adapun pengertian hubungan dengan masyarakat menurut Abdurrachman ialah kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will, kepercayaan, penghargaan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya (Suryosubroto, 2004: 155). Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat. Dan mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan untuk kebaikan bersama. B. Tugas Pokok Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pendidikan Tugas pokok hubungan sekolah dengan masyarakat dalam pendidikan antara lain: B.1 Memberikan informasi dan menyampaikan ide atau gagasan kepada masyarakat atau pihak-

pihak lain yang membutuhkannya. B.2 Membantu pemimpin yang karena tugas-tugasnya tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat atau pihak-pihak yang memerlukannya. B.3 Membantu pemimpin mempersiapkan bahan-bahan tentang permasalahan dan informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu. B.4 Melaporkan tentang pikiran-pikiran yang berkembang dalam masyarakat tentang masalah pendidikan. B.5 Membantu kepala sekolah bagaimana usaha untuk memperoleh bantuan dan kerja sama. B.6 Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan untuk kemajuan pelaksanaan pendidikan. C. Faktor Pendukung Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat bisa berjalan baik apabila di dukung oleh beberapa faktor yakni: C.1 Adanya program dan perencanaan yang sistematis. C.2 Tersedia basis dokumentasi yang lengkap. C.3 Tersedia tenaga ahli, terampil dan alat sarana serta dana yang memadai. C.4 Kondisi organisasi sekolah yang memungkinkan untuk meningkatkan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. D. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Hubungan sekolah dengan masyarakat dibangun dengan tujuan popularitas sekolah di mata masyarakat. Popularitas sekolah akan tinggi jika mampu menciptakan program-program sekolah yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan dan cita-cita bersama dan dari program tersebut mampu melahirkan sosoksosok individu yang mapan secara intelektual dan spiritual. Dengan popularitas ini sekolah eksis dan semakin maju. Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat diantaranya sebagai berikut: D.1 Memberi penjelasan tentang kebijaksanaan penyelenggaraan sekolah situasi dan perkembangannya. D.2 Menampung sarana-sarana dan pendapat-pendapat dari warga sekolah dalam hubungannya dengan pembinaan dan pengembangan sekolah. D.3 Dapat memelihara hubungan yang harmonis dan terciptanya kerja sama antar warga sekolah sendiri. Sedangkan menurut Mulyasa (2007: 50), tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah: (1) memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. E. Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Tergantung pada inisiatif dan kreatifitas sekolah, kondisi dan situasi, fasilitas sekolah dan sebagainya. D.1 Di bidang Sarana Akademik Tinggi rendahnya prestasi lulusan (kualitas maupun kuantitas), penelitian, karya ilmiah (lokal, nasional, internasiona), jumlah dan tingkat kesarjanaan pendidiknya, sarana dan prasarana akademik termasuk laboratorium dan perpustakaan atau PSB, SB yang mutakhir serta teknologi instruksional yang mendukung PBM, termasuk ukuran prestasi dan prestise-nya. D.2 Di bidang Sarana Pendidikan Gedung atau bangunan sekolah termasuk ruang belajar, ruang praktikum, kantor dan sebagainya beserta perabot atau mebeuler yang memadai akan memiliki daya tarik tersendiri bagi popularitas

sekolah. D.3 Di bidang Sosial Partisipasi sekolah dengan masyarakat sekitarnya, seperti kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi dan sebagainya akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat. D.4 Menyediakan fasilitas sekolah untuk kepentingan masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran PBM, demikian sebaliknya fasilitas yang ada di masyarakat sekitarnya dapat digunakan untuk kepentingan sekolah. D.5 Mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan masih banyak lagi kegitan operasional hubungan sekolah dengan masyarakat yang dikreasikan sesuai situasi, kondisi serta kemampuan pihak-pihak terkait. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berbagai persoalan yang dihadapi oleh dunia pendidikan sampai lembaga pendidikan di era globalisasi dan desentralistik (otonomi daerah) menuntut team work yang solid antara pihak sekolah itu sendiri dengan pihak luar, baik instansi atasan maupun masyarakat. Melalui Manajemen Berbasis Sekolah, maka administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat menjadi kunci sukses di dalamnya. Dan ketika hubungan sekolah dengan masyarakat ini dapat berjalan harmonis dan dinamis dengan sifat pedagogis, sosiologis dan produktif, maka diharapkan tercapai tujuan utama yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, efisien dan berhasil sehingga menghasilkan out-put yang berkualitas secara inteletual, spritual dan sosial. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Ary. 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Mulyasa, Endang. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pidarta, Made. . Landasan Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Jul 23

Sejarah Pendidikan Islam (Batak) Indonesia


pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN

Pada masa klasik Islam , masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan bervariasi dibandingkan fungsinya yang sekarang. Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam . Lebih dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan semenjak masa paling awal Islam . Masjid pula yang menjadi pilar utama pembangunan peradaban pada suatu negeri. Inilah yang dicontohkan Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan kakinya di Madinah. Barangkali di tengah bayangan devinisi pendidikan modern, orang bisa saja meragukan apakah pada periode paling awal ini kita telah bisa menganggap masjid sebagai lembaga pendidikan. Tapi sejarah membuktikan bahwa fungsi akademis masjid berkembang cukup pesat. Pada masa Umar bin Khattab kita bisa menjumpai tenaga-tenaga pengajar yang resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di masjid-masjid, seperti di Kufah, Bashrah dan Damaskus. Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan lembaga pendidikan berjalan secara harmonis. Pada umumnya masjid dibangun sebagai tempat ibadah, dengan fungsi akademis sebagai fungsi sekunder. Kemudian, tak jarang masjid di bangun dengan niat awal sebagai lembaga pendidikan dengan tidak mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah, dengan bukti ada masjid yang diberi nama dengan nama-nama sarjana yang biasa mengajar didalamnya, seperti Masjid alSyafii, Masjid al-Syarqamani dan Masjid Abu Bakar al-Syami. BAB II PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM (BATAK) DI INDONESIA Mudahnya seseorang memeluk Islam , menjadikan Islam cepat tersebar ke seluruh Nusantara. Banyak orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam namun memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu, memerintahkan anak-ankanya untuk pergi ke surau atau langgar untuk mengaji pada seorang guru ngaji atau guru agama. Bahkan ada pada masyarakat yang kuat religiusitanya ada suatu tradisi yang mewajibkan anak-anak yang berumur 7 tahun meninggalkan rumah dan ibunya, kemudian tinggal di surau atau langgar untuk mengaji pada guru agama. Memang pada mulanya, pendidikan Agama Islam di surau, langgar atau masjid masih sangat sederhana. Modal pokok yang mereka miliki hanya semangat menyiarkan agama bagi yang telah memiliki ilmu agama dan semangat menuntut ilmu bagi anak-anak. Mereka yang mengajar di masjid-masjid itu tanpa diangkat oleh siapapun. Banyak daerah di Indonesia, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sejarah Pendidikan Islam Batak Pendidikan di peradaban Batak bukanlah sesuatu yang baru. Institusi partungkoan bisa dikatakan sebuah media yang sudah dikenal sejak dahulu kala sebagai cara untuk meneruskan ilmu pengetahuan dan sarana pengembangan sosial bagi generasi muda berikutnya. Sejak pertama kali kedatangan Islam ke tanah Batak melalui tanah Batak pesisir, Barus, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting saat itu. Melihat konstelasi politik di pesisir dan tanah Batak yang berubah-ubah disinyalir bahwa sistem pendidikan Islam di tanah Batak juga berubah-ubah. Seperti diketahui, ada dua aliran besar yang pernah memasuki tanah Batak. Pertama adalah kalangan Sunni dengan empat mazhabnya: Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi. Namun nampaknya pengaruh mazhab maliki tidak terlalu nampak dalam kedudayaan Islam di tanah Batak. Satu aliran lain adalah dari golongan syiah yang sudah dianggap sesat oleh Ulama Arab Saudi dan MUI akan tetapi ternyata paling kuat menancapkan pengaruhnya di tanah Batak. Bisa dikatakan bahwa syiahlah yang pertama sekali membentuk sistem pendidikan keagaaman di

tanah Batak melalui Barus, pantai barat sumatera dan porsea dan kota-kota Batak lainnnya yang dialiri sungai asahan, dimana sumber airnya berasal dari danau Toba. Sistem pendidikan syiah tersebut, merupakan sistem tyang lazim dipakai di negeri-negeri Islam di tanah Arab saat itu. Perlu diketahui bahwa Universitas Al Azhar merupakan istitusi pendidikan tertua yang didirikan oleh kaum syiah. Salah satu sisa dari kejayaan syiah di tanah Batak adalah praktek tasawuf dan tarekat yang masih diamalkan oleh tetua Batak di pedalaman Batak. Sistem tarekat ini terkenal dengan sistem pembelajaran yang menggunakan kelambu. Pusat-pusat pengembangannya adalah di tanah Batak selatan, Barus dan lain sebagainya. Orangorang dari tanah Batak utara biasanya akan pergi ke daerah-daerah tersebut untuk menimba ilmu dan mengamalkannya di kampung halaman masing-masing dengan istilah mangaji. Pengaruh dari Hanafi dibawa oleh warga muslim Cina yang banyak datang berdagang di kawasan Batak Simalungun. Namun, sistem yang dibawa oleh kalangan Cina tersebut menyatu dengan sistem yang dibawa oleh orang-orang Persia, yang syiah sehingga sampai sekarang tidak terlalu terasa pengaruhnya. Sistem pendidikan hanafi menekankan kepada kemampuan analisa akal yang dibarengi oleh arguentasi-argumentasi dari kitab suci. Di pedalaman Batak, sistem ini ternyata sangat manjur karena kurangnya kesempatan mereka untuk kontak dengan ulama atau dai yang tidak selalu datang untuk meng-upgrade atau memberi solusi atas masalah-masalah dan pengetahuan mereka ke desa-desa mereka yang terisolir. Sistem pendidikan hambali yang ditandai atas kepatuhan dan kejuhudan serta penghormatan terhadap tradisi nabi mulai diterapkan saat masuknya orang-orang Padri ke tanah Batak. Sementara itu sistem syafii, yang menekankan hukum-hukum fiqih, baru terasa belakangan saat hubungan antara penduduk Batak dengan dunia luar sudah sangat minim akibat penjajahan Belanda. Paska kemerdekaan, sistem syafii ini pula yang banyak diberlakukan. Yang dimaksud dengan sistem syafii adalah sistem pendidikan yang diterapkan oleh kalangan muslim yang bermazhab syafii di seluruh dunia. Begitu juga dengan sistem lainnya. Kalangan syafii, khusunya di Indonesia, menekankan pembelajaran kepada tokoh dan individu yang dianggap mahir dalam ilmu fiqih. Sehingga masalah dan ilmu pengetahuan apapunm yang akan mereka hadapi akan didasarkan kepada paradigma berpikir fiqhiyah. Kalangan hambali lebih menekankan jalur hadits dan al-Quran, sedangkan kalangan hanafi lebih menekankan kemampuan filosofi dan ilmu kalam. Sementara itu kalangan syiah, sebagai sistem pendidikan yang paling tua di tanah Batak lebih menekankan kepada kemampuan memahami fenomena dunia melalui tarekat dan suluk. Agama parmalim di tanah Batak diyakini merupakan sistem kepercayaan tradisional Batak yang banyak dipengaruhi oleh cara berpikir tarekat dan suluk yang banyak berkembang di Barus pada awal-awal masuknya Islam. Istilah malim sendiri, yang berarti seorang yang dianggap parmalim, sama-sama dipakai oleh kalangan Islam dan Parmalim paska pengkristalan kepercayaan ini menjadi sebuah agama, juga berarti seorang yang alim dan dekat dengan Tuhan. Walaupun begitu, semua sistem pendidikan tersebut, bisa saja memakai cara yang sama ketika berhadapan dengan masalah-masalah sehari-hari. Misalnya semua sistem terbut akan menggunakan ilmu hisab, ilmu hayat dan al jabar serta ilmu-ilmu lainnya untuk menangani halhal yang dianggap masalah duniawiyah. Berikut adalah angka tahun pendidikan Islam di tanah Batak. Yang meliputi tanah Batak pedalaman yang sering disebut pusat tanah Batak atau Batak utara, Barus, Mandailing, Angkola atau Batak selatan, Gayo, Simalungun, Karo dan kawasan Batak di sekitar sungai Asahan sampai ke hilir sungainya di sumatera bagian timur. 1. 633-661 M

Disinyalir pemerintahan Khulafa Al Rasyidin telah menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan di Sumatera, termasuk Batak. Tapi hubungan itu masih sekedar hubungan antar negara dalam sebuah upaya untuk menjalin hubungan kerjasama ekonomi. Kapur barus, emas, merica dan rempah-rempah lainnya. Sumatera dikenal dengan istilah Zabag. Beberapa catatan mengenai kedatangan utusan dan pelaut muslim ke Barus dan pelabuhan sumatera lainnya yang dikuasasi Sriwijaya pernah didokumentasikan. 2. 661-750 Pelaut-pelaut Arab yang Islam mulai berdatangan secara intens di masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Kedatangan mereka untu misi dagang tersebut telah membentuk kantong-kantong muslim di tanah Batak, khususnya Barus, yang tentunya terjadinya transfer ilmu pengetahuan kepada penduduk setempat melalui medium non-formal. 3. 718-726 Islam berkembang pesat di tanah Barus. Di lain pihak Islam berkembang di Sumatera masuknya beberapa raja Sriwijaya kepada Islam. Diantaranya Sri Indra Warman di Jambi. 4. 730 Pedagang Arab di pesisir Sumatera mendapat persaingan dari pedagang Cina yang sangat aktif menyebarkan agama buddha mahayana. Kerajaan-kerajaan buddha dengan Sriwijaya-nya menjadi kekuatan yang sangat kuat menguasai sebagian besar pelabuhan-pelabuhan penting di Nusantara. Diyakini orang-orang Sriwijaya ini juga berhasil memasukkan ajaran Buddha ke komunitas Batak khusunya yang di Mandailing. 5. 851 Seorang pedagang Arab berhasil mendokumentasikan kedatangannya di kota Barus. Laporan Sulaiman itu pada tahun 851 M membicarakan tentang penambangan emas dan perkebunan barus (kamper) di Barus (Ferrand 36). Disinyalir bahwa para pendatang asing seperti Romawi, Yunani, Arab, Cina, India, Persia dan dari kepulauan Indonesia lainnya telah membangun kantong-kantong pemukiman yang lengkap dengan prasarana pendukungnya di Barus. Penambangan emas dan perkebunan kamper tersebut merupakan contoh bahwa kedua komoditas ini telah diolah secara modern dan bukan didapat secara tradisional di hutan-hutan. Sekarang ini ahli sejarah menemukan bukti-bukti arkeologis yang memperkuat dugaan bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang awal di Sumatera seperti Peurlak dan Samudera Pasai, yaitu sekitar abad-9 dan 10, di Barus telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dengan kehidupan yang cukup mapan (Dada Meuraxa dalam Ali Hasymi, Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam di Indonesia, bandung PT Al Maarif 1987). Kehidupan yang mapan itu pula memungkinkan mereka untuk hidup secara permanen di kawasan ini yang sudah pasti didukung oleh sarana pengembangan ilmu pengetahuan agar mereka tidak tertinggal dengan pesaing lainnya. Sebagai pelabuhan yang sangat masyhur, Barus menjadi tujuan pendidikan tertua bagi masyarakat Batak. Hal ini dikarenakan bahwa Barus merupakan wilayah Batak yang paling mudah dicapai oleh orang-orang Batak dari pedalaman yang ingin menimba ilmu. Jalan-jalan menuju Barus telah dirintis rapi oleh pedagang-pedagang Batak yang ingin menjual kemenyan dan membeli produk jadi dari Barus. Sampai era tahun 1980-an, madrasah-madrasah tradisional Barus masih menjadi primadona tujuan pendidikan di tanah Batak sebelum akhirnya digantikan oleh Mandailing dengan pesantren-pesantrennya yang sudah modern. Masuknya gelombang pedagang dan saudagar ke Barus mengakibatkan penduduk lokal Batak di lokasi tersebut; Singkil, Fansur, Barus, Sorkam, Teluk Sibolga, Sing Kwang dan Natal memeluk Islam setelah sebelumnya beberapa elemen sudah menganutnya. Walaupun begitu, mayoritas

masyarakat Batak di sentral Batak masih menganut agama asli Batak. Kelompok Marga Tanjung di Fansur, marga Pohan di Barus, Batu Bara di Sorkam kiri, Pasaribu di Sorkam Kanan, Hutagalung di Teluk Sibolga, Daulay di Sing Kwang merupakan komunitas Islam pertama yang menjalankan Islam dengan kaffah. 6. 900 Ibnu Rustih kurang lebih pada tahun 900 M menyebut Fansur, nama kota di Barus, sebagai negeri yang paling masyhur di kepulauan Nusantara (Ferrand 79). Sementara itu tahun 902, Ibn Faqih melaporkan bahwa Barus merupakan pelabuhan terpenting di pantai barat Sumatera (Krom 204). Sambil berdagang, para saudagar-saudagar Batak, marga Hutagalung, Pasaribu, Pohan dan Daulay biasanya akan memberikan ceramah dan majlis pendidikan kepada penduduk Batak pedalaman. Tradisi ini masih berlangsung sampai era 1980-an di negeri Rambe, Sijungkang dan lain sebagainya. Di daerah Bakkara, komunitas yang aktif dalam pendidikan Islam adalah kalangan Marpaung sejak abad-15. Pembelajaran secara cuma-cuma dan gratis ini bisa diartikan sebagai taktik dagang untuk mendekatkan mereka dengan penduduk setempat. 7. 976-1168 Paham syiah mulai datang ke daerah Barus. Hal itu karena ekspansi perdagangan Dinasti Fatimiyah Mesir. 8. 1128-1204 Kota Barus, dan beberapa daerah Batak lainnya seperti Gayo pernah direbut oleh Kesultanan Daya Pasai, dengan rajanya Kafrawi Al Kamil. Ekspanasi ini terlaksana dengan motif monopoli perekonomian. Sistem pendidikan yang lebih sitematis dari kalangan syiah menjadi marak di Barus dan daerah Batak lainnya. Kalangan intelektual Batak mulai unjuk gigi. Khususnya mereka kawin campuran dengan pedagang asing dari Arab, India dan Persia. Namun penguasaan pihak Aceh tersebut berlangsung hanya sementara. Di Barus kepemimpinan Dinasti Pardosi yang menjadi penguasa tunggal menjadi kesultanan Batak muslim yang sangat kuat. Kesultanan ini mempunyai aliansi yang kuat dengan Aceh, khusunya Singkel dan Meulaboh. Kerajaan Batak Hatorusan yang menjadi penguasa di Barus dan pesisir Sumatera bagian barat sejak abad sebelum masehi tidak tampak hegemoninya. Disinyalir keturunannya menjadi rajaraja huta di Sorkam dengan penduduknya yang bermarga Pasaribu. Pada abad ke-16, Kerajaan Hatorusan ini muncul kembali dengan naiknya Sultan Ibrahimsyah Pasaribu menjadi Sultan Barus Hilir. Dinasti Pardosi kemudian dikenal sebagai Sultan Barus Hulu. Persaingan politik antar mereka membuat kedua kesultanan ini sering berpecah. Sultan di Hulu lebih dekat kepada Aceh dan yang di Hilir lebih dekat kepada Minang. Minang dan Aceh sendiri merupakan dua kekuatan yang saling berkompetisi dalam memperebutkan pengaruh di Barus. Baik pada saat mereka Islam maupun Buddha dan Hindu. Kalangan intelektual Arab mulai berdatangan ke Barus. Ekspor kapur barus meningkat tajam seiring dengan meningkatnya permintaan. Barus menjadi rebutan banyak kekuatan asing dan lokal. Pada permulaan abad ke-12, seorang ahli geografi Arab, Idrisi, memberitakan mengenai ekport kapur di Sumatera (Marschall 1968:72). Kapur bahasa latinnya adalah camphora produk dari sebuah pohon yang bernama latin dryobalanops aromatica gaertn. Orang Batak yang menjadi produsen kapur menyebutnya hapur atau todung atau haboruan. Beberapa istilah asing mengenai Sumatera adalah al-Kafur al-Fansuri dengan istilah latin Canfora di Fanfur atau Hapur Barus dalam bahasa Batak dikenal sebagai produk terbaik di dunia (Drakard 1990:4) dan produk lain adalah Benzoin dengan bahasa latinnya Styrax benzoin. Semua ini adalah produk-produk di Sumatera Barat Laut dimana penduduk aslinya adalah orang-

orang Pakpak dan Toba (Associate Prof. Dr Helmut Lukas, Bangkok 2003). 9. 1275-1292 Orang-orang Hindu Jawa mulai unjuk gigi dengan Ekspedisi Pamalayu kerajaan Singosari. Beberapa daerah Batak dijadikan menjadi kerajaan Hindu, khususnya yang di Simalungun. Pihak Hindu Jawa yang menggantikan kekuatan Buddha mengancam perdagangan saudagar-saudagar muslim yang didukung oleh Kesultanan Daya Pasai dengan beberapa sekutunya seperti Kesultanan Samudera Pasai, Kesultanan Kuntu Kampar, Aru Barumun, Bandar Kalipah dan lainlain. 10. 1285-1522 Kesultanan Samudera Pasai mulai tampak ke permukaan dengan raja pertamanya Sultan Malik Al Shaleh, seorang putera Batak Gayo, bekas prajurit Kesultanan Daya Pasai. Samudera Pasai berdiri di atas puing-puing kerajaan Nagur di sungai Pasai, yang dirobohkan oleh orang Batak Karo. Uniknya, kesultanan ini telah memakai paham syafii yang menjadi kompetitor terhadap syiah yang sudah lama menancapkan kekuatan politik dan budayanya kepada masyarakat Indonesia. Sistem pendidikan ala syafii mulai masuk ke tanah Batak. Kesultanan Samudera Pasai sekarang ini dikenal sebagai kesultanan Aceh karena secara geografis memang terletak di tanah Aceh. Namun sebagai sebuah kesultanan yang dibangun oleh maha putera Batak Gayo dari Nagur, posisinya tidak dapat dihilangkan dalam percaturan sistem budaya dan pendidikan di tanah Batak. Kerabat Sultan Malik Al Shaleh, yakni Syarif Hidayat Fatahillah merupakan tokoh yang mendirikan kota Jakarta dan menjadi Sultan Banten (Emeritus) dan ikut serta mendirikan Kesultanan Cirebon. Dia, yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, adalah tokoh yang berhasil menyelamatkan penduduk pribumi dari amukan bangsa Portugis. Sultan Malik Al Shaleh sendiri lahir di Nagur, di tanah Batak Gayo. Dia adalah mantan prajurit Kesultanan Daya Pasai. Sebuah kerajaan yang berdiri di sisa-sisa kerajaan Nagur atau tanah Nagur. Nama lahirnya adalah Marah Silu. Marah berasal dari kata Meurah yang artinya ketua. Sedangkan Silu adalah marga Batak Gayo. Sepeninggalannya (1285-1296) dia digantikan oleh anaknya Sultan Malik Al Tahir (1296-1327). Putranya yang lain Malik Al Mansyur pada tahun 1295 berkuasa di barumun dan mendirikan Kesultanan Aru Barumun pada tahun 1299. Malik Al Mansyur sangat berbeda keyakinannya dengan keluarganya yang sunni. Dia adalah penganut taat syiah yang kemudian menjadikan kesultanannya sebagai daerah syiah. Dengan demikian dia dapat dijadikan sebagai tokoh Batak Syiah (Gayo). Semua ini dikarenakan karena dia menikah dengan putri Nur Alam Kumala Sari binti Sultan Muhammad Al Kamil, pemimpin di Kesultanan Muar Malaya yang syiah. Kekuasaan Kesultanan Aru Barumun terletak di sekitar area sungai Barumun yang menjadi titik penting perdagangan antara Padanglawas sampai Sungai Kampar. Penghasilan negara didapat dari ekspor dan impor merica dan lain sebagainya. Kesultanan Aru barumun berhubungan baik dengan pihak Cina pada era Dinasti Ming (13681643). Pada periode 1405-1425 beberapa utusan dari Cina pernah singgah, di antaranya Laksamana Ceng Ho dan Laksamana Haji Kung Wu Ping. Di era ini paham Hanafi ikut serta dalam memperkaya khazanah sistem pendidikan di tanah Batak, karena para utusan dari Cina yang muslim tersebut menganut faham hanafi dalam praktek sehari-hari. Dinasti Batak Gayo di Kesultanan Barumun adalah sebagai berikut: 1. Sultan Malik Al Mansyur (1299-1322)

2. Sultan Hassan Al Gafur (1322-1336) 3. Sultan Firman Al Karim (1336-1361), pada era nya banyak bertikai dengan kekuatan imperialis Jawa Majapahit. Di bawah panglima Laksamana Hang Tuah dan Hang Lekir, pasukan marinir Aru Barumun berkali-kali membendung kekuatan Hindu Majapahit dari Jawa. 4. Sultan Sadik Al Quds (1361). Wafat akibat serangan jantung. 5. Sultan Alwi Al Musawwir (1361-1379) 6. Sultan Ridwan Al Hafidz (1379-1407). Banyak melakukan hubungan diplomatik dengan pihak Cina 7. Sultan Hussin Dzul Arsa yang bergelar Sultan Haji. Pada tahun 1409 dia ikut dalam rombongan kapal induk Laksamana Cengho mengunjungi Mekkah dan Peking di zaman Yung Lo. Dia terkenal dalam annals dari Cina pada era Dinasti Ming dengan nama Adji Alasa (A Dji A La Sa). Orang Batak yang paling dikenal di Cina. 8. Sultan Djafar Al Baki (1428-1459). Meninggal dalam pergulatan dengan seekor Harimau. 9. Sultan Hamid Al Muktadir (1459-1462), gugur dalam sebuah pandemi. 10. Sultan Zulkifli Al Majid. Lahir cacat; kebutaan dan pendengaran. Pada tahun 1469, kesultanan Aru Barumun diserang oleh kesultanan Malakka, atas perintah Sultan Mansyur Syah yang memerintah antara tahun 1441-1476. Kota pelabuhan Labuhanbilik dibumihanguskan dan Angkatan Laut Kesultanan Aru Barumun dimusnahkan. 11. Sultan Karim Al Mukji (1471-1489) 12. Sultan Muhammad Al Wahid (1489-1512). Gugur dalam pertempuran melawan bajak laut Portugis. 13. Sultan Ibrahim Al Jalil (1512-1523) ditawan dan diperalat oleh Portugis. Semua anggota dinasti di atas adalah bersuku Batak Gayo. Saat menurunnya kekuasaan Kesultan Aru, maka pihak Aceh mulai menancapka hegemoninya di Aru Barumun. Pihak Aceh berkompetisi dengan para bajak laut Eropa di kekosongan kekuatan politik di daerah tersebut. Pada tahun 1802-1816, di bawah pimpinan Fachruddin Harahap, seorang Batak Mandailing, dengan gelar Baginda Soripada, penduduk khususnya dari Gunung Tua merebut bagian hulu dari bekas Kesultanan Aru Barumun. Semua lambang kerajaan disita termasuk cap dan simbolsimbol lainnya. 11. 1331-1364 Era Majapahit. Hegemoni kekuatan Imperialisme Hindu Jawa di Nusantara, tak terkecuali tanah Batak. Perkembangan pendidikan di tanah Batak sedikit tidak mengalami penambahan yang signifikan. Kekuatan penduduk yang menjadi militer di tanah Batak sibuk membendung kekuatan Majapahit dengan bantuan pihak Aceh. Panglima Mula Setia dan Samudera Pasai berhasil mengusir kekuatan Majapahit dari Sumatera bagian Utara. Pada tahun 1409, tentara Majapahit dimusnahkan oleh kekuatan tentara Pagarruyung di Minang, Sumatera Barat. Kekuatan Majapahit melemah. 12. 1345 Kedatangan para intelektual Arab dan asing kembali terjadi di beberapa kota pelabuhan di Sumatera. Tidak terkecuali Barus. Pada abad-13 Ibnu Said membicarakan peranan Barus sebagai pelabuhan dagang utama untuk wilayah Sumatera (Ferrand 112). 13. 1450-1515 Samudera Pasai menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan sosial mazhab syafii yang bersaing melawan pusat-pusat pendidikan dan sosial syiah yang banyak bertebaran di beberapa tempat di Sumatera termasuk tanah batak. 14. 1451

Misi pedagang dari Malaka yang menjadi sekutu Samudera Pasai berhasil menjalin kerjasama ekonomi dengan para saudagar Batak di sepanjang sungai Asahan. Tokoh seperti Datuk Sahilan menjadi inspirator bagi saudagar Batak untuk masuk agama Islam (Syafii). Di pedalaman Batak pada tahun 1450-1500 M, Islam menjadi agama resmi orang-orang Batak Toba, khususnya dari kelompok marga Marpaung yang bermukim di aliran sungai Asahan. Demikian juga halnya dengan Batak Simalungun yang bermukim di Kisaran, Tinjauan, Perdagangan, Bandar, Tanjung Kasau, Bedagai, Bangun Purba dan Sungai Karang. Antara tahun 1450-1818 M, kelompok marga Marpaung menjadi supplaier utama komoditas garam ke Tanah Batak di pantai timur. Mesjid pribumi pertama didirikan oleh penduduk setempat di pedalaman Tanah Batak; Porsea, lebih kurang 400 tahun sebelum mesjid pertama berdiri di Mandailing. Menyusul setelah itu didirikan juga mesjid di sepanjang sungai Asahan antara Porsea dan Tanjung Balai. Setiap beberapa kilometer sebagai tempat persinggahan bagi musafir-musafir Batak yang ingin menunaikan sholat. Mesjid-mesjid itu berkembang, selain sebagai termpat ibadah, juga menjadi tempat transaksi komoditas perdagangan. Dominasi pedagang muslim marga Hutagalung dalam bidang ekonomi di Tanah Batak terjadi antara 1513-1818 M. Komunitas Hutagalung dengan karavan-karavan kuda menjadi komunitas pedagang penting yang menghubungkan Silindung, Humbang Hasundutan dan Pahae. Marga Hutagalung di Silindung mendirikan mesjid lokal kedua di Silindung. Marga Hutagalung menjadi komunitas Islam syiah di pedalaman Batak. 16. Abad 15-16 Barus dengan kepemimpinan Dinasti Pardosi yang menjadi Sultan Hulu dan Dinasti Pasaribu yang menjadi Sultan Hilir Barus, membangun sistem pendidikan yang modern di Barus. Zaman kejayaan pendidikan Islam muncul di era ini. Beberapa tokoh intelektual lokal bermunculan. Barus menjadi kota tujuan utama musafir asing. Pada permulaan abad-16, Tome Pires-seorang pengembara Portugis- yang terkenal dan mencatat di dalam bukunya Suma Oriental bahwa Barus merupakan sebuah kerajaan kecil yang merdeka, makmur dan ramai didatangi para pedaganga asing. Dia menambahkan bahwa di antara komoditas penting yang dijual dalam jumlah besar di Barus ialah emas, sutera, benzoin, kapur barus, kayu gaharu, madu, kayu manis dan aneka rempahrempah (Armando Cartesao, The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of Rodrigues, Nideln-Liechtenstein: Kraus Reprint Ltd,.1967; hal. 161-162). Seorang penulis Arab terkenal Sulaiman al-Muhri juga mengunjungi Barus pada awal abad ke-16 dan menulis di dalam bukunya al-Umdat al-Muhriya fi Dabt al-Ulum al-Najamiyah (1511) bahwa Barus merupakan tujuan utama pelayaran orang-orang Arab, Persia dann India. Barus, tulis al-Muhri lagi, adalah sebuah pelabuhan yang sangat terkemuka di pantai Barat Sumatera. Pada pertengahan abad ke-16 seorang ahli sejarah Turki bernama Sidi Ali Syalabi juga berkunjung ke Barus, dan melaporkan bahwa Barus merupakan kota pelabuhan yang penting dan ramai di Sumatera. (Lihat. L.F. Brakel, Hamza Pansuri, JMBRAS vol. 52, 1979). Sebuah misi dagang Portugis mengunjungi Barus pada akhir abad ke-16, dan di dalam laporannya menyatakan bahwa di kerajaan Barus, benzoin putih yang bermutu tinggi didapatkan dalam jumlah yang besar. Begitu juga kamfer yang penting bagi orang-orang Islam, kayu cendana dan gaharu, asam kawak, jahe, cassia, kayu manis, timah, pensil hitam, serta sulfur yang dibawa ke Kairo oleh pedagang-pedagang Turki dan Arab. Emas juga didapatkan di situ dan biasanya dibawa ke Mekkah oleh para pedagang dari Minangkabau, Siak, Indragiri, Jambi, Kanpur, Pidie dan Lampung. (Lihat B.N. Teensma, An Unkown Potugese Text on Sumatera from 1582?, BKI, dell 145, 1989.

Syair-syair Hamzah Fansuri menggambarkan keindahan kota Barus saat itu. Keramaian dan kesibukan kota pelabuhan dengan pasar-pasar dan pandai emasnya yang cekatan mengubah emas menjadi ashrafi, kapal-kapal dagang besar yang datang dan pergi dari dan ke negeri-negeri jauh, para penjual lemang tapai di pasar-pasar, proses pembuatan kamfer dari kayu barus dan keramaian pembelinya, lelaki-lelaki yang memakai sarung dan membawa obor yang telah dihiasi dalam kotak-kotak tempurung bila berjalan malam. Gadis-gadis dengan baju kurung yang anggun dan di leher mereka bergantung kalung emas penuh untaian permata, yang bila usia nikah hampir tiba akan dipingit di rumah-rumah anjung yang pintu-pintunya dihiasi berbagai ukiran yang indah. Pada bagian lain syair-syairnya juga memperlihatkan kekecewaanya terhadap perilaku politik sultan Aceh, para bangsawan dan orang-orang kaya yang tamak dan zalim. (Mengenai kesusateraan Hamzah Fansuri lihat S.N. al-Attas, The Origin of Malays Shair, Kulala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968. Juga baca V.I. Braginsky, Tasawuf dan Sastra Melayu, Jakarta: RUL,. 1993, khususnya esai Sekali Lagi Tentang Asal-usul Syair; hal 63-76. Hamzah Fansuri yang hidup di masa perebutan kekuatan maritim antara Aceh dan Minang mendapat pengaruh besar di kalangan intelektual Aceh. Van Nieuwenhuijze (1945) dan Voerhoeve (1952) berpendapat bahwa Hamzah Fansuri memainkan peran penting di dalam kehidupan kerohanian di Aceh sampai akhir pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1590-1604). Sementara itu muridnya Syamsuddin al-Sumatrani naik peranannya baru pada zaman Sultan Iskandar Muda saat dia bermigrasi ke Aceh. Diyakini dalam mundurnya pamor Barus, banyak sarjana-sarjana Batak yang pindah ke Aceh, Kutaraja, karena kehadiran mereka disana sangat disegani. Mengenai Syamsuddin sebaiknya baca C.A.O. Niewenhujze, Syamsul Din van Pasai, Bijdrage tot de Kennis der Sumatranche Mystiek, disertasi Universitas Leiden, 1945. Namun pemikiran filsafat Wujudiyah Hamzah Fansuri mendapat tantangan dari ulama Aceh. Ahmad Daudy di dalam bukunya Allah dan Manusia dalam konsepsi Syeikh Nuruddin ArRaniry, Jakarta; CV Rajawaki Press, 1983; hal. 41, antara lain menulis, Selain sebagai mufti, Syeikh Nuruddin juga seorang penulis yang menyanggah Wujudiyah. Seringkali ia mengadakan perdebatan dengan penganut ajaran ini, dan kadang-kadang majelis diskusi diakadakan di istana dimana sultan sendiri menyaksikannya. Dalam perdebatan itu Syeikh Nuruddin berkali-kali memperlihatkan adanya kelemahan dan penyimpangan dalam ajaran Wujudiyah., serta meminta agar mereka ini bertobat tetapi himbauannya tidak dihiraukan mereka, dan akhirnya mereka dihukum kafir yang boleh dibunuh, sedangkan kitab-kitab karangan Hamzah dan Syamsuddin dikumpulkan dan kemudian dibakar di halaman mesjid raya Baiturrahman. Tentang peristiwa pembakaran kitab karangan penulis Wujudiyah, dan hukum bunuh terhadap pengikut-pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin, Lihat buku Nuruddin al-Raniry, Bustan alSalatin edisi T. Iskandar, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1966: hal. 46. Perlakuan itu diterima Hamzah Fansuri, karena kritik-kritik tajamnya terhadap pemerintahan monolitik Sultan Aceh, perilaku buruk orang-orang kaya dan praktik yoga (dari Hindu India) yang diamalkan ahli-ahli tarekat di Aceh pada awal abad ke-17, baca S.N. al-Attas The Mysticism of Hamzah Fansuri, Kuala Lumpur: Universiti malaya Press, 1970; hal. 16-17. juga baca L.F. Brakel, Hamzah Pansuri; V.I. Braginsky Puisi Sufi Perintis Jalan (Analisis Syairsyair Hamzah Fansuri tentang Kekasih, Anggur dan Laut) ceramah di Sudut Penulis, Dewan Bahasa dan Pusataka, Kuala Lumpur, 27-28 Oktober 1992; juga Abdul Hadi W.M. Syeikh Hamzah Fansuri Ulumul Quran, No. 2, Vol. V, 1994.

Akibat pertentangan politik antara Barus dan Aceh, berakibat pula kepada pertentangan faham keyakinan. Intelektual Barus yang banyak condong ke paham syiah dibasmi oleh kekuatan Aceh sehingga menyebabkan kemunduran atas kemajuan pendidikan di Barus. Dikatakan bahwa orang-orang yang mendukung faham Fansur bahkan harus hidup dalam persembunyian untuk menyelamatkan jiwa mereka. Kuburan-kuburan tokoh yang sepaham dengannya sengaja tidak ditandai batu nisannya agar keberadaan mereka tidak terdeteksi oleh pihak Aceh yang penduduknya banyak berdagang di Barus. Para sarjana Batak yang berpaham syiah mengalami kendala dalam melanjutkan sistem pendidikan di Barus yang sudah sangat modern saat itu. Praktis pendidikan di Barus dan wilayah-wilayah Batak lainnya mengalami kepunahan. Di tanah Batak sendiri hanya Parmalim yang terus eksis. 18. 1497-1513 Panglima Manang Sukka, oranga Batak Karo, mendirikan Kesultanan Haru Delitua dengan nama Sultan Makmun Al Rasyid. 19. 1697 Universitas Islam Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat, menjadi pusat pengembangan Islam syiah dengan tokoh Syekh Burhanuddin. Pengaruh universitas ini sampai ke tanah Natal, Singkuang, teluk Sibolga dan Barus. Sumatera Barat menjadi tujuan mencari ilmu pengetahuan bagi orangorang Batak 20. 1804-1807 Dominasi sistem pendidikan berbasis syiah yang sedikit dicampur dengan faham syafii dan hanafi mendapat kompetisi dari mazhab hambali yang muncul di Sumatera Barat dengan gerakan padrinya. 21. 1873 Sebuah mesjid di Tarutung, Silindung, dirombak oleh Belanda. Haji-haji dan orang-orang Islam, kebanyakan, dari marga Hutagalung, diusir dari tanah leluhur dan pusaka mereka di Lembah Silindung. Belanda melakukan pembersihan etnis, terhadap muslim Batak. 22. 1912 Perkembangan Islam, yang tidak diperbolehkan Belanda untuk mengecap pendidikan, walau paska kebijakan balas budi, kemudian bangkit mendirikan Perguruan Mustofawiyah. Disinyalir sebagai sekolah pribumi pertama di tanah Batak yang sudah modern dan sistematis. Peran mazhab syafii mulai terlihat. Haji Mustofa Husein Purba Baru, dari marga Nasution, merupakan penggagas perguruan ini. Dia, yang dikenal sebagai Tuan Guru, merupakan murid dari Syeikh Muhammad Abduh, seorang reformis dan rektor Universitas Al Azhar. Lulusan perguruan Musthofawiyah ini kemudian menyebar dan mendirikan perguruan-perguruan lain di berbagai daerah di Tanah Batak. Di Humbang Hasundutan di tanah Toba, alumnusnya yang dari Toba Isumbaon mendirikan Perguruan Al Kaustar Al Akbar pada tahun 1990-an setelah mendirikan perguruan lain di Medan tahun 1987. Daerah Tatea Bulan di Batak Selatan merupakan pusat pengembangan Islam di Sumut. Pada tahun 1928, di tanah Batak selatan mulai memodernisasi sistem pendidikan oleh para sarjana Batak yang belajar dari berbagai universitas di luar negeri. Di antaranya Maktab Ihsaniyah di Hutapungkut Kotanopan oleh Muhammad Ali bin Syeikh Basyir. Maktab merupakan transformasi partungkoan, sebuah sistem pendidikan tradisional Batak yang berubah menjadi sikola arab dan madrasah di era berikutnya. (lihat: Pesantren Musthofawiyah Purba Baru Mandailing, Dr. H. Abbas Pulungan, Cita Pustaka Media Bandung, 2004).

Para lulusan Maktab Islamiyah Tapanuli mendirikan Debating Club pada tahun 1928. Dua tahun kemudian anggota Debating Club ikut serta dalam mendirikan Jamiatul Washliyah sebuah organisasi pendidikan dan sosial di Sumatera Utara. Diniyah School didirikan di Botung Kotanopan tahun 1928 oleh sarjana Batak lainnya, Haji Fakhruddin Arif. Berikutnya berdiri Madrasah Islamiyah di Manambin Kotanopan tahun 1928 oleh Tuan Guru Hasanuddin. 23. 1929 Madrasah Subulussalam berdiri di Sayur Maincat Kotanopan pada tahun 1929 oleh Haji Muhammad Ilyas. Berikutnya Madrasah Syariful Majalis di Singengu Kotanopan pada tahun 1929 oleh Haji Nurdin Umar. Di Hutanamale, Maga, Kotanopan Syeikh Juneid Thala mendirikan sebuah Madrasah Islamiyah pada tahun yang sama. 24. 1930 Orang-orang Batak mendirikan Jamiatul Washliyah pada tanggal 30 November 1930. Sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan agama dalam arti yang luas. Organisasi ini memakai mazhab syafii. Nama Jamiatul Washliyah berarti perkumpulan yang hendak menghubungkan. Menurut Muhammad Junus, tokoh paling penting dalam organisasi ini, nama Jamiatul Washliyah dihubungkan dengan keinginnan untuk menghubungkan manusia dengan Tuhannya, menghubungkan antar sesame manusia, menghubungkan suku dengan suku antara bangsa dengan bangsa dan lain sebagainya. Lihat Peringatan Al Djamiatul Washliyah 1/4 abad hal 4142; Nukman Sulaiman dalam Al Washliyah I, hal. 5. Tiga tokoh penting dalam organisasi Al Washliyah adalah Abdurrahman Syihab, seorang organisatoris yang dapat menghimpun khalayak ramai, Udin Syamsuddin, seorang yang ahli administrasi dan Arsyad Thalib Lubis, mufti organisasi. 25. 1933 Pembentukan komisi yang bertugas mengadakan inspeksi ke sekolah-sekolah Alwashliyah untuk standarisasi mutu. Didirikan juga sebuah lembaga pendidikan yang besar di Tapanuli Selatan. 26. 1934 Penyusunan peraturan yang mengatur hubungan antar sekolah di Alwashliyah. 27. 1935 Pada tahun ini Madrasah Mardiyatul Islamiyah didirikan di Penyabungan oleh Syeikh Jafar Abdul Qadir. Sebelumnya, sejak tahun 1929, madrasah ini dikenal dengan nama madrasah mesjid karena kegiatan pendidikannya dilakukan di sekitar sebuah mesjid sebelum dimodifikasi menjadi sistem madrasah. 28. 1936 Orang-orang Batak mendirikan Fond atau Yayasan untuk mengirimkan beberapa generasinya, khususnya yang di Alwashliyah, ke Mesir 29. 1937 Jamiatul Washliyah memberikan perhatian khusus pada pemahaman Islam khusunya mereka yang belum beragama. Di Porsea didirikan HIS. Melalui lembaga Zending Islam perkumpulan ini berinisiatif untuk berdakwah ke seluruh Indonesia. 30. 1940 Modernisasi pendidikan Islam Batak, khususnya yang di Alwashliyah dengan menyusun peraturan pusat untuk mengadakan ujian dan pemberian ijazah yang dikeluarkan kantor pusat di medan. 31. 1945

Sistem pendidikan modern diterapkan di tanah Batak. Banyak madrasah dan tempat pengajian tradisional diubah menjadi tsanawiyah dan aliyah dibawah departemen agama. Negatifnya adalah, institusi pendidikan di tanah Batak menjadi kerdil. Institusi yang bermutu yang lulusannya bisa ditandingkan dengan lulusan universitas modern akhirnya hanya diakui sebagai lulusan madrasah aliyah yang pengakuannya sangat minimal di tengah-tengah masyarakat. Banyak desa-desa di tanah Batak (khususnya yang utara) ditinggalkan oleh penduduknya yang muslim karena ketiadaan regenerasi kalangan pendidik BAB III KESIMPULAN Mudahnya seseorang memeluk Islam , menjadikan? Islam cepat tersebar ke seluruh Nusantara. Pendidikan di peradaban Batak? bukanlah sesuatu yang baru. Institusi partungkoan bisa dikatakan sebuah media yang sudah dikenal sejak dahulu kala sebagai cara untuk meneruskan ilmu pengetahuan dan sarana pengembangan sosial bagi generasi muda berikutnya. ? Seperti diketahui, ada dua aliran besar yang pernah memasuki tanah Batak. Pertama adalah kalangan Sunni dengan empat mazhabnya: Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi. Namun nampaknya pengaruh mazhab maliki tidak terlalu nampak dalam kedudayaan Islam di tanah Batak. Satu aliran lain adalah dari golongan syiah yang sudah dianggap sesat oleh Ulama Arab Saudi dan MUI akan tetapi ternyata paling kuat menancapkan pengaruhnya di tanah Batak. Orang-orang Batak? mendirikan Jamiatul Washliyah pada tanggal 30 November 1930. Sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan agama dalam arti yang luas. Organisasi ini memakai mazhab syafii. Pembentukan komisi yang bertugas mengadakan inspeksi? ke sekolah-sekolah Alwashliyah untuk standarisasi mutu. Didirikan juga sebuah lembaga pendidikan yang besar di Tapanuli Selatan. Orang-orang Batak? mendirikan Fond atau Yayasan untuk mengirimkan beberapa generasinya, khususnya yang di Alwashliyah, ke Mesir Modernisasi pendidikan Islam Batak, khususnya? yang di Alwashliyah dengan menyusun peraturan pusat untuk mengadakan ujian dan pemberian ijazah yang dikeluarkan kantor pusat di medan. Sebuah mesjid di? Tarutung, Silindung, dirombak oleh Belanda. Haji-haji dan orang-orang Islam, kebanyakan, dari marga Hutagalung, diusir dari tanah leluhur dan pusaka mereka di Lembah Silindung. Belanda melakukan pembersihan etnis, terhadap muslim Batak. DAFTAR REFERENSI Referensi Utama : http://infokito.net/go.php?http://varhand.wordpress.com/2007/04/05/sejarah-pendidikan-islambatak/ Referensi Lain : Aksum, Madrasah : Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. Noer, Deliar A., Administrasi Islam di Indonesia, Jakarta : CV. Rajawali, 1983. Steenbrink, Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta : PT. Pustaka LP3ES, 1994. Tim Penyusun Departemen Agama, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : DEPAG RI, 1986

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1968. Jul 21

Pendidikan Sebelum Tahun 1965


pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Jika kita bicara dengan arah pembangunan masyarakat, maka disini sudah melibatkan sisi politis pendidikan. Karena kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan politis tertentu, maka sangat wajar jika ada istilah ganti menteri ganti kurikulum, ganti rezim ganti kurikulum, bahkan Bush Jr. mengucurkan dana miliyaran dollar untuk membujuk pesantrren-pesantren di Indonesia agar tidak berpresepsi buruk terhadap orang Kafir dan mengkerdilkan Jihad, lewat perubahan kurikulum pesantren atau yang disebut moderenisasi kurikulum pesantren. Melalui paparan berikut ini, kita akan membuktikan bahwa pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan sangat dipengaruhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan rezim yang berkuasa. Dan melalui makalah ini pula kami pemakalah yakin bahwa keadaan kurikulum sudah dapat mewakili perkembangan pendidikan yang ada pada saat itu. BAB II PENDIDIKAN SEBELUM TAHUN 1965 (ORDE BARU) Tahun 1945 sampai 1965 adalah periode perjuang melepaskan diri secara penuh dari jerat kolonial. Terdapat masa di mana kompromi yang dilakukan oleh para pimpinan republik menimbulkan ketidakpuasan pada golongan radikal (1945-1951). Kemudian berubah, ke suatu garis anti imperialisme yang lebih tegas (1952-1965). Masa sebelum 1951 adalah masa pergolakan fisik, yang memberikan pelajaran-pelajaran penting kepada rakyat. Menjelang 1965, polarisasi politik melahirkan dua kubu dalam pergerakan. Kubu pertama berada di sisi kiri, dengan garis politik anti imperialisme, sedangkan kubu yang lain berada di sisi kanan, dengan garis politik pro imperialisme. terutama untuk kalangan pemudanya, dikarenakan mimpi tentang demokrasi dan liberalisasi. Kedua kubu gerakan ini menjalankan aktivitas pendidikan pada rakyat. Namun polarisasi politik tersebut semakin menunjukkan pembesaran pada kubu kiri, sedang dukungan massa terhadap kubu kanan semakin berkurang. Dalam pemilu 1955 Partai Komunis Indonesia (sebagai motor dari kubu kiri) menempati peringkat empat secara nasional. Berikutnya, dalam pemilu lokal tahun 1962, PKI berhasil memenangkan mayoritas suara di daerah Jawa, kecuali di Jawa Barat dan DKI Jakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sumateri Barat. Semangat dari pendidikan gerakan saat itu sesuai dengan garis politik setiap kubu gerakan yang didominasi oleh kubu kiri yang terdiri dari PKI dan Nasionalis/Soekarnois Kiri.

Kembali ketika setelah Indonesia merdeka. Dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi (2004 dan 2006). A. Rencana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja. Struktur program Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana Pelajaran 1947 adalah sebagai berikut: No Mata Pelajaran Kelas 123456 1. B. Indonesia - - 8 8 8 8 2. B. Daerah 10 10 6 4 4 4 3. Berhitung 6 6 7 7 7 7 4. Ilmu Alam - - - - 1 1 5. Ilmu Hayat - - - 2 2 2 6. Ilmu Bumi - - 1 1 2 2 7. Sejarah - - - 1 2 2

8. Menggambar - - - - 2 2 9. Menulis 4 4 3 3 - 10. Seni Suara 2 2 2 2 2 2 11. Pekerjaan Tangan 1 1 2 2 2 2 12. Pekerjaan kepurtian - - - 1 2 2 13. Gerak Badan 3 3 3 3 3 3 14. Kebersihan dan kesehatan 1 1 1 1 1 1 15. Didikan budi pekerti 1 1 2 2 2 3 16. Pendidikan agama - - - 2 2 2 JUMLAH 28 28 35 38 40 41 B. Kurikulum 1964 Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960. Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Struktur program berdasarkan kurikulum ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: No Mata Pelajaran Kelas 123456 I Pengembangan Moral 1. Pendidikan kemasyarakatan 1 2 3 3 3 3 2. Pendidikan agama/budi pekerti 1 2 2 2 2 2 II Perkembangan kecerdasan 3. Bahasa Daerah 9 8 5 3 3 3 4. Bahasa Indonesia - - 6 5 8 8 5. Berhitung 6 6 6 6 6 6 6. Pengetahuan alamiah 1 1 2 2 2 2 III Pengembangan emosional/artistik 7. Pendidikan kesenian 2 2 4 4 4 4 IV Pengembangan keprigelan

8. Pendidikan keprigelan 2 2 4 4 4 4 V Pengembangan jasmani 9. Pendidikan jasmani/Kesehatan 3 3 4 4 4 4 Jumlah 25 26 36 36 36 36 BAB III KESIMPULAN 1. Bahwa pendidikan menjadi media bagi pergerakan untuk mentransformasikan kesadaran politik. Hal ini adalah suatu bentuk perlawanan terhadap konsep pendidikan yang diberikan oleh penguasa pada periode tertentu yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. 2. Oleh karena itu, pendidikan dalam pergerakan rakyat perlu dilandasi pada kondisi obyektif yang melatarinya. 3. Bahwa perkembangan pendidikan dalam pergerakan adalah sesuatu yang dialektis, atau saling mempengaruhi. Pasang-surut gerakan berpengaruh terhadap efektivitas penyebaran ide pembebasan rakyat. Demikian juga pendidikan politik yang disampaikan secara meluas kepada rakyat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan sosial dan politik. 4. Bahwa dalam situasi politik tertentu, massa rakyat memperoleh bekal pendidikan dari dinamika obyektif yang terjadi. Dalam situasi semacam ini, efektivitas pendidikan politik dapat lebih terasa out put-nya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penyebabnya, dalam situasi politik yang dinamis, kesadaran massa cenderung meningkat, sebagai respon terhadap tuntutantuntutan politik dari lingkungan obyektifnya. DAFTAR REFERENSI Anam, S. 2006. Sekolah Dasar Pergulatan Mengejar Ketertinggalan. Solo: Wajatri. h. 113-148 Pikiran Rakyat. 2006. Kurikulum 2006 Pangkas 100-200 Jam Pelajaran. [on line] http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/08/0701.htm Sanjaya, W. (2007) Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI. Soenarta, N. (2005). Biaya Pendidikan di Indonesia: Perbandingan pada Zaman Kolonial Belanda dan NKRI. [on line] http://www.kompas.com/kompascetak/0408/05/pddkn/1190238.htm Jul 21

Pendidikan Islam
konsep pendidikan islam khairuddin, pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN Pada masa klasik Islam , masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan bervariasi dibandingkan fungsinya yang sekarang. Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam . Lebih dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan semenjak masa paling awal Islam . Masjid pula yang menjadi pilar utama pembangunan

peradaban pada suatu negeri. Inilah yang dicontohkan Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan kakinya di Madinah. Praktek Rasulullah ini menjadi panutan bagi khalifah dan penguasa muslim sesudahnya. Pembangunan masjid terus berkembang di daerah-daerah kekuasaan Islam . Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja dilakukan penguasa resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan swadaya masyarakat. Jumlah masjid terus bertambah sejalan dengan meluas dan majunya peradaban Islam . Tidak mengherankan bila pada abada ke-3 / 9 H, menurut catatan al-Yaqubi, kota Baghdad saja memiliki tidak kurang dari 3000 masjid. Di pihak lain pengelana terkenal, Ibnu Zaubair (w. 614 H/1217 M) memperkirakan bahwa kota Alexandria (Iskandariyah) mempunyai sekitar 12.000 masjid. Al-Nuaymi, sarjana Damaskus yang hidup pada abad ke-10 H/16 M, dalam bukunya ia mencatat di Damaskus jumlah masjid saat itu ada 500. Observasi para sarjana tersebut menunjukkan betapa banyaknya jumlah masjid di masa-masa awal kejayaan Islam , dan dalam konteks ini berarti semaraknya pendidikan Islam di lakukan dalam masjid-masjid tersebut. Barangkali di tengah bayangan devinisi pendidikan modern, orang bisa saja meragukan apakah pada periode paling awal ini kita telah bisa menganggap masjid sebagai lembaga pendidikan. Tapi sejarah membuktikan bahwa fungsi akademis masjid berkembang cukup pesat. Pada masa Umar bin Khattab kita bisa menjumpai tenaga-tenaga pengajar yang resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di masjid-masjid, seperti di Kufah, Bashrah dan Damaskus. Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan lembaga pendidikan berjalan secara harmonis, paling tidak dalam beberapa abad. Pada umumnya masjid dibangun sebagai tempat ibadah, dengan fungsi akademis sebagai fungsi sekunder. Kemudian, tak jarang masjid di bangun dengan niat awal sebagai lembaga pendidikan dengan tidak mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah, dengan bukti ada masjid yang diberi nama dengan nama-nama sarjana yang biasa mengajar didalamnya, seperti Masjid al-Syafii, Masjid al-Syarqamani dan Masjid Abu Bakar al-Syami. BAB II PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA Pada hakekatnya, masjid memiliki potensi untuk menjadi pusat pendidikan dan peradaban. hal ini tercermin dalam tata ruang daerah, desa atau kota masyarakat muslim, seperti banyak diketemukan di Indonesia. Di beberapa daerah, masjid selalu diketemukan di pusat-pusat kota, mendampingi bangunan pusat pemerintahan, menghadap lapangan luas atau alun-alun. Mudahnya seseorang memeluk Islam , menjadikan Islam cepat tersebar ke seluruh Nusantara. Banyak orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam namun memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu, memerintahkan anak-ankanya untuk pergi ke surau atau langgar untuk mengaji pada seorang guru ngaji atau guru agama. Bahkan ada pada masyarakat yang kuat religiusitanya ada suatu tradisi yang mewajibkan anak-anak yang berumur 7 tahun meninggalkan rumah dan ibunya, kemudian tinggal di surau atau langgar untuk mengaji pada guru agama. Memang pada mulanya, pendidikan Agama Islam di surau, langgar atau masjid masih sangat sederhana. Modal pokok yang mereka miliki hanya semangat menyiarkan agama bagi yang telah memiliki ilmu agama dan semangat menuntut ilmu bagi anak-anak. Mereka yang mengajar di masjid-masjid itu tanpa diangkat oleh siapapun. Banyak daerah di Indonesia, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran. Bahkan di Minangkabau, masjid menduduki tempat penting dalam struktur sosial dan keagamaan masyarakat. Karena itu surau yang bentuknya lebih kecil dari masjid menjadi

penting pula bagi kehidupan masyarakat Minang. Fungsinya sebagai tempat penginapan anakanak bujang tidak berubah, lalu fungsi tersebut diperluas menjadi tempat pengajaran dan pengembangan ajaran Islam , menjadi tempat mengaji, belajar agama dan tempat upacaraupacara yang berkaitan dengan agama. Kehadiran surau dalam masyarakat Minangkabau yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam semacam pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi surau dalam masyarakat Minangkabau. Ini pertama dirintis oleh Syekh Burhanuddin (1066 1111 H / 1646 1691 M) di Ulakan, Pariaman. Di surau inilah Syekh Burhanuddin melakukan pengajaran Islam dan mendidik beberapa ulama yang menjadi kader dalam pengembangan ajaran Islam selanjutnya di tanah Minang. Salah seorang murid Syekh Burhanuddin yang paling terkenal adalah Tuanku Mansiang Nan Tuo, mendirikan surau pula di kampungnya, Paninjuan. Setelah kerajaan Islam jatuh dan kaum Paderi dipatahkan oleh penjajah Belanda, maka mulailah pendidikan dan pengajaran Islam memudar. Meskipun demikian, pendidikan Islam di surausurau dan di masjid-masjid tetap tegak dan tak pernah mati, walaupun pemerintah Belanda telah mendirikan beberapa sekolah sebagai saingan dari suaru-surau itu. Pasca kemerdekaan, masjid-masjid di pedesaaan berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, belajar membaca al-Quran bagi anak-anak dan memperingati hari-hari besar Islam . Di daerah perkotaan, fungsi masjid menjadi semakin luas. Masjid digunakan sebagai tempat pembinaan generasi Islam , ceramah dan diskusi keagamaan serta perpustakaan. A. Sistem pendidikan Islam di Masjid Sistem pengajaran di masjid, sering memakai sistem halaqah, yaitu guru membaca dan menerangkan pelajaran sedangkan siswa mempelajari atau mendengar saja, hampir mirip dengan sistem klasikal yang berlaku sekarang. Salah satu sisi baik dari sistem halaqah ialah pelajarpelajar diminta terlebih dahulu mempelajari sendiri materi-materi yang akan diajarkan oleh gurunya, sehingga seolah-olah pelajar meselaraskan pemahamannya dengan pemahaman gurunya tentang maksud dari teks yang ada dalam sebuah kitab. Sistem ini mendidik palajar belajar secara mandiri. Adapun metode yang digunakan adalah metode bandongan atau sorogan. metode bandongan adalah metode dimana seorang guru membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah murid yang masing-masing memegang kitab yang serupa, mendengarkan dan mencatat keterangan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab tersebut pada lembaran kitab atau pada kertas catatan yang lain. Sedagkan metode sorogan merupakan metode dimana santri menyodorkan sebuah kitab dihadapan gurunya, kemudian guru memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghafalkannya, dan pada jenjang berikutnya bagaimana menterjemahkan serta menafsirkannya. B. Pasang Surut Pendidikan Islam Surau, langgar atau masjid merupakan embrio berdirinya pondok pesantren dan pendidikan Islam formal yang berbentuk madrasah atau sekolah agama. Mulanya adalah adanya dorongan dari para pengajar untuk lebih mengintensifkan pendidikan agama pada anak-anak. Maka sang guru atau kyai dengan bantuan masyarakat memperluas bangunan disekitar surau, langgar, atau masjid untuk tempat mengaji sekaligus sebagai asrama bagi anak-anak. Maksudnya agar anak-anak tidak perlu bolak-balik ke rumah orang tua mereka. Anak-anak tinggal bersama di tempat itu bersama kyainya. Sistem pendidikan pada pondok pesantren ini masih sama seperti sistem pendidikan di surau, langgar, atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama. Perkembangan berikutnya, sistem pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan zaman dan pergeseran kekuasan di Indonesia. Kejayaan Islam yang mengalami

kemundurun sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit kembali dengan munculnya gerakan pembaharuan Islam. Sejalan dengan itu pemerintah kolonial mulai memperkenalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur, ini mulai menarik minat kaum muslimin untuk mengikutinya. Oleh karena itu, sistem pendidikan Islam di surau, langgar, masjid dan di tempat lain yang sejenis, dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu diperbaharui dan disempurnakan. Realisasi dari keinginan-keinginan ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa penyelenggaraan pendidikan menurut sistem sekolah seperti sistem Barat akan membawa hasil yang lebih baik. Maka mulailah diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang selama ini berjalan. Kemudian pendidikan Islam di surau, langgar, masjid dan tempat yang lainnya dikembangkan menjadi madrasah, pondok pesantren dan lembagalembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan. Walaupun demikian, keberadaan masjid sebagai tempat awal pengembangan pendidikan Islam sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Masjid masih banyak digunakan untuk tempat mengaji al-Quran, Taman pendidikan al-Qur;an, kajian-kajian ke-Islam-an, dan kegiatan penyiaran ajaran Islam lainnya. Saat ini, masjid lebih dikembangkan, diberdayakan dan didayagunakan oleh umat Islam sebagai sarana pendidikan nonformal, yang mewadahi masalah pendidikan yang tidak bisa dilaksanakan di lembaga-lembaga formal. Keinginan kuat dalam membangun kembali fungsi masjid yang sebenarnya, mulai tumbuh dan mencari bentuk yang paling sesuai, terutama dalam bidang pendidikan, dengan tetap memperhatikan dinamika kehidupan Islam di Indonesia. C. Masjid sebagai Pusat Pendidikan Islam di Indonesia Dalam hubungannya dengan pengembangan pendidikan Islam di Indonesia, sejak awal penyebaran Islam , masjid telah memegang peranan yang cukup besar. Kedatangan orang-orang Islam ke Indonesia yang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang, mereka hidup berkelompok dalam beberapa tempat, yang kemudian tempat-tempat yang mereka tempati tersebut menjadi pusat-pusat perdagangan. Di sekitar pusat-pusat dagang itulah, mereka biasanya membangun sebuah tempat sederhana (masjid), dimana mereka bisa melakukan shalat dan kegiatan lainnya sehari-hari. Memang tampaknya tidak hanya kegiatan perdagangan yang menarik bagi penduduk setempat. Kegiatan para pedagang muslim selepas dagangpun menarik perhatian masyarakat. Maka sejak itulah pengenalan Islam secara sistematis dan berlangsung di banyak tempat. Awal penyebaran Islam tidak bisa terlepas dari jasa besar masjid, yang menjadi tempat bertemunya ulama dengan masyarakat umum. Keterlibatan dua pihak yang saling bersepakat untuk bertemu di sebuah tempat yang bernama masjid. Masjid sangat diperlukan, mengingat tidak ada tempat yang lebih memadai dalam mewadahi proses itu. Bahkan dimasa lampau sebelum dikenalnya sekolah dan lembaga lainnya, masjid itulah merupakan satu-satunya pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk pedesaaan. Generasi awal muslim Indonesiapun, mulai dirintis melalui proses pendidikan Islam di masjid. Merekalah yang nantinya membuka jalan baru dalam membentuk masyarakat muslim di Indonesia dan menyebar sampai seluruh pelosok tanah air hingga terbentuknya kerajaan Islam di Indonesia. Pada masa kerajaan Islam , para sultan memberikan dukungan yang sangat besar terhadap pengembangan masjid sebagai pusat pendidikan. Di jawa, Sultan Demak memerintahkan pembangunan masjid agung yang menjadi pusat keilmuan kerajaan di Bintara, kemudian dukungan kepada para wali yang bertanggung jawab terhadap kehidupan agama Islam di Demak

dengan pusat kegiatannya di Masjid Agung Demak. Dari masjid itulah para wali merencanakan, mendiskusikan dan membahas perkembanganIslam di Jawa, dan pada akhirnya mereka berhasil mengislamkan Pulau Jawa. Di Kutai, Sultan mendirikan masjid yang dijadikan sebagai tempat terhormat untuk menjadi tempat pendidikan dari kalangan bawah sampai atas, termasuk dari kalangan keluarganya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa masjid benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi seluruh rakyat Kutai dan sekitarnya untuk pengembangan pendidikan Islam . Di Aceh, masjid dibangun dengan megah dan dijadikan tempat mendidik masyarakat kesultananan Aceh. Kehidupan masyarakat Aceh menjadi sangat baik dan damai, mereka sangat mencintai ilmu pengetahuan dan agama Islam . Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan agama yang begitu kuat merupakan landasan untuk memahami kehidupan yang serba ibadah ini. Kecintaan ini kemudian dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, termasuk penghormatan terhadap diri alim ulama, ahli-ahli ilmu agama, kesediaan untuk berkorban, bekerja keras untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan kesediaannya untuk mengembangkannnya dalam lembaga yang sama tanpa memperdulikan hambatan dan rintangan yang bakal terjadi. Maka Aceh menjadi daaerah yang terkenal dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Di Minangkabau, pola pendidikan Islam tersebar dalam surau-surau, masjid berukuran kecil. Kehadiran surau sebagai lembaga pendidikan Islam semacam pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi surau dalam msayarakat Minangkabau. Pola pendidikan semacam ini terus berkembang sampai sekarang. Dalam perkembanganselanjutnya, masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran secara informal maupun nonformal ini ternyata memberikan hasil yang cukup gemilang, yakni tersebarnya ajaran Islam keseluruh pelosok tanah air. Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam sistem pendidikan Islam di masjid, yaitu: a. Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak diangkat oleh siapapun. b. Mata pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Quran dan alSunnah, namun dalam perkembanganberikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir, fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya. c. Siswa atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam , tidak dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan. d. Sistem pengajaran yang dilakukan memakai sistem halaqah. e. Metode pengajaran yang diterapkan memakai 2 metode, yakni metode bandongan dan metode sorogan f. Waktu pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya banyak dilakukan di sore hari atau malam hari, karena waktu tersebut tidak mengganggu kegiiatan sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang. E. Masjid sebagai Lembaga Awal pendidikan Islam di Indonesia Proses pendidikan Islam yang berlangsung di masjid sangat dirasakan oleh masyarakat muslim, maka tidak mengherankan apabila mereka menaruh harapan besar kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun masyarakat muslim yang lebih baik. Mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan yang diperlukan masyarakat. namun karena terbatasnya tempat, mulai dirasakan tidak dapat menampung animo masyarakat yang ingin belajar. Maka dilakukanlah pengembangan-pengembangan hingga berdirilah pondok pesantren. Pondok pesantrenpun tidak bisa dipisahkan dari masjid, karena masjid menjadi bagian yang

pokok yang menghidupkan pondok pesantren. Pada umumnya dimana ada pondok pesantren pasti didalamnya terdapat masjid. Masjidlah yang tetap memberikan nuansa religius/ruh bagi kelangsungan pondok pesantren. Di lain pihak, Sistem pendidikan Agama Islam mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasan di Indonesia. Pada zaman kekuasaan kolonial, tidak cukup kesempatan-kesempatan bagi perkembangnya sebuah sistem pendidikan Islam . Pada zaman itu lembaga-lembaga dan simbol pendidikan Islam terbatas pada langgar, masjid, pondok pesantren dan madrasah saja. Hanya inilah sebagai sarana sistem pendidikan yang dikenalkan oleh pemerintah kolonial, yang bersifat formal dan sistematis. Akibatnya banyak model-model pendidikan tersebut mengalami penyempitan dan penyusutan, atau ada pula yang berubah menyesuaikan dan menyempurnakan sistem yang berlaku. Walaupun demikian, pengembangan pendidikan Islam yang bersifat nonformal, seperti di surau, langgar dan masjid tetap berjalan sampai sekarang. Karena sebenarnya, timbulnya pendidikan formal dalam bentuk sekolah-sekolah di dunia Islam , termasuk di Indonesia adalah pengembangan semata-mata dari sistem pengajaran dan pendidikan yang berlangsung di masjidmasjid, yang didalamnya dilengkapi dengan sarana-sarana untuk memperlancar pendidikan dan pengajaran. Kemudian kenyataan membuktikan, bahwa tujuan pendidikan memang tidak mungkin dapat dicapai sepenuhnya dengan melalui berbagai kegiatan di sekolah dan pendidikan informal di lingkungan keluaraga. Akan tetapi sebagian tujuan pendidikan itu dapat dipenuhi dengan berbagai bentuk kegiatan pendidikan nonformal. Bagi masyarakat Indoneisa umumnya dan terutama di daerah pedesaan, ternyata pendidikan nonformal mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan sempurna. Lingkungan masjid yang kemudian berkembang menjadi ponsok pesantren, dilengkapi dengan madrasah, merupakan lembaga pendidikan yang menjelma menjadi pusat pendidikan yang sangat penting di Indonesia. F. Pendidikan Islam Melalui Langgar, Pesantren dan Madrasah Secara umum, pendidikan Islam di masa pra kemerdekaan ini dapat diikhtisarkan mengambil bentuk sebagai berikut: (1) Langgar. Dikelola seorang amil, modin atau lebai yang berfungsi sebagai guru agama sekaligus pemimpin ritual keagamaan di masyarakat. Materi ajar bersifat elementer. Metode pembelajaran sorogan dan halaqah. Tidak ada biaya formal, seringkali hanya berupa pemberian in natura. Hubungan guru-murid umumnya mendalam dan langgeng. (2) Pesantren. Murid diasramakan di pondok yang dibangun oleh sang guru atau dengan biaya swadaya masyarakat setempat. Ada properti tanah yang dapat dikelola bersama oleh guru dan murid untuk mendanai proses pendidikan. Kekurangan biaya terkadang memaksa santri mencari dana keluar, meminta sumbangan dari umat Islam secara sukarela. Jumlah murid relatif, ada yang banyak ada juga yang sedikit. Tidak ada batasan atau penjenjangan pendidikan yang tegas. Guru tidak digaji secara formal. Murid memberi layanan kepada guru sebagai ganti biaya pendidikan seperi ikut mengelola tanah atau usaha lain milik guru. (3) Madrasah. Pola pendidikan teratur dan berjenjang. Guru menerima imbalan tunai secara tetap. Metode menjadi bersifat klasikal. Pengetahuan umum diajarkan di samping materi-materi ilmu agama.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Pendidikan Islam di Indonesia pada masa awalnya bersifat informal, yakni melalui interaksi inter-personal yang berlangsung dalam berbagai kesempatan seperti aktivitas perdagangan. Dawah bil hal atau keteladanan pada konteks ini mempunyai pengaruh besar dalam menarik perhatian dan minat seseorang untuk mengkaji atau memeluk ajaran Islam. Selanjutnya, ketika agama ini kian berkembang, di tiap-tiap desa yang penduduknya telah menjadi muslim umumnya didirikan langgar atau masjid. Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai tempat shalat saja, melainkan juga tempat untuk belajar membaca al-Quran dan ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat elementer lainnya. Metode pembelajaran adalah sorogan (murid secara perorangan atau bergantian belajar kepada guru) dan halaqah atau wetonan (guru mengajar sekelompok murid yang duduk mengitarinya secara kolektif atau bersama-sama). Mereka yang kemudian berkeinginan melanjutkan pendidikannya setelah memperoleh bekal cukup dari langgar/masjid di kampungnya, dapat masuk ke pondok pesantren. Secara tradisional, sebuah pesantren identik dengan kyai (guru/pengasuh), santri (murid), masjid, pemondokan (asrama) dan kitab kuning (referensi atau diktat ajar). Sistem pembelajaran relatif serupa dengan sistem di langgar/masjid, hanya saja materinya kini kian berbobot dan beragam, seperti bahasa dan sastra Arab, tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam, tasawuf, tarikh dan lainnya. Di pesantren, seorang santri memang dididik agar dapat menjadi seorang yang pandai (alim) di bidang agama Islam dan selanjutnya dapat menjadi pendakwah atau guru di tengah-tengah masyarakatnya. Ketika kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin memperoleh perhatian. Contoh paling menarik untuk disebutkan adalah sistem pendidikan Islam yang tampak telah terstruktur dan berjenjang di kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874). Secara formal, kerajaan ini membentuk beberapa lembaga yang membidangi masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan, yaitu: (1) Balai Seutia Hukama (lembaga ilmu pengetahuan); (2) Balai Seutia Ulama (jawatan pendidikan dan pengajaran); (3) Balai Jamaah Himpunan Ulama (kelompok studi para ulama dan sarjana pemerhati pendidikan). Adapun jenjang pendidikannya dapat disebutkan sebagai berikut: (1) Meunasah (madrasah), berada di tiap kampung. Disini diajarkan materi elementer seperti: menulis dan membaca huruf hijaiyah, dasar-dasar agama, akhlak, sejarah Islam dan bahasa Jawi/Melayu; (2) Rangkang (setingkat MTs), berada di setiap mukim. Disini diajarkan Bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab), akhlak, fikih dan lain-lain; (3) Dayah (setingkat MA), berada di setiap ulebalang. Materi pelajarannya meliputi: fikih, Bahasa Arab, tawhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid; (4) Dayah Teuku Cik (setingkat perguruan tinggi atau akademi), yang di samping mengajarkan materi-materi serupa dengan Dayah tetapi bobotnya berbeda, diajarkan pula ilmu mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin ketika memerintah kerajaan Perlak (1243-1267 M) disebutkan pernah mendirikan majelis talim tinggi, semacam lembaga pendidikan tinggi yang dihadiri oleh para murid yang sudah mendalam ilmunya untuk mengkaji beberapa kitab besar semacam al-Umm karangan Imam Syafii. Pembiayaan pendidikan pada masa- tersebut berasal dari kerajaan. Tetapi perlu dicatat disini bahwa hal ini sangat tergantung pada kondisi kerajaan dan faktor siapa

yang sedang menjadi raja. Ketika era penjajahan dimulai, pendidikan Islam tetap masih dapat berlangsung secara tradisional melalui peran para guru agama baik yang berbasis di langgar atau masjid maupun yang berada di pesantren-pesantren dan madrasah. Sejarah kemudian mencatat bahwa lembagalembaga pendidikan Islam ini memberi kontribusi besar dalam kontinuitas proses islamisasi nusantara dan sekaligus membangun kesadaran dan kekuatan resistensi kultural dan politik terhadap penjajahan asing. Inilah pendidikan Islam yang mesti kita tiru, sesuai dengan pepatah Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya. Langgar, pesantren madrasah adalah sarana pendidikan juga dan Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi. Semua itu adalah diluar sekolah DAFTAR REFERENSI Aksum, Madrasah : Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. Noer, Deliar A., Administrasi Islam di Indonesia, Jakarta : CV. Rajawali, 1983. Steenbrink, Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta : PT. Pustaka LP3ES, 1994. Tim Penyusun Departemen Agama, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : DEPAG RI, 1986 Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1968. Jul 21

Pendidikan di Masa Kerajaan Hindu-Budha


pendidikan seumur hidup khairuddin No Comments BAB I PENDAHULUAN Agama Hindu-Budha tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi kita, karena kedua agama tersebut mempengaruhi perkembangan awal sejarah Indonesia. Agama Hindu merupakan suatu kepercayaan yang diciptakan oleh bangsa Arya yaitu bangsa pengembara dari utara yang masuk ke India melalui celah Kaibar dan menduduki lembah sungai Gangga dan Yamuna. Bangsa Arya mendesak bangsa Dravida. Agama Hindu bersifat polytheisme dengan dewa utamanya Trimurti yang terdiri dari Brahma, Wisnu dan Syiwa. Adapun kitab sucinya adalah Weda. Sedangkan agama Budha muncul setelah agama Hindu. Awalnya hanya sebagai suatu ajaran dalam rangka mencari kebenaran yang dilakukan pertama kali oleh Sidharta. Sidharta adalah putra mahkota dari Kerajaan Kapilawastu yang merupakan putra raja Sudhodana dan putri Maya, kemudian ia mengemban menjadi cakyamuni (pendeta) sampai menerima wahyu yang berupa kesadaran akan penderitaan dan cara menindas penderitaan tersebut. Dalam hal ini Sidharta dianggap sebagai Budha Gautama. Budha sebagai suatu ajaran dapat berkembang menjadi suatu agama dengan kitab sucinya

Tripitaka (tiga keranjang) yang menggunakan bahasa Pali bahasa rakyat Magadha. Untuk selanjutnya agama Budha berkembang menjadi dua aliran yaitu aliran Mahayana (kendaraan besar) dan aliran Hinayana (kendaraan kecil). Kemudian kedua agama yaitu Hindu-Budha tersebut berkembang keberbagai negara di Asia Timur maupun Asia Tenggara termasuk ke Indonesia yang akhirnya mempengaruhi kebudayaan Indonesia begitu juga dengan pendidikan yang di ajarkan agama Hindu Budha. BAB II PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI ZAMAN HINDU BUDHA DAN PRASEJARAH A. Pendidikan di Zaman Hindu Budha Pembahasan sejarah Hindu-Budha di Indonesia akrab diawali dari kemunculan beberapa kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutei (Kalimantan) dengan rajanya Mulawarman, putra Aswawarman atau cucu Kundung(ga). Di Jawa Barat muncul Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Pada masa itu, eksistensi pulau Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara asal Alexandria Yunani) dalam catatannya dengan sebutan Yabadiou dan demikian pula dalam epik Ramayana eksistensinya dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa. Ptolomeus juga sempat menyebut tentang Barousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien (pengembara asal China) dalam perjalanannya dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang menurutnya telah banyak para brahmana (Hindu) tinggal di sana. Maka tidak berlebihan jika Lee Kam Hing kemudian menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan telah ada di Indonesia sejak periode permulaan. Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama. Menurut catatan I-Ching, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada abad ke-7 M ia mendapati banyak sekali kuil-kuil Budha dimana di dalamnya berdiam para cendekiawan yang mengajarkan beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja menjadi pusat transmisi etika dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu pengetahuan. Lebih dari seribu biksu Budha yang tinggal di Sriwijaya itu dikatakan oleh I-Ching menyebarkan ajaran seperti yang juga dikembangkan sejawatnya di Madhyadesa (India). Bahkan, di antara para guru di Sriwijaya tersebut sangat terkenal dan mempunyai reputasi internasional, seperti Sakyakirti dan Dharmapala. Sementara dari pulau Jawa muncul nama Djnanabhadra. Pada masa itu, para peziarah Budha asal China yang hendak ke tanah suci India, dalam perjalanannya kerap singgah dulu di nusantara ini untuk melakukan studi pendahuluan dan persiapan lainnya. Sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India. Disini, kedua agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan ada kecenderungan syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu bait syair Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit Bhinneka Tunggal Ika, yakni dewa-dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya adalah satu (tunggal). Sekalipun demikian, patut diketahui sempat adanya sejarah konflik politik antar kerajaan yang berbeda agama pada masa-masa permulaannya. Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika

itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang diskusi dan seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha membaur dengan unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu pemerintahan, tata negara dan hukum. Beberapa karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157), Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri, 1125), Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh, Smaradhahana karya Mpu Dharmaja (Kediri, 1125), Negara Kertagama karya Mpu Prapanca (Majapahit, 1331-1389), Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid), Sotasoma karya Mpu Tantular, dan Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri hingga Majapahit). Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jadi secara umum dapatlah disimpulkan bahwa: (1) Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi; (2) Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain; (3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guru-guru tertentu; (4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing. B. Pendidikan di Kerajaan Hindu-Budha 1. Sriwijawa Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan social masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita ITshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti. Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Kemajuan di bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah suatu hasil perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi sejak awal pendirian Sriwijaya, raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama dan penganut agama yang taat. Sebagai penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui peninggalanpeninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang). 2. Holing ( Chopo )

Kerajaan ini ibukotanya bernama Chopo ( nama China ), menurut bukti- bukti China pada abad 5 M. Mengenai letak Kerajaan Holing secara pastinya belum dapat ditentukan. Ada beberapa argumen mengenai letak kerajaan ini, ada yang menyebutkan bahwa negara ini terletak di Semenanjung Malay, di Jawa barat, dan di Jawa Tengah. Tetapi letak yang paling mungkin ada di daerah antara pekalongan dan Plawanagn di Jawa tengah. Hal ini berdasarkan catatan perjalanan dari Cina Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Budha. Sehingga Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing sendiri memiliki seorang pendeta yang terkenal bernama Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Budha, menyebabkan seorang pendeta Budha dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu bernama Hou ei- Ning ke Holing, ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari bahasa sansekerta ke bahasa cina pada 664-665. Dengan bertambahnya populasi penduduk dan peningkatan standar pendidikan yang dipegang oleh kaum Brahmana, secara berlahan muncullah sistem birokrasi, yang tersusunn atas: hierarki abdi kerajaan, bangsawan dan tuan tanah, di masa kerajaan Hindu-Budha C. Pendidikan di Zaman pra Sejarah Seni lukis mungkin dapat mewakili pendidikan yang ada di zaman pra sejarah, lain lagi dengan piramida yang dibangun dengan arsitektur tingkat sangat tinggi. Unutk itulah disini kami selaku pemakalah mungkin hanya menjelaskan sedikit mengenai pendidikan seni lukis di zaman pra sejarah. Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan mereka. Semua kebudayaan di dunia mengenal seni lukis. Ini disebabkan karena lukisan atau gambar sangat mudah dibuat. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik. Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwimatra (dua dimensi, dimensi datar). Seiring dengan perkembangan peradaban, nenek moyang manusia semakin mahir membuat bentuk dan menyusunnya dalam gambar, maka secara otomatis karya-karya mereka mulai membentuk semacam komposisi rupa dan narasi (kisah/cerita) dalam karya-karyanya. Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan obyekobyek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari obyek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap obyeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam obyek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya. Pencitraan ini menjadi sangat penting karena juga dipengaruhi oleh imajinasi. Dalam perkembangan seni lukis,

imajinasi memegang peranan penting hingga kini. Pada mulanya, perkembangan seni lukis sangat terkait dengan perkembangan peradaban manusia. Sistem bahasa, cara bertahan hidup (memulung, berburu dan memasang perangkap, bercocok-tanam), dan kepercayaan (sebagai cikal bakal agama) adalah hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seni lukis. Pengaruh ini terlihat dalam jenis obyek, pencitraan dan narasi di dalamnya. Pada masa-masa ini, seni lukis memiliki kegunaan khusus, misalnya sebagai media pencatat (dalam bentuk rupa) untuk diulangkisahkan. Saat-saat senggang pada masa prasejarah salah satunya diisi dengan menggambar dan melukis. Cara komunikasi dengan menggunakan gambar pada akhirnya merangsang pembentukan sistem tulisan karena huruf sebenarnya berasal dari simbol-simbol gambar yang kemudian disederhanakan dan dibakukan. Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni. KESIMPULAN DAN SARAN o Agama Hindu bersifat polytheisme dengan dewa utamanya Trimurti yang terdiri dari Brahma, Wisnu dan Syiwa. Adapun kitab sucinya adalah Weda. Sedangkan agama Budha muncul setelah agama Hindu. Awalnya hanya sebagai suatu ajaran dalam rangka mencari kebenaran yang dilakukan pertama kali oleh Sidharta. o Pada masa Hindu-Budha, pendidikan lekat terkait dengan agama. Menurut catatan I-Ching, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada abad ke-7 M ia mendapati banyak sekali kuil-kuil Budha dimana di dalamnya berdiam para cendekiawan yang mengajarkan beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja menjadi pusat transmisi etika dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu pengetahuan. o Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. o Pada masa Hindu-Budha kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anakanaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guruguru tertentu. o Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan social masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan. o Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Budha. Sehingga Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. o Sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India. Disini, kedua agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan ada kecenderungan syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu bait syair Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit Bhinneka Tunggal Ika, yakni dewa-dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya adalah satu (tunggal).

DAFTAR REFERENSI http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/pendidikan-di-zaman-hindu-budha/ http://id.wikipedia.org/wiki/Hindu http://id.wikipedia.org/wiki/Buddha http://yherlanti.wordpress.com/ http://phadli23.multiply.com/journal http://sman2-pontianak.sch.id/home.php http://64.203.71.11/kompas-cetak/0408/16/utama/ http://priandoyo.wordpress.com/ http://elfarid.multiply.com/journal/item/574/Pendidikan_Adalah_Hak_Anak_Bangsa http://wewaits.wordpress.com/2008/05/03/jika-pendidikan-adalah-pilihan/ http://kawansejati.ee.itb.ac.id/perbedaan-antara-pendidikan-dan-pengajaran http://www.penulislepas.com/v2/?p=206 Previous Entries

Search

Categories
o o o o o o o o o o o o o o

adab (12) aliran sesat (11) amal sosial (1) aqidah (16) bahasa indonesia (7) bahasa Inggris (3) BIOLOGI (3) dakwah islam : khairuddin (11) Download Ruang (1) fiqih (13) fiqih kontemporer (4) FKIP b.i (1) ilmu (10) ilmu budaya dasar khairuddin (1)

o o o o o o o o o o o o o o o o o o o

khairuddin (9) konsep dasar kompter (1) konsep pendidikan islam khairuddin (2) Korupsi (5) manhaj (30) meningkatkan keterampilan bahasa yang baik dan benar khairuddin (1) pendidikan seumur hidup khairuddin (13) polusi khairuddin (1) preposition khairuddin (1) PSIKOLOGI (3) sejarah (4) stai (17) TAFSIR (3) Tazkiyatun Nufs (3) ulama (2) ulb (1) ulumul hadits (6) Uncategorized (19) uu sisdiknas (1)

Archives
o o o o o o

April 2009 February 2009 November 2008 October 2008 September 2008 August 2008

o o o o o o o o

July 2008 June 2008 May 2008 April 2008 February 2008 January 2008 December 2007 January 1970

Links
o o

WordPress.com WordPress.org

powered by Plasa.com. Theme by ndesign-studio Entries RSS Comments RSS Log in

Anda mungkin juga menyukai