Anda di halaman 1dari 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNJAWABAN PIDANA, AGAMA HINDU DAN SANKSI ADAT 1.

Tindak Pidana Istilah tindak pidana merupakan istilah teknis-yuridis yang berasal dari terjemahan delict atau strafbaarfeit. Disamping itu dalam bahasa Indonesia, istilah tersebut diterjemahkan dengan berbagai istilah, seperti peristiwa pidana, perbuatan

pidana, pelanggaran pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan perbuatan yang boleh dihukum. Di antara keenam istilah sebagai terjemahan delict atau strafbaarfeit Wantjik Saleh menyatakan bahwa istilah yang paling baik dan tepat untuk dipergunakan adalah antara dua istilah yaitu tindak pidana atau perbuatan pidana.44 Sedangkan lebih !enderung menggunakan istilah perbuatan pidana yang oeljatno

selanjutnya

mende"inisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan dian!am dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.4# $erdasarkan pengertian tersebut, beliau memisahkan antara perbuatan dengan orang yang melakukan. %ompe merumuskan bahwa suatu strafbaarfeit itu sebenarnya tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.4&

44 4#

Wantjik Saleh '()). *indak %idana +orupsi, ,akarta - .halia Indonesia, hal. (. oeljatno '(/0. 1sas-asas 2ukum %idana, ,akarta - %*. $ina 1ksara, hal. '. 4& %13 4amintang '(/). Dasar-dasar 2ukum %idana Indonesia, $andung - Sinar $aru, hal. ')4

4'

Sedangkan pengertian yang disampaikan

. Sudrajat $assir, melihat perbuatan

pidana menurut wujud atau si"atnya perbuatan-perbuatan pidana sebagai perbuatanperbuatan yang melawan hukum. %erbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan atau menghambat terlaksananya tata !ara dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil, sehingga suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebuta. b. !. d. melawan hukum merugikan masyarakat dilarang oleh aturan pidana pelakunya dian!am dengan pidana.4)

Dapat ditarik kesimpulan dari keempat bagian tersebut bahwa butir ! dan d merupakan butir yang memastikan bahwa suatu perbuatan adalah tindak pidana. 5ntuk itu harus dilihat pada ketentuan-ketentuan hukum pidana yang ada dan berlaku 6hukum positi"7 yaitu +itab 5ndang-undang 2ukum %idana 6+52%7, dan peraturan-peraturan pidana yang merupakan ketentuan hukum pidana di luar +52%. 2al ini sesuai dengan dasar pokok dari segala ketentuan hukum pidana yaitu a8as legalitas atau asas nullum delictum nulla poenasine lege poenali yang maksudnya sesuai dengan %asal ' ayat 6'7 +52% yang menentukan- tiada suatu perbuatan dapat dipidana ke!uali berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan 9. Pertanggung a!a"an Pidana hukum pidana yang ada dan

4)

. Sudrajat $assir '(/&. *indak-tindak %idana *ertentu di Dalam +52%, $andung - :emadja

+arya, hal.9

49

$erbi!ara tentang pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun didalam pengertian tindak pidana tidak termasuk masalah pertanggungjawaban pidana. *indak pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya suatu perbuatan. *indak pidana tidak berdiri sendiri, itu baru bermakna manapula terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana, untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana, pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya !elaan 6Verwitjbarheid7 yang obyekti" terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan tindak pidana yang berlaku, dan se!ara obyekti" kepada pembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatan tersebut. %ertanggungjawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya !elaan yang

obyekti" yang ada pada tindak pidana dan se!ara subyekti" kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas sedangkan dasar dapat

dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. +apan seorang dikatakan mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak

pidana tersebut. +apan seorang dikatakan mempunyai kesalahan merupakan hal yang menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan ia dapat di!ela oleh karena perbuatan tersebut.

