Anda di halaman 1dari 10

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada programprogram yang mempunyai daya ungkit besar guna mencapai visi pembangunan di bidang kesehatan. Landasan yang kuat, terutama dalam analisa situasi, perumusan isu strategis dan arah kebijakan pembangunan kesehatan merupakan prioritas pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 (Bappenas, 2009). Program pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai salah satu program utama bidang kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko melalui peningkatan imunisasi dan peningkatan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi (KIE) pencegahan dan

pemberantasan penyakit (Bappenas, 2009). Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB), dari berbagai penyebab kematian tersebut adalah kematian yang disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), saat ini angka kematian akibat PD3I masih cukup tinggi, yaitu sekitar 120.000 setiap tahunnya, untuk itu dibutuhkan suatu penanganan yang serius, salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I tersebut adalah program imunisasi. Perlu upaya yang ekstra keras untuk mempercepat penurunan AKI guna mencapai target yang diinginkan. Jika sasaran yang ingin dicapai pada akhir RPJMN 2010-2025 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dapat dicapai apabila penurunan AKI per tahun adalah 4,7 persen. Namun jika angka ini tetap ingin dicapai pada tahun 2015 seperti yang disarankan dalam MDGs, maka penurunan AKI diharapkan mencapai 9,5 persen per tahun (Bappenas, 2009). Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1611/Menkes/SK/XI/ 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyebutkan bahwa imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh, harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2006). Sejak penetapan EPI (the Expanded Program on Immunisation) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan

Universitas Sumatera Utara

pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya. Vaksinasi terhadap 5 (lima) penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Ali, 2003). Program imunisasi di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006). Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi PD3I dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomylitis dan Hepatitis B (Depkes RI, 2005). Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan atau kejadian luar biasa (KLB) PD3I. Untuk itu upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilance epidemiologi serta peningkatan dan perbaikan kinerja unsur-unsur pelaksana yang terlibat dalam kegiatan imunisasi sehinga tercapai target atau sasaran imunisasi yang merupakan salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan program imunisasi (Lanasari, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) target imunisasi Indonesia tahun 2010 yaitu tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), dimana cakupan imunisasi lengkap minimal 95% secara merata pada bayi di 100% di desa dan kelurahan (Depkes RI, 2010). Hal ini berarti bahwa di setiap desa harus mencapai cakupan 95/12 sekitar 7,9 % setiap bulannya. Bila cakupan rata-rata bulanan di bawah 7,9% selama 3 bulan berturut-turut, maka harus dilakukan sweeping. Cakupan imunisasi dasar di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010 berada pada urutan 31 dari 33 propinsi di Indonesia, yaitu sebesar 32,6%. Pencapaian tertinggi cakupan imunisasi di Provinsi DI Yogyakarta mencapai 93,7%, sedangkan pencapaian terendah di Provinsi Papua yaitu dan 20,7%. Rata-rata pencapaian program imunisasi secara nasional di Indonesia sebesar 58,5%. Dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu kabupaten dengan pencapaian program imunisasi rendah dengan pencapaian yaitu 17,3%, angka tersebut lebih rendah dari rata-rata pencapaian imunisasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar 32,6% (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010). Sehingga berbagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I telah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan salah satunya yaitu penempatan bidan di desa yang diharapkan dapat memberikan harapan baru dalam upaya

Universitas Sumatera Utara

mendekatkan pelayanan kesehatan di tengah masyarakat. Penempatan bidan desa ini diharapkan juga berangsur-angsur dapat menekan angka kesakitan dan kematian tersebut. Bidan di Desa (Bides) yang bertugas di desa secara fungsional berbeda dengan bidan yang bertugas di puskesmas, karena bidan desa mempunyai wilayah kerja tertentu yaitu desa tempat tugasnya sehingga merupakan ujung tombak pelaksanaan program imunisasi dengan salah satu tugas adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada bayi dan balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2007). Namun dalam pelaksanannya ditemukan bahwa sebahagian besar Bides bertempat tinggal tidak di desa, melainkan tinggal di Ibu kota Kabupaten yaitu Padangsidimpuan, dengan alasan tidak tersedianya Polindes ataupun rumah penduduk yang layak untuk ditempati walaupun dengan cara sewa. Gagasan pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ini menuju well born baby dan well health mother merupakan komitmen politik, diikuti dengan penempatan bidan di desa sebanyak 50.000 orang dalam waktu singkat pada tahun 2003. Saat ini telah ditempatkan sekitar 18.000 bidan desa, tetapi hanya sebagian kecil yang mampu mewujudkan pondok bersalin desa (Depkes RI, 2004). Hasil penelitian Rahmawati (2007) tentang analisis faktor sumber daya manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi puskesmas di Kabupaten Blora tahun 2006, menyimpulkan bahwa faktor

