Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) adalah suatu keadaan pecahnya selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun dalam persalinan sebelum pembukaan 3 cm (sebelum fase aktif, masih dalam fase laten).1 Pada keadaan normal selaput ketuban pecah dalam persalinan. Ketuban pecah sebelum waktunya atau Premature Rupture Of Membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. KPSW terjadi sekitar 2,7% - 17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus terjadi secara spontan. KPSW merupakan masalah obstetrik, dan 30% terjadi pada kehamilan preterm.2 Terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya memerlukan penanganan yang serius karena bila telah lewat dari 6-8 jam (golden periode) akan menimbulkan infeksi yang dapat berakibat buruk terhadap ibu dan janin.

STRUKTUR SELAPUT KETUBAN Selaput ketuban tersusun dari lima lapisan yang terpisah, rata-rata ebal 0,08 0,12 mm (Gambar 1).3 Tidak mengandung pembuluh darah dan syaraf. Kebutuhan nutrisi

dipenuhi melalui cairan ketuban. Lapisan paling dalam, terdekat dengan janin adalah epitel ketuban. Sel-sel epitel ketuban mensekresi kolagen tipe III dan IV serta glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen dan fibronektin) yang membentuk membran basalis yaitu lapisan berikutnya dari ketuban.3,4 Lapisan jaringan ikat padat disekitar membran basalis membentuk rangka fibrosa utama selaput ketuban. Jaringan kolagen dari lapisan jaringan ikat padat disekresi oleh sel-sel mesenkim dalam lapisan fibroblas.5 Kolageninterstitial (tipe I dan III) ,mendominasi dan membentuk kumparan paralel dan menjaga integritas mekanik dari selaput ketuban.6 Kolagen tipe V dan VI membentuk hubungan dengan vilamentosa antara kolagen interstitial dengan epitel membran basalis.6 Tidak ada hubungan interposisi antara substansi amorf dasar dengan fibrin-fibrin kolagen dalam jaringan ikat selaput ketubab pada saat kehamilan aterm, sehingga selaput ketuban menahan regangan secara menyeluruh dalam stadium akhir kehamilan normal. Lapisan fibroblas merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari sel-sel mesenkim dan makrofag dalam matriks ekstraseluler6. Kolagen pada lapisan ini membentuk hubungan yang longgar dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.

Lapisan intermediate (zona spongiosa) berada diantara selaput ketuban dan korion. Kandungan proteoglikan dan glikoproteinnya yang banyak menyebabkan lapisan ini seperti busa pada preparat histologis dan mengandung jaringan non fibrin pada sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediate menyerap stress fisik dengan cara menempatkan selaput ketuban cenderung ke arah sisi korion yang berhubungan dengan desidua ibu.

Gambar 1. Schematic representation of the structure of the fetal membranes at term. The extracellular-matrix composition of each layer is shown. Adopted from Bilic, 20053

Meskipun selaput ketuban lebih tipis (4 kali) daripada korion, selaput ketuban memiliki kekuatan regangan yang lebih besar. Korion mirip dengan suatu tipikal membran epitel dengan kutub-kutubnya mengarah ke desidua ibu. Seiring dengan perkembangan kehamilan, vili trofoblas dalam jaringan korion pada sisi yang berlawanan dari selaput ketuban (bebas dari plasenta) mengalami regresi. Dibawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat dengan janin) adalah membran basalis dan jaringan ikat korionik yang kaya akan fibrin-fibrin kolagen. Selaput ketuban memiliki gambaran yang berbeda untuk membedakan lapisan selaput ketuban yang mengelilingi plasenta dengan lapisan pada sisi yang berlawanan. Meskipun tidak ada bukti yang dapat menentukan dimana titik lemah selaput yang pecah, tetap harus dilakukan perawatan untuk mencegah perubahan-perubahan dalam struktur selapu ketuban dan komposisinya di dalam mempelajari PROM.

MEKANISME PECAH SELAPUT KETUBAN

Pecahnya selaput ketuban sewaktu inpartu merupakan akibat kelemahan secara umum akibat kontraksi uterus dan tegangan yang berulang-elang. Kekuatan regangan selaput ketuban berkurang pada preparat histologi yang diperoleh setelah inpartu dibandingkan dengan yang diperoleh dari persalinan sesar tanpa inpartu.7 Kelemahan umum selaput ketuban lebih sulit ditentukan antara PROM dengan selaput ketuban yang dipecahkan secara buatan selama proses persalinan.8 Selaput ketuban yang pecah sebelum waktunya, lebih sering tampak hanya kelemahan fokal saja daripada kelemahan umum Daerah di sisi dekat ruptur disebut zona restriksi yang ditandai oleh daerah pembengkakan dan kerusakan fibrin jaringan kolagen antara jaringan padat, fibroblas dan lapisan spongiosa. Oleh karena daerah ini tidak termasuk seluruh daerah sisi ruptur, daerah ini dapat muncul sebelum selaput ketuban pecah dan menjadi titik awal pecahnya ketuban. Agar kekuatan regangan dapat terpelihara harus melibatkan keseimbangan antara sintesis dan degradasi dari komponen matriks ekstraseluler. Diduga bahwa perubahan pada selaput ketuban, termasuk penurunan kandungan kolagen, struktur kolagen yang berubah dan peningkatan aktifitas kolagenolitik, berhubungan dengan PROM.9 Terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya menunjukkan adanya perubahan sitoarsitektur membran korioamniotik, kualitas dan kuantitas dari membran kolagen. Khususnya kolagen tipe III yang dapat berkurang pada pasien KPSW, serta peningkatan aktifitas kolagenolitik ditemukan pada preterm KPSW.11 Infeksi diduga berperanan cukup penting dalam menyebabkan persalinan prematur dan preterm KPSW. Organisme yang paling sering menyebabkan yaitu bakteri vaginosis, Trichomonas vaginalis, Mycoplasmae, Chlamydia trachomitis, Neisseria gonnorhea, Streptococcus group B, serta Bacteroides fragilis, Peptostreptococcus, dan Fusobacterium. Bakteri yang sering ditemukan dari cairan amnion pada persalinan prematur dan bakteri vagina lainnya termasuk Lactobacillus dan Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi yang dapat menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada serviks, pemisahan korion dari amnion, dan KPSW.2,10,11 Maternal dan fetal stress juga dapat menyebabkan pengeluaran stress mediator melalui axis hypothalamic-pituitary-adrenal yang menyebabkan peningkatan produksi placental corticotrophin releasing hormone ( CRH ). Aksi yang belakangan diketahui sebagai suatu efector parakrin, yang dapat meningkatkan pengeluaran enzim dan senyawa compound yang dapat menyebabkan preterm KPSW.11 Gambar dibawah ini menunjukkan mekanisme terjadinya preterm KPSW.12

(Sumber: http://www.biolreprod.org/cgi/content/full/63/6/1575/b)

ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI Penyebab KPSW tidak diketahui dengan pasti. Berdasarkan hasil-hasil penelitian didapatkan faktor-faktor predisposisi terjadinya KPSW antara lain : 1. Faktor infeksi Faktor infeksi dapat berupa infeksi traktus urinarius dan genital, termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS). Mikroorganisme pada mukus servik secara ascenden berkembang mencapai uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada plasenta, selaput ketuban, dan desidua maternal. Reaksi inflamasi ini mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan IL-6 dari sel endothelial dan tumor necrosing factor dari makrofag. Hal ini menstimulasi produksi prostaglandin yang akan menyebabkan pematangan servik dan kontraksi uterus. Mikroorganisme penyebab yang sering adalah streptococcus, mikoplasma, basil fusiform. Infeksi intrauterin dapat juga menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban melalui beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan degradasi dari matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang ermasuk dalam flora vagina menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan selaput ketuban. Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang akhirnya meningkatkan resiko preterm KPSW yang diakibatkan oleh iritabilitas uterin dan penurunan kolagen selaput ketuban. 2. Faktor selaput ketuban 3. Faktor terjadinya perubahan tekanan intrauterin yang mendadak