4>

$erdasarkan hal tersebut diatas Sudarto, juga menyatakan hal yang sama dikatakan, bahwa Dipidananya seseorang tidaklah !ukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersi"at melawan hukum. ,adi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan 6an objective breach of a penal provision7, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. 5ntuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah 6 subjective quilt7. Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat 4/ dipertanggungjawabkan, kepada orang tersebut. Selanjutnya Sudarto menyatakan bahwa - menurut beliau disini berlaku asas tiada pidana tanpa kesalahan 6keine strafe ohne schuld atau green straf zonder schuld atau nulla poene sine culpa7. Culpa disini dalam arti luas.meliputi juga kesengajaan.4( +esalahan yang dimnaksud adalah keadaan jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dan perbuatan yang dilakukan itu sedemikian rupa, sehingga orang tersebut patut di!ela. :oeslan Saleh menyatakan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan pidana dilihat dari segi kemasyarakatan, dia dapat di!ela oleh karenanya, sebab dianggap dapat berbuat lain, jika tidak ingin berbuat demikian. Selanjutnya :oeslan Saleh sudah menyatakan Dilihat dari segi masyarakat ini menunjukan pandangan normati" mengenai kesalahan. Seperti diketahui mengenai kesalahan ini, dulu orang berpandangan psychologisch. Demikian misalnya pandangan dari pembentuk W.;.S. *etapi kemudian pandangan ini ditinggalkan dan orang lain berpandangan normati". 1da atau tidaknya kesalahan tidaklah ditentukan bagaimana dalam keadaan bathin daripada terdakwa, tetapi tergantung pada bagaimanakah penilaian hukum

Sudarto '(/). 2ukum %idana II, Semarang $adan %enyediaan $ahan-bahan +uliah 32 5<DI%, '(/) = '(//, hal /# 4( Ibid

4/

44

mengenai keadaan bathinnya itu, apakah dipernilai ada ataukah tidak ada kesalahan.#0 enurut $ambang %oernomo, istilah kesalahan berasal dari kata Schuld yang sampai saat sekarang belum resmi diakui sebagai istilah ilmiah yang mempunyai pengertian pasti. <amun sudah sering dipergunakan didalam penulisan-penulisan pemakaian istilah kesalahan dapat dibedakan menjadi pemakaian dalam arti

matematika seperti halnya bilangan ( dibagi > hasilnya 9, adalah menghitung dengan kesalahan, dan pemakaian dalam arti yuridis seperti halnya orang dijatuhi pidana karena melakukan perbuatan pidana dengan kesalahan.#' Selanjutnya $ambang %oernomo, menyatakan bahwa +esalahan yuridis juga masih dibedakan antara, pemakaian dalam arti menerangkan keadaan psyche seseorang yang melakukan perbuatan yang sedemikian rupa sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepadanya dan pemakaian dalam arti bentuk kesalahan di dalam undang-undang yang berupa kesengajaan dan kealpaan. Di dalam penulisan par ahli sering disebut schuld in social ethische zin dan schuld is straf frechtehjke zin istilah schuld didalam bahasa $elanda dapat berwayuh arti, dalam arti sempit mununjuk kesalahan.#9 1pabila dikaji lebih lanjut pengertian kesalahan menurut beberapa ahli hukum pidana, ternyata terdapat beberapa pandangan-pandangan. ,onkers di dalam keterangannya tentang schuldbegrip membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan, yaitu a. selain kesengajaan atau kealpaan 6opzet of schuld7? b. meliputi juga si"at melawan hukum 6 de wederrechtehjkheid7? dan
:oeslan Saleh '(/>. %erbuatan %idana dan %ertanggungjawaban %idana Dua %engertian Dasar Dalam 2ukum %idana. ,akarta - %enerbit 1ksara $aru, hal. )) #' $ambang %oernomo '((4. 1sas-asas 2ukum %idana. ,akarta - %enerrbit .raha Indonesia, hal. '>& - '>) #9 Ibid hal. '>)
#0

4#

!. kemampuan bertanggungjawab 6de toerkenbaarheid7.#> %omple berpendapat bahwa pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal yang ter!ela 6verwitjbaarheid7 yang pada hakikatnya tidak men!egah 6vermijdbaarheid7 kelakuan yang bersi"at melawan hukum 6der wederrechijke gedraging7 di dalam rumusan hukum positi", disitu berarti mempunyai kesengajaan dan kealpaan 6opzet en onactzamheid7 yang mengarah kepada si"at melawan hukum 6wederre!htehjkheid7 dan kemampuan bertannggungjawab 6toerekenbaarheid7.#4 +edua pengertian tersebut diatas, nampak sekali terselip unsur melawan hukum yang terdapat dalam unsur kesalahan. 1pabila dikaitkan dengan pandangan tentang pengertian tindak pidana 6strafbaar feit7, maka pandangan tersebut masuk pada pandangan yang monistis. enurut aliran monisme, unsur-unsur straf baar feit itu

meliputi baik unsur-unsur pembuatan, yang la8im disebut unsur objective, maupun unsur-unsur pembuat yang dinamakan unsur subyekti". @leh karena di!ampurnya unsur perbuatan dan unsur pembuatannya, maka dapatlah disimpulkan bahwa strafbaar feit adalah sama dengan syarat-syarat penjatuhan pidana, sehingga seolah-olah dianggap bahwa kalau terjadi strafbaar feit, maka pasti pelakunya dapat dipidana. Sedangkan yang mempunyai pandangan yang memisahkan antara tindak pidana dengan kesalahan dengan unsur masing-masing 6pandangan dualistis7, dapat dikemukakan pandangan dari ;os, yang memandang pengertian kesalahan mempunyai tiga tanda khusus yaitu -

#> #4

Ibid Ibid

4&

a.

+emampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan

perbuatan 6toerekeningsvatbaarheid van de dader7. b. 2ubungan bathin tertentu dari orang yang melakukan

perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan. !. *idak terdapat dasar alasan yang menghapuskan pertanggungan

jawab bagi si pembuat atas perbuatannya itu. Sejalan dengan pengertian kesalahan, seperti tersebut diatas pandangan A. e8ger yang dapat disimpulkan pengertian kesalahan terdiri atas a.+emampuan bertanggungjawab 68ure!hnungstahing ist7 b. 1danya bentuk kesalahan 6schuldform7 yang berupa kesengajaan

6vorzatz7 dan !ulpa 6tahrlassigkeit7. !.*ak ada dalam penghapus kesalahan 6keinen schuldansshiesungs grummade7.## %andangan ;os dan A e8Ber tentang pengertian kesalahan mempunyai

kesamaan yaitu tanpa menyatukan unsur melawan hukum didalam ruang lingkup bidang kesalahan. %andangan tersebut dalam hukum pidana disebut dengan pandangan dualistis. @rang pertama yang menganut pandangan dualistis adalah 2erman +ontorwite8, dalam tahun '(>>, Sarjana 2ukum ,erman menulis buku dengan judul !at "nd Schuld, yang ajarannya diperkenalkan dan dianut oleh %idana 5niCersitas .adjah oeljatno, .uru $esar 2ukum

ada dalam pidato Dies <atalis ;I 5niCersitas .adjah

ada, pada tanggal '( Desember '((#, dimana beliau menentang kebenaran pendirian menganai kesalahan 6s!uhld7 yang ketika itu berkuasa, yang oleh beliau dinamakan
##

Ibid. hal '>& dan '>)

4)

objective schuld, oleh karena kesalahan disini dipandang sebagai si"at dari kelakuan 6merkmad der handlung7, yaitu suatu keadaan yang nampak dengan objekti" dalam alam lahir. 5ntuk gantinya disarankan pendirian yang subyekti", subyektive schuld dalam kesalahan dipandang sebagai si"at dari orang yang melakukan handlung 6markmad des handlendem7. Sehubungan dengan hal tersebut, beliau menentang pandangan monitis mengenai syarat-syarat untuk adanya pidana, 6stravoraussetzungen7 dan adapula dari handelnde. $eliau selanjutnya menyatakan bahwa - %andangan mengenai makna strafbare handlung, yaitu istilah yang dipakai untuk strafbaar feit, harus diubah pula dan tidak mungkin dibiarkan dalam makna yang meliputi, baik tatbestandmaszigkeit, 6hal yang men!o!oki rumusan undang-undang7 maupun rechtwidrigkeit 6si"at melawan hukum7 dan schuld 6kesalahan7.#& Selanjutnya 2erman +ontorwi!8, menyatakan bahwa strafbaare handlung harus diberi makna - handlung yang men!o!oki rumusan Wet dan yang tidak dibenarkan oleh alasan pembenar. %idana ditujukan baik terhadap handlung maupun handelinde, kedua segi itu, adalah sama-sama pentingnya untuk penjatuhan pidana, dan bukan hanya handlungnya saja. @leh karena itu, syarat-syarat untuk adanya pidana 6strafvoransset zungen7 yang umumnya tanpa dipikirkan dengan jelas dan sistematis, diikuti naluri yang memandangnya sebagai kualitet-kualitet handlung, ibarat suatu markmalshaufe 6tumpukan syarat-syarat7, sekarang hendaknya disistematisir menurut hakekatnya syarat masing-masing, dengan memperhatikan dua segi tadi, yang satu dengan yang lainnya merupakan bentuk yang pararel. %ada segi handlung yang boleh dinamakan pula segi
olejatno '(/>. %erbuatan %idana dan %ertanggungjawaban Dalam 2ukum %idana ,akarta %enerbit, $ina 1ksara, hal 99 dan 9>. %idato Diu!apkan %ada 5pa!ara Dies <atalis ke-& 5niCersitas .adjah ada, di Sitihingil Dogyakarta, pada tanggal '( Desember '(##.
#&

4/

objekti" atau rat ada tatbestandsmaszigkeit 6hal men!o!oki rumusan wet7 dan tidak adanya alasan pembenar 6fetilen von rechtertigungsgrunden7, pada segi handelnde yang boleh dinamakan segi subje!ti", sebaliknya ada schuld 6kesalahan7 dan tidak adanya alasan pemaa". 6fehlen von personilichen strafausschieszunggrunden7. Sebagaimana hanya segi pertama sajalah yang mungkin tatbestandsmazig, maka hanya segi kedua sajalah yang mungkin schuldig. Sementara itu segi-segi tersebut jika dipandang sebagai kesatuan tidak hanya berdampingan semata-mata 6pararel verhaltnis7 bahkan yang satu merupakan syarat bathin yang lain 6bedgungsverhaltnis7. Segi yang menjadi syarat adalah tah, yaitu die strafbare handlung dalam makna yang dipakai dalam strafgezetzbuch, yang merupakan das kriminelle unrecht sedangkan yang diisyaratkan adalah segi schuld oleh karena schuld adanya baru sesudah ada unrecht atau si"at melawan hukumnya perbuatan, dan tak mungkin adaschuld tanpa adanyaunrecht.#) oeljatno, dalam pidato dies tersebut diatas, menyatakan lebih lanjut, bahwa ajaran +ontrowi!8, antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, ada hubungan erat seperti halnya dengan perbuatan dan orang yang melakukan perbutan. %erbuatan pidana baru mempunyai arti kalau disampingnya adalah pertanggungjawaban, jika tidak ada perbuatan pidana. +esalahan adalah unsur, bahkan syarat mutlak bagi adanya pertanggungjawaban yang berupa pengenaan pidana. Sebab juga bagi masyarakat Indonesia berlaku asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. #een straf zonder schuld, keine strafe ohne schuld atau dalam bahasa latin actus non facit reum nisi mind is guilty 6or act does not make person qulty unless his mind is guilty7. 1dapun bukti bahwa asas ini berlaku ialah, andaikata sekalipun dia tidak
#)

Ibid, hal. 9> - 94

4(

mempunyai kesalahan, nis!aya hal itu dirasakan sebagai hal yang tidak adil dan tidak semestinya.#/ $ahkan membi!arakan unsur kesalahan dalam hukum pidana berarti mengenai jantungnya, demikian dikatakan oleh Idema.#( Selanjutnya asas kesalahan adalah asas "undamental dalam hukum pidana. Demikian "undamentalnya sehingga meresap dan menggema dalam hampir semua ajaran dan penting dalam hukum pidana, tetapi harus didasari bahwa ini tidak mengenai keharusan menurut undang-undang yang empiris, tetapi tentang asas normati".&0 #. Aga$a Hindu dan Sank%i Adat 2ukum merupakan gejala sosial budaya yang ber"ungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap indiCidu dalam

masyarakat.&' 2ukum sebagai kaidah atau norma sosial, tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat dan bahkan dapat dikatakan bahwa hukum merupakan pen!erminan dan konkritisasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku dalam masyarakat.&9 2ukum adat di $ali tidak terlepas dari apa yang dikemukakan tersebut di atas, dalam arti, di samping sebagai suatu gejala sosial serta pen!erminan serta konkritisasi nilai-nilai, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur agama 2indu. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wilken dan dikutip oleh ;an ;ollenhoCen, yang memberikan batasan hukum adat yaitu - hukum adat selalu berarti hukum rakyat pribumi, yang kadang-kadang bagian-bagiannya diubah sedikit oleh unsur-unsur Islam