Universitas Sumatera Utara

yang berpengaruh terhadap hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi di Kabupaten Blora adalah supervisi pimpinan puskesmas, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, persepsi terhadap kompensasi. Cakupan imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan menurut hasil survey Millenium Corporation Cellent-Indonesia Immunization Project (MCC-IIP) tahun 2009 di temukan lebih rendah dengan yang dilaporkan setiap bulannya ke Dinas Kesehatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara kualitas program imunisasi belum berjalan dengan baik dan ini sangat erat kaitanya dengan karakteristik organisasional, individual dan psikologi dalam pelaksanaan program imunisasi. Pelaksanaan program imunsasi tidak terlepas dari peran manajemen organisasional serta teknis pelaksana individual yakni sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan tersebut, agar keberhasilan program imunisasi dalam upaya menurunkan angka kematian akibat PD3I dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga dengan pelaksanaan program imunisasi sesuai dengan pedoman diharapkan cakupan imunisasi tinggi dan merata tetap dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat population immunity atau kekebalan masyarakat, yang pada akhirnya angka kesakitan dan kematian akibat PD3I dapat diturunkan. Salah satu faktor penentu kinerja dalam organisasi menurut Gibson et al (1996), yaitu karakteristik individu, organisasi dan psikologis dapat memengaruhi kinerja dalam suatu organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian Subagio (2004) yang mengkaji Fungsi Manajemen Puskesmas dalam Program Imunisasi di Kabupaten Pelalawan - Riau Tahun 2003 mengungkapkan bahwa imunisasi terutama untuk Universal Child Immunitation (UCI) desa adalah 100 % tahun 2000 di Kabupaten Pelalawan terdiri 10 kecamatan dan memiliki 88 desa, dari jumlah desa tersebut ternyata yang belum mencapai UCI adalah 38 desa atau sekitar 43,2 %. Masih banyaknya desa-desa yang belum mencapai UCI ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah manajemen program imunisasi, faktor petugas, faktor masyarakat sebagai sasaran program imunisasi dan faktor eksternal. Peran serta Tokoh Masyarakat (Toma) dan Tokoh Agama (Toga) dan PKK juga penting dalam rangka menurunkan PD3I. Hal ini sejalan dengan penelitian Muazaroh (2009), yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara komunikasi dan keberhasilan implementasi program imunisasi. Komunikasi oleh bidan desa yang masih kurang pada sasaran antara (PKK, Toma, Toga) begitu juga dengan sumberdaya dan keberhasilan implementasi program imunisasi, ketersediaan sumberdaya finansial yang masih kurang yaitu jumlah transport yang diberikan kurang memadai, bidan masih menarik biaya pelayanan imunisasi, sedangkan untuk sumberdaya non finansial yang kurang mendukung program yaitu cool pack yang dibawa dalam bentuk beku, tidak membawa KIPI kit pada waktu pelayanan dan

Universitas Sumatera Utara

ketersediaan poster, leaflet tentang imunisasi kurang serta faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi adalah struktur birokrasi. Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis bahwa rendahnya cakupan imunisasi meliputi DPT 35%, HV-B 13,6%, TT WUS 8,1%, TT Bumil 2,2%, BCG 76%, Polio 77,1% dan Campak 74,1%, sedangkan berdasarkan target pencapaian UCI dari 12 Kecamtan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, ada 6 Kecamatan yang mencapai UCI dan 6 Kecamatan belum mencapai UCI. Beberapa penyebab rendahnya cakupan imunisasi tersebut diakibatkan bidan desa belum melaksanakan tugasnya secara optimal dalam program imunisasi. Hal ini dikhawatirkan munculnya kembali kasus PD3I, seperti kasus campak pada tahun 2010 yang terjadi beberapa kali di Kecamatan Angkola Selatan, Batang Toru dan Kecamatan Pintupadang yang sudah dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak oleh Pemerintah daerah setempat (Dinkes Tapsel, 2010). Bidan desa sebagai pelaksana program imunisasi di desa sangat menentukan tingkat pencapaian atau cakupan imunisasi di desa tempat tugasnya. Besarnya tanggung jawab bidan desa sebagaimana disebutkan dalam prosedur pelaksanaan imunisasi bahwa setiap bidan desa bertanggung jawab dalam melakukan : persiapan petugas imunisasi di desa, inventarisasi sasaran imunisasi, persiapan vaksin dari polindes/tempat tinggal bidan desa ke tempat pelaksanaan imunisasi (misalnya posyandu), peralatan rantai vaksin dari puskesmas/pustu ke desa, persiapan ADS

Universitas Sumatera Utara

untuk pemberian imunisasi, pesiapan safety box untuk membawa vaksin dari polindes ke lokasi pelaksanaan imunisasi, persiapan sasaran imunisasi, pemberian imunisasi dan koordinasi. Sedangkan koordinator imunisasi yang bertugas di puskesmas lebih berperan dalam pengelolaan logistik imunisasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke puskesmas serta mendistribusikan logistik imunisasi ke setiap puskesmas pembantu dan bidan desa.

1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh karakteristik individu (X 1 ), karakteristik organisasi puskesmas (X 2 ) dan karakteristik psikologis (X 3 ) terhadap kinerja

(Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (X 1 ), karakteristik organisasi puskesmas (X 2 ), karakteristik psikologis (X 3 ) terhadap kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah karakteristik individu (X 1 ), karakteristik organisasi puskesmas (X 2 ), karakteristik psikologis (X 3 ) berpengaruh terhadap kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Selatan tentang pelaksanaan program imunisasi. 2. Sebagai wahana pengembangan ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan khususnya tentang kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai