Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya sekedar memberi siswa informasi. Siswa diharapkan mampu untuk menemukan informasi, kemampuan, keterampilan, sikap, serta kebiasaan dengan mempertimbangkan aspek fisik, mental, psikologi, serta pendidikan mereka (Mohammad, 2012: 560). Untuk menghasilkan siswa yang dapat membangun pengetahuan dari informasi yang siswa peroleh sendiri, dapat dikatakan tidak cukup hanya mengandalkan metode ceramah yang selama ini kerap dipraktekkan. Namun, dalam menggali serta menemukan informasi ynag mereka perlukan, siswa tidak dapat bekerja sendiri melainkan siswa memerlukan bantuan orang lain. Dalam menemukan informasi siswa perlu bekerjasama dengan siswa lainnya serta mendapat masukan dari orang dewasa yang lebih mengerti dan paham sehingga informasi yang didapat merupakan informasi yang telah diakui kebenarannya sehingga dapat membantu siswa untuk membangun pengetahuannya dengan benar. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran yang disebut dengan pendekatan Pembelajaran Aktif. Menurut Charles C. Bonwell dan J.A Eison dalam Warsono (2012: 14) seluruh bentuk pengajaran yang berfokus kepaada siswa sebagai penenggung jawab pembelajaran adalah Pembelajaran Aktif. Sehingga dapat dikatakan jika Pemebalajaran aktif mengacu pada pembelajaran berbasis siswa (Student Centered Learning) Student Centered Learning merupakan strategi pembelajaran yang fokus kepada siswa serta apa yang diperoleh siswa daripada apa yang dilakukan oleh guru (Oneill, 2005: 28). Pada strategi Student Centered Learning siswa merupakan pusat dari pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai instruktur yang membantu siswa untuk belajar secara mandiri. Student Centered Learning dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok metode yaitu Non Kolaboratif dan

Kolaboratif. Pembelajaran Non Kolaboratif diwujudkan dalam metode pemberian tugas mandiri seperti membuat rangkuman, membuat peta konsep serta menyusun karya ilmiah. Sedangkan metode pembelajaran Kolaboratif diwujudkan dengan berbagai metode yang didasarkan pada kerjasama antar siswa. Salah satu contoh metode pembelajaran yang kolaboratif adalah metode pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning. Metode Problem Based Learning erat kaitannya dengan pendekatan kontekstual. Berdasarkan pendapat Arends, pada esensinya Problem Based Learning adalah metode pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang kontekstual. Untuk memperoleh informasi dan mengembangkan konsep-konsep Sains, siswa belajar tentang bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah, baik secara individual maupun kelompok. B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang telah disampaikan, rumusan masalah yang disampaikan pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah teori belajar yang mendasari metode Problem Based Learning? 2. Bagaimanakah sintaks metode Problem Based Learning? 3. Bagaimanakah ciri-ciri metode Problem Based Learning? 4. Bagaimanakah contoh implementasi metode Problem Based Learning? 5. Bagaimanakah problematika pembelajaran menggunkan metode Problem Based Learning?

C. TUJUAN Berdasarkan rumusan maslah yang telah disampaikan, tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teori belajar yang mendasari metode Problem Based Learning? 2. Untuk mengetahui sintaks metode Problem Based Learning?

3. Untuk mengetahui ciri-ciri metode Problem Based Learning? 4. Untuk mengetahui contoh implementasi metode Problem Based Learning? 5. Untuk mengetahui problematika pembelajaran menggunkan metode Problem Based Learning?

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori yang Mendasari Metode Problem Based Learning Savery dan duffy dalam Khairiyah (2012: 749) Problem Based learning dapat diartikan sebagai menciptakan lingkungan belajar yang memfasilitasi siswa untuk mengkonstruk atau membangun pengetahuan dan kemampuan dari aktivitas yang mereka lakukan. Kegiatan yang dilakukan siswa dalam Problem Based learning didasarkan pendekatan kontekstual. Solusi yang kompleks dan rumit akan mendorong siswa untuk berkolaborasi mendiskusikan solusi untuk masalah yang mereka hadapi, sehingga menemukan solusi yang terbaik. Landasan teori yang mendasari metode Problem Based learning antara lain: 1. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep pembelajaran mengaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan siswa. (King, 2008: 18) menyebutkan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan kesempatan bagi siswa untuk membuat hubungan antara konsep dengan aplikasi dunia nyata (konteks). (Gilbert dalam Pesman, 2012: 16) menyebutkan alasan penggunaan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: Kurikulum mengandung materi yang terlalu banyak. Siswa tidak mengetahui bagaimana membangun hubungan antara fakta yang ada. Siswa dapat menyelesaikan masalah yang sama yang diberikan didalam kelas, namun tidak dapat mengaplikasikan konsep suatu masalah pada masalah yang lain (leak of transfer). Siswa tidak mengetahui arti penting dari isi materi yang dipelajari di kelas (leak of relevance). Pembelajaran tradisional kurang membantu siswa dalam mengembangkan scientific literacy. Pembelajarn kontekstual dapat menjadi teori yang melandasi metode Problem Based learning, karena didalam metode Problem Based learning identifikasi masalah didasarkan pada konteks yang ada disekitar kehidupan siswa. Eggen (2012: 309) menyatakan bahwa dengan siswa yang masih belum dewasa

dan tidak berpengalaman, masalah-masalah paling efektif jika masalah itu jernih, konkret, dan dekat dengan keseharian. 2. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme adalah suatu teori yang menjelaskan bagaimana seseorang sampai kepada pengetahuan yang dimilikinya (Iskandar, 2011: 8). Teori konstruktivisme didasarkan atas pemikiran bahwa setiap individu mencari makna dan membangun makna dari dunia sekitarnya, sehingga dapat dikatakan bahwa teori konstruktivisme mengambil pendekatan secara kognitif. Teori konstruktivisme lahir dari gagasan beberapa ahli pendidikan seperti Dewey yang menyatakan bahwa pebelajar perlu melihat kegunaan pengetahuan, sehingga menjadi bermakna agar pengetahuan dapat tersimpan dalam struktur kogitifnya. Dengan kata lain dapat dikatakan teori konstruktivisme menyatakan setiap individu mencari serta membangun makna dari pengalaman-pengalaman yang ada disekitarnya menjadi suatu pengetahuan yang berguna dan tersimpan di struktur kognitifnya. Metode Problem Based learning dapat dikatakan lahir berdasarkan teori konstruktivisme. Dalam metode Problem Based learning siswa memiliki tanggung jawab untuk memecahkan masalah yang bertumpu pada siswa (Eggen, 2012: 307). Dalam mencari solusi atas pemecahan masalah yang dihadapi oleh siswa, mereka akan menggali informasi, membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah, baik secara individual maupun kelompok. Dari serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan masalah atau menemukan solusi tersebut, siswa akan mengkonstruk pengetahuan yang ada didalam diri siswa. 3. Teori belajar Jean Piget Piaget terkenal dengan teori belajarnya yang biasa disebut perkembangan mental manusia atau teori perkembangan kognitif. Pengetahuan tidak terdapat diluar sana menunggu untuk ditemukan, tetapi didapat dan dibangun melalui suatu proses interaksi dengan benda-benda (Piaget dalam Iskandar, 2011: 3). Menurut Eggen (2012: 53) teori kognitif didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

Pembelajaran dan perkembangan tergantung pada pengalaman murid Orang ingin pengalaman mereka masuk akal Orang mengkonstruksikan pengetahuan untuk memahami pengalaman mereka Pengetahuan yang dibangun murid tergantung pada pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya Interaksi sosial dan penggunaan bahasa mamfasilitasi pembangunan pengetahuan Belajar menuntut praktik dan umpan balik Belajar meningkat saat pengalaman belajar dikaitkan dengan dunia nyata Kaitan antara teori belajar Piaget dan pandangan konstruktivisme dengan PBL adalah prinsip-prinsip PBL sejalan dengan pandangan teori belajar tersebut. Siswa secara aktif mengkonstruksi sendiri pemahamannya, dengan cara interaksi dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi. 4. Teori Belajar Ausubel Belajar menurut Ausubel diartikan sebagai proses asimilasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang telah terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Iskandar, 2011: 7). Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang sudah ada. Belajar bermakna adalah proses belajar saat informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghapal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya.Belajar bermakna Ausubel erat kaitannya dengan belajar berbasis masalah (PBL), karena dalam pembelajaran ini pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi melainkan siswa menemukan kembali. Selain itu pada pembelajaran ini, informasi baru dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. 5. Teori Belajar Jerome S. Bruner Bruner terkenal dengan metode penemuannya, yang dimaksud dengan penemuan disini adalah siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Kaitannya dengan belajar, Bruner memandang bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Konsep lain dari Bruner yang ada kaitannya dengan PBL yaitu Scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Hitipeuw (2009: 113) menyatakan Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan oleh orang lain ke anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Pada metode Problem Based Learning guru memiliki kewajiban melakukan Scaffolding seperti membantu siswa memahami masalah serta menentukan masalah bersama siswa bagaimana seharusnya masalah diamati dan dicermati (Warsono, 2012: 150). 6. Kerucut Pengalaman Belajar Kerucut pengalaman belajar dicetuskan oleh Edgar Dale dalam bukunya Audiovisual Methods in Teaching. (Dale dalam Jacobs, 2008: 8) menyatakan bahwa siswa dapat mendapatkan pengalaman belajar dengan jalan sebagai berikut: 10% dari membaca buku 20% dari mendengarkan pembelajaran guru 30% dari yang dilihat (dapat berupa gambar dan grafik) 50% dari yang dilihat dan didengar (dapat berupa observasi pada suatu demonstrasi) 70% dari yang dikatakan (dapat berupa berpartisipasi dalam diskusi) 90% dari yang dikatakan dan dilakukan (dapat berupa presentasi sebuah simulasi, dan ikut serta dalam suatu kegiatan)

Dengan menerapkan pembelajaran dengan Metode Problem Based learning, dapat memberikan peluang siswa untuk mengatakan dan melakukan sesuatu yang nyata dan dekat dengan keseharian siswa. Sehingga, siswa diharapkan dapat mengingat dan memahami lebih banyak konsep. Siswa dapat menggali informasi melalui membaca, mendengarkan, melihat, gambar, menonton film, pertunjukkan ataupun demonstrasi. Siswa membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah melalui diskusi, menyumbangkan ide serta presentasi. Dari solusi yang telah diperoleh, siswa akan memantapkan pengalaman belajarnya dengan mengomunikasikan temuan-temuan solusi yang didapat atas masalah yang dihadapinya.

B. Sintaks Metode Problem Based Learning Eggen (2012: 310) menyatakan pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning hadir dalam 2 level yang saling terkait dengan hasil akhir tujuan belajar menggunakan metode ini. Pertama siswa harus memecahkan satu masalah spesifik dan memahami materi yang terkait. Kedua, siswa harus mengembangkan kemampuan pemecahanmasalah dan menjadi murid mandiri. Untuk membantu siswa memenuhi tujuan-tujuan ini, Arends dalam Warsono (2012: 151) telah mengemukakan sintaks yang lain serta perilaku guru yang relevan seperti tabel 2.1
Tabel 2.1 Sintaks Problem Based Learning dan Perilaku Guru yang Relevan No. 1. Fase Fase 1: melakukan orientasi masalah kepada siswa Perilaku Guru Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukakn eksperimen dan mencari penjelasan pemecahan masalahnya Guru membantu siswadalam perncanaan dan perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti: laporan, video, dan model-model, serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan Arends dalam Warsono (2012: 151)

2.

Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk belajar Fase 3: mendukung kelompok investigasi Fase 4: mkengembangkan dan menyajikan artefak dan memamerkannya Fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah

3.

4.

5.

C. Untuk Mengetahui Ciri-Ciri Metode Problem Based Learning D. Untuk Mengetahui Contoh Implementasi Metode Problem Based Learning E. Untuk Mengetahui Problematika Pembelajaran Menggunkan Metode Problem Based Learning

KESIMPULAN

1. Teori belajar yang mendasari metode Problem Based Learning adalah Pembelajaran Kontekstual, Teori Konstruktivisme atau Teori Belajar Jean Piaget, Teori Belajar Ausubel, Teori Belajar Jerome S. Bruner, dan Kerucut Pengalaman Belajar 2. Sintaks dari metode Problem Based Learning terdiri dari 5 fase yaitu melakukan orientasi masalah kepada siswa, mengorganisasikan siswa untuk belajar, mendukung kelompok investigasi, mengembangkan dan menyajikan artefak dan memamerkannya serta menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Eggen, P. D., Kauchak, D. P. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks Hitipeuw, I. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri malang Iskandar, Srini. M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis. Malang: Bayumedia Publishing Jacobs, G. Hurley, M. Unite, C,. 2008. How Learning Theory Creates a Foundation for SI Leader Training. Journal of Peer Learning Volume 1 issue 1 article 3 Khairiyah, M. Y., Syed, A. H. S. H., Mohammad, Z. J., Nor, F. H. 2012. Coopereatif Problem-Based Learning (CPBL): Framework for Integrating Cooperative Learning and Problem-Based Learning. Procedia-Social and Behaviorial Science 56 (2012) 223-232 King, D. T., Bellocchi, Alberto, Ritchie, Stephen, M. 2008. Making Connection: Learning and Teaching Chemistry in Context. Reasearch in Science Education 38 (3): pp. 365-384 .Warsono, Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai