Anda di halaman 1dari 0

J urnal

Teknologi Proses

Media Publikasi Karya Ilmiah
Teknik Kimia



5(1) Januari 2006: 47 52
ISSN 1412-7814


Transesterifikasi Minyak Nabati


Renita Manurung
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan 20155


Abstrak
Transesterfikasi minyak nabati menggunakan metanol menghasilkan fatty acid methyl ester (FAME)
dijelaskan dalam tulisan ini. Beberapa aspek umum dari proses transesterifikasi dan penggunaan jenis
katalis yang berbeda seperti katalis asam dan basa juga dipaparkan secara singkat. Di samping itu,
aplikasi dari ester yang diperoleh melalui proses transesterifikasi minyak nabati juga dijelaskan.

Kata kunci: metanol, fatty acid methyl ester, transesterifikasi.


Aspek Umum Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah istilah umum
yang digunakan untuk menjabarkan reaksi
organik yang penting di mana ester
ditransformasi menjadi bahan lain melalui
interchange dari alkoksi. Jika reaksi terjadi
antara ester original dengan suatu alkohol
maka proses transesterifikasi disebut sebagai
alkoholisis. Dalam review ini istilah
transesterifikasi digunakan juga sebagai
sinonim dari alkoholisis ester karboksilat.
Reaksi transesterifikasi adalah reaksi
setimbang dan transformasinya terjadi oleh
adanya pencampuran reaktan. Keberadaan
katalis dapat mempercepat pengaturan
kesetimbangan. Untuk memperoleh yield
ester yang tinggi maka digunakan alkohol
berlebih.


Transesterifikasi Minyak Nabati

Dalam transesterifikasi minyak nabati,
trigliserida bereaksi dengan alkohol dengan
adanya asam kuat atau basa kuat sebagai
katalis menghasilkan campuran fatty acid
alkyl ester dan gliserol (Freedman, et al.,
1986 dan Wright, et al., 1994). Reaksi
transesterifikasi antara minyak atau lemak
alami dengan metanol digambarkan sebagai
berikut:










R
3
COO CH
2


R
2
COO CH +

H
2
COOCR
1

3CH
3
OH

H
2
C OH

HC OH +

H
2
C OH
3RCOOCH
3


katalis

Renita Manurung/ Jurnal Teknologi Proses 5(1) Januari 2006 : 47 52


48
Freedman, et al (1986) melaporkan bahwa
reaksi transesterifikasi merupakan reaksi tiga
tahap dan reversibel di mana mono dan
digliserida terbentuk sebagai intermediate.
Reaksi stoikimetris membutuhkan 1 mol
trigliserida dan 3 mol alkohol. Dalam hal ini
digunakan alkohol berlebih untuk
meningkatkan yield alkyl ester dan untuk
memudahkan pemisahan fasanya dari gliserol
yang terbentuk (Schuchardt, et al., 1998).

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu suhu, kecepatan
pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis dan
perbandingan etanol-asam lemak. Proses
transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat
bila suhu dinaikkan mendekati titik didih
alkohol yang digunakan. Semakin tinggi
kecepatan pengadukan akan menaikkan
pergerakan molekul dan menyebabkan
terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya
reaksi, pengadukan akan menyebabkan
terjadinya difusi antara minyak atau lemak
sampai terbentuk metil ester. Pemakaian
alkohol berlebih akan mendorong reaksi ke
arah pembentukan etil ester dan semakin
besar kemungkinan terjadinya tumbukan
antara molekul-molekul metanol dan minyak
yang bereaksi (Hui, 1996).

Menurut Schuchardt, et al. (1998) di
samping faktor-faktor yang telah disebutkan
sebelumnya, kemurnian reaktan terutama
kandungan air dan kandungan asam lemak
bebas (FFA) juga merupakan faktor yang
mempengaruhi keberlangsungan
transesterifikasi.

Transesterifikasi minyak nabati menjadi
metil ester dilakukan dengan satu atau dua
tahap proses, tergantung pada mutu awal
minyak nabati. Proses transesterifikasi
memerlukan katalis untuk mempercepat laju
pembentukan ester. Biasanya katalis yang
digunakan berupa asam (HCl, H
2
SO
4
) atau
katalis basa/alkali (NaOCH
3
, KOH dan
NaOH).

Transesterifikasi-Katalis Asam

Mekanisme trasesterifikasi-katalis asam
dari minyak nabati digambarkan dalam
Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan
mekanisme transesterifikasi-katalis asam
untuk monogliserida yang juga berlaku
serupa untuk di- dan trigliserida (Stoffel, et
al., 1959). Berdasarkan mekanisme tersebut,
asam karboksilat dapat terbentuk oleh reaksi
karbokasi tahap II dengan adanya air dalam
campuran reaksi. Hal ini menjadi alasan
mengapa transesterifikasi-katalis asam harus
berlangsung tanpa adanya air, disamping
untuk menghindari penurunan yield alkil
ester.

Proses yang digambarkan dalam Gambar
1 dikatalisa oleh asam Bronsted misalnya
H
2
SO
4
(Harrington and Evans, 1985).
Penggunaan katalis ini memberikan konversi
atau yield yang tinggi, tetapi reaksi
berlangsung lambat, menggunakan
temperatur di atas 100
o
C dan waktu lebih
dari 3 jam untuk mencapai reaksi yang
sempurna (Fredman, et al, 1984).

Pryde, et al. melaporkan bahwa proses
metanolisis dari soybean oil dengan kondisi
1% mol H
2
SO
4
, rasio alkohol terhadap
minyak 30:1 pada 65
o
C mencapai konversi
lebih besar dari 95% membutuhkan waktu
selama 5 jam. Sedangkan untuk butanolisis
TG yang sama pada 117
o
C membutuhkan
waktu 3 jam dengan katalis dan rasio yang
sama. Untuk etanolisis pada 78
o
C dengan
katalis dan rasio yang sama membutuhkan
waktu 18 jam.

Rasio molar alkohol terhadap minyak
merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi transesterifikasi. Di satu sisi
alkohol berlebih biasanya digunakan untuk
pembentukan produk. Tetapi di sisi lain
kelebihan jumlah alkohol mengakibatkan
recovery gliserol sulit dilakukan. Oleh karena
itu dbutuhkan suatu penelitian atau
percobaan untuk menetapkan rasio yang
optimum.

Transesterifkasi-Katalis Basa

Proses dengan menggunakan katalis basa
seperti sodium hidroksida umumnya
berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan katalis asam dikarenakan reaksi
berlangsung searah. Namun pemakaian
katalis basa hanya berlangsung sempurna
Renita Manurung/ Jurnal Teknologi Proses 5(1) Januari 2006 : 47 52


49
bila minyak atau lemak dalam kondisi netral dan tanpa air (Freedman, et al., 1986).

















R = rantai karbon dari asam lemak
R = grup alkil dari alkohol

GAMBAR 1: Mekanisme Transesterifikasi-Katalis Asam dari Minyak Nabati


Mekanisme transesterifikasi-katalis basa
ditunjukkan dalam Gambar 2.

Tahap I : reaksi antara basa dan alkohol
menghasilkan alkoksida dan
katalis terprotonkan.
Tahap II : nukleofilik menyerang
alkoksida pada grup karbonil
dari TG membentuk suatu
intermediate (Guthrie, 1991).
Tahap III : pen-stabilan muatan
intermediate membentuk
digliserida dan alkil ester.
Tahap IV : katalis mengalami deprotonasi
dan kembali ke keadaan
semula.

Pembentukan monogliserida dan ester
terjadi melalui mekanisme yang serupa.

Alkoksida logam alkali merupakan katalis
yang aktif. Freedman et al, (1986)
melaporkan bahwa penggunaan CH
3
ONa
dalam metanolisis meskipun dalam
konsentrasi yang rendah (0.5%) memberikan
yield yang tinggi (98%) dalam waktu reaksi
yang singkat (30 menit).


KOH dan NaOH meskipun harganya
lebih murah dari alkoksida logam alkali dan
keaktifannya lebih kecil, tetapi dapat
menghasilkan konversi yang tinggi dengan
konsentrasi yang lebih besar. Walaupun
campuran alkohol/minyak yang digunakan
bebas air, namun sejumlah air akan
dihasilkan dalam sistem dari reaksi antara
hidroksida dengan alkohol. Keberadaan air
mengakibatkan meningkatnya hidrolisis ester
yang dihasilkan dari pembentukan sabun.

Reaksi saponifikasi tidak diinginkan
selama proses karena dapat mereduksi yield
ester dan mengakibatkan pemisahan gliserol
menjadi sulit karena pembentukan emulsi.
Reaksi saponifikasi yang terjadi digambarkan
dalam Gambar 3 dan 4.

Filip et al. (1992) melaporkan bahwa
K
2
CO
3
dengan konsentrasi dengan 2 atau 3
% mol dpat digunakan untuk mereduksi
pembentukan sabun dan menghasilkan yield
fatty acid alkyl ester yang tinggi. Hal ini
dapat digambarkan sebagai reaksi yang
ditunjukkan dalam Gambar 5 di mana reaksi
yang terjadi adalah pembentukan bikarbonat
dan bukan hidrolisis ester (Schuchardt,
1998).
O

R R

+
OH

R OR
I
H
+
OH

R OR
II
OH

R OR
O

R OR

IV
-H
+
/ ROH
R
+ O
H
OH
R
OR

III
R
O
H
O
R= OH ; gliserida
OH
Renita Manurung/ Jurnal Teknologi Proses 5(1) Januari 2006 : 47 52


50















GAMBAR 2: Mekanisme Transesterifikasi Katalis Basa dari Minyak Nabati









R = rantai karbon dari asam lemak
R = grup alkil dari alkohol


GAMBAR 3: Reaksi Saponifikasi dari Ester








R = rantai karbon dari asam lemak
R = grup alkil dari alkohol


GAMBAR 4: Reaksi Saponifikasi dari Asam Lemak Bebas
O

R OR
O

R OH

+ H
2
O + ROH
O

R OH
O

R ONa

+ + H
2
O
ROH + B RO
-
+ BH
+
(1)
RCOO CH
2


RCOO CH +
-
OR

H
2
C OCR

O
RCOO CH
2


RCOO CH (2)

H
2
C O C R

O
-

RCOO CH
2


RCOO CH + ROOCR

H
2
C O
-
(3)


RCOO CH
2


RCOO CH OR

H
2
C O C R

O
-

RCOO CH
2


RCOO CH + B (4)

H
2
C OH


RCOO CH
2


RCOO CH + BH
+


H
2
C O


Renita Manurung/ Jurnal Teknologi Proses 5(1) Januari 2006 : 47 52



51

K
2
CO
3
+ ROH ROK + KHCO
3

R = grup alkil alkohol

GAMBAR 5 : Reaksi antara K
2
CO
3
dengan alkohol


























GAMBAR 6: Beberapa Aplikasi Fatty Acid Methyl Esters (FAME)

Beberapa Aplikasi Fatty Acid Alkyl
Ester

Ester-ester asam lemak merupakan grup
yang sangat besar dari senyawa-senyawa
yang terdiri dari ester alam dan sintetis.
Ester-ester sintetis ini termasuk alkil ester
sederhana, ester dari alkohol aromatik, ester
dari alkohol polyhidrat dan ester yang lebih
kompleks seperti selulosa dan pati.

Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dapat
ditransformasi menjadi produk senyawaan
kimia yang banyak digunakan dan bahan
baku untuk sintesa lanjut seperti ditunjukkan
dalam Gambar 6.

Beberapa Aplikasi Fatty Acid Methyl
Esters (FAME)

Metil ester asam lemak dapat
ditransformasikan menjadi beberapa senyawa
kimia lain yang banyak kegunaannya dan
juga sebagai bahan baku untuk sintesa lanjut
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6.

Penggunaan metil ester sebagai bahan
untuk memproduksi alkanolamida yang
digunakan langsung sebagai surfaktan non
ionik, emulsifier, pengental, dan bahan
pembantu dalam pembuatan sifat plastis.
Sedangkan fatty alcohol digunakan sebagai
aditif dalam bidang farmasi dan kosmetik
(C
16
C
18
), sebagai pelumas dan bahan
alkanolamides
RC(O)N(CH
2
CH
2
OH)
Ester Isopropilic
RCO(O)CH(CH
3
)
2
HN(CH
2
CH
2
OH)
2
HOCH(CH
3
)
2
H
2
/CuCr
2
O
4
sukrosa
biodiesel
RCOOCH
3

Etil ester
asam lemak
RCH
2
OH
fatty alcohol
Sukrosa polyester
Renita Manurung / Jurnal Teknologi Proses 5(1) Januari 2006 : 47 52



52
pembantu dalam pembuatan sifat plastis (C
6

C
12
), tergantung pada panjang rantai
karbonnya. Sedangkan isopropil ester juga
digunakan sebagai bahan pembantu dalam
pembuatan sifat plastis dan emolien.

FAME lebih lanjut digunakan dalam
pembuatan ester asam lemak karbohidrat
(sukrosa polyester) yang diaplikasikan
sebagai surfaktan non ionik atau minyak
makan non kalori. Disamping itu, ester asam
lemak karbohidrat juga dapat digunakan
sebagai bahan bakar alternatif pengganti atau
substitusi untuk mesin diesel (biodiesel).

Gliserol sebagai produk samping dalam
pembuatan etil ester juga memiliki aplikasi
penting dalam bidang kosmetik, pasta gigi,
farmasi, pangan, plastik, pernis, resin alkil,
tembakau, bahan peledak dan pemrosesan
selulosa.


Daftar Pustaka

Abreu, F. R., Lima, D. G., Hamu, E. H., Einloft,
S., Rubim, J. C., and Suarez, P. a. Z. 2003.
New Metal Catalysts for Soybean Oil
Transesterification, J. Am. Oil Chem. Soc.,
80 (6) : 601-04.

Applewhite, T. H. 1985. Baileys Industrial Oil
and Fat Products, volume 3, John Wiley
& Sons, Inc.

Dandik, L. and Aksoy, A. H. 1992. The Kinetics
of Hydrolysis of Nigella Sativa (Black
Cumin) Seed Oil Catalyzed by Native
Lipase in Ground Seed, J. Am. Oil Chem.
Soc., 69 (12) : 1239-41.

Freedman, B., Pryde, E. H., Mounts, T.L.,
Transesterification of Soybean oil, J. Am.
Oil Chem. Soc., 1984 (61) : 1638.

Freedman, B., Butterfield, R. O., Pryde, E., H.,
1986. Transesterification Kinetics of
Soybean Oil, J. Am. Oil Chem. Soc, 63
(10) : 1375-80.
Hart, H. 1983. Organic Chemistry, 6
th
ed.,
Houghton Mifflin Co.

Hui, Y. H., 1996, Baileys Industrial Oil and Fat
Products, Oilseed product, 5
th
ed, 2. New
York. John Wiley and Son Company Pub.

Karmee, S. K., Mahesh, P., Ravi, R. and Chadha,
A. 2004. Kinetic Study of the Base-
Catalyzed Transesterification of
Monoglycerides from Pongamia Oil, J.
Am. Oil. Chem. Soc., 81 (5) : 425-30.

Khan, Adam K., 2002, Research into Biodiesesl :
Kinetics & Catalyst Development, Thesis,
Department of Chemical Engineering
University of Queensland, Brisbane,
Queensland, Australia.

Levene and Taylor. 1984, J. Biol. Chem.; 59 :
905.

Liu, L. and D. Lampret, 1999, Monitoring
Chemical Interesterification, J. Am. Oil
Chem. Soc., 76 (7) : 783-787

Mittelbach, M and Tritthard, P. 1988, J. Am. Oil
Chem. Soc, 65 : 1185.

Noureddini, H. and Zhu, D., 1997. Kinetics of
Transesterification of Soybean Oil, J. Am.
Oil Chem. Soc, 74 (11) : 1457-63.

Schuchardt, U. and Lopes, O.C. 1984, Anais do 3
o

Congresso Brasileiro de Energia (IBP,
Rio de Janeiro); 1620.

Schuchardt, U., Sercheli, R., and Vargas, R.
Matheus, 1998, Transesterification of
Vegetable Oil : a Review, Journal Braz.
Chem. Society 9 (1) : 199 210.

Sridharan, R. and Mathai, I. M., 1974,
Transesterification Reactions, J. Scient.
Ind. Res., 33 : 178-187.

Zhou, Weiyang et al., 2003, Ethyl Esters From
The Single-Phase Base-Catalyzed
Ethanolysis of Vegetable Oils, J. Am. Oil
Chem. Soc., 80 (4): 367 371.

Anda mungkin juga menyukai