Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Pasien yang akan menjalani anastesia dan pembedahan baik elektif maupun darurat harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anastesia dan pembedahan sangat dipengaruhi oleh persiapan pra anastesia. Kunjungan pra anastesia pada bedah elektif umumnya dilakukan 12 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat. Persiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan (bangsal), dari rumah pasien ataupun dari ruang penerimaan pasien di kamar operasi. Bergantung dengan berat ringannya tindakan pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien. Pasien dengan operasi elektif sebaiknya telah diperiksa dan dipersiapkan oleh petugas anestesi pada H-2 hari pelaksanaan pembedahan. Sedangkan pasien operasi darurat, persiapannya lebih singkat lagi. Mungkin beberapa jam sebelum dilaksanakan pembedahan. Pasien dianamnesa tentang penyakit yang diderita, penyakit penyerta, penyakit herediter, pengobatan yang sedang dia jalani, riwayat alergi, kebiasaan hidup (olahraga,merokok, minum alkohol dll). Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang(laboratorium dan radiologi). Perlu pula dianamnesa riwayat pembedahan, pembiusan serta komplikasi yang dialami pasien. Berapa lama dia menjalani perawatan. Misal, pasien yang pernah menjalani operasi pengangkatan nevus tapi pasca operasinya dirawat di ruang rawat intensif (ICU), maka petugas anestesi harus waspada. Pasien ini memiliki masalah yang serius.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persiapan Pre Anastesi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengumpulkan data Menentukan masalah yang ada pada pasien sesuai data Meramalkan kemungkinan penyulit yang akan terjadi Melakukan persiapan untuk mencegah penyulit yang akan terjadi Menentukan status fisik pasien Menentukan tindakan anestesi

2.2. Persiapan Sebelum dilakukan pembedahan Secara umum, persiapan pembedahan antara lain : 1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. 2. Pengosongan kandung kemih. 3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi). 4. Pemeriksaan fisik ulang 5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya. 6. Premedikasi secara intramuskular - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.

Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

2.3. Kunjungan Pra Anastesi Persiapan operasi harus optimal dan sempurna walaupun waktu yang tersedia amat sempit. Keberhasilan anestesi sangat ditentukan oleh kunjungan pra anestesi. Kunjungan (visite) pra anestesi bertujuan : 1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakit sekarang dan penyakit dahulu.
2

2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien. 3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum). 4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai. 5. Merancang perawatan pasca anestesi. 6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi. 7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi. 8. Menentukan status ASA pasien. Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas.

2.4. Anamnesis Dalam anamnesis, dilakukan : 1. Identifikasi pasien 2. Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi. 3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu. Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas anestesi perlu mengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi ataukah hanya rasa tidak enak setelah penggunaan obat tersebut. Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya besar seperti syok anafilaktik dan edema angioneurotik. Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering disalahgunakan oleh masyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh petugas anestesi. Oleh karena itu, dalam anamnesis, petugas harus mampu memperoleh keterangan yang jujur dari pasien. Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat Darurat dia telah mendapatkan narkotika dan sedatif, namun petugas di IGD terlupa menuliskan di buku rekam medis pasien. Agar tidak terjadi pemberian yang tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi juga menanyakan hal tersebut kepada petugas IGD.

2.5. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 2.5.1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan bagian tubuh seperti : 1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital. 2. Status gizi : obesitas, kaheksia
3

3. Status psikis 4. Sistemik : a. Kepala leher : Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah Mandibula : bentuk mandibula. Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi. Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di leher (sikatrik, struma, tumor) yang akan menyulitkan intubasi. Asesori : lensa kontak.

b. Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan dan sirkulasi. c. Abdomen : sirosis, kembung d. Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema. e. Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi subarakhonoid ataupun epidural. Apakah ada skoliosis, athrosis, infeksi kulit di punggung ? f. Sistem persarafan.

Abdomen yang kembung bisa disebabkan oleh udara atau cairan (sirosis). Kembung pada bayi akan berakibat fatal karena bayi akan kesulitan untuk bernapas. Sehingga perlu penatalaksanaan pra bedah terhadap bayi yang kembung. Jantung harus diperiksa secara teliti, apakah terdapat penyakit jantung ? Jika ada, apakah masih dalam fase kompensasi atau dekompensasi ? Jantung yang dalam fase kompensasi, masih relatif aman untuk dianestesi.

2.5.2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus. Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya : - hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif) - leukosit - hitung jenis
4

- golongan darah - clotting time dan bleeding time - Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg - Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin. - Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan penyakit jantung, Echokardiografi (wajib pada penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri). Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan / keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir tetap berada di tangan anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan digunakan.

2.6. Persiapan Penyulit yang Akan Terjadi A. Penyakit Kardiovaskular

Resiko serius Terapi oksigen dan pemantauan EKG harus diteruskan sampai pasca operasi.

Zat anestesi membuat jantung sensitive terhadap kerja katekolamin yang dilepaskan. Selanjutnya dapat terjadi kemunduran hemodinamik dan dapat terjadi aritmia, takikardi ventricular sampai fibrilasi ventricular.

Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk. Ambilan gas dan uap inhalasi terhalangi.

Pada pasien hipertensi, terapi antihipertensi harus diteruskan sepanjang operasi. Bahaya hipertensi balik dengan resiko gangguan kardiovaskular setelah penghentian obat jauh lebih berat diandingkan dengan resiko karena meneruskan terapi.

B. Penyakit Pernafasan

Penyakit

saluran

nafas

dan

paru-paru inhalasi

mempengaruhi dan

oksigenasi, insidens

eliminasi infeksi

karbondioksida, pascaoperasi.

ambilan

gas-gas

meningkatkan

Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul pada pasien asma atau pecandu nikotin.

Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran nafas atas karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons imunologi yang terjadi karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko infeksi dada pascaoperasi

C. Diabetes Mellitus Hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah. Penderita diabetes yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk pembedahan elektif, kecuali jika kondisi bedah itu sendiri merupakan penyebab ketidakstabilan tersebut.

D. Penyakit Hati Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya gagal hati. Obat-obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa kerja yang panjang karena metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit hati. Anestesi pada pasien ikterus mempunyai dua resiko nyata. Pertama adalah perdarahan akibat kekurangan protrombin. Resiko yang kedua adalah gagal ginjal akibat bilirubin yang berakumulasi pada tubulus renalis

2.7. Persiapan Sebelum Pembedahan Secara umum, persiapan pembedahan antara lain : 1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung. 2. Pengosongan kandung kemih. 2. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
6

3. Pemeriksaan fisik ulang 4. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya. 5. Premedikasi secara intramuskular - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.

2.8.Premedikasi Tujuan - pasien tenang, rasa takutnya berkurang - Mengurangi nyeri/sakit saat anestesi dan pembedahan - Mengurangi dosis dan efek samping anestetika - Menambah khasiat anestetika Cara: a. intramuskuler (1 jam sebelum anestesi dilakukan) b. intravena (5-10 menit sebelum anestesi dilakukan, dosisnya 1/3 1/2 dari dosis intramuscular) c. oral misalnya, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan, pasien diberi obat penenang (diazepam) peroral terlebih dahulu, terutama pasien dengan hipertensi. d. hilangkan kegelisahan Tanya jawab e. ketenangan sedative f. ananlgesi narko analgetik g. amnesia hiosin diazepam h. turunkan sekresi saluran nafas atropine, hiosisn i. meningkatkan pH kurangi cairan lambung antacid j. cegah reaksi alergi anihistamin, kortikosteroid k. cegah refleks vagal atropine l. mudahkan induksi petidin, morfin m. kurangi kebutuhan dosis anestesi narkotik hypnosis n. cegah mual muntah droperidol, metoklorpamid

Penggolongan Obat-Obat Premedikasi 1. Golongan Narkotika analgetika sangat kuat. Jenisnya : petidin dan morfin. Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan. Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah hipotensi diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol. Pethidin diinjeksikan pelan untuk: mengurangi kecemasan dan ketegangan menekan TD dan nafas merangsang otot polos

Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan mengurangi kecemasan dan ketegangan menekan TD dan nafas merangsang otot polos depresan SSP pulih pasca bedah lebih lama penyempitan bronkus mual muntah (+)

2. Golongan Sedativa & Transquilizer Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk. Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer. Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi. diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak lebih gelisah
8

Barbiturat menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi depresan lemah nafas dan silkulasi mual muntah jarang

Diazepam induksi, premedikasi, sedasi menghilangkan halusinasi karena ketamin mengendalikan kejang menguntungkan untuk usia tua jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg

3. Golongan Obat Pengering bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks vagal. Contoh: sulfas atropine dan skopolamin. Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis: dietileter atau ketamin

2.8. Prognosa Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American Society of Anesthesiologist). ASA 1 ; tanpa ada penyakit sistemik ASA 2 ; kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya apendisitis akut tanpa komplikasi ASA 3 ; kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obat, aktivitas terbatas. Misal ileus ASA 4; kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat tergantung dengan obat-obat,
9

aktivitas sangat terbatas. ASA 5; dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati juga. Tanda-tandanya : nadi tidak teraba, pasien ruptur aneurisma aorta.

Pasien usia 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2. Teknik dan obat yang akan digunakan, disesuaikan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi ekonomi. a. Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ? b. Jika memakai anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? c. Intravena, Inhalasi atau campuran ? d. Apakah nanti pasien dipasang sungkup (facemask), Laryngeal Mask Airway, Intubasi endotrakeal ? e. Apakah nanti napasnya dikendalikan ataukan di-spontan-kan ?

Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan informasi tentang risiko anestesi, kepada pasien atau penanggung jawab pasien. Risiko tindakan harus disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab atas diri pasien, yakni pihak yang memberikan persetujuan dan menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.

Teori Anastesi 1. Teori Koloid Obat anestesi penggumpalan sel koloid anestesi yang reversible Bukti : eter, halotan hambat gerak dan aliran protoplasma pada amoeba (terjadi penggumpalan protoplasma) 2. Teori Lipid - Ada hubungan kelarutan zat anestesi dalam lemak dan timbulnya anestesi.
10

- Kelarutan anestesi makin kuat - Daya larut makin cepat, anestesi juga cepat - Bila obesitas, anestesi juga susah krn lemak tidak memiliki PD 3. Teori Adsorbsi dan tegangan permukaan Hubungan potensi zat anestesi dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan proses metabolisme dan transmisi neural terganggu menyebabkan anestesi. 4. Teori biokimia Secara in vitro zat anestesi menghambat pengambilan O2 di otak (fosforilasi oksidatif). 5. Teori Neurofisiologi Terjadi penurunan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan menghambat fungsi formatio reticularis ascenden yang berfungsi mempertahankan kesadaran. 6. Teori Fisika Anestesi terjadi oleh karena molekul yang inert (bergerak) dari zat anestesi akan menempati ruang di dalam sel yang tidak mengandung air sehingga menyebabkan gangguan permeabilitas membran terhadap molekul dan ion oleh karena terbentuk mikrokristal di SSP.

TRIAS ANESTESI : Analgesia Hipnosis Arefleksia / relaksasi

STADIUM ANESTESI Stadium 1 : Stadium analgesia atau disorientasi Induksi kesadaran hilang Nyeri () o.k bedah kecil
11

Berakhir : refleks bulu mata hilang

Stadium 2 : stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium Kesadaran (-)/ refleks bulu mata (-) ----- ventilasi teratur Terjadi depresi pada ganglia basalis rx berlebihan bila ada rangasang (hidung, cahaya, nyeri, rasa, raba) Stadium 3 : Disebut Stadium Pembedahan; ventilasi teratur ---- apneu, terbagi 4 plana : Plana 1: Ventilasi teratur : torako abdominal Pupil terfiksasi, miosis Refleks cahaya (+) Lakrimasi Refleks faring dan muntah (-) Tonus otot mulai

Plana 2 : Ventilasi teratur : abdominaltorakal Volume tidal Frekuensi nafas Pupil : terfiksasi ditengah, midriasis Refleks cahaya Refleks kornea (-)

Plana 3 : Ventilasi teratur : abdominal dgn kelumpuhan saraf interkostal Lakrimasi (-) Pupil melebar dan sentral Refleks laring dan peritoneum (-) Tonus otot

12

Plana 4 : Ventilasi tidak teratur dan tidak adequat ok otot diafragma lumpuh ( tonus otot tidak sesuai volume tidal) Tonus otot Pupil midriasis Refleks sfingter ani dan kelenjar lakrimalis (-)

Stadium 4 : Stadium paralisis Disebut juga stadium kelebihan obat. Terjadi henti nafas sampai henti jantung

URUTAN PELAKSANAAN ANESTESI UMUM Berikut merupakan langkah pelaksanaan anestesi umum yang biasa dilakukan oleh DM untuk kasus: 1. Setelah pasien dibaringkan di atas meja operasi. Pasang tensi, saturasi, precordial. Nyalakan monitor. Nyalakan mesin anestesi. Atur kecepatan infuse. 2. Tunggu instruksi. Setelah lapor ke konsulen, dan operator sudah siap. Berarti anestesi sudah boleh dilakukan. 3. Minta pasien untuk berdoa 4. Suntikkan pre medikasi: SA 0,25 mg dan Pethidin 30-50 mg 5. Suntikkan Recofol 100 mg. 6. Tunggu sampai refleks bulu mata hilang. 7. Bila refleks bulu mata telah hilang pasang masker dengan posisi benar. (Jaw thrust, chin lift, tekan masker dengan ibu jari dan telunjuk) 8. Naikkan oksigen sampai 6-10 l 9. kurangi oksigen sampai 3 l. naikkan N2O menjadi 3l. buka isofluran/halotan 10. Tetap berada dalam posisi seperti itu. Sambil kadang-kadang lakukan pemompaan bila diperlukan. Perhatikan infus, nadi, tensi, saturasi, pompa atau monitor mesin. Sesekali raba nadi pasien.
13

11. Bila diperlukan pasien rileks maka berikan Succinil cholin atau tramus tergantung dosis yang diperlukan. 12. Selanjutnya tinggal seni anestesinya. Kalau tensi naik dan turun, kalau nadi naik atau turun, kalau nafas kurang spontan, lambat atau cepat. Yang kita lakukan bisa perdalam atau kurangi obat anestesi, tambah obat tertentu, atur cairan, atur posisi pasien dan lainlain. 13. Bila operasi sudah hampir selesai kurangi dosis perlahan sampai kemudian tinggal oksigen saja. 14. Operasi selesai bawa pasien ke RR. Dan tunggu sampai pasien bangun.

14

MONITORING ANESTESI

1. Kedalaman anestesi 2. Kardiovaskuler : Tekanan darah (invasif atau non invasif) EKG CVP

3.Ventilasi respirasi : Stetoskop Pulse oksimetri saturasi Capnometer Analisa gas darah

4.Suhu : tidak boleh febris ok obat anstesi menyebabkan febris Malignant /hyperthermia : naiknya suhu tubuh sangat cepat Axilla, rectal, osefagus, nasofaring

5. Produksi urin : - 1 cc/kg BB/j 6. Terapi Cairan : Puasa, maintenance, cairan pengganti perdarahan bila diperlukan; > 20% perdarahan diberi transfusi whole blood. 7. Sirkuit anestesi Digunakan kapnometer untuk mengukur O2 dalam darah O2----mesin anestesi corugated-corugated masker/ ET Pasien

15

PASCA-ANESTESI Perawatan dan monitoring biasanya dilakukan : Di ruang pulih sadar pada keadaan tertentu dan khusus, dapat dilakukan di ruang perawatan Dapat dilakukan dengan peralatan sederhana selama pasien di ruang pulih sadar Dapat dilakukan dengan cara manual maupun menggunakan peralatan elektronik

Tingkat perawatan pasca-anestesi setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi monitoring lebih ketat pada pasien dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Risiko tinggi Kelainan organ Syok yang lama Dehidrasi berat Sepsis Trauma multipel Trauma kapitis Gangguan organ penting, misal: otak

Untuk memudahkan perawatan, lakukan monitoring B6 1. Breath (nafas) sistem respirasi Pasien belum sadar evaluasi : Pola nafas Tanda-tanda obstruksi Pernafasan cuping hidung Frekuensi nafas Pergerakan rongga dada simetris/tidak Suara nafas tambahan (-) pada obstruksi total Udara nafas yang keluar dari hidung

16

Sianosis pada ekstremitas Auskultasi wheezing, ronki

Pasien sadar tanyakan adakah keluhan pernafasan : (-) cukup berikan O2 Tanda-tanda obstruksi (+) terapi sesuai kondisi (aminofilin, kortikosteroid, tindakan triple manuver airway)

2. Blood (darah) sistem kardiovaskuler 3. Tekanan darah 4. Nadi 5. Perfusi perifer 6. Status hidrasi (hipotermi syok) 7. Kadar Hb - Brain (otak) sistem SSP Menilai kesadaran pasien Dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) Perhatikan gejala kenaikan TIK Periksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urin mencerminkan kadar elektrolit Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi Apakah ada kerusakan ginjal saat operasi acute renal failure, transfusi hemolisis

- Bladder (kandung kencing) sistem urogenitalis

5. Bowel (usus) sistem gastrointestinalis Periksa : 6. Dilatasi lambung 7. Tanda-tanda cairan bebas 8. Distensi abdomen 9. Perdarahan lambung postoperasi 10. Obstruksi hipoperistaltik, gangguan organ lain, mis: hepar, lien, pankreas 11. Dilatasi usus halus

17

Hati-hati!! Pasien operasi mayor sering mengalami kembung mengganggu pernafasan karena ia bernafas diafragma

6. Bone (tulang) sistem muskuloskeletal Periksa : Tanda-tanda sianosis Warna kuku Perdarahan postoperasi Gangguan neurologis gerakan ekstremitas

Perawatan pasca-operasi disesuaikan dengan beratnya operasi. Untuk pasien postoperasi berat dengan risiko berat, harus dirawat di ruang ICU terlebih dahulu

18

BAB III KESIMPULAN

Persiapan operasi harus optimal dan sempurna walaupun waktu yang tersedia amat sempit. Keberhasilan anestesi sangat ditentukan oleh kunjungan pra anestesi. Persiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan (bangsal), dari rumah pasien ataupun dari ruang penerimaan pasien di kamar operasi. Bergantung dengan berat ringannya tindakan pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien. Pasien dengan operasi elektif sebaiknya telah diperiksa dan dipersiapkan oleh petugas anestesi pada H-2 hari pelaksanaan pembedahan. Sedangkan pasien operasi darurat, persiapannya lebih singkat lagi. Mungkin beberapa jam sebelum dilaksanakan pembedahan.

19

Anda mungkin juga menyukai