Ibid, hal 9# Sudarto, 2ukum %idana, @p Eit hal /& &0 D. S!a""meister, <. +eij8er, A. %2 Sutorius'(/#, 2ukum %idana, Aditor %enerjemah ,.A, Sahetapy. +onsorsium Ilmu 2ukum Depdikbud :I Dogyakarta, 4iberty. hal. /9 &' Soerjono Soekanto '(/>. %enegakan 2ukum, ,akarta - $ina!ipta, hal.#4 &9 Ibid. hal.99
#(

#/

#0

ataupun 2indu.&> *entang hukum adat $ali, dipertegas lagi oleh ;an ;ollenhoCen, bahwa $ali adalah daerah Indonesia yang mempunyai !orak hukum adat tersendiri yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya. +ekhususan !orak hukum adat di $ali sebagai suatu lingkaran hukum adat adalah sebagai akibat adanya pengaruh agama 2indu, dimana unsur-unsur 2indu itu terjalin se!ara erat dengan kehidupan hukum adatnya. 2ukum adat sebagai living law pada hakikatnya merupakan pola hidup kemasyarakatan, tempat hukum itu berproses dan sekaligus juga merupakan sumber dan dasar dari hukum itu sendiri. 2ukum adat tumbuhnya adalah langsung dari landasan pokoknya, yaitu kesadaran hukum masyarakat. dalam suatu masyarakat beragama, hukum adat senantiasa tumbuh dan berkembang sejalan dengan masyarakat yang diaturnya. dalam keadaan demikian, hukum adat tidak terlepas dari unsur-unsur agama yang terserap sebagai sumber dan dasar dari hukum adat itu sendiri. Sesuai dengan apa yang dikemukakan di atas, kehidupan hukum adat dan agama 2indu di $ali dalam realitasnya hidup se!ara berdampingan dan saling isi mengisi. Dari kenyataan ini dapat diasumsikan bahwa kepatuhan terhadap hukum adat di $ali, bukanlah semata-mata karena isi dan si"at hukum, tetapi lebih daripada itu, karena adanya unsur-unsur yang bersi"at sakral dalam arti sesuai dengan pandangan hidup berdasarkan ajaran-ajaran agama 2indu. Se!ara sosiologis memang terdapat suatu ke!enderungan yang kuat bahwa agama mempunyai "ungsi-"ungsi tertentu dalam interaksi sosial, seperti apa yang ditulis oleh Soerjono Soekanto. +e!enderungan tersebut antara lain ;an ;ollenhoCen '(/'.%enemuan 2ukum 1dat $%e &ntdekking van het 'datrecht(, terj. +oninklijk Instituut Coor *all, 4and-en ;olkenkunde bekerjasama dengan 4I%I, ,akarta - Djambatan, hal. '>'
&>

#'

'. dengan adanya keper!ayaan pada kekuatan serta kekuasaan yang berada di atas manusia yang berkaitan dengan tujuan hidup dan kesejahteraan manusia, agama memberikan dukungan dan rasa damai pada kehidupan pribadi manusia maupun kehidupan bersamanya? 9. agama memberikan dasar-dasar ketenteraman hidup dan identitas yang lebih kuat kepada manusia di dalam kehidupan yang kadang-kadang bersi"at goyah dan penuh dengan perubahan-perubahan? >. agama memberikan dasar yang sakral bagi nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. 1gama juga dapat memelihara keserasian antara kepentingan-kepentingan indiCidu dengan kepentingan-kepentingan kelompok serta mempertahankan kepentingan kelompok? 4. dasar untuk memberikan penilaian terhadap norma-norma? #. agama memberikan penilaian terhadap norma-norma? &. agama menunjang proses pertumbuhan, perkembangan dan pendewasaan manusia di dalam masyarakat.&4 1gama 2indu yang dianut oleh sebagian besar penduduk $ali, pada dasarnya memiliki > kerangka dasar yang terjalin sebagai satu kesatuan, yaitu - )tattwa* 6"alsa"ah7, )susila* 6ethika7, dan )upakara* 6ritual7. +etiga kerangka dasar inilah yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh umat beragama 2indu.&# Di samping ketiga kerangka dasar tersebut, agama 2indu juga mempunyai keper!ayaan mutlak, yang disebut )+anca Cradha* yaitu - per!aya dengan adanya Sang 2yang Widhi 6*uhan Dang maha +uasa7? per!aya dengan adanya )atma*, per!aya akan adanya hukum )karmapala*, per!aya dengan adanya )samsara* 6punarbhawa7? serta per!aya dengan adanya )moksa*. $agian tattwa 6"alsa"ah7 agama 2indu memberikan suatu pengertian kepada penganutnya tentang agama itu sendiri dengan berlandaskan keper!ayaan bahwa *uhan
&4