4. Faktor sosio-ekonomi yang rendah seperti defisiensi gizi, vit C 5. Faktor antagonisme golongan darah A, B, O 6. Faktor keturunan 7. Faktor merokok13 8. Faktor-faktor lainnya seperti multigravida, adanya riwayat KPSW pada persalinan-

persalinan yang lalu, hidramion, adanya malposisi, trauma vagina, kehamilan ganda,perdarahan antepartum, adanya diproporsi sefalo-pelviks dan hamil dengan umur yang lebih dari 35 tahun.

DIAGNOSIS Diagnosis ada tidaknya air ketuban pada KPSW dapat ditegakkan melalui beberapa cara antara lain: 1. Anamnesis Pada umumnya pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari kemaluan. Cairan dapat keluar mendadak dan banyak atau perlahan dan sedikit. Juga perlu ditannyakan adakah kontraksi uterus, perdarahan pervaginam, baru saja intercourse (berhubungan intim/coitus), atau adakah demam. Penting memastikan kapan taksiran persalinan sebab informasi ini mempengaruhi pengobatan selanjutnya. 2. Inspekulo Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPSW. Adanya genangan cairan di forniks posterior (adanya air ketuban keluar dari OUE) mendukung diagnosis ini. Pengambilan cairan ketuban dari forniks posterior a. Cairan ketuban bersifat alkalis sehingga, bila cairan yang diambil dengan menggunakan kapas lidi atau pipet ditempelkan pada kertas lakmus akan terjadi perubahan warna merah menjadi biru. b. Untuk menentukan ada tidaknya cairan ketuban dapat digunakan test arboriasasi atau kristalisasi. Cara pembuatan preparat pada test ini adalah sebagai berikut. Dengan pipet diambil cairan dan dibuat preparat apus dan dikeringkan diudara, preparat apus kemudian diamati dengan mikroskop akan tampak gambaran daun pakis c. Ada tidaknya verniks kaseosa dapat diketahui melalui pemeriksaan sitologi yaitu: - Pewarnaan Papanicolaou - Pewarnaan Piasianole - Zat warna Nile Blue Sulfate1

3.

Nitrazin test Metode diagnostik menggunakan kertas nitrazin (lakmus) dan pemeriksaan gambaran daun pakis memiliki sensitifitas mendekati 90%. Untuk memastikan cairan tersebut merupakan cairan ketuban dilakukan tes dengan nitrasin. Cairan ketuban akan mengubah kertas nitrasin menjadi biru karena pH cairan ketuban diatas 6,0-6,5. Sedangkan pH normal vagina adalah antara 4,5-6,0. Pemeriksaan dengan kertas nitrasin dapat bersifat positif palsu dengan adanya kontaminasi darah, semen, dan vaginitis.

1.

Fern test Merupakan pemeriksaan apusan terpisah untuk mengambil cairan dari forniks posterior atau dinding vagina. Sewaktu cairan mengering pada kaca objek, dapat dilihat adanya gambaran daun pakis (arborisasi) di bawah mikroskop. Terdapatnya daun pakis ini mengindikasikan adanya KPSW.

2.

