Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I Pendahuluan Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.6 Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. 2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.6 Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. 8 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.7 Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.6 Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan lebih dari 500 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi

anyaman serat-serat otot serta agregasi trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua. Perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian yaitu perdarahan postpartum dini dan lanjut. Perdarahan postpartum dini adalah perdarahan yang berlebihan selama 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai, sedangkan perdarahan postpartum lanjut adalah perdarahan yang berlebihan selama masa nifas, termasuk periode 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai.8

BAB II Tinjauan Pustaka PERDARAHAN POST PARTUM 2.1. Definisi Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal1,2,3. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2. Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,4: a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer ( early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder ( late postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III. 2.2. Insidensi Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%4. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut4: - Atonia uteri 50 60 %

- Sisa plasenta 23 24 % - Retensio plasenta 16 17 % - Laserasi jalan lahir 4 5 % - Kelainan darah 0,5 0,8 % 2.3.Etiologi Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.3,4 1. Tone Dimished : Atonia uteri Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan Sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : 3,4 Manipulasi uterus yang berlebihan, General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Uterus yang teregang berlebihan : - Kehamilan kembar - Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram ) - polyhydramnion 2. Tissue:3,5 a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta c. Plasenta acreta dan variasinya. Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : - kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva ) - Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum Kehamilan lewat waktu, Portus lama Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ), Anestesi yang dalam Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ), Plasenta previa, Solutio plasenta,

( plasenta akreta perkreta ) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage. 3. Trauma 3,5 Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir a. Ruptur uterus b. Inversi uterus c. Perlukaan jalan lahir d. Vaginal hematom Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika

mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi : - Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut. - Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina. - Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina. Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.3,5 4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah3,5 Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa : Hipofibrinogenemia,

Trombocitopeni, Idiopathic thrombocytopenic purpura, HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ), Disseminated Intravaskuler Coagulation, Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.

Tabel II.I. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2 Gejala dan Tanda Penyulit - Uterus tidak berkontraksi dan Syok lembek. lahir Bekuan telentang darah atau pada posisi akan Perdarahan segera setelah anak serviks Diagnosis Kerja Atonia uteri

menghambat aliran darah keluar Darah segar mengalir segera Pucat setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Lemah Menggigil Robekan jalan lahir

Plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibatRetensio plasenta menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras traksi berlebihan Inversio tarikan uteri akibat

Perdarahan lanjutan Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksiRetensi sisa plasenta tidak lengkap tetapi tinggi fundus tidak

Perdarahan segera Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Sub-involusi uterus pada uterus Perdarahan sekunder

berkurang Neurogenik syok Pucat dan limbung

Inversio uteri

Anemia

Endometritis fragmen

atau

sisa

Nyeri tekan perut bawah dan Demam

plasenta

(terinfeksi atau tidak)

2.4. Kriteria Diagnosis1 Pemeriksaan fisik: Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus Pemeriksaan obstetri Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir Pemeriksaan ginekologi: Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta 2.5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk1,3. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal3.

10

Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan2,3.

b. Pemeriksaan radiologi Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta1,3. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya1,2,3. 2.6. Penatalaksanaan Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum9. Resusitasi cairan Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3. Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko

11

terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3. Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3. Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3. Transfusi Darah Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3. PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan

12

menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan3
(Jenis uterotonika dan cara pemberiannya)

Jenis dan Cara

Oksitosin IV: 20 U dalam 1 Dosis dan cara L larutan garam pemberian awal fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U

Ergometrin

Misoprostol

IM atau IV Oral atau rektal (lambat): 0,2 mg 400 mg

Dosis lanjutan

IV: 20 U dalam 1 Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam L larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal fisiologis dengan Bila masih 40 tetes/menit diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam

Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg (5 Total 1200 mg per hari L larutan dosis) atau 3 dosis fisiologis Nyeri kontraksi Kontraindikasi Pemberian IV Preeklampsia, atau hati-hati secara cepat atau vitium kordis, Asma bolus hipertensi

13

BAB III LAPORAN KASUS

Ny.J, 26 tahun, P2AO, Islam, Jawa, SMA, IRT , i/d Tn. I, 26 tahun, Islam, Jawa, SMA, Wiraswasta. Keluhan Utama Telaah : Keluar darah dari kemaluan : Hal ini dialami os sejak tanggal 18.8.2013,pukul 21.30 WIB. Darah keluar terus-menerus, darah segar (+), Bergumpal (+) 1-2x/ganti pembalut.Sebelumnya Os menjalani operasi SC a/I prev sc tgl 28/7/13 di RS luar. Riwayat demam (-). BAK (+) N, BAB (+) N. Riwayat Haid : menarche 14thn,teratur,5-6 hari,3-4x/ganti pembalut/hari.nyeri haid (-).Penggunaan KB (-). Riwayat Persalinan: 1.Perempuan,3000gr,SC,Dokter,RS,1thn 8bln,Sehat 2. Perempuan,3200gr,SC,Dokter,RS,21 hr,Sehat RPT RPO HPHT TTP ANC Status Presens : Sensorium Nadi Pernafasan Suhu : Compos Mentis : 100 x/menit : 20 x/menit : 36,5C Anemis Dispnoe Sianosis Ikterik Oedema : (+) : (-) : (-) : (-) : (-) Tekanan Darah : 90/40 mmHg ::::: SpOG

14

Status Obstetri : Abdomen : Soepel TFU P/V L/O ASI : 1 jari di atas pusat, kontraksi lemah : (+) merah segar, stoll cell (+) : Kering : (+)

Inspekulo : Portio licin,erosi(-),tampak darah menggenang di vagina, Dibersihkan kesan mengalir dari OUE,tidak tampak laserasi jalan lahir. Hasil USG :

E Line (+) Ukuran 0.38cm Tidak Tampak Gambaran sisa dari plasenta

15

Tampal gambaran mix Echo pada daerah bekas insisi dengan ukuran 2,53cm x 1,74cm Kesan : Imperfection wound healing.

Hasil laboratorium (19 Agustus 2013) Hb Ht Eritrosit Leukosit : 7,60 g% : 22,60 % : 2,78/ mm3 : 10,71/ mm3

Thrombosit : 280/mm3 PT INR -Control -Pasien INR APTT -Control -Pasien : 31,8 detik : 16,6 detik : 13.00 detik : 15,0 detik :1,17 detik

KGD (sewaktu) :152.00 mg/dL -Ureum -Kreatinin Natrium Kalium Klorida Diagnosa : Late PPH ec. DD/1. Luka insisi +Post SC a/i Prev. SC+ NH 25 + Anemia 2. Subinvolusi :18,20 mg/dL :0.86 mg/dL :137 mEq/L : 3,6 mEq/L : 106 mEq/L

16

Penatalaksannan : IVFD RL + oksitosin 10 IU 20gtt/i Inj Methergin 1amp/8j Inj Transamin 500 mg/8 jam Transfusi darah (PRC) (10-7,6) X 50 X 3 = 360 ml = 2 bag PRC

Rencana: Rawat Awasi VS, kontraksi uterus, perdarahan pervaginam Stabilisasi pasien . Lapor supervisor Dr.dr.Fidel Ganis Siregar MKed(OG), Sp.OG(K) ACC

Follow Up tgl 19/8/2013 KU Sensorium Nadi Pernafasan Suhu : Keluar darah dari kemaluan (+) : Compos Mentis : 80 x/menit : 22 x/menit : 38C Anemis Dispnoe Sianosis Ikterik Oedema : (+) : (-) : (-) : (-) : (-) Status Presens : Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Status Obstetri : Abdomen TFU : Soepel, Peristaltik (+) lemah : 1 jari bawah pusat; kontraksi (+)

17

P/V ASI

: (+), stoll cell : (+)

Diagnosa

: 2. Subinvolusi

Late PPH ec. DD/1. Luka insisi +Post SC a/i Prev. SC+ NH 25 + Anemia

Terapi

IVFD RL + oksitosin 10 IU 20gtt/i Inj Methergin 1amp/8j Inj Transamin 500 mg/8 jam Transfusi darah (PRC) (10-7,6) X 50 X 3 = 360 ml = 2 bag PRC

Follow Up tgl 20/8/2013 KU Sensorium Nadi Pernafasan Suhu : Keluar darah dari kemaluan (-) : Compos Mentis : 80 x/menit : 22 x/menit : 37,5C Anemis Dispnoe Sianosis Ikterik Oedema : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) Status Presens : Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Status Lokalisata : Abdomen TFU P/V ASI Diagnosa : Soepel, Peristaltik (+) normal : 2 jari bawah pusat; kontraksi (+) kuat : (-) : (+) :

18

Late PPH ec. DD/1. Subinvolusi +Post SC a/i Prev. SC+ NH 26 + Anemia 2. Luka insisi Terapi :

IVFD RL + oksitosin 10 IU 20gtt/i Inj Methergin 1amp/8j Inj Transamin 500 mg/8 jam Transfusi darah (PRC) (10-7,6) X 50 X 3 = 360 ml = 2 bag PRC

Follow Up tgl 21/8/2013 KU : Keluar darah dari kemaluan(-)

Status Presens : Sensorium Nadi Pernafasan Suhu : Compos Mentis : 78 x/menit : 22 x/menit : 37,3C Anemis Dispnoe Sianosis Ikterik Oedema : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) Tekanan Darah : 130/80mmHg

Status Lokalisata : Abdomen TFU P/V BAK BAB Diagnosa : Soepel, Peristaltik (+) : 3 jari bawah pusat; kontraksi (+) : (-) : (+),N : (+),N : 2. Luka insisi

Late PPH ec. DD/1. Subinvolusi +Post SC a/i Prev. SC+ NH 27

19

Terapi

- IVFD RL 20 gtt/i - Sintosin 10 IU 20gtt/i - Inj Ceftriaxon 1 gr/8jam - Inj Metergin 1amp/12jam - Inj Transamin 1amp/12jam Rencana : Cek Darah Rutin post transfusi

Follow Up tgl 22/8/2013 KU : Keluar darah dari kemaluan (-)

Status Presens : Sensorium Nadi Pernafasan Suhu : Compos Mentis : 80 x/menit : 22 x/menit : 37,1C Anemis Dispnoe Sianosis Ikterik Oedema : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) Tekanan Darah : 110/70mmHg

Status Lokalisata : Abdomen TFU P/V ASI : Soepel, Peristaltik (+) : 3 jari bawah pusat; kontraksi (+) : (-) : (+)

20

Laboratorium : Hb Ht Eritrosit Leukosit Diagnosa : 10,60 g% : 33,16 % : 2,78/ mm3 : 10,71/ mm3 :
2. Luka insisi

Thrombosit : 280/mm3

Late PPH ec. DD/1. Subinvolusi +Post SC a/i Prev. SC+ NH 28 Terapi :

Methergin tab 3x1 B Compleks 2x1 Rencana : Pulang berobat jalan, kontrol PIH

21

BAB IV Kesimpulan dan Saran Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. Perdarahan terutama perdarahan post partum masih merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dalam persalinan. Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum, yaitu: 1. Jaga jangan sampai timbul shock 2. Penghentian perdarahan 3. Penggantian darah yang hilang Ny.J, 25 tahun, P2AO, Islam, Jawa, SMA, Ibu Rumah Tangga datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Pasien didiagnosa dengan Late PPH ec. DD/1. Subinvolusi +Post SC a/i Prev. SC+ NH 28
2. Luka insisi

. Pasien telah distabilisasi dan diberi terapi di ruangan .

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam Standar Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002, Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2012, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com 4. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 5. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. DeCherney and Lauren Nathan , 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc.

6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.

7. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002

23

8. Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008 dari : http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1 Februari 2005]

Anda mungkin juga menyukai