Soerjono Soekanto '(/9. +esadaran 2ukum dan +epatuhan 2ukum, ,akarta - :ajawali, hal. %arisada 2indu Dharma '()/. 5pade!a, Denpasa, %* 5padasastra, hal.'#

'## - '#&
&#

#9

itu satu adanya. Di samping keper!ayaan mutlak yang disebut )+anca Cradha*. $agian susila 6ethika7 agama 2indu didasarkan atas suatu dalil )tat twam asi* dan bagian yang ketiga. yaitu upakara 6ritual7, pada hakikatnya merupakan !ara-!ara untuk melakukan hubungan antara umat dengan *uhan-<ya. Sebagai suatu pola berpikir dan bertindak, agama 2indu memberikan tuntunan jelas dalam artian, dengan melaksanakan ajaran-ajaran tersebut para umat dituntun ke arah kehidupan yang serasi dalam hubungannya dengan *uhan-<ya, sesama umat, dan juga antara manusia dengan lingkungannya. Eita-!ita untuk mewujudkan kehidupan dalam keseimbangan lahir dan bathin se!ara jelas ter!antum dalam pustaka su!i weda yang menyebutkan )-oksartham .agadhita /a Ca 0ti %harma, yang artinya agama 2indu bertujuan untuk men!apai moksa 6moksartham7 dan men!apai kesejahteraan hidup 6jagaditha7. Dengan demikian, tujuan utama ajaran agama 2indu adalah moksa yaitu tingkat kebahagiaan rokhani tertinggi. *ingkat kebahagiaan ini merupakan tingkat kesempurnaan bathin, di mana seseorang tidak lagi terpengaruh oleh indrianya 6nafsu7. *ingkat kebahagiaan ini merupakan !ita-!ita setiap insan yang menganut agama 2indu.&& *ujuan yang kedua adalah )jagaditha* 6jagad berarti dunia dan juga masyarakat, dan hita berarti baik7, yaitu melaksanakan ajaran-ajaran agama agar masyarakat menjadi baik dan sejahtera, dan yang lebih utama lagi adalah selalu ada keseimbangan lahir dan bathin.

Ibid. 4ebih jauh lihat pula I .de %udja '()). 1pakah 2ukum 2indu 6%okok-%okok %ikiran tentang 2ukum 2indu7, ,akarta - ayasari, hal. '(. bahwa untuk men!apai tingkat kebahagiaan itu, "ilsa"at 2indu menegaskan sistem dan metode pelaksanaannya yang meliputi - '7 harus didasarkan pada FdharmaG? 97 diusahakan melalui FjnanaG 6keilmuan7? >7 didasarkan pada FsadhanaG? 47 didasarkan atas usaha yang terus menerus dengan pengendalian pikiran, kata-kata dan tingkah laku? #7 harus ditebus dengan usaha Fprayas!itaG 6penyu!ian kembali7.

