Anda di halaman 1dari 3

Demokrasi Indonesia dari Masa Ke Masa, Sekedar Slogan

Posted on Juli 29, 2012 Setelah setengah abad Indonesia merdeka, bangsa ini telah mendapatkan pengalaman demokrasi dalam berbangsa dan bernegara demikian banyak dan sangat berharga. Perjalanan panjang demokrasi dengan berbagai situasi dan kndisi menunjukkan kisah dan cerita yang berbeda. Pada umumnya slogan demokrasi selalu menjadi bahan pidato pemimpin negeri dihadapan rakyatnyan tetapi ternyata substansi demokrasi itu sendiri masih jauh dari sempurna. Bila divermati Demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila ala Soekarno dan Soeharto adalah sekedar slogan tetapi dalam praktek sehari-hari dalam penmerintahan masih mencerminkan kediktatoran. Sehingga saat itu kekuatan negara sangat dominan dibandingkan kekuata rakyat. Justru era reformasi ini sebaliknya pemimpin menyuarakan suara demokrasi tetapi rakyatnya menyikapi secara eforia berlebihan sehingga kekuatan rakyat lebih dominan dibandingkan kekuatan negara. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau demokrasi langsung serta melalui perwakilan atau demokrasi perwakilan. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani (dmokrata) kekuasaan rakyat,yang dibentuk dari kata (dmos) rakyat dan (Kratos) kekuasaan, merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak atau rakyat.Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak. Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka.Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari.Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya lakilaki saja.[8] Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu. Demokrasi Di Indonesia Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua

orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut

Perjalanan Panjang Sejarah Demokrasi Di Indonesia

periode 1945-1959 (Masa Demokrasi Parlementer) Pasca proklamasi kemerdekaan, kita memulai demokrasi dengan sistem Demokrasi parlementer pada fase demokrasi ini, peran parlementer serta partai-partai sangat menonjol. Di satu sisi partai-partai ini memang berfungsi sebagai wadah dalam pencerdasan dan aspirasi politik, namun disisi lain, munculnya partai-partai dengan kepentingan dan ideologi yang berbeda secara tidak langsung menciptakan sekat-sekat antar sesama anak bangsa. Akibatnya, persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan. periode 1959-1965 (Masa Demokrasi Terpimpin) Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut pasti korup. Adagium itu adalah gambaran dari demokrasi paca demokrasi parlementer, pada fase ini, Soekarno mendeklarasikan dirinya sebagai presiden seumur hidup, dan saat itu pula Dwi tunggal runtuh, karena Bung Hatta memilih mundur dari jabatan wakil presiden karena menilai konsep yang dibawa Soekarno sudah jauh menyimpang dari cita-cita rakyat. Salah satu kelemahan dari sistem demokrasi terpemimpin ini adalah tidak adanya proses check and balance. Karena peran presiden sangat dominan sementara partai politik praktis menjadi kurang berfungsi. Soekarno karena karismanya yang sangat hebat di mata rakyatnya dapat menghipnotis bangsa ini sehingga rakyat dan multi parta saat itu tidak bergeming ketika dipegang kekuasaan Soekarno untuk seumur hidup. Periode 1966-1998 (Masa Demokrasi Pancasila Era Orde Baru) Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan Tap MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin. Namun dalam perjalanan 32 tahun pemerintahan Soeharto secara tidak disadari terseret dalam demokrasi yang diktator. Peran presiden semakin dominant terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politik penguasa saat itu sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Kekuatan pemerintah jauh di atas kekuatan rakyat. Rakyat yang punya hak suara hampir sulit untuk berbicara. Periode 1999- sekarang (Masa Demokrasi Pancasila Era Reformasi) Dengan runtuhnya cengkeraman kekuasaan otoriter maka Indonesia memasuki babak baru sebagai negara demokrasi. Setelah rezim berhasil diruntuhkan, peranan partai politik kembali menonjol sehingga demokrasi dapat berkembang. Pada fase-fase awal periode ini, posisi pemerintah masih belum stabil, sehingga beberapa kali terjadi pergantian pemerintahan dalam waktu yang singkat. Era ini ditandai dengan kembali di implementasi kannya UUD pasal 28, yaitu kebebasan berpendapat, pers kembali tumbuh subur. Bahkan saat ini Indonesia disebut-sebut sebagai negara demokrasi percontohan di Kawasan Asia. Perubahan secara radikal ini patut disyukuri oleh semua orang

yang menganut keadilan dan kebebasan berpendapat. Tapi dibalik itu perubahan ini menjadi bumerang bagi bangsa ini bila salah dalam menginterpretasikan penerapannya. Saat ini tampaknya kekuatan rakyat sangat dominan. Bahkan etika, moral dan aturan hukum diinjak-injak demi demokrasi keblabasan yang telah diyakini banyak pihak. Kekuatan rakyat yang tanpa etika dan aturan itu sangat mungkin menjadi kontraproduktif yang akan menghancurkan bangsa ini. Namun dalam perjalanan demokrasi dalam era reformasi berjalan terlalu cepat dan tidak terarah. Sistem multi partai dan sistem hukum yang belum berkembang sempurna membuat gaya demokrasi masyarakat bangsa ini menjadi keblabasan. Eforia politik dalam berdemokrasi membuat masyarakat tidak beretika, tidak santun dan cenderung mudah melanggar hukum atau anarkis dalam hidup berdemokrasi. Karena sistem multi partai inilah maka kekuatan rakyat menjadi sangat dominan. Siapapun bangsa ini bisa bebas bersuara, bebas memaki, bebas demonstrasi anarkis tanpa ada aparat hukum bisa menindak. Meski aturan hukum sudah sangat kuat tetapi aparat tidak terpedaya dalam membendung kekuatan rakyat bisa sudah menjadi besar. Aparat sering tersandera oleh jargon demokrasi yang berlebihan seperti HAM dan pelanggaran demokrasi. Kekuatan rakyat bangun lebih hebat seketika melebihi apa yang dipikirkan banyak orang.

Anda mungkin juga menyukai