Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah penyakit langka dan parah. Sindroma Guillain Barre mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barr (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Angka kejadian penyakit GBS bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Guillain Barre mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah ekstremitas atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu mengalami kelumpuhan tubuh lengkap. Sindroma Guillain Barre adalah suatu kelainan yang mengancam kehidupan dan memerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif. Sayangnya banyak orang kehilangan nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat. Untuk itu sangat perlu untuk mengetahui lebih jauh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut, baik mengenai etiologi, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, komplikasi hingga asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada penderita.

B.

Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. Apa yang dimaksud dengan Guillain Barre Syndrome? Apa saja klasifikasi dari Guillain Barre Syndrome? Apa saja etiologi Guillain Barre Syndrome? Bagaimana patofisiologi Guillain Barre Syndrome? Bagaimana Tanda dan Gejala Guillain Barre Syndrome?

6. 7.

Apa saja diagnosa banding Guillain Barre Syndrome? Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa penyakit Guillain Barre Syndrome?

8. 9.

Apa saja komplikasi Guillain Barre Syndrome? Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Guillain Barre Syndrome?

10. 11.

Bagaimana pencegahan Guillain Barre Syndrome? Bagaimana Asuhan Keperawatan Guillain Barre Syndrome?

C.

Tujuan 1. Tujuan Umum Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit Guillain Barre Syndrome. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengertian Guillain Barre Syndrome. b. Untuk mengetahui klasifikasi Guillain Barre Syndrome. c. Untuk mengetahui etiologi Guillain Barre Syndrome. d. Untuk mengetahui patofisiologi Guillain Barre Syndrome. e. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Guillain Barre Syndrome. f. Untuk mengetahui diagnosa banding Guillain Barre Syndrome. g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Guillain Barre Syndrome. h. Untuk mengetahui komplikasi Guillain Barre Syndrome. i. Untuk mengetahui penatalaksanaan Guillain Barre Syndrome. j. Untuk mengetahui pencegahan Guillain Barre Syndrome. k. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Guillain Barre Syndrome. 3. Manfaat Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga kesehatan maupun bagi masyarakat umum mengenai Guillain Barre Syndrome.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi 1. 2. 3. Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah

B. Klasifikasi 1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membran sel Schwann. 2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus. 3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN. 4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.

5.

Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia. Ensefalitis batang otak Bickerstaffs (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.

6.

C.

Etiologi Penyebab yang pasti pada Sindrom Guillain-Barre sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi virus. Virus merubah sel dalam system syaraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitisasi dan magrofag akan menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin yang menyebabkan kerusakan myelin. Virus yang diduga paling sering menyebabkan penyakit ini adalah virus yang menyerang sistem pernapasan (influenza), Measles, Cytomegalovirus (CMV), HIV dan Herpes Simplex Virus. Alasan mengapa jenis virus tersebut dapat menyebabkan Guillain Bare Sindrom sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Sedangkan untuk penyebab bakteri yang paling sering adalah Campylobacter jejuni yang menyerang usus. Infeksi usus dengan Campylobacter jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia myelin pada radik, sehingga antibody yang terbentuk terhadap bakteri tersebut bisa juga menyerang myelin. Selain beberapa faktor di atas, ada beberapa faktor yang diduga dapat menjadi faktor predisposisinya, yaitu :

1. 2.

Imunisasi Tindakan pembedahan Imunisasi diduga dapat menyebabkan penyakit Guillain Bare Sindrom karena

pada imunisasi yang diberikan adalah mikroorganisme penyebab penyakit yang telah dilemahkan dengan tujuan untuk membentuk antibody (kekebalan) di dalam tubuh, namun jika imunisasi diberikan saat tubuh sedang sakit atau dalam kondisi-kondisi tertentu yang dianggap berbahaya untuk pemberian imunisasi, maka imunisasi tersebut akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi tubuh. Sedangkan pada pembedahan, ada kemungkinan masuknya bakteri atau mikroorganisme lain ke dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada saraf.

D. Patofisiologi Mekanisme bagaimana infeksi, imunisasi atau faktor lain yang menyebabkan terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi. 2. 3. Adanya auto-antibodi terhadap sistem saraf tepi. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen-antibodi dari peredaran

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Gambar 1 : Lokasi myelin yang mengalami kerusakan

Gambar 2 : 4 Stadium GBS

a.

Teori-teori Imun Faktor humoral (antibodi terhadap gangliosid) - respon seluler (aktivasi makrofag). Berbagai laporan melaporkan adanya antibodi terhadap glikolipid, termasuk GM1, GQ1b, berbagai gangliosid lain, seluruh komponen membran akson. Histologi saraf tepi menunjukkan infiltrasi monosit perivaskuler endoneurial dan demielinasi multifocal. Saraf-saraf tepi dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal (poliradikuloneuropati) . Gullain Barre Syndrome diduga juga disebabkan oleh kelainan sistem imun lewat mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responnya terhadap antigen. Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka semua saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan sistem penghantaran implus terganggu. Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf perifer dan myelin saraf perifer menjadi target potensial, dan biasannya terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya sistem sensoris terjadi karena blok konduksi atau karena axon telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setelah proses peradangan terjadi. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Oleh

Demyelinating

Polyradiculoneuropathy (AIDP). Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun.

b. Peran Imunitas Seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan ke dalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen / terangsang oleh virus, alergen atau bahan imunogen lain, akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adhesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen. Sumber lain mengatakan ,infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan

myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.

c.

Patologi Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran

pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson. Pemeriksaan secara patologis pada saraf penderita penyakit GuillainBarre Syndrome menunjukkan kalau terjadi proses penghancuran selaput myelin pada saraf tepi. Baik pada pangkalnya (akar saraf) ataupun pada bagian yang lebih ujung (distal). Pada umumnya yang terserang akar saraf tulang belakang bagian depan (anterior root nerves of spinal cord), tetapi tidak menutup kemungkinan akar saraf bagian belakang (posterior root nerves of

spinal cord). Uniknya selaput myelin yang terserang dimulai dari saraf tepi paling bawah, terus naik ke saraf tepi yang lebih tinggi (Fredericks et all 1996, dan Nolte 1999). Fungsi selaput myelin adalah mempercepat konduksi saraf. Oleh karenanya hancurnya selaput ini mengakibatkan keterlambatan konduksi saraf, bahkan mungkin terhenti sama sekali (Nolte 1999). Sehingga penderita GBS mengalami gangguan motorik dan sensorik. Kelambatan kecepatan konduksi otot bisa dilihat dari hasil pemeriksaan EMG. Disamping itu, hancurnya selaput myelin mungkin juga menyerang cranial nerves (Pryor & Webber 1998) termasuk diantaranya nervus vagus, yang merupakan bagian dari sistem saraf otonomik. Oleh karena itu, bila saraf yang terserang cukup tinggi tingkatnya, sistem saraf otonomik mungkin saja terganggu. Selain nervus vagus, cranial nerves yang lain mungkin saja terserang, misalnnya saraf ke-XI. Gangguan motorik pada GBS diawali dengan kelemahan otot bagian bawah. Mula-mula yang dirasakan kelemahan (parese), bila berlanjut menjadi lumpuh (plegia). Diawali dari gangguan berjalan, seperti misalnya kaki terseret, hingga tidak bisa berdiri. Perlahan-lahan kelemahan terjadi pada otot yg letaknya lebih tinggi, seperti lutut dan paha, sehingga penderita tidak bisa berdiri. Bila berlanjut, kelemahan otot bisa terjadi pada otot di sepajang tulang punggung dan dada, terus hingga ke tangan dan lengan. Bila otot-otot pernapasan terganggu akan terjadi kelemahan dalam bernafas. Penderita merasa napasnya berat. Kadang-kadang gejala GBS juga disertai gangguan saraf otonomik, sehingga akan terjadi gangguan saraf simpatik dan para simpatik. Yang tampak adalah gejala naik-turunnya tekanan darah secara tiba-tiba, atau pasien berkeringat di tempat yang dingin (Pryor & Webber 1998). Bila terjadi gangguan cranial nerves, akibatnya adalah tidak bisa menelan, berbicara atau bernafas, atau kelemahan otot-otot muka. Uniknya kelemahan otot biasanya simetris, artinya anggota badan sebelah kiri mengalami kelemahan yang sama

dengan anggota badan sebelah kanan. Selain gangguan motorik, biasanya juga disertai gangguan sensorik. Gangguannya bisa berupa rasa kesemutan, terbakar', tebal, atau nyeri. Pola penyebaran gangguan sensorik biasanya tidak sama dengan gangguan motorik. Gangguan sensorik bisa berpindah dari waktu ke waktu (Fredericks et all 1996). Sebagai akibat dari gangguan motorik dan sistem saraf otonomik, terjadi gangguan kardiopulmonari. Berawal dari nafas berat, oleh karena kelemahan otot pernafasan (baik otot intercostal maupun diafragma), hingga gangguan ritmik oleh karena gangguan saraf otonomik. Akibatnya fungsi paru menjadi terganggu. Paru tidak bisa mengembang secara maksimal akibatnya kapasitas vital menurun, dan bisa menimbulkan atelektasis. Bila kondisi ini berlanjut, bisa terjadi infeksi paru, pneumonia, yang akan memperburuk kondisi. Ditambah kenyataannya pasien dalam kondisi seperti di atas biasanya hanya terbaring, posisi yang hanya akan menurunkan fungsi paru (Pryor & Webber 1998). Bila fungsi glotis terganggu, akibat terganggunya sistem otonomik, penderita mungkin akan tersedak. Sehingga makanan masuk ke saluran pernafasan, dan akan menambah infeksi paru. Akibat terganggunya saraf otonomik, irama jantung juga terganggu. Sehingga tekanan darah bisa naik-turun secara mendadak, atau 'flushing', yaitu muka memerah secara mendadak. Gejala-gejala tersebut akan terus muncul dalam waktu maksimal 2 minggu. Sesudah itu akan berhenti, hingga proses penyembuhan terjadi sekitar 2 sampai 4 minggu sesudah kelemahan berhenti.

Gambar 2: Sistem imunopathologi saraf pada SGB

E. Tanda dan Gejala Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali. Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase: 1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai titik nadir. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan

progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.

2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.

3. Fase penyembuhan . Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya

secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik biasanya bermanifestasi sebagai takikardia tetapi bisa menjadi gangguan yang lebih serius yaitu disfungsi saraf otonom.termasuk aritmia, hipotensi, hipertensi, dan dismotilitas Gastrointestinal.

Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi.Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal. 1. Puncak defisit dicapai 4 minggu 2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu 3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis 4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N. VII, VI, III, V, IX, dan X) 5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas

a.

Abnormalitas motorik (kelemahan) Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke lengan 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus

b.

Abnormalitas sensorik Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan, tersetrum Ataksia sensorik krn proprioseptif terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus.

c.

Disfungsi Otonom 1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi 2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal 3) Retensi urine

Gambar 2: fase perjalan klinis.

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna a. b.


Fase Prodromal Fase sebelum gejala klinis muncul. Fase Laten

a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang b. Mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis. c. Lama : 1 28 hari, rata-rata 9 hari c. Fase Progresif a. Fase defisit neurologis (+) b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg. c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg d. Bertambah berat sampai maksimal e. Perburukan > 8 minggu disebut chronic inflammatory-

demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP) d. Fase Plateau a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap. b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg e. Fase Penyembuhan a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik b. beberapa bulan

Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

F.

Anda mungkin juga menyukai