&&

#>

Dengan menyelaraskan ajaran-ajaran agama ke dalam tata kehidupan masyarakat adat di $ali, maka unsur-unsur agama 2indu terserap ke dalam pola pikir dan tingkah laku kehidupan masyarakatnya. <ampaknya pengaruh itu tetap berlangsung sampai saat ini dan merupakan "aktor dominan dalam mengendalikan perilaku warga masyarakat. +enyataan ini memberikan suatu gambaran bahwa, se!ara langsung ajaran agama turut memberikan warna dan !orak terhadap perikelakuan masyarakat adat. +uatnya pengaruh agama 2indu ke dalam aturan-aturan adat di $ali adalah sebagai akibat bahwa sumber-sumber hukum adat di $ali sebagian besar berasal dari hukum 2indu. +enyataan ini pernah pula ditandaskan oleh .de %udja, bahwa hukum adat di $ali pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh agama 2indu, hal ini disebabkan karena sumber-sumber hukum adat di $ali sebagian besar berasal dari hukum 2indu yaitu yang termuat dalam kitab weda, weda cruthi, weda smerthi 6dharmacastra7, sila 6ethika7, a!ara, amanastuti dan lain sebagainya.&) Dengan demikian maka antara hukum adat dan agama 2indu di $ali telah diterima sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. 1pa yang dikemukakan di atas pada hakikatnya sena"as dengan apa yang ditulis oleh ;an ;ollenhoCen bahwa $ali mempunyai !orak hukum adatnya tersendiri yang berbeda dengan hukum adat di daerah lain. +ekhususan !orak hukum adat di $ali, adalah sebagai akibat pengaruh agama 2indu, dimana unsur-unsur 2indu terserap dan terpadu se!ara erat dengan kehidupan adatnya.&/ +aitan yang erat antara hukum adat dan
&) &/

masyarakat dalam kehidupan

Ibid., hal. #( Ibid.

#4

agama hindu di bali tidak saja dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan hukum adatnya, yang la8im disebut awig awig, tetapi juga dalam hal penjatuhan sanksi adat yang lebih banyak dikaitkan dengan ritual-ritual keagamaan. @leh karena itu di $ali sanksi adat tersebut meliputi dua hal, yaitu sanksi skala 6sanksi materiil7 dan sanksi niskala 6sanksi immateriil7. Sanksi-sanksi ini tentunya tidak dapat dilepaskan juga dengan pola penataan kehidupan masyarakat adat di $ali, yang dilandaskan atas konsep *ri 2ita karana, dimana dalam kehidupan masyarakatnya selalu dipelihara adanya keseimbangan, antara manusia dengan *uhan-<ya, manusia dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan lingkungannya. %endekatan terhadap hukum dari perspekti" nilai-nilai sosial dan budaya, tidak hanya dapat dipergunakan untuk menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan "enomena hukum pada umumnya, tetapi konsep tersebut dapat pula dipergunakan sebagai kerangka berpikir dalam usaha untuk menjelaskan "enomena hukum yang berlaku dalam suatu tempat tertentu. 2ukum yang tumbuh dan berkembang dalam suatu wilayah tertentu merupakan hasil proses interaksi masyarakat. 2ukum yang tumbuh dan berkembang dalam suatu wilayah tertentu, dilandaskan atas nilai-nilai sosial, aspek budaya dan "aktor struktural masyarakat yang bersangkutan. <ilai-nilai sosial suatu masyarakat terbentuk berdasarkan "aktor struktural dan aspek budaya masyarakat yang bersangkutan. Interaksi antara "aktor struktural dan aspek budaya ini akan memberikan bentuk pada nilai-nilai sosial, yang selanjutnya akan membentuk hukum yang berlaku dalam wilayah tersebut. Sebaliknya, hukum yang berlaku yang berdasarkan Sobural

