Anda di halaman 1dari 2

Dewasa ini, pembicaraaan dan pelaksanaan MDGs menjadi hot topic.

Bukan hanya di kalangan rumah sakit, tapi juga mulai menyentuh kalangan masyarakat. Apa sih MDGs itu? Menurut buku Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah MDGs atau Millenium Development Goals merupakan komitmen nasional dan global dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan. 8 (delapan) tujuan (goals) menjadi komitmen MDGs mencakup: (1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan; (2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua; (3) Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan; (4) Menurunkan Angka Kematian Anak; (5) Meningkatkan Kesehatan Ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya; (7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup; dan Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen nasional dan (8) Membangun kemitraan global untuk pembangunan. Lalu, apa ya hubungannya dengan gizi buruk? Berdasarkan narasumber kita, dr. Wan Nedra, SpA, upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015, termasuk menekan gizi buruk. Untuk pelaksanaannya, dibutuhkan komitmen dari semua pihak. Karena pada saat yang sama, pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti menanggulangi kelaparan-kesehatan, dll membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. Tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.Beberapa pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG di tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN di tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu, semoga bisa memperoleh jalan yang terbaik. Nah, sekarang kita telah mengetahui secara perifer apa itu MDGs. Selanjutnya, bagaimana sih cara kerja MDGs? Kenapa ya bisa menekan angka gizi buruk? Menurut narasumber, perbaikan status gizi masyarakat dg meningkatkan asupan zat gizi makro (KH, Protein, Lemak) dan zat gizi mikro ( Kapsul Vitamin A, Zat Besi, garam ber-Iodium) untuk memenuhi angka kecukupan gizi. Di masyarakat ada Posyandu, kegiatan penyuluhan gizi dan penambahan gizi masyarakat telah dilakukan, namun kita lihat tidak semua posyandu dapat berjalan dengan aktif. Kegiatan lain yang juga dapat dilakukan adalah penyuluhan pada masyarakat agar pengetahuan masyarakat meningkat tentang gizi seimbang. Hal lain yang penting juga adalah Pemberian ASI ekslusif sampai 6 bulan, serta diikuti dengan makanan pendamping ASI mulai dari usia 6-24 bulan, untuk itu kita mesti waspada jangan sampai anak tampa evaluasi perkembangannya, jadi mesti ditimbang setiap bulan dan dipantau perkembangannya. Pemberian zat besi sudah dilakukan sejak usia 4 bulan, karena anemia kekurangan zat besi pada ibu di Indonesia sangat tinggi sekali. Dalam pemantauan bila didapatkan kekurangan zat gizi (gizi kurang) sampai sudah sejak dini tertangani. Bila ditemukan gizi buruk, tidak dianggap sepele namun harus dilakukan penanganan yang baik sampai anak tsb menjadi gizi baik. Usaha-usah ini sudah dilakukan oleh masyarakat melalui pendampingan yang baik oleh pemerintah kita melalui Puskesmas yang sudah ada sampai kepelosok Nusantara kita. Hal ini lah yang dapat kita catat sebagai upaya pemerintah dalam menekan gizi buruk di Indonesia. Kita sebagai mahasiswa bisa ikut berperan dalam pelaksanaan MDGs. Bagaimanakah caranya? Berdasarkan narasumber, mahasiswa kedokteran diyakini dapat memiliki peran yang sangat penting dalam MDGs bisa menjadi trigger sehingga seorang mahasiswa kedokteran bisa memberikan kontribusi positif bagi percepatan pencapaian target MDGs.Setidaknya ada beberapa peran yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa kedokteran demi tercapainya MDGs. Pertama, sebagai agent of health. Dalam membuat kegiatan Senat Mahasiswa dapat berkreasi kegiatannya dengan target langsung masyarakat. Memberikan penyuluhan, melakukan aksi langsung

pada kegiatan yang ada di dalam masyarakat. Objective dati kegiatan tsb agar masyarakat menjadi lebih peduli dengan kesehatan mereka dan pada akhirnya mereka faham bahwa kesehatan adalah suatu hal yang mahal. Umpamanya kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi dapat mencegah penyakit infeksi spt diare, ISPA dan Hepatitis. Kedua, sebagai agent of change. Tentunya kita mengharapkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia terus meningkat , Mahasiswa kedokteran bisa menjadi penggerak perubahan tersebut. Misalnya, dengan pengetahuannya akan bahaya merokok seorang mahasiswa kedokteran mengadakan seminar, kampanye bebas rokok, HIV-AIDs dsb. Ketiga, sebagai agent of development. Peran ini bersinergi dengan peran agent of change. Setiap usaha yang dilakukan demi menuju perubahan yang lebih baik, utamanya menuju MDGs, bisa terus dipertahankan dan dikembangkan pada masa yang akan datang. Tentunya MDGs bukanlah tujuan akhir dari setiap tujuannnya. Mahasiswa kedokteran baik saat ini dan seterusnya mempunyai tanggung jawab meneruskan cita-cita MDGs. Dari setiap perannya tersebut maka bukan tidak mungkin program MDGs bisa terus bergulir walaupun telah melewati tahun 2015 dan akan muncul MDGs-MDGs dalam rentang tahun selanjutnya. Nah,dari rangkaian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa MDGs tidak hanya dilakukan oleh kalangan profesional. Kita sebagai mahasiswa kedokteran bisa turut berperan dalam pelaksanaannya. Selain itu, MDGs sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kesehatan masyarakat Indonesia. Akan lebih baik jika target MDGs ini tercapai lebih cepat sehingga dapat meningkatkan segala aspek yang masih bermasalah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai