Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

Diabetes Melitus Tipe 2 Tanpa Komplikasi pada Wanita Usia 42 Tahun dengan Disfungsi Keluarga Permasalahan Ekonomi Keluarga disertai Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) yang Tidak Baik

PEMBIMBING : dr. April Imam Wibowo

DISUSUN OLEH : Ira Fania Febrianasari 20060310024

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA PUSKESMAS NGAMPILAN PERIODE 4 JUNI 16 JUNI 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KELUARGA

DIABETES MELITUS TIPE 2 TANPA KOMPLIKASI PADA WANITA USIA 42 TAHUN DENGAN DISFUNGSI KELUARGA PERMASALAHAN EKONOMI KELUARGA DISERTAI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) YANG TIDAK BAIK
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga

Disusun oleh : IRA FANIA FEBRIANASARI 20060310024

Telah dipresentasikan pada: Hari/tanggal : 13 JUNI 2012

Mengetahui dan mengesahkan : Dosen pembimbing

Dosen Pembimbing Fakultas,

Dosen Pembimbing Puskesmas,

dr.April Imam Prabowo

dr. Khairani Fitria

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.

B. Anatomi Fisiologi Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : 1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. 2. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : 1. Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity . 2. Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , membuat insulin. 3. Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, membuat somatostatin. Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino Insulin dapat larut pada pH 4 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek um an balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak. C. Etiologi DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : 1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.

2. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. 3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

D. Patofisiologis Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. E. Klasifikasi 1. DM tipe 1 Kerusakan fungsi sel beta di pankreas Autoimun, idiopatik

2. DM Tipe 2 Menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau keduanya. 3. DM tipe lain: Karena kelainan genetik, penyakit pankreas, obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain. 4. DM pada masa kehamilan = Gestasional Diabetes F. Kriteria Diagnosis 1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu : 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir. Atau: 2. Kadar gula darah puasa : 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau: 3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO : 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa d. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa g. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh. - TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl - GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl
G.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan berbagai pelayanan

kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya: a. Perencanaan Makanan. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : 1) Karbohidrat sebanyak 60 70 %
2) 3)

Protein sebanyak 10 15 % Lemak sebanyak 20 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan : 1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal 2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal 3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal 4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi

status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu : 1) Makanan pagi sebanyak 20% 2) Makanan siang sebanyak 30% 3) Makanan sore sebanyak 25% 4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. b. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging c. Obat Hipoglikemik : Penggolongan obat hipoglikemik oral Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga starch-blocker. Dalam tabel 8 disajikan beberapa golongan senyawa hipoglikemik oral beserta mekanisme kerjanya.

i. Golongan Sulfonilurea Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan. Sampai beberapa tahun yang lalu, dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral merupakan golongan sulfonilurea. Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea

sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel

Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%). Efek Samping (Handoko dan Suharto, 1995; IONI, 2000)

Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilure umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang. Interaksi Obat (Handoko dan Suharto, 1995; IONI, 2000)

Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonilurea antara lain: alkohol, insulin, fenformin,

sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezida, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat. Peringatan dan Kontraindikasi (IONI, 2000 dan ) Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hatihati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan glibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk

pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat. Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontra indikasi bagi sulfonilurea. Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan diabetes melitus berat. Obat-obat golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.. Senyawa-senyawa ini umumnya tidak terlalu berbeda efektivitasnya, namun berbeda dalam farmakokinetikanya, yang harus dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan obat yang cocok untuk masing-masing pasien dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan terapi lain yang tengah dijalani pasien. Obat Hipoglikemik Oral Gliburida (Glibenklamida) Contoh Sediaan: Glibenclamide (generik) Abenon (Heroic) Clamega (Emba Megafarma) Condiabet (Armoxindo) Daonil (Aventis) Diacella (Rocella) Euglucon(Boehringer Mannheim, Phapros) Fimediab (First Medipharma) Glidanil (Mersi) Gluconic (Nicholas) Glimel (Merck) Hisacha (Yekatria Farma) Latibet (Ifars) Libronil (Hexpharm Jaya) Prodiabet (Bernofarm) Prodiamel (Corsa) Renabetic (Fahrenheit) Semi Euglucon (Phapros, Boeh. Mannheim) Tiabet (Tunggal IA) Glipizida Contoh Sediaan: Aldiab (Merck) Keterangan Memiliki efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Gliburida dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Gliburida efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Diperkirakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.

Mempunyai masa kerja yang lebih lama dibandingkan dengan glibenklamid tetapi

Glucotrol (Pfizer) Glyzid (Sunthi Sepuri) Minidiab (Kalbe Farma) Glucotrol

lebih pendek dari pada klorpropamid. Kekuatan hipoglikemiknya jauh lebih besar dibandingkan dengan tolbutamida. Mempunyai efek menekan produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor insulin. Glipizida diabsorpsi lengkap sesudah pemberian per oral dan dengan cepat dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit yang tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10% glipizida utuh diekskresikan melalui ginjal Mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan efek hipoglikemik. Mempunyai efek anti agregasi trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan (Soegondo, 1995b).

Glikazida Contoh Sediaan: Diamicron (Darya Varia) Glibet (Dankos) Glicab (Tempo Scan Pacific) Glidabet (Kalbe Farma) Glikatab (Rocella Lab) Glucodex (Dexa Medica) Glumeco (Mecosin) Gored (Bernofarm) Linodiab (Pyridam) Nufamicron (Nufarindo) Pedab (Otto) Tiaglip (Tunggal IA) Xepabet (Metiska Farma) Zibet (Meprofarm) Zumadiac (Prima Hexal) Glimepirida Contoh Sediaan: Amaryl

Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal. Untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan (Soegondo, 1995b). Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan serangan hipoglikemik.

Glikuidon Contoh Sediaan:

Glurenorm (Boehringer Ingelheim)

Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal yang agak berat

ii. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat

hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya.

iii. Golongan Biguanida Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.

Satu-satunya

senyawa

biguanida

yang masih

dipakai

sebagai

obat

hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Efek Samping (Soegondo, 1995b)

Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadang-kadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat. Kontra Indikasi

Sediaan biguanida tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongesif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biguanida.

iv. Golongan Tiazolidindion (TZD) Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk

menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis.

v. Golongan Inhibitor -Glukosidase Senyawa-senyawa inhibitor -glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor -glukosidase juga menghambat enzim -amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan

dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap sampai 150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan. Efek Samping (Soegondo, 1995b)

Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan. TABEL 13. ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN INHIBITOR -GLUKOSIDASE Obat Hipoglikemik Oral Acarbose Contoh Sediaan: Glucobay (Bayer) Precose Miglitol Contoh Sediaan: Glycet Keterangan Acarbose dapat diberikan dalam terapi kombinasi dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin. Miglitol biasanya diberikan dalam terapi kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea

vi. Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan) c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai

dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes vii. Terapi Kombinasi Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

H. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PBHS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran, sehingga keluarga beserta semua yang ada didalamnya dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajad kesehatan yang optimal. Pembinaan PHBS dirumah tangga menjadi bagian dari Kesatuan Gerak PKK-KBKesehatan yang dapat memberi konstribusi nyata terhadap percepatan pencapaian rumah tangga sehat. PKK dengan kadernya yang ada di masyarakat merupakan ujung tombak pelaksanaan PHBS. Melalui peran aktifnya, PKK mengajak setiap rumah

tangga untuk tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi masalahmasalah kesehatan yang dihadapi serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Ada 10 indikator yang digunakan dalam pendataan PHBS, meliputi : Indikator Lingkungan : (buang air besar di jamban; menggunakan sumber air bersih; ada tempat sampah / tidak ada sampah yang berserakan; ada SPAL atau sarana pembuangan limbah; ventilasi cukup; penghuni rumah terlalu padat; pada permanent dan tidak licin). Indikator Perilaku Individu : (semua keluarga tidak merokok; pertolongan persalinan atau bayi dilahirkan oleh petugas bayi dilahirkan oelh petugas kesehatan; bayi sudah diimunisasi lengkap; balita ditimbang setiap bulan; membiasakan sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas; menjadi anggota Askes / Jaminan Pemeliharaan Kesehatan masyarakat; cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan dan sesudah buang air besar; menggosok gigi sebelum tidur; melakukan aktifitas fisik / olahraga secara teratur; ASI eksklusif; makan buah-buahan dan sayuran). Menerapkan PHBS dalam tatanan rumah tangga atas kesadaran sendiri secara sukarela sudah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Rumah tangga sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif. Dengan PHBS setiap anggota keluarga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit sehingga produktivitas kerja anggota keluarga juga meningkat. Anak-anak akan tumbuh sehat dan cerdas. Karenanya pengeluaran biaya rumah tangga dapat difokuskan untuk pemenuhan gizi keluarga, pendididkan dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.

BAB II PENGALAMAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Pasien Agama Suku Pendidikan No RM Tanggal Kunjungan Puskesmas B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama 2. Keluhan Tambahan : Badan terasa lemas, dan pegal-pegal. :: Ny. M : 43 Tahun : Perempuan : Jl. Letjen Suprapto no. 84 Yogyakarta : Ibu rumah tangga : Islam : Jawa : SD : 15500468 : 6 Juni 2012

3. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke Puskesmas Ngampilan dengan keluhan badan terasa lemas. Keluhan mulai dirasakan sudah 1 bulan ini, dirasakan hilang timbul. Pasien juga terkadang merasa gemetar dan juga pegal-pegal, Pasien tidak rutin datang ke puskesmas untuk kontrol penyakit DM. 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat Alergi : disangkal Riwayat Penyakit Asma : disangkal Riwayat Penyakit DM : Pasien mengetahui sakit DM sejak 15 tahun yang lalu saat akan operasi usus buntu di rumah sakit. Sebelumnya pasien merasa lemas, berat badam menurun, banyak buang air kecil. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal 5. Riwayat Rawat inap Pasien pernah dirawat di RS Wirosaban 15 tahun yang lalu dikarenakan operasi usus buntu. Belum pernah rawat inap karena penyakit diabetes melitus. 6. Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat Hipertensi Riwayat penyakit DM Riwayat penyakit Jantung 7. Riwayat Pribadi -

: Disangkal : Disangkal : Disangkal

Pasien tidak merokok. mengaku tidak merokok Pasien tidak mengkonsumsi alkohol Pasien tidak pernah diet diabetes melitus

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum a. Kesadaran : Composmentis b. Vital sign i. Tekanan Darah ii. Respirasi Rate iii. Nadi iv. Suhu 2. Keadaan Sistemik a. Kepala Mata Telinga Hidung Mulut b. Leher c. Thoraks Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Jantung Auskultasi : S1 > S2, regular, bising (-), gallop (-) Inspeksi Palpasi d. Abdomen Inspeksi Auskultasi : datar, supel : peristaltik usus (+), : iktus kordis tak kuat angkat : iktus kordis teraba di SIC V, : simentris, retraksi dada (-) : ketinggalan gerak (-) , vocal fremitus ka-ki sama : sonor pada kedua lapang paru : Mesochepal, simetris : CA -/- , SI -/-, TIO meningkat kanan & kiri : tidak ada secret : tidak ada secret, tidak mimisan : bibir tidak sianosis, basah : tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe. : 120/80 mmHg : 22x/menit : 72x/menit : 37C

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba, massa (-)

Perkusi e. Ekstrimitas

: timpani : tidak edema, hangat, reflex fisiologis (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6 Juni 2012 o Gula Darah Sewaktu : 441 mg/dL E. DIAGNOSIS KERJA DM tipe II tidak terkontrol F. TERAPI a. Promotif Penyuluhan mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat dan tepat. b. Preventif Sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaanya memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat. Pada pasien ini dengan menyarankan untuk konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam. c. Kuratif Glibenclamide Metformin d. Rehabilitatif Jika terjadi komplikasi. e. Edukasi Edukasi meliputi pemahaman tentang penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hypoglycemia, dan masalah khusus yang dihadapi. G. PROGNOSIS Baik bila selama masih bisa terkontrol dan meminimalkan faktor resiko serta komplikasi 2x1 2x1

BAB II PEMBAHASAN KASUS

A. ANALISA KASUS Berdasarkan hasil autoanamnesis didapatkan data bahwa pasien datang ke Puskesmas pembantu Nganpilan pada tanggal 6 Juni 2012 dengan keluhan utama badan terasa lemas dan pegal-pegal, pasien rutin memeriksakan penyakit DM yang dideritanya. Pasien adalah seorang penderita diabetes melitus yang mulai diketahui pasien sejak 15 tahun yang lalu ketika akan operasi usus buntu. B. ANALISIS KUNJUNGAN RUMAH o Kondisi pasien tampak kurang sehat, kurang bersemangat tetapi masih dapat kooperatif. o Keadaan rumah Letak dan lokasi : rumah terletak di Jalan Letjen Suprapto no. 84, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta. Rumah terletak di lokasi padat penduduk, saling berdempetan dengan rumah sebelahnya Luas : Ukuran rumah 3 x 4 meter Kondisi rumah : kondisi rumah tidak cukup kuat, dinding rumah terbuat dari batu bata merah dan triplek, lantai rumah dari keramik, atap rumah dari genting. Bagian rumah terdiri dari 1 ruangan (3x4 meter) yang disekat menjadi tiga ruangan, yaitu 2 kamar tidur dan ruang jahit, penerima pelanggan. Dapur terdapat di bagian belakang rumah. Bagian rumah disekat-sekat menggunakan lemari dan triplek. Ventilasi dalam rumah kurang. Rumah terasa kotor dan berdebu, karena kurangnya sering tidak dibersihkan. Kebersihan rumah buruk. Sanitasi dasar : sumber air minum dari PAM, yang diambil di dekat rumah pasien menggunakan ember. WC menjadi satu dengan kamar mandi. Kamar mandi terpisah, berada di belakang rumah. Tempat pembuangan air lewat selokan sampai dekat jalan raya Rumah sudah dilengkapi listrik. Perlengkapan elektronik yang ada antara lain televisi, dan ricecooker. Sumber informasi yang dapat digunakan oleh pasien adalah televisi.

Tempat sampah : tidak terdapat pembuangan sampah khusus.

Denah Rumah :

Dapur

KM & WC

R. Jahit

Kamar 1

Kamar 2

Identifikasi Fungsi Keluarga 1. Fungsi biologik dan reproduksi Tidak terdapat riwayat DM pada keluarga. Pasien adalah seorang istri, yang merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara. Saat ini pasien berusia 42 tahun, Sudah memiliki suami, dan dikaruniai 4 orang anak hidup. 2. Fungsi psikologik Hubungan antara pasien dan keluarga baik. Pasien tinggal bersama suami, 2 orang anak, 1 orang menantu dan 1 orang cucu. Hubungan pasien dengan anak kandungnya baik. 3. Fungsi ekonomi Pasien saat ini bekerja membantu suami sebagai penjahit. Sebelumnya pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Pasien memperoleh penghasilan dari usaha jahitan tidak menentu, paling banyak Rp 400.000. Penghasilan dirasa sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

4. Fungsi pendidikan Fungsi pendidikan dalam keluarga pasien baik, semua anggota keluarga pendidikan terakhir adalah Sekolah Menengah Kejuruan. 5. Fungsi religius Keluarga pasien menganut agama Islam. Pasien mengaku dirinya jarang beribadah dan juga keluarganya. 6. Fungsi sosial budaya Hubungan pasien dengan tetangga baik. Pasien percaya pada pengobatan medis tetapi kadang pasien tetapi pasien tidak mau ke rumah sakit lagi karena trauma. o Identifikasi Pengetahuan, Sikap dan Perilaku. a. Fungsi biologis dan Reproduksi Pasien menderita diabetes melitus tipe 2 tanpa riwayat keluarga diabetes melitus tanpa komplikasi. b. Gizi keluarga Pemenuhan gizi keluarga kurang tercukupi karena tingkat pendidikan dan ekonomi yang kurang baik. c. Hygiene dan sanitasi Ukuran rumah dengan jumlah orang yang menempatinya sangat tidak seimbang sehingga mengakibatkan sirkulasi udara yang tidak baik, juga proses penularan penyakit dapat sangat mudah terjadi. penerangan, dan ventilasi kurang sehingga cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah tidak cukup baik. Kebersihan di dalam rumah kurang, sehingga banyak debu yang merupakan salah satu faktor pencetus kekambuhan asamanya. d. Pencegahan penyakit Penderita memeriksakan seluruh anggota keluarganya di puskesmas terdekat terutama bila saat sakit. Tetapi, semua anggota keluarga belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

C. ANALISIS KEDOKTERAN KELUARGA 1. Karakteristik dan Demografi Keluarga Nama Tn. G Ny. M Kedudukan dalam keluarga Kepala rumah tangga fungsional Caregiver L/P L P Umur 52 tahun 42 tahun Pendidikan Pekerjaan SMP SD Penjahit Ibu rumah tangga sekaligus membantu suami di rumah Menganggur Teknisi di bengkel -

An. T An. A Sdr. Y By. A

Anak 3 Anak 5 Suami An. T Anak An. T

P L L P

25 tahun 14 tahun 27 tahun 7 hari

SMK Lulus SMP SMP -

2.

APGAR Keluarga APGAR keluarga adalah suatu penentu sehat atau tidaknya keluarga keluarga yang dikembangkan oleh Rosen, Geymon, dan Leyton dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga atau tingkat kesehatan keluarga yaitu: o Adaptasi (Adaptation) : Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukan. Hasilnya : dalam keluarga sudah saling membantu baik materiil maupun moral, tetapi belum sepenuhnya atau belum sesuai kebutuhan. o Kemitraan (Partnership): Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi, urun rembug dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan masalah. Hasilnya : kadang dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah tidak selalu dapat dimusyawarahkan dengan anggota keluarga yang lain. o Pertumbuhan (Growth):

Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga. Hasilnya : dalam keluaga pasien mempunyai tingkat kebebasan untuk pendewasaan baik. o Kasih Sayang (Affection): Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung. Hasilnya : kasih sayang dan interaksi keluarga dirasakan kurang karena keluarga inti dari pasien jarang berkumpul bersama di rumah. Kebersamaan (resolve): Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang antar keluarga. Hasilnya : kebersamaan dalam keluarga pasien dirasakan kurang.
KRITERIA PERNYATAAN Selalu (2) RESPON Kadang Tdk (1) Pernah (0)

Adaptasi

Kemitraan

Pertumbuhan

Kasih Sayang

Kebersamaan Total Kesimpulan

Apakah dalam keluarga pasien merasa cukup dalam hal bantuan materiil maupun dukungan moril dari anggota keluarga mendorong untuk mendapatkan pengobatan? Apakah pasien puas dengan keluarga karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi? Apakah pasien puas dengan kebebasan serta tidak mendapatkan kekangan dari keluarga untuk mengembangkan kemampuan yang pasien miliki? Apakah pasien merasa puas dengan perhatian/kasih sayang yang diberikan keluarga? Apakah pasien puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan? 5 Fungsi keluarga sakit kurang sehat/ disfungsi keluarga sedang

Skoring 2 : Hampir selalu 1 : Kadang-kadang 0 : Hampir tidak pernah

8-10 : fungsi keluarga sehat 4-7 : fungsi keluarga kurang sehat 0-3 : fungsi keluarga sehat

3. Family SCREEM SCREEM adalah alat yang digunakan untuk menilai sumber daya dalam keluarga. Aspek Sumber Daya Patologi Interaksi sosial antara pasien dengan keluarga cukup baik, serta hubungan dengan masyarakat sekitar juga cukup baik Pasien dan keluarga percaya pengobatan medis, tetapi masih juga percaya pada makanan yang berfungsi sebagai obat. Keluarga pasien menganut Pasien mengaku jarang beribadah agama kristen. namun keluarga yang lain seperti istri dan anaknya termasuk rajin beribadah. Pasien belum bisa kembali bekerja seperti biasa, dahulu suami bekerja sebagai tukang kayu dan pedagang makanan, penghasilan sekarang dirasakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Hampir semua Keluarga . pasien sampai SMK. Pasien menggunakan puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan, bila ada keluhan dan mengurus rujukan pasien ke puskesmas.

Sosial

Kultur

Religius

Ekonomi

Pendidikan

Kesehatan

Dapat dilihat dari table SCREEM bahwa dalam ekonomi, kultur budaya dan religius keluarga Ny. M tergolong kurang baik.

4. Genogram Keluarga

5. Daftar Masalah Keluarga dan Perencanaan Pembinaan Keluarga No. 1. Masalah yang dihadapi Pengetahuan tentang penyakit yang diderita pasien Pengetahuan tentang diet makan pasien Rencana pembinaan Sasaran pembinaan Pasien dan keluarga Pasien dan keluarga Pasien

2.

3.

Konseling dan edukasi pasien tentang penyakitnya Konseling dan edukasi pasien tentang diet makan diabetes melitus Pengetahuan tentang Konseling dan edukasi keagamaan untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan YME

6. Pelaksanaan Program No. Waktu 1. 6 Juni 2012 kegiatan Kunjungan I 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Hasil Pada saat anamnesis pasien cukup kooperatif dan saat dilakukan pemeriksaan fisik pasien dalam keadaan baik.

2.

7 Juni 2012

2. Identifikasi fungsi keluarga yang meliputi anggota keluarga dan kondisi lingkungan baik di dalam dan di luar rumah serta mendata lokasi Kunjungan II 1. Edukasi langsung ke pasien Follow up pasien mengenai penyakitnya tentang penyakit, 2. Edukasi pasien tentang edukasi dan intervensi pentingnya minum obat diabetes 3. Edukasi pasien komplikasi diabetes 4. Edukasi tentang pentingnya pengaturan diet makanan 5. Edukasi pasien tentang olahraga yang baik untuk diabetes

7. Diagnosis Kedokteran Keluarga a. Diagnosis medik Diabetes melitus tipe 2 tanpa Komplikasi b. Bentuk keluarga Keluarga campuran c. Fungsi keluarga yang terganggu Fungsi ekonomi, kultur budaya, kasih sayang dan kebersamaan d. Diagnosis Kedokteran Keluarga : Diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi, dengan permasalahan ekonomi keluarga disertai dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang baik.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN. 1. Diagnostik holistik pada pasien ini adalah Diabetes Melitus tipe 2, tanpa komplikasi, dengan permasalahan ekonomi keluarga disertai perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang baik. 2. Berdasarkan hasil penilaian APGAR dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi keluarga pasien kurang sehat atau disfungsi keluarga sedang 3. Berdasarkan identifikasi fungsi-fungsi keluarga, yang patologis adalah fungsi ekonomi, kultur budaya, dan keagamaan 4. Keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit sangat bergantung pada tingkat pengetahuan pasien, motivasi dan perhatian keluarga terhadap penyakit pasien. 5. Fungsi keluarga perlu ditingkatkan agar dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung penatalaksanaan penyakit pasien ini. B. Saran Mahasiswa 1. Lebih memahami dan aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan baik pada keluarga maupun lingkungannya. 2. Lebih menggali dalam komunikasi dengan pasien untuk menindak lanjuti suatu penyakit yang dialami oleh keluarga tersebut. Puskesmas 1. Diharapkan dapat melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui edukasi, konseling, atau penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif kesehatan masyarakat khususnya penyakit yang berisiko terjadi komplikasi berat. Pasien 1. Memahami tentang segala hal terkait dengan penyakitnya
2. Memperbaiki pola hidup dan perilaku mengenai kesehatan individu dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Care. 2004;27(Suppl 1):S5-S10.

Diabetes

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2004;27(Suppl 1):S15-S35. Basuki E. Penyuluhan Diabetes Mellitus. Dalam Soegondo S, Soewondo P dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi FKUI, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000 (IONI 2000). Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 2000 Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO Indonesia) Volume 38, 2003. PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan DM Tipe 2, Jakarta, 2002. Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S, Soewondo P dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Mellitus. Dalam Soegondo S, Soewondo P dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004. Waspadji S. Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang Rasional. Dalam Soegondo S, Soewondo P dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004.

Anda mungkin juga menyukai