Anda di halaman 1dari 22

Makalah Agama Islam Sistem Warisan Dalam Islam

Disusun Oleh: M.Thoriq Al Fath (Teknik Kimia) M.Munir(Teknik Industri) Fauziah Al Humaira(Teknik Elektro)

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah Allah SWT kami, anggota kelompok materi sistem kewarisan islam, dapat menyusun makalah ini berdasarkan sumber yang kami gunakan. Dalam makalah ini kami sampaikan ringkasan materi tentang bab sistem kewarisan islam. Kami berharap melalui makalah ini bagi pembaca dapat mempelajari tetang sistem kewarisan islam. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, September 2013

Penyusun,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................... 1 DAFTAR ISI..................................................................................... 2 BAB 1 PENDAHULUAN.. 3 BAB 2 PEMBAHASAN. 4 2.1 Isi.... 4 A. Hukum waris 4 B. Hibah 11 C. Wasiat.. 13 D. wakaf 14 E. Penggugur hak waris.... 15
3

F. Sebab-sebab adanya hak waris 17 BAB 3 PENUTUP... 18 3.1 SIMPULAN... 18 DAFTAR PUSTAKA. 19

BAB 1 PENDAHULUAN
Islam merinci dan menjelaskan melalui Al-Quran bagian tiap-tiap ahli waris dengan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat. Meskipun demikian persoalan pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga. Ternyata, disamping karena keserakahan dan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan kekurangtahuan ahli waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya. Kekurang pedulian umat islam terhadap disiplin ilmu ini memang tidak kita pungkiri, bahwa Imam Qurtubi telah mengisyaratkannya: Betapa banyak manusia

sekarang mengabaikan ilmu faraid. Dengan demikian penulis membuat makalah ini untuk mengetahui sistem hukum waris berdasarkan ajaran agama islam.

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Isi SISTEM KEWARISAN ISLAM A. HUKUM WARIS 1. Pengertian dan Dasar Hukum Waris. Faraid adalah jamak dari Faridah yang berarti Satu Bagian Tertentu. Jadi, Faraid berarti Beberapa bagian tertentu. Di dalam faraid dibahas hal-hal yang berkenaan dengan harta warisan (harta peninggalan), ahli waris, ketentuan bagian ahli waris dan pelaksanaan pembagiannya. Mawaris atau faraid adalah aturan yang berkaitan dengan pembagian harta pusaka. Pengetahuan tentang cara perhitungan pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian harta peninggalan yang wajib untuk setiap pemilik hak pusaka. Keberlakuan hukum waris dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul antara lain:
5

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.( QS. An-Nisa, 4:7 )

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. ( QS.An-Nisa, 4:11)

Sabda Rasul: Nabi Muhammad SAW bersabda:Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang utama. (HR. Bukhari dan muslim) Berdasarkan Al-Quran dan hadist di atas, melaksanakan hukum waris menurut ajaran adalah wajib karena hukum pewarisan merupakan bagian dari syariat yang diperintahkan oleh Allah. 2. Berlakunya Hukum Waris. Jika seorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah jenazah dikuburkan, keluarganya wajib mengelola harta peninggalannya dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membiayai perawatan jenazah.

2. Membayar zakatnya, jika si mayat belum mengeluarkan zakat sebelum meninggal dunia. 3. Membayar hutang-hutangnya apabila si mayat meninggalkan hutang. 4. Membayarkan wasiatnya, jika si mayat mewasiatkan sebelum meninggal dunia. 5. Setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalan milik si mayat sebagai harta pusaka yang dinamai tirkah atau mauruts. Harta tersebut dibagikan kepada ahli waris si mayat berdasarkan ketentuan hukum waris islam. 3. Sebab Pewarisan. Seseorang berhak pusaka mempusakakan disebabkan oleh hal-hal berikut: a) Perkawinan, adanya ikatan sah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. b) Kekerabatan, hubungan nasab antara orang yang mewariskan dan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran dan hubungan ini tidak akan terputus. c) Wala atau perwalian, kekerabatan yang timbul karena membebaskan budak dan adanya perjanjian tolong menolong atau sumpah setia antara seseorang dengan orang lain.

4. Pembagian Harta Pusaka. a. Pusaka yang disebabkan perkawinan. 1. Pusaka Istri. Istri menerima bagian dari harta peninggalannya suaminya ada dua macam bagian yaitu: a. Seperempat bagian, jika suami tidak memiliki farul warits, yaitu anak yang berhak menerima waris secara bagian (fard) maupun yang berhak secara ushubah. b. Seperdelapan bagian, jika suami memiliki farul warits. Firman Allah :

Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.(QS.An-Nisa,4:12) 2. Pusaka Suami. Suami menerima bagian dari harta istrinya, dua macam bagian yaitu: a. Separuh bagian, jika istrinya tidak mempunyai farul warits. b. Seperempat bagian, jika istrinya meninggalkan farul warits baik dari suami sekarang maupun suami terdahulu. Firman Allah:

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteriisterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkan mereka.(QS.AnNisa,4:12)

b. Pusaka yang disebabkan kekerabatan. 1) Anak. (a) Anak perempuan Shulbiyah. Anak perempuan shulbiyah adalah anak perempuan yang dilahirkan secara langsung dari orang yang meninggal, baik yang meninggal itu ibunya atau ayahnya dan bagiannya adalah: 1. Setengah, jika ia hanya seorang diri. jika ia (anak perempuan ) hanya seorang diri, bagiannya separoh(QS.AnNisa,4:11) 2. Duapertiga, jika anak perempuan tersebut terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak bersama-sama dengan anak laki-laki yang menjadikannya ashabah bersama (ashabah bilghair).

..maka jika mereka itu perempuan-perempuan lebih dari dua orang, bagi mereka dua pertiga dari harta peninggalannya (QS.An-Nisa,4:11) 3. ushubah, yaitu sisa harta yang telah dibagikan kepada ahli waris. (b) Anak laki-laki. Anak laki-laki adalah ahli waris utam, sekalipun kedudukan dalam warisan sebagai penerima sisa, tidak pernah dirugikan. Ia dapat menghalangi ahli waris lain ( hijab hirman ) atau mengurangi penerimaan ahli waris lain (hijab nuqshan ) dan ia juga tidak dapat dihijab oleh waris manapun. Ia dapat menarik saudara perempuannya untuk untuk menerima ushubah bersama dengan penerimaan yang berlipat dua dari saudara perempuannya. Adapun rincian pusaka bagi laki-laki: 1. Si mati hanya meninggalkan seorang atau beberapa anak laki-laki, maka anak laki-laki mewarisi seluruh harta. 2. Si mati hanya meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki dan meninggalkan ahli waris ashabul furudh, anak laki-laki mendapatkan sisa setelah diambil oleh ashabul furudhnya. 3. Si mati meninggalkan anak laki-laki, anak perempuan, dan ashabul furudh, maka seluruh harta atau sisa harta peninggalan setelah diambil oleh ashabul furudh dibagi menjadi dua, dengan ketentuan anak laki-laki mendapat dua kali lipat dari anak perempuan. Kebanyakan ahli waris dapat dihijab oleh anak laki-laki, Kecuali: 1. Ibu. 2. Bapak. 3. Suami. 4. Istri. 5. Anak Perempuan. 6. Kakek. 7. Nenek. Ahli waris nomor satu sampai dengan empat tidak dapat dihijab hirman, tetapi hanya dapat dihijab nuqsha

2) Cucu. (a) Cucu Perempuan Pancar Laki-laki. Cucu perempuan pancar laki-laki adalah anak perempuan dari anak laki-laki orang yang meninggal dunia dan anak perempuannya cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke bawah. Hak pusaka cucu perempuan pancar laki-laki ada 6 macam yaitu: 1. Setengah apabila sendiri. 2. Dua pertiga, apabila ia dua orang atau lebih. 3. Ushubah, apabila ia mewarisi bersama-sama dengan orang laki-laki yang sederajat yang menjadikannya ashabah bersama. Ada tiga kemingkiran, yaitu: a. Jika tidak ada ashabul furudh. b. Jika ada ashabul furudh. c. Jika harta peninggalan telah dihabiskan oleh ashabul furudh. Cucu perempuan pancar laki-laki dapat menghijab: 1. Saudara ( si mati ) seibu. 2. Saudara perempuan ( si mati ) seibu. Demikian juga ia dapat dihijab oleh: 1. Dua orang anak perempuan shulbiyah. 2. Dua orang cucu perempuan pancar laki-laki yang lebih tinggi derajatnya. 3. Farul waris laki-laki yang tinggi derajatnya. (b) Cucu laki-laki pancar laki-laki (Abnaul abnai). Cucu laki-laki pancar laki-laki termasuk farul waris, yaitu anak turun si mati yang mempunyai hak mewarisi. Hak pusaka cucu laki-laki pancar laki-laki adalah ushubah dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika si mati tidak mempunyai anak dan tidak ada ahli waris lain. 2. Jika cucu itu mewarisi bersama-sama dengan saudari-saudarinya. Ahli waris lain yang termasuk kepada farul waris adalah anak dalam kandungan, anak zina, dan anak lian. Anak yang masih dalam kandungan tergolong ahli waris yang berhak menerima warisan dengan syarat-syarat: a. Sudah mempunyai wujud pada saat orang yang mewariskan mati. b. Dilahirkan dalam keadaan hidup yang dapat dilihat secara indrawi dengan tanda-tanda hidup, seperti menangis, bergerak dan lain-lain. Oleh karena, anak dalam kandungan tergolong ahli waris dan menerima pusaka apabila dilahirkan dalam keadaan hidup. Anak zina adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah menurut syariat, anak seperti ini tidak di nasabkan kepada bapaknya sebagai anak sah jika anak itu dilahirkan kurang dari 6 bulan akad perkawinan. Anak lian adalah anak yang dihukumi tidak bernasab dengan ayahnya setelah terjadi tuduh menuduh zina. Kedua anak tersebut terputus hubungan nasabnya dengan ayahnya, tetapi hubungan dengan nasab dengan ibunya masih utuh. 3) Leluhur Mayit (ushulul Mayyit). a. Pusaka Ibu. Bagian ibu ada tiga macam:

1.

Seperenam dengan ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan farul warist bagi si mati. Firman Allah :

Dan untuk ibu bapak, masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak..(QS.An-Nisa,4:11) 2. Sepertiga, dengan ketentuan tidak bersama-sama dengan farul warist bagi simati atau dua orang lebih saudari-saudari si mati. Ahli waris tidakada yang dapat menghijab hirman terhadap ibu, tetapi ada dua waris yang dapat menghijab nuqshan, yaitu: 1. Farul warist secara mutlak. 2. Dua orang saudara secara mutlak. Sedangkan ibu dapat menghijab ahli waris, yaitu: 1. Ibunya ibu. 2. Ayahnya ibu. b. Pusaka Nenek Shahibah. Nenek shahibah adalah leluhur perempuan (nenek) yang dipertalikan kepada si mati tanpa memesukkan kakek ghairu shahih. Nenek ghairu shahih adalah leluhur perempuan yang dipertalikan nasabnya kepada si mati dengan memasukkan kakek ghairu shahih. Nenek mendapatkan bagian seperenam dengan ketentuan bila ia tidak bersamasama ibu. Ahli waris yang menghijab ibu adalah: 1. Ibu. 2. Ayah. 3. Kakek shahih. 4. Nenek yang dekat.

c. Pusaka Ayah. Seorang ayah mempusakai harta peninggalan anaknya dengan tiga macam bagian: 1. Seperenam, bila anak diwarisi mempunyai faru warist mudzakkar yaitu anak lakilaki dan cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke bawah. 2. Seperenam dan ushubah, bila anak yang diwarisi mempunyai faru warist muannats yaitu anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki sampai kebawah. Firman Allah: Dan untuk ibu bapak, masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak. (QS.An-Nisa,4:11) 3. ushubah, jika anak-anak yang diwarisi harta peninggalannya tidak mempunyai faru warist sama sekali, baik laki-laki maupun perempuan.

10

(tetapi) jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka untuk ibunya sepertiga peninggalan.(QS.An-Nisa,4:11) d. Pusaka Kakek. Dalam ilmu faraidl kakek memiliki dua arti, yaitu adalah kakek shahih dan kakek ghair shahih. Kakek dapat menduduki status ayah bila tidak ada ayah dan saudarasaudara sekandung atau seayah. Ia mendapat bagian pusaka seperti ayah: 1. Seperenam jika si mati mempunyai anak turun yang berhak waris yang laki-laki. 2. seperenam dan sisa dengan jalan ushubah bila si mati mempunyai anak turun perempuan yang berhak waris. 3. ushubah jika si anak tidak mempunyai farul waris secara mutlak, baik laki-laki maupun perempuan. 4) Kerabat Menyamping. a. Pusaka saudari kandung. Pusaka saudari kandung di dalam pusaka memusakai ada lima macam: 1. Separuh, jika ia hanya seorang diri dan tidak mewarisi bersama dengan saudara kandung yang menjadikannya ashabah ( bilghair ). 2. Dua pertiga, jika saudari tersebut dua orang atau lebih dan tidak mewarisi bersamasama dengan saudara kandung yang menjadikannya ashabah ( bilghair ). 3. Ushubah, jika ia baik tunggal maupun banyak mewarisi bersama-sama dengan saudara kandung baik tunggal maupun banyak. 4. ushubah ( maal ghair ), jika ia mewarisi bersama-sama: a. Seorang atau beberapa orang anak perempuan. b. Seorang atau beberapa orang cucu perempuan pancar laki-laki. c. Anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki dengan ketentuan saudari kandung tersebut tidak bersama-sama dengan saudara kandung yang menjadi maashibnya. b) Pusaka Saudari Seayah. Bagian saudari seayah adalah: 1. Separuh jika ia hanya seorang diri dan tidak mewarisi bersama-sama dengan saudari kandung atau saudara seayah yang menjadikannya ashbah ( bilghair). 2. Dua pertiga, jika saudari tersebut dua orang atau lebih dan tidak mewarisi bersamasama dengan saudari kandung atau saudara seayah yang menjadikan ashabah ( bil ghair ). 3. Ushubah ( bil ghair ), baik seorang diri maupun banyak bila ia mewarisi bersamasama dengan saudara tunggal seayah. 4. Ushubah ( maal ghair ), jika ia mewarisi bersama-sama dengan anak perempuan, anak perempuan pancar laki-laki betapa pun menurunnya, serta anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki. 5. Seperenam, sebagai pelengkap dua pertiga, jika ia mewarisi bersama-sama dengan saudara kandung. c) Pusaka Saudari-saudari tunggal ibu. Saudari-saudari tunggal ibu adalh anak-anaknya ibu si mati atau saudara tiri si mati yang lahir dari ibu, bagian mereka adalah: 1. Seperenam, jika mereka tunggal baik laki-laki maupun perempuan. 2. Sepertiga, jika mereka banyak baik laki-laki maupun perempuan.
11

Mereka tidak memiliki ketentuan itu jika si mati tidak dalam keadaan kalalah, yaitu tidak beranak turun yang berhak mewarisi baik laki-laki maupun perempuan. Mereka tidak mewarisi dalam keadaan kalalah, mereka terhijab oleh farul warist dan ashlul warist mudzakkar. d) Puasaka Saudar Kandung. Hak pusaka saudara kandung adalah ushubah, dengan ketentuan mereka tidak bersama-sama dengan ahli waris yang dapat menghijabnya dan kakek shahih bersamasama membagi rata. Secara rinci pembagian pusaka sebagai berikut: 1. Jika tidak ada ahli waris selain seorang saudara, maka ia mendapat seluruh harta. 2. Jika ahli waris semuanya terdiri atas saudara-saudara kandung, maka seluruh harta dibagi rata. 3. Jika ahli warisnya terdiri atas saudara dan saudari sekandung, seluruh harta peninggalan dibagi antar mereka dengan ketentuan laki-laki mendapat dua kali dari perempuan. 4. Jika mereka mewarisi bersama-sama denagn ahli waris lain dari golongan ashhabul furudh, mereka menerima sisa dari ashhabul furudh. 5. Jika mereka mewarisi bersama-sama dengan saudara-saudara seibu dan tidak ada sisa yang tinggal untuknya, ia menggabungkan diri dengan saudara-saudara ibu dalam menerima sepertiga. e) Pusaka Saudara seayah. Bila tidak ada ahli waris yang menghijabnya, sebagaimana halnya dengan cara pusaka saudara-saudara kandung. Jika tidak ada sisa harta peninggalan, mereka tidak bisa menggabungkan diri kepada saudara-saudar seibu dalam mendapat sepertiga. Mereka tidak mempunyai garis yang sama dalam mempertemukan nasabnya kepada ibu, seperti saudara-saudara kandung. Para ahli waris yang terhijab oleh saudara seayah adalah: 1. Anak laki-laki saudara sekandung. 2. Anak laki-laki saudara seayah. 3. Paman sekandung. 4. Anak laki-laki paman sekandung. 5. Anak laki-laki paman seayah. Ahli waris yang dapat menghijab saudara seayah adalah: 1. Saudara sekandung. 2. Ayah. 3. Anak laki-laki. 4. Cucu laki-laki pancar laki-laki. pancar laki-laki. f) Pusaka anak-anak saudara ( kemenakan laki-laki ), paman-paman dan anak-anak paman ( saudara sepupu laki-laki ). Mereka tergolong ahli waris ashabah yang utama setelah anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke bawah, bapak, kakek terus ke atas, saudara kandung dan saudara seayah. B. HIBAH.

