Anda di halaman 1dari 4

MERAJUT JEJARING KURIKULUM 2013

Dr. H. Wahyuddin Hakim, M.Hum.1

Pendahuluan Pada dasarnya, keberhasilan pembentukan karakter bangsa yang hendak dicapai melalui pendidikan formal dengan piranti Kurikulum 2013 sangat bergantung pada implementer sekunder kurikulum. Implementer sekunder kurikulum yang dimaksud adalah para guru yang memang memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam menjalankan peran, tugas pokok, dan fungsinya sebagai acuan keteladanan, pendidik dan pengajar. Sekalipun guru bukanlah satusatunya sumber belajar, peserta didik selaku implementer sejati kurikulum sangat membutuhkan kehadiran guru untuk membantu mereka memperoleh pengalaman belajar yang outcome-nya berupa pengetahuan, keterampilan, dan nilai sebagai bekal mereka untuk hidup selaras di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Beberapa Alasan Penundaan Di lingkungan Kemenag, Kurikulum 2013 akan diimplementasi setelah guru-guru benar-benar memahami dan telah siap melaksanakannya. Untuk membantu guru-guru memahami dan menyiapkan pelaksanaan Kurikulum 2013, berbagai sosialisasi dan workshop juga akan digelar sebelum memasuki tahun pembelajaran 2014 2015. Menag Suryadharma Ali menjelaskan bahwa implementasi Kurikulum 2013 rencananya bertahap. Namun, karena penerapannya pada tahun 2014, maka Kurikulum 2013 akan diterapkan di kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI. Bidang kurikulum dan evaluasi di lingkukan Kemenag juga mengakui bahwa pelatihanpelatihan untuk guru terkait pelaksanaan Kurikulum 2013 membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga penundaan implementasi menjadi sesuatu yang rasional. Selain itu, berbagai perangkat pendukung kurikulum yang dibutuhkan oleh guru dan peserta didik seperti panduan kurikulum, buku petunjuk pembelajaran untuk guru, dan bahan ajar (buku teks) untuk peserta didik, juga masih harus dipersiapkan. Untuk mengakomodasi semua itu, tidak sedikit anggaran negara yang harus dikeluarkan terlepas dari proses pengembangannya itu sendiri.

Penulis adalah Kepala Seksi Kurikulum dan Evaluasi Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Prov. Sulawesi Selatan

Penundaan pemberlakuan Kurikulum 2013 hingga ke tahun 2014 terutama pada mata pelajaran bermuatan Islam di madrasah (MI/MTs/MA/MAK) ini tentu saja akan mengundang reaksi dari berbagai pihak. Sebelum terjadi spekulasi atau multitafsir terhadap penundaan pemberlakuan Kurikulum 2013 di lingkup Kemenag, perlu ada penjelasan awal yang bermanfaat membangun kesepahaman antara pihak pemerintah, sekolah, dan orangtua sebagai stakeholder utama pendidikan. Perubahan kurikulum tentu saja mengatasnamakan peningkatan mutu pendidikan. Untuk mewujudkan peningkatan mutu melalui perubahan kurikulum tentu tidak cukup hanya dengan menyediakan dokumen kurikulum dan perangkat pendukungnya. Lebih dari itu, dibutuhkan waktu untuk membantu guru-guru memahami isi dan model implementasinya. Ibarat di medan perang, betapa naifnya jika persenjataan model baru yang canggih sudah lengkap di tangan dan musuh di depan mata, sementara tentaranya sendiri ternyata belum paham cara penggunaan senjata-senjata itu. Demikian juga dengan implementasi Kurikulum 2013 yang mungkin saja belum disepahami oleh guru-guru. Pemerintah, dalam hal ini Kemenag, bertanggung jawab terutama dalam hal perbaikan persiapan tenaga guru dan pengajar serta penganggaran untuk implementasi kurikulum baru. Menurut Menag Suryadharma Ali pada saat Rapimnas di Jakarta (1/4/2013), pihak kemenag akan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk guru dengan tujuan memantapkan implementasi Kurikulum 2013 pada tahun 2014. Persiapan tenaga guru dan pengajar tidak mungkin dilakukan setengah-setengah baik untuk madrasah negeri maupun untuk madrasah swasta. Menurutnya, secara teknis hal itu sulit dilaksanakan dan dikhawatirkan akan berdampak pada kegagalan peningkatan mutu pendidikan jika target itu gagal dicapai. Adapun penganggaran, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag Nur Syam pernah menyatakan bahwa ada empat agenda penting menjelang penerapan Kurikulum 2013 pada tahun 2014. Ke empat agenda tersebut adalah sosialisasi, pelatihan guru, perumusan pedoman penyelenggaraan, dan penyusunan buku teks. Total anggaran yang akan dikucurkan untuk empat agenda penting sebesar Rp298 Rp300 miliar. Anggaran itu kemungkinan besar akan menutupi agenda implementasi Kurikulum 2013 bagi 30 persen madrasah di tanah air. Perubahan Paradigma Guru Penundaan pemberlakuan total Kurikulum 2013 ke tahun 2014 di lingkup Kemenag sejatinya menuntut perubahan paradigma guru dalam memandang dan mengelola pembelajarannya. Kurikulum berubah, mutu dan mental guru juga wajib berubah. Berkaca pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya terkait pemberlakuan KBK 2004 dan KTSP 2006 misalnya, keduanya menerapkan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan konsep MBS, guru tentunya memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum, silabus, materi ajar, dan model pembelajaran sesuai dengan hasil analisis konteks di satuan pendidikan masing-masing. Demikian juga dengan pelaksanaan model evaluasi belajar Mastery Learning yang di-assess per KD dengan (seharusnya) menerapkan pembelajaran remedial. Namun apa yang terjadi? Dari hasil kajian beberapa peneliti, rupanya di beberapa tempat masih banyak guru (tidak kurang dari 60%) yang ditemukan keliru dalam menerapkan konsep KBK dan KTSP. Harapan pemerintah pada KBK 2004 yang kemudian disempurnakan dengan KTSP 2006 bahwa guru harus mampu menunjukkan kompetensinya dengan mengembangkan kecerdasan majemuk. Pada kedua kurikulum itu, guru sebetulnya diberi otoritas penuh untuk mengarahkan peserta didik mencapai target SK/KD yang ditetapkan pemerintah dengan strateginya dan berdasarkan kajian analisis konteks di satuan pendidikan masing-masing. 2

Namun, fakta menunjukkan bahwa sebagian besar guru ternyata memilih bersikap apatis dan enggan meninggalkan pola lama yang selama ini digunakannya dalam pembelajaran. Praktek copy-paste perangkat administrasi pembelajaran masih mengemuka padahal karakteristik peserta didik yang diajar tentu berbeda. Otoritas itu tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru dan hal itu bermakna bahwa guru belum mampu mencerna dengan baik perubahan yang dikehendaki dalam kurikulum. Oleh karena itu, elemen yang paling penting dalam merajut jejaring Kurikulum 2013 selain dokumen dan perangkat pendukung kurikulum adalah kesiapan guru melakukan perubahan dan pembaharuan. Kenyataan-kenyataan yang digambarkan di atas ikut menjelaskan mengapa Kemenag memutuskan melakukan penundaan pemberlakuan Kurikulum 2013 terutama pada mata pelajaran yang terkait dengan keislaman selain tentunya pada penganggaran yang masih sedang dikaji. Yang sejauh ini dipahami bahwa pada dasarnya tidak ada hal mendasar yang berubah dalam kurikulum. Konten cenderung akan statis dan apa yang digambarkan sebagai penghilangan, lebih tepat dinyatakan sebagai pengintegrasian. Yang berubah hanya pada prosedur implementasi atau metode penerapannya yang bersifat teknis. Dengan asumsi ini, jelaslah bahwa kebijakan perubahan kurikulum madrasah dari KTSP 2006 ke Kurikulum 2013 diharapkan tidak akan terlalu sulit diimplementasikan oleh guru-guru di madrasah. Kekhawatiran Sosialisasi dan Sertifikasi Yang banyak diributkan di media adalah kekhawatiran guru pada dua aspek, yaitu sosialisasi untuk pemahaman implementasi kurikulum dan kelanjutan sertifikasi guru. Sosialisasi implementasi kurikulum memang tidak mungkin dilaksanakan secara serentak kepada seluruh guru di tanah air dalam waktu singkat. Logikanya, jika semua guru dikirim untuk mengikuti sosialisasi Kurikulum 2013, lalu siapa yang akan mengajar di sekolah? Oleh karena itu, mekanisme sosialisasi sudah dipikirkan oleh pemerintah dan penerapannya dilakukan dengan model koordinasi dan keterwakilan. Mereka yang dipilih inilah nantinya akan kembali membagi kerangka kerja dan model implementasi yang harus dilakukan oleh guru di sekolah masing-masing. Untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kurikulum pendidikan dasar dan menengah khususnya pengetahuan umum pada tahun pelajaran 2013-2014, jajaran Kemdikbud/Kemenag melalui perangkatnya memberikan bantuan implementasi kurikulum untuk semua satuan pendidikan. Bimbingan Teknis (Bimtek) merupakan salah satu bentuk bantuan pelaksanaan kurikulum yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman, penguasaan, dan kemampuan guru dan kepala sekolah dari latar belakang hingga sistem penilaian serta aplikasinya dalam implementasi kurikulum secara nasional. Adapun yang bermuatan keislaman akan diterapkan penuh pada tahun pembelajaran 2014 2015. Pada tulisan opini saya yang pernah dimuat di Harian Tribun Timur (5/4/2013) berjudul Madrasah dan Dilema Kurikulum 2013, untuk tunjangan sertifikasi guru tidak mungkin akan dikorbankan dengan lahirnya kurikulum 2013. Meskipun pengurangan jumlah jam pelajaran ataupun integrasi mata pelajaran tertentu dilakukan, guru-guru yang telah mengantongi sertifikat pendidik diyakinkan tetap akan menerima tunjangan sertifikasi jika memenuhi semua syarat yang telah ditentukan. Mekanismenya terkait perubahan kurikulum masih dalam penggodokan dan diharapkan rampung bersamaan dengan penerapan beberapa bagian dari kurikulum di akhir Juni 2013 mendatang hingga semua komponen benar-benar siap mengimplementasikan pada tahun 2014 nanti. 3

Penutup Untuk memudahkan pemerintah mengatasi persoalan dalam dunia pendidikan di Indonesia, diperlukan kerjasama dari semua stakeholder pendidikan, di samping koordinasi antara pihak Kemdiknas dengan Kemenag. Menghadapi perubahan kurikulum atas nama peningkatan mutu pendidikan, pembenahan perlu dilakukan terutama pada kesiapan, kemapanan, dan kreativitas guru dalam mengelola perubahan. Guru yang dibutuhkan dalam proses tersebut tentunya yang tidak phobia terhadap perubahan itu sendiri dan memiliki visi yang tidak menyandarkan seluruh masalah hanya kepada pemerintah. Guru yang dimaksud adalah yang mampu melakukan perubahan setelah proses sosialisasi dan pendampingan selesai dilakukan. Faidza azamta fatawakkal alal Allah.

Anda mungkin juga menyukai