##

masyarakat yang bersangkutan dalam penerapannya akan kembali pada "aktor struktural dan aspek budaya masyarakat yang bersangkutan. +aidah-kaidah sebenarnya berakar pada nilai-nilai sosial dan budaya, oleh karena pedoman-pedoman prihal tingkah laku manusia didasarkan pada konsepsikonsepsi yang abstrak tentang apa yang baik dan apa yang buruk. ,adi se!ara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai-nilai sosial dan budaya menunjuk hal-hal yang baik dan buruk tentang situasi, kejadian maupun obyek tertentu. Dengan demikian maka nilainilai sosial dan budaya men!akup "aktor-"aktor, antara lain '. nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang? 9. nilai-nilai tersebut senantiasa diisi dan bersi"at dinamis? >. nilai-nilai bukanlah merupakan tujuan konkrit daripada tingkahlaku, akan tetapi merupakan kriterium untuk memilih tujuan? dan 4. nilai-nilai merupakan hal yang sangat penting dan bukan merupakan hal-hal yang se!ara sambil lalu saja diperhatikan.&( Dalam kerangka ini dipergunakan pengertian nilai-nilai sosial dan budaya, oleh karena pengertian tersebut men!akup nilai-nilai yang memnyangkut interaksi sosial, maupun nilai-nilai yang kadang-kadang se!ara khusus dihubungkan dengan kebudayaan seperti misalnya pola-pola !ara berpikir, sistem keper!ayaan dan lain sebagainya. Selain itu, nampaknya perlu pula ditegaskan bahwa nilai-nilai sosial dan budaya di sini disoroti sebagai pedoman bagi suatu perbuatan, oleh karena di samping itu, pengertian nilai-nilai sosial dan budaya sering dipergunakan sebagai suatu eCaluasi terhadap obyek tertentu. Dengan demikian maka nilai-nilai sosial dan budaya diartikan sebagai suatu rangkaian daripada konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran bagian terbesar atau golongan-golongan tertentu dalam masyarakat, tentang apa yang dianggap baik dan apa
&(

Soerjono Soekanto., '(/>, op.!it., hal.40

#&

yang dianggap buruk. +onsepsi-konsepsi abstrak yang merupakan nilai-nilai sosial dan budaya tersebut dikonkretisasikan dalam wujud kaidah-kaidah yang merupakan sistem tata kelakuan dan pedoman yang sesungguhnya bagi tindakan-tindakan para warga masyarakat. +onkretisasi nilai-nilai sosial dan budaya tersebut terjadi apabila nilai-nilai tersebut dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut bidang-bidang agama, keper!ayaan, kesopanan, kesusilaan dan hukum.)0 2ukum adat adalah salah satu wujud konkrit dari nilai-nilai sosial dan budaya. Walaupun dalam realitasnya dapat dijumpai adanya perbedaan-perbedaan dalam masalah nilai-nilai sosial dan budaya, namun akan dapat dijumpai !iri-!iri pokok daripada berma!am-ma!am sistem nilai dan budaya tersebut, sebagai akibat kebudayaan khusus dari suatu golongan masyarakat tertentu yang berbeda dengan kebudayaan khusus golongan-golongan lain, adalah mengenai bagian yang tidak pokok.)' +ebudayaan-kebudayaan khusus tersebut mungkin disebabkan karena "aktor-"aktor sebagai berikut a. b. !. d. e. kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar "aktor kedaerahan? !ara hidup di kota dan di desa yang berbeda? kebudayaan khusus kelas sosial? kebudayaan khusus atas dasar agama yang berbeda? dan pekerjaan atau keahlian juga dapat menjadi penyebab terjadinya kebudayaan khusus.)9 Di dalam melihat aspek nilai-nilai sosial dan budaya dalam hukum adat di $ali, perlu disoroti apakah yang menjadi nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat adat di $ali. @rang-orang $ali, yang hidup se!ara terorganisir dalam institusi tradisional, yaitu desa

)0

)'
)9

Soerjono Soekanto., '(/>, op.!it., hal.&' Soerjono Soekanto., '(/), op.!it., hal.4' Soerjono Soekanto., '(/>, op.!it., hal.49

#)

adat, pada umumnya merasakan dirinya sebagai bagian dari alam sekitar, dan di dalam segala tingkahlakunya, dia harus memperhitungkan kekuatan-kekuatan gaib yang tidak kasat mata. 5ntuk ter!apainya suatu kebahagiaan hidup, maka seseorang harus menyesuaikan diri dengan tata !ara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh alam sekitar. asyarakat yang ideal adalah masyarakat dengan susunan harmonis. %andangan masyarakat adat $ali terhadap alam dan lingkungan dilandaskan pada suatu keyakinan bahwa manusia dan alam semesta di!iptakan oleh Ida Sang 2yang Widhi wa!a=*uhan Dang aha +uasa dari unsur-unsur yang sama. %andangan ini

melihat kesamaan unsur pada manusia selaku Fisi alam 6mikroksmos7G