12

Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba, yang berarti pemberian.Sedangkan hibah menurut istilah adalah akad yang pokok persoalannya, pemberian harta milik orang lain di waktu ia masih hidup tanpa imbalan. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. (Sayyid Sabiq, 1992)

Hibah adalah akad mengenai pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu ia hidup tanpa adanya imbalan. Di syaratkan orang yang mengibahkan itu sebagai pemilik barang, bukan barang milik orang lain. Pengibah hendaknnya orang yang dewasa dan atas keinginannya sendiri. Barang yang dihibahkan disyaratkan bener-benar ada dan memiliki nilai. Hibah adalah pemberian yang tidak boleh di tolak. Apabila barang yang dihibah berharga sebaiknya disertakan surat bukti hibahnya. Hibah tidak di batasi jumlah dan jenisnya, asal pemberian itu bukan barang yang diharamkan untuk dimakan atau diperjual belikan.

B. Rukun Hibah Sebagaimana amalan-amalan yang lain, maka tidaklah sah suatu amal perbuatan tanpa terpenuhinya rukun hihah. Adapun rukun Hibah menurut Al-Jaziri adalah sebagai berikut : Aqid (pemberian) Penerima hibah Sesuatu yang diberikan Sighat.

D. Syarat Hibah
13

Adapun syarat-syarat hibah sebagai berikut : a. Syarat bagi Penghibah (pemberi hibah) : 1. Penghibah adalah orang yang memiliki dengan sempurna sesuatu atas harta yang dihibahkan. Dalam hibah terjadi pemindahan milik karena itu mustahil orang yang tidak memiliki akan menghibahkan sesuatu barang kepada orang lain. 2. Penghibah itu adalah orang yang mursyid, yang telah dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya jika terjadi persoalan atau perkara yang berkaitan dengan pengadilan mengenai harta tersebut. 3. Penghibah tidak berada di bawah perwalian orang lain, jadi penghibah itu harus orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya. 4. Penghibah harus bebas tidak ada tekanan dari pihak lain dipaksa karena hibah disyratkan kerelaan dalam kebebasan. 5. Seseorang melakukan hibah itu dalam mempunyai iradah dan ikhtiyar dalam melakukan tindakan atas dasar pilihannya bukan karena dia tidak sadar atau keadaan lainnya. Seseorang dikatakan ikhtiar dalam keadaan tindakan apabila ia melakukan perbuatan atas dasar pilihannya bukan karena pilihan orang lain, tentu saja setelah memikirkan dengan matang. (Eman Suparman, 1995)

b.

Syarat bagi Penerima Hibah :

1. Bahwa ia telah ada dalam arti yang sebenarnya karena itu tidak sah anak yang lahir menerima hibah

2. Jika penerima hibah itu orang yang belum mukalaf, maka yang bertindak sebagai penerima hibah adalah wakil atau walinya atau orang yang bertanggung jawab memelihara dan mendidiknya.

c. Syarat bagi barang atau harta yang dihibahkan :


14

1. Barang hibah itu telah ada dalam arti yang sebenarnya waktu hibah dilaksanakan. 2. Barang yang dihibahkan itu adalah barang yang boleh dimiliki secara sah oleh ajaran Islam. 3. Barang itu telah menjadi milik sah dari harta penghibah mempunyai sebidang tanah yang akan dihibahkan adalah seperempat tanah itu, di waktu menghibahkan tanah yang seperempat harus dipecah atau ditentukan bagian dan tempatnya. 4. Harta yang dihibahkan itu dalam kekuasaan yang tidak terikat pada suatu perjanjian dengan pihak lain seperti harta itu dalam keadaan digadaikan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) membatasi harta yang dihibahkan sebanyak-banyaknya sepertiga ( 1/3 ) dari harta milik penghibah. d. Syarat bagi Sigat atau Ijab Qabul : Setiap hibah harus ada Ijab Qabul, tentu saja Sigat itu hendaklah ada persesuaian antara Ijab dan Qabul, bagi orang yang tidak atau dapat berbicara, maka sigat hibah cukup dengan isyarat, asal isyarat itu benarbenar mengandung arti hibah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berhibah.( Abdurrahman, 1992 )

C. WASIAT.
Kata wasiat artinya pesan yang di sampaikan oleh seseorang, artinya lafdhiyahnya adalah menyampaikan sesuatu. (Saebani, 2011:249) Dalam istilah syara wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat itu, sesudah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Sebagian ahli hukum islam mendefinisikan wasiat itu adalah pemberian hak milik secara suka rela yang dilaksanakan setelah si pemberinya wafat.( Abd. Shomad, 1995:306)

wasiat adalah pemberian seorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang, atau manfaat untuk dimiliki orang yang diberi wasiat, sesudah orang yang berwasiat meninggal dunia. Wasiat disyariatkan berdasarkan Al-Quran : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara maruf. Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Qs.Al-Baqoroh,2:180)
15

Wasiat dinyatakan sah apabila orang yang berwasiat dalam keadaan dewasa, tidak terpaksa dan menjadi ijab-qabul. Wasiat dapat dilakukan melalui tulisan bila orang yang mewasiatkan tidak mampu berbicara. Orang yang mendapat wasiat disyaratkan bukan ahli waris dari orang yang memberi wasiat. Wasiat menjadi milik orang yang diberi wasiat apabila orang yang memberinya telah meninggal dunia dan hutanghutangnya kepada pihak lain ( jika ada ) telah diselesaikan.

Wasiat dapat dinyatakan batal apabila terjadi salah satu peristiwa berikut: a. Orang yang mewasiatkan menderita penyakit gila yang membawanya pada kematian. b. Orang yang memberi wasiat meninggal sebelum orang yang memberi wasiat. c. Barang yang diwasiatkan rusak sebelum diterima oleh orang yang diberi wasiat. Rukun wasiat adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Ada pewasiat; Ada yang diberi wasiat atau penerima wasiat; Ada sesuatu yang di wasiatkan, berupa harta atau manfaat sesuatu; Ada akad atau ijab kabul wasiat secara lisan atau tulisan. (Sudarsono, 1994:345)

D. WAKAF. Wakaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah. Wakaf merupakan perbuatan yang baik dan salah satu hal yang mendekatkannya kepada Allah. Ganjaran wakaf tidak terbatas sepanjang pewakaf itu hidup, tetapi terus terbawa sampai ia meninggal dunia. Wakaf dinyatakan sah jika ikrar berupa ucapan dari orang mewakafkan kepada orang yang menerima barang yang diwakafkan. Barang yang boleh diwakafkan adalah barang yang dapat diambil manfaatnya. Barang yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Wakaf sebaiknya diserahkan kepada lembaga. 1. Macam-macam Wakaf Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam: 1) Wakaf Ahli Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut dengan wakaf Dzum.

16

Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf wakaf untuk keluarga ini secara hukum islam dibenarkan berdasarkan Hadist Nabi yang diriwaytakan oleh bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di ujung Hdist tersebut dinyatakan sebagai berikut: Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannnya.( Al-habsyi, 1999) 2) Wakaf Khairi Yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan sebagainya. Jenis wakaf ini seperti yang telah dijelaskan dalam Hadist Nabi Muhammad SAW yang menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin Khatab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang mencakup semua aspek untk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa umtuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan dan lain-lain.

E. Penggugur Hak Waris Penggugur hak waris seseorang maksudnya kondisi yang menyebabkan hak waris seseorang menjadi gugur, dalam hal ini ada tiga: 1. Budak Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan
17

yang disepakati kedua belah pihak). Alhasil, semua jenis budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik. 2. Pembunuhan Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.: "Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. " Dari pemahaman hadits Nabi tersebut lahirlah ungkapan yang sangat masyhur di kalangan fuqaha yang sekaligus dijadikan sebagai kaidah: "Siapa yang menyegerakan agar mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia tidak mendapatkan bagiannya." Ada perbedaan di kalangan fuqaha tentang penentuan jenis pembunuhan. Misalnya, mazhab Hanafi menentukan bahwa pembunuhan yang dapat menggugurkan hak waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib membayar kafarat. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat, hanya pembunuhan yang disengaja atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan hak waris. Mazhab Hambali berpendapat bahwa pembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang mengharuskan pelakunya diqishash, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itu tidak tergolong sebagai penggugur hak waris. Sedangkan menurut mazhab Syafi'i, pembunuhan dengan segala cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris, sekalipun hanya memberikan kesaksian palsu dalam pelaksanaan hukuman rajam, atau bahkan hanya membenarkan kesaksian para saksi lain dalam pelaksanaan qishash atau hukuman mati pada umumnya. Menurut saya, pendapat mazhab Hambali yang paling adil. Wallahu a'lam. 3. Perbedaan Agama Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya: "Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim) Jumhur ulama berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Islam ya'lu walaayu'la 'alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya). Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak mewarisi, yakni murtad. Orang yang telah keluar dari Islam dinyatakan sebagai orang murtad. Dalam hal ini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk dalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi orang Islam. Sementara itu, di kalangan ulama terjadi perbedaan pandangan mengenai kerabat orang yang murtad, apakah dapat mewarisinya ataukah tidak. Maksudnya, bolehkah seorang muslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad? Menurut mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali (jumhur ulama) bahwa seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad. Sebab, menurut mereka, orang yang murtad berarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara
18

otomatis orang tersebut telah menjadi kafir. Karena itu, seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya, bahwa antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat saja mewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan ulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan: "Seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang muslim." Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan lainnya. Menurut penulis, pendapat ulama mazhab Hanafi lebih rajih (kuat dan tepat) dibanding yang lainnya, karena harta warisan yang tidak memiliki ahli waris itu harus diserahkan kepada baitulmal. Padahal pada masa sekarang tidak kita temui baitulmal yang dikelola secara rapi, baik yang bertaraf nasional ataupun internasional.

F. Sebab-sebab Adanya Hak Waris Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris: 1. Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya. 2. Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris. 3. Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-'itqi dan wala an-ni'mah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan

19

BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN Sistem kewarisan agama islam sudah dibagi menurut pembagiannya dan sudah diatur oleh hukum syariat islamtidak dalam hal ini tidak bisa diubah peraturannya oleh siapapun, dalam prosesnya sistem kewarisan islam terbagi atas beberapa sub bab yaitu: hukum waris, hibah, wasiat dan wakaf. Mawaris atau faraid adalah aturan yang berkaitan dengan pembagian harta pusaka. Pengetahuan tentang cara perhitungan pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian harta peninggalan yang wajib untuk setiap pemilik hak pusaka. Hibah adalah akad mengenai pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu ia hidup tanpa adanya imbalan. Di syaratkan orang yang mengibahkan itu sebagai pemilik barang, bukan barang milik orang lain. Pengibah hendaknnya orang yang dewasa dan atas keinginannya sendiri. Barang yang dihibahkan disyaratkan bener-benar ada dan memiliki nilai.

20

wasiat adalah pemberian seorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang, atau manfaat untuk dimiliki orang yang diberi wasiat, sesudah orang yang berwasiat meninggal dunia. Wakaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah. Wakaf merupakan perbuatan yang baik dan salah satu hal yang mendekatkannya kepada Allah. Ganjaran wakaf tidak terbatas sepanjang pewakaf itu hidup, tetapi terus terbawa sampai ia meninggal dunia. Penggugur hak waris ada 3 yaitu budak, pembunuhan dan perbedaan agama. Antara ahli waris yang satu dan lainnya ternyata mempunyai perbedaan derajat dan urutan. Sebab- sebab adanya hak waris adalah kerabat hakiki, pernikahan dan al-wala.

DAFTAR PUSTAKA Suryana, AF. A. Toto. Drs. M.pd, 1997. Pendidikan Agama Islam, Bandung : Tiga Mutiara http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Waris/Penjelasan.html
Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Minangkabau, Jakarta Al-habsyi, muhammad baqir. 1999. Fiqih Praktis. Bandung: Mizan Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, Daral-Pikr, tt. 1992. Gunung Agung, 198 Eman Suparman, Intisari Hukum Waris Islam, Bandung, Mandar Maju. 1995.
Abd. Shomad , Keluarga Sakinah, (surabaya, PT bina ilmu, 1995), hal 306

21

22

Anda mungkin juga menyukai