Anda di halaman 1dari 7

Danau Tondano

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Danau Tondano dilihat dari Bukit Kasih Danau Tondano adalah danau terluas di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Danau ini diapit oleh Pegunungan Lembean, Gunung Kaweng, Bukit Tampusu, dan Gunung Masarang. Danau ini dilingkari dengan jalan provinsi dan menghubungkan kota Tondano, Kecamatan Tondano Timur, Kecamatan Eris, Kecamatan Kakas, Kecamatan Remboken, dan Kecamatan Tondano Selatan. Danau ini merupakan danau penghasil ikan air tawar seperti ikan mujair, pior/kabos, payangka wiko (udang kecil), nikesepat siang(arwana),tawes,pongkor,bontayan,lobster hitam,guramekupukupu,karper. Luas danau ini 4.278ha, dan terdapat pulau kecil bernama Likri (depan desa Tandengan kecamatan Eris)dan pulau papalembet depat toulumembet. Di tepi Danau Tondano terlihat jelas Gunung Kaweng. Konon danau ini terjadi karena letusan yang dahsyat karena ada kisah sepasang insan manusia yang berlainan jenis melanggar larangan orang tua untuk kawin (bahasa Minahasa: kaweng) dengan nekat lari (tumingkas) di hutan. Sebagai akibat melanggar nasihat orang tua maka meletuslah kembaran gunung kaweng tersebut sehingga menjadi danau Tondano. Danau Tondano mempunyai obyek wisata yang terkenal "Sumaru Endo" Remboken, dan Resort Wisata Bukit Pinus (Tondano arah Toliang Oki).Gua tikus tasuka, Dari tepian danau Tondano (Toliang Oki), kita dapat melintas puncak Bukit Lembean dan memandang keindahan Laut Maluku (di sebelah timur), tepatnya kawasan Tondano Pante (Kecamatan Kombi), Kabupaten Minahasa.Pondok kinakas.(dapat dilihat di atas ktr.camat kakas dan boulevard tontimomor.( Doakan agar sepat siang,karper,tawes tidak punah).

Senin, 21 Februari 2011


Luas & Kedalaman DANAU TONDANO

By. Meidy Tinangon

a.Luas Danau Menurut Zen dan Alzwar (1974) dalam Rondo dan Soeroto (1990) Danau Tondano adalah danau alami yang terbentuk akibat patahan-patahan kulit bumi di masa silam. Panjang danau lebih kurang 12 km, lebar rata-rata 4 km. Danau Tondano terletak 600 m diatas permukaan laut. Di bagian utara dan selatan, bagaian pinggiran danau merupakan daerah persawahan, sedangkan bagian timur dan barat pada umumnya daerah pantai danau berbatu-batu dan tergolong curam. Luas danau berkisar antara 4.278 5.600 ha. Danau Tondano dialiri oleh 25 sungai dan hanya 1 sungai sebagai out let yaitu Sungai Tondano yang bermuara di Teluk Manado (Rondo dan Soeroto, 1990). Menurut Kumurur (2002) diantara sungai-sungai yang menjadi inlet danau Tondano, terdapat 3 sungai yang menjadi kontributor utama dalam menyumbang unsur hara, bahan organic dan residu pestisida bagi Danau Tondano. Ketiga sungai tersebut adalah: S. Panasen, S. Ranoweleng (dari Gunung Soputan) dan S. Leleko (Gunung Tampusu). b. Perubahan Kedalaman Kedalaman danau menunjukan trend menurun seiring dengan bertambahnya tahun. Pada tahun 1934 masih memiliki kedalaman maksimum 40 m, tahun 1974 paling dalam 28 m dengan rata-rata 16 m (Zen dan Alzwar, 1974 dalam Rondo dan Soeroto 1990). Hasil survey TNI-AL pada bulan Februari 1983 seperti dilaporkan Rondo dan Soeroto (1990) dan Rompas dkk (1996) menyatakan bahwa kedalaman maksimum di bagian tengah danau mencapai rata-rata 25 m dan terdalam 27 m. Sementara itu survey Rompas dkk (1996) menunjukan bahwa topografi dasar danau bervariasi dari 2 m 21 m, dan rerata kedalaman danau pada bagian tepi ( 8 m dari garis

danau) 8 m, kecuali pada daerah dekat dengan pintu keluar (outlet) yang menunjukan rerata 2 m, dan sebaliknya ketebalan Lumpur dan tumbuhan air mencapai 9 m. Sementara itu kedalaman rerata pada bagian tengah danau dengan radius 700 m memiliki kedalaman 20 m dimana dengan kedalaman demikian, lumpur yang terbentuk pada daerah tersebut setebal 4 m. Data perubahan kedalaman danau yang dihimpun oleh Kumurur (2002) dari berbagai sumber dapat dilihat pada tabel di bawah ini; Tabel 3. Perubahan Kedalaman Danau Tondano (Kumurur, 2002 dari berbagai sumber) Tahun 1934 1974 1983 1987 1992 1996 Kedalaman 40 m 28 m 27 m 20 m 16 m 15 m

Referensi :

Kumurur, V. 2002. Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano. Jurnal Ekoton, Unsrat, Manado. Rondo, M. dan Soeroto 1990. Kondisi ekologis Perairan Danau Tondano. Berita fakultas Perikanan UNSRAT Rompas dkk, 1996. Ekologi Danau Tondano. Laporan Penelitian. UNSRAT Manado. Soeroto, B., 1989. Beberapa Masalah di Danau Tondano dan penanggulangannya. Jurnal FAPERIK Vol. 1 dan No. 1 UNSRAT Manado.

Tentang danau tondano Sebagai kota terbesar di wilayah ini, Manado mempunyai tempat pariwisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Danau Tondano. Danau Tondano adalah danau terluas di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Danau ini diapit oleh Pegunungan Lembean, Gunung Kaweng, Bukit Tampusu, dan Gunung Masarang. Danau ini dilingkari dengan jalan provinsi dan menghubungkan kota Tondano, Kecamatan Tondano Timur, Kecamatan Eris, Kecamatan Kakas, Kecamatan Remboken, dan Kecamatan Tondano Selatan. Danau ini merupakan danau penghasil ikan air tawar seperti ikan mujair, pior/kabos, payangka wiko (udang kecil), nike dan lain-lain.

Luas danau ini 4.278ha, dan terdapat pulau kecil bernama Likri (depan desa Tandengan kecamatan Eris). Di tepi Danau Tondano terlihat jelas Gunung Kaweng. Konon danau ini terjadi karena letusan yang dahsyat karena ada kisah sepasang insan manusia yang berlainan jenis melanggar larangan orang tua untuk kawin (bahasa Minahasa: kaweng) dengan nekat lari (tumingkas) di hutan. Sebagai akibat melanggar nasihat orang tua maka meletuslah kembaran gunung kaweng tersebut sehingga menjadi danau Tondano. Danau Tondano mempunyai obyek wisata yang terkenal Sumaru Endo Remboken, dan Resort Wisata Bukit Pinus (Tondano arah Toliang Oki). Dari tepian danau Tondano (Toliang Oki), kita dapat melintas puncak Bukit Lembean dan memandang keindahan Laut Maluku (di sebelah timur), tepatnya kawasan Tondano Pante (Kecamatan Kombi), Kabupaten Minahasa.

Program Pengelolaan Eceng Gondok melalui Industri Pupuk Organik Basis Komunal menuju Tondano Hijau Bersih Mandiri
oleh: H.Asrul Pendiri Gerakan Konsultan LM3 Nafiri Manado, Sulawesi Utara Indonesia Hoesein Hijau

Sumber: http://asrulhoesein.blogspot.com/2009/11/program-pengelolaan-ecenggondok.html Danau Tondano, Kabupaten Tondano, terletak sekitar 30 km dari Kota Manado, ibukota Provinsi Sulawesi Utara, berada diketinggian 600 mdpl. Serta kedalaman danau sekitar 20-25 m. Akibat tumbuh liarnya tanaman Eceng Gondok di danau tersebut, yang selama ini telah menyebabkan timbulnya permasalahan bagi masyarakat sekitarnya maupun terhadap pemerintah Kab.Tondano itu sendiri. Hampir seluruh areal Danau Tondano tersebut ditumbuhi Eceng Gondok yang begitu subur dan luas danau sekitar 4.278 Ha. Banyak orang yang mengatakan bahwa eceng gondok merupakan tumbuhan pengganggu (gulma) diperairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Kalau dibiarkan begitu saja, benar adanya memang mengganggu. Antara lain mengganggu perkembangan ikan atau ekosistem (biota) danau, dan bahkan eceng gondok mampu meguapkan air dengan begitu dahsyatnya. Tetapi dibalik penciptaan eceng gondok oleh Tuhan YMK. Itu pasti anugerah , dan tentu besar manfaatnya bagi manusia. Eceng Gondok ternyata mempunyai beberapa manfaat diantaranya merupakan sumber lignoselulosa yang dapat dikonversi menjadi produk yang lebih berguna, seperti pakan ternak, pupuk organik kompos, dll. Serta produk bernilai ekonomi lainnya seperti Industri kerajinan tangan (handycraft) serta bahan baku kertas. Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Eceng Gondok, sebenarnya tidak selalu menjadi sumber masalah apabila dikelola dengan baik dan bijaksana. Khusus Eceng Gondok yang tumbuh liar di Dana Tondano tersebut, sebenarnya malah bisa jadi icon wilayah kabupaten tersebut yang bisa menjadi target wisatawan di samping eksistensi danau itu sendiri, namun hal itu terjadi bila dikelolah secara cerdas dan bijaksana. Semakin suburnya Eceng Gondok tersebut sebenarnya bukan masalah tapi lebih merupakan berkah dan anugrah seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, bahkan dapat menjadi sumber ekonomi dan pendapatan bagi masyarakat Kab. Tondano itu sendiri.