Ultrasonografi Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang digunakan terutama untuk melihat banyak tidaknya air ketuban.13Pada kasus dimana penderita diduga memiliki riwayat PROM, tetapi pemeriksaan fisik gagal memastikan diagnosis, pemeriksaan USG dapat membantu.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan ketuban pecah sebelum waktunya dapat dibedakan atas

penatalaksanaan secara konservatif dan aktif. 1. Konservatif Bila tidak didapatkan komplikasi dan usia gestasi 28-37 minggu, diberikan obat-obatan: - Tokolitik - Kortikosteroid untuk pematangan paru - Vitamin C dosis tinggi - Antibiotik13 Komplikasi : a. Suhu > 38,2C b. Leukosit > 15000/mm3 c. Air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning.13 Apabila setelah pengobatan diberikan air ketuban tidak lagi keluar, maka penderita boleh pulang dengan nasihat :

a. Tidak boleh bersetubuh b. Vagina tidak boleh diirigasi c. Tidak memakai celana dalam, pembalut wanita atau semua yang memudahkan terjadinya infeksi. 2. Penatalaksanaan aktif Indikasi penatalaksanaan aktif bila : a. Didapatkan komplikasi b. Usia kehamilan kurang dari 28 minggu atau lebih dari 37 minggu c. Janin mati dalam kandungan d. Indeks tokolitik > 8.13 Penatalaksanaan aktif meliputi : a. Pemberian antibiotik bila : Terjadinya komplikasi Inpartu Ketuban pecah < 12 jam1 Adanya rencana terminasi dengan induksi atau akselerasi, seksio sesaria

b. Dilakukan terminasi Pervaginam bila : Usia gestasi < 28 minggu Janin mati13

Perabdominam bila : Kontra indikasi tetes pitosin Letak lintang Presentasi lain yang tidak memungkinkan pervaginam Skor Bishop < 51

DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuddin, A, Komar, H. Panduan Partograf. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; Palembang. 2001. 2. Elva J A, Hasibuan S. 2006. Ketuban Pecah Dini Pada Persalinan Preterm. Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Jogjakarta: Jogjakarta. (http://obgin-ugm.com/dokumen/KPDPP.pdf, diakses 31 Mei 2012).

3.

Bilic Grozdana, Sealing and Healing of Fetal Membranes. Dissertation PhD Department of Obstetrics, University Hospital of Zurich, Switzerland 2005:7-18

4.

Mercer BM, Arheart KL. Antimicrobial theraphy in expectant management of preterm premature ruptur of membranes. Lancet 1995;346:1271-9

5.

Casey ML, MacDonald PC. Interstitial collagen synthesis and processing in human amnion. Biol Reprod 1996;55:1253-60

6.

Lavery JP, Miller CE, Kningt RD. The effect of labor on reologic response of chorioamniotic membranes. Obstet Gynecol 1982;60:87-92. Abstract

7.

Malak TM, Bell SC. Structuaral characteristic of term human fetal membranes. Br J Obstet Gyanaecol 1994;101:375-86. Abstract

8.

Savitz DA, Blackmore CA, Thorp JM. Epidemiologic characteristicof preterm delivery. Am J Obstet Gynecol 1991;164:467-71. Abstract

9.

American College of Obstetricans and Gynecologist. Premature rupture of membranes. Clinical management guidelianes for obstetrician-gynecologist. ACOG practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol Obstet 1998;63:75-84. Abstract.

10.

Moegni

E,

Ocviyanti

D,

Wibowo

N.

2006.

Ketuban

Pecah

Dini

Dan

Infeksi Intrapartum. Catatan Kuliah Obstetri dan Ginekologi FK UI: Jakarta. (http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklmenu.html, diakses, 31 Mei 2012). 11. Odunsi K, Rinaudo P. 2006. Premature Rupture of the Fetal Membranes. Vol.2. No 4. Yale-New Haven Hospital: England. (http://hygeia.org/poems17.htm, diakses 31 Mei 2012). 12. Bryant-Greenwood G, Millar L K. 2000. Human Fetal Membranes: Their Preterm Premature Rupture. University of Hawaii, Honolulu: Hawaii.

(http://www.biolreprod.org/cgi/content/full/63/6/1575/b, diakses 31 Mei 2012). 13. Standar Pelayanan Profesi Obgin. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSMH Palembang; Palembang. 2000.

Anda mungkin juga menyukai