Anda di halaman 1dari 8

Sectio Caesarea (SC)

A. Pengertian Sectio Caesarea Sectio Caesarea menurut Dunn dikutip oleh Kasdu (2003), merupakan persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih melalui pembedahan di perut dengan menyayat dinding rahim. Sementara Wiknjosastro (2002), mendefinisikan Sectio Caesarea (SC) sebagai pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Menurut Mochtar (1998), Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut dan vagina, atau merupakan histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Sedangkan Hecker & Moore (2001), menjelaskan Sectio Caesarea (SC) sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding rahim anterior. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan Sectio Caesarea (SC) adalah pembedahan untuk melahirkan janin dari dalam rahim dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dengan membuat sayatan melalui dinding depan perut dan vagina.

B. Teknik Sectio Caesarea Ada beberapa jenis Sectio Caesarea (SC). Menurut Wiknjosastro (2002), teknik Sectio Caesarea dibedakan menjadi 3, yaitu Sectio Caesarea transperitonealis profunda, Sectio Caesarea klasik atau Sectio Caesarea korporal dan Sectio Caesarea eksrtaperitoneal. Sectio Caesarea transperitonealis profunda Dauercatheter dipasang dan wanita berbaring dalam letak Trendelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter di bawah pusat. Setelah peritoneum dibuka, dipasang spekulum perut, dan lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan suatu kain kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-uterina dibuka dan insisi ini diteruskan melinyang jauh ke lateral, kemudian kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus didorong ke bawah dengan jari (Wiknjosastro, 2002). Pada segmen bawah uterus, yang sudah ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung kencing dan yang biasanya sudah menipis, diadakan insisi melintang sebesar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteri

uterina. Karena uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum dibuat insisi, posisi uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rotunda kanan dan kiri. Ditengah-tengah, insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak. Kemudian luka terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang telah dibuat lebih dahulu. Ketuban dipecahkan, dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian spekulum perut diangkat dan tangan dimasukkan ke dalam uterus di belakang kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong, diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi (Wiknjosastro, 2002). Sectio Caesarea klasik Pada Sectio Caesarea klasik insisi dibuat pada korpus uteri. Pembedahan ini lebih mudah untuk dilakukan dan hanya dilakukan apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesarea transperitonealis profunda (misalnya melekat eratnya uterus pada dinding perut karena sectio caesarea yang sebelumnya dilakukan insisi di segmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan banyak berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta previa) (Wiknjosastro, 2002). Kurang disukainya pembedahan jenis ini, disebabkan karena lebih besamya bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih besar bahaya ruptura uteri pada kehamilan yang akan datang. Oleh karena itu sesudah sectio caesarea klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi (Wiknjosastro, 2002). Sectio Caesarea ekstraperitoneal Sectio Caesarea ekstraperitoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tekniknya dan sering kali terjadi sobekan peritoneum tidak dapat dihindarkan (Wiknjosastro, 2002). Sementara Kasdu (2003), membedakan jenis Sectio Caesarea menjadi 2, yaitu sayatan melintang dan vertikal. Adapun jenis sayatannya, operasi berlangsung sekitar 4560 menit, tetapi proses melahirkan bayi sendiri hanya berlangsung 5-10 menit. Pemilihan jenis sayatan ini tergantung pada perut pada Sectio Caesarea sebelumnya, kembar siam, tumor (mioma uteri) di segmen bawah uterus, hipervaskularisasi (pembuluh darah meningkat) di segmen bawah uterus pada plasenta previa, kanker serviks, risiko bahaya perdarahan apabila di lakukan tindakan sayatan melintang berhubung letak plasenta,

misalnya pada plasenta previa, janin letak lintang, atau kembar dengan letak abnormal dan apabila akan melakukan histerektomi setelah janin di lahirkan (Kasdu, 2003). Terdapat kerugian dari Sectio Caesarea dengan jenis sayatan melintang, antara lain: lebih berisiko terkena peritonitis (radang selaput perut), memiliki risiko empat kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan selanjutnya, otot-otot rahimnya lebih tebal dan lebih banyak pembuluh darahnya sehingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah. Akibatnya, lebih banyak parut di daerah dinding atas rahim. Oleh karena itu, pasien tidak dianjurkan hamil lagi, jika menggunakan anestesi lokal, sayatan ini akan memerlukan waktu dan obat lebih banyak (Kasdu, 2003).

C. Indikasi Sectio Caesarea Ada empat alasan penyebab dilakukannya Sectio Caesarea. Menurut Kasdu (2003), antara lain keselamatan ibu dan janin ketika persalinan harus berlangsung, tidak terjadi kontraksi, distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami, dan bayi dalam keadaan darurat sehingga harus segera dilahirkan, tetapi jalan lahir tidak mungkin dilalui janin. Dengan demikian indikasi dilakukannya Sectio Caesarea adalah sebagai berikut: 1) Bayi terlalu besar Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir, umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan (macrosomia) karena ibu menderita diabetes mellitus. Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya. Selain janin besar, janin dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, lahir prematur, dan dismatur (intrauterine growth retardation) atau pertumbuhan janin tehambat, juga menjadi pertimbangan

dilakukannya persalinan dengan operasi. 2) Kelainan letak bayi Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang. Keadaan janin sungsang apabila letak janin dalam rahim memanjang dengan kepala berada di bagian atas rahim, sementara pantat berada di bagian bawah rahim. Langkah terakhir untuk mengantisipasi hal yang terburuk karena persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi. Letak lintang atau miring yang biasa disebut dengan oblique. Letak yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan jalan lahir. Keadaan ini menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam jalan lahir. Apabila keadaan ini dibiarkan terlalu lama dapat

mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak janin. Oleh karena itu harus dilakukan operasi untuk mengeluarkannya. 3) Ancaman gawat janin (fetal distress) Keadaan janin yang gawat pada tahap persalinan, memungkinkan untuk segera dilakukannya operasi. Apabila ditambah dengan kondisi ibu yang kurang

menguntungkan. Janin pada saat belum lahir mendapat oksigen dari ibunya melalui plasenta dan tali pusat. Apabila terjadi gangguan pada plasenta (akibat ibu menderita hipertensi atau kejang rahim), serta pada tali pusat (akibat tali pusat terjepit antara tubuh bayi), maka suplai oksigen yang disalurkan ke bayi akan berkurang pula. Akibatnya janin akan tercekik karena kehabisan nafas. Kondisi ini dapat menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. Apabila proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina maka Sectio Caesarea merupakan jalan keluar satu-satunya. 4) Janin abnormal Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrosepalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyababkan memutuskan dilakukan tindakan operasi. 5) Faktor plasenta Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi yaitu plasenta previa, plasenta lepas (solutio plasenta), plasenta accreta, vasa previa. a) Plasenta previa Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Keadaan ini akan mengakibatkan kepala janin tidak turun dan masuk ke jalan lahir. Janin dengan plasenta previa, umumnya akan memilih letak sungsang atau letak melintang. Keadaan ini akan menyulitkan janin lahir secara alami. Tindakan persalinan pada plasenta previa ini biasanya akan dilakukan dengan operasi. b) Plasenta lepas (solutio plasenta) Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum janin mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.

c) Plasenta accerta Plasenta accerta merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Apabila sisa yang menempel di otot rahim banyak maka kemungkinan perlu dilakukan histerektomi (operasi pengangkatan rahim). d) Vasaprevia Keadaan pembuluh darah di selaput ketuban berada di mulut rahim (osteum uteri), jika pecah dapat menimbulkan perdarahan banyak yang membahayakan janin dan ibunya. Untuk mengurangi risiko pada ibu dan janin maka persalinan dilakukan dengan operasi. 6) Kelainan tali pusat Berikut ini ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung), dan terlilit tali pusat. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) adalah keadaan penyembuhan sebagian atau seluruh tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin. Dalam hal ini, persalinan harus segera dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi, misalnya sesak nafas karena kekurangan oksigen. Terlilit tali pusat atau terpelintir menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin tidak lancar. Jadi, posisi janin tidak dapat masuk ke jalan lahir, sehingga mengganggu persalinan maka kemungkinan dokter akan mengambil keputusan untuk melahirkan bayi melalui tindakan Sectio Caesarea. 7) Bayi kembar (multiplle pregnancy) Tidak selamanya bayi kembar dilakukan secara Sectio Caesarea. Kelahiran kembar memiliki risiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Bayi kembar dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan melalui persalinan alami. Hal ini diakibatkan, janin kembar dan cairan ketuban yang berlebihan membuat janin mengalami kelainan letak. Oleh karena itu, pada kelahiran kembar dianjurkan dilahirkan di rumah sakit karena kemungkinan sewaktu-waktu dapat dilakukan tindakan operasi tanpa direncanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bayi kembar dapat lahir secara alami. Faktor ibu yang menyebabkan dilakukannya tindakan operasi, misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi rahim, riwayat kematian pre-natal, pernah mengalami trauma persalinan dan tindakan sterilisasi. 8) Usia Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi perempuan dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia

ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes melitus dan preeklamsia. Eklamsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali menyebabkan dokter memutuskan persalinan dengan Sectio Caesarea. 9) Tulang panggul Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dan dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi susah keluar melalui jalan lahir. 10) Persalinan sebelumnya Sectio Caesarea Persalinan melalui Sectio Caesarea tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Umumnya Sectio Caesarea dilakukan lagi pada persalinan kedua apabila operasi sebelumnya menggunakan sayatan vertikal (corporal). 11) Faktor hambatan panggul Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bemafas. Gangguan jalan lahir ini bisa terjadi karena adanya mioma atau tumor. Keadan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasa disebut distosia. 12) Kelainan kontraksi rahim Jika kontraksi lahir lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong atau tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar. Apabila keadaan tidak memungkinkan, maka dokter biasanya akan melakukan Sectio Caesarea. 13) Ketuban pecah dini Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini akan membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal sedikit atau habis. 14) Rasa takut kesakitan Pada umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat. Kondisi tersebut sering menyebabkan seorang perempuan yang akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Sehingga untuk

menghilangkan perasaan tersebut seorang perempuan akan berfikir melahirkan melalui caesarea (Kasdu, 2003). Adapun indikasi Sectio Caesarea menurut Hecker & Moore (2001), antara lain ibu dan janin yaitu distosia meliputi: ketidakseimbangan sefalopelvik, kegagalan induksi persalinan dan kerja rahim yang abnormal dari ibu yaitu penyakit pada ibu meliputi eklamsia atau preeklamsia berat, diabetes melitus, penyakit jantung dan kanker servikalis, pembedahan rahim sebelumnya, dan sumbatan pada jalan lahir. Kemudian dari Janin meliputi gangguan pada janin, prolaps tali pusat dan malprestasi janin seperti sungsang, letak lintang dan kening. Indikasi dari plasenta meliputi plasenta previa dan abrosio plasenta.

D. Risiko Sectio Caesarea Risiko operasi Sectio Caesarea menurut Kasdu (2003), salah satunya adalah alergi. Risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu. Risiko perdarahan juga dapat terjadi. Perdarahan mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Selain itu, perdarahan juga banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteri uteria ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak mengakibatkan syok secara mendadak. Jika perdarahan tidak teratasi, tindakan histerektomi perlu dipertimbangkan, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut. Cedera pada organ lain dapat terjadi jika tindakan pembedahan tidak dilakukan

secara hati-hati, seperti rektum atau kandung kemih. Penyembuhan luka caesarea yang tidak sempurna juga dapat mengakibatkan infeksi pada organ rahim atau kandung kemih. Pada rahim seorang perempuan yang telah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri meskipun juga operasi dilakukan secara sempurna, namun risiko ini sangat kecil terjadi. Kadangkadang demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun kondisi ini bisa terjadi karena infeksi pada luka caesarea. Efek pembiusan akan mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose), namun apabila dilakukan dengan pembiusan regional (spinal) tidak banyak mengganggu produksi ASI (Kasdu, 2003).

E. Komplikasi Sectio Caesarea Hecker & Moore (2001), menyatakan bahwa komplikasi yang paling penting pada Sectio Caesarea adalah perdarahan. Perdarahan mungkin terjadi akibat kegagalan mencapai homeostatis di tempat insisi rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan. Sepsis sesudah pembedahan juga dapat terjadi. Frekuensi dari komplikasi ini jauh lebih besar bila selama persalinan terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam banyak mengurangi insiden masalah ini. Cedera pada sekeliling struktur yaitu usus besar, kandung kemih, pembuluh darah di dalam ligamen yang lebar, dan uterus biasanya sering terjadi. Hematuria yang singkat dapat terjadi akibat terlalu antusias dalam menggunakan retratis di daerah dinding kandung kemih.

Anda mungkin juga menyukai