Eceng Gondok dalam program ini kami identikkan dengan sampah/limbah organik (fokus) yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik, dimana Eceng Gondok tersebut mengandung unsur hara (NPK) yang lumayan sangat bagus diproduksi menjadi pupuk organik untuk pertumbuhan tanaman perkebunan, pertanian dan kehutanan termasuk bisa dibuat makanan atau pakan ternak (perikanan dan peternakan). Potensi ekonomis pengolahan eceng gondok ini, yaitu dapat dikelola dengan mudah menjadi kompos dengan pemanfaatan teknologi sederhana Komposter BioPhoskko, pada rumah tangga, RT, RW maupun skala komunal setingkat lingkungan RW atau pelayanan bagi 500-1000 rumah tangga. Dalam program ini, Eceng Gondok tersebut akan dikemas dalam satu konsep pengelolaan dengan Sampah Kota berbasis komunal, termasuk perpaduan dengan kotoran hewan atau limbah lainnya, seperti tepung darah, tepung tulang, kerabang telur, cangkang kepiting dan sebagainya. Demikian pula penggunaan teknologi Komposter BioReaktor Mini (BRM)- yang berkemampuan mereduksi sampah ( organik dan anorganik) hingga 20 % pada hari (5-7 hari) menjadi pupuk organik kompos, hasil dekomposisi yang kering, gembur dan tidak berbau dengan sistem aerobik komposting. Model pengelolaan eceng gondok dan sampah skala ekonomis tersebut yaitu pendirian suatu Instalasi Pengolahan Sampah Organik (IPSO) yang menggunakan Bio Reaktor Mini (BRM) untuk tujuan REDUKSI SAMPAH atau Komposter type Rotary Klin @ kapasitas + 5 m3/ unit/5 hari). Setelah 5-7 hari, hasil dekomposisi siap diolah lebih lanjut ataupun dibuang ke TPA ( hanya 20 %- 40 % dari volume sampah semula). Jika diinginkan output akhir berupa barang ekonomis, maka dengan menerapkan model ini diperkirakan minimal sebanyak 25 % akan menjadi kompos dan an-organik ( tak tergradasi berupa logam, plastik, karton) sebanyak 15 % dari hasil dekomposisi sampah dengan perpaduan limbah Eceng Gondok tersebut. Hasil panen berupa kompos yang terlebih dahulu diberi kemasan bisa dijual dengan harga yang lebih bagus kepada pihak-pihak yang tepat, baik langsung kepada para petani, perusahaan swasta/ BUMN dan atau instansi pemerintah baik pertanian, perkebunan atau kehutanan. Jika harga jual kompos kemasan perkilonya antara Rp. 200Rp. 1.000 saja, maka pendapatan masyarakat di lingkungan RW perbulannya dapat mencapai antara Rp. 600.000 Rp. 6.000.000. Diharapkan dengan pengalaman kami dalam memproduksi dan memasarkan pupuk organik berbasis sampah ini di dalam pemasarannya akan terjadi habis terjual (zero output) dan di upayakan terjadi kontrak produksi (zero expantion) dengan pihak konsumen (perusahaan perkebunan) misalnya perkebunan kelapa sawit, coklat, dll. Akan tetapi, penanganan dan pengelolaan sampah kota atau limbah eceng gondok dengan berbagai pendekatan, akan menghadapi kendala apabila tidak dibarengi dengan adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, pula perlu dilakukan upaya-upaya penyadaran mulai dari rumah tangga, lingkungan RT dan masyarakat di lingkungan RW. Yaitu melalui kampanye-kampanye secara masif, penyebaran informasi tentang jenis-jenis, manfaat dan dampak sampah bagi kesehatan dan lingkungan. Khusus dari tumbuhan Eceng Gondok di Danau Tondano itu dapat mengganggu ekosistem atau biota danau sehingga ikan yang ada tidak akan mampu hidup sebagaimana mestinya, karena terganggu oleh kepadatan pertumbuhan tanaman eceng gondok tersebut.

Anda mungkin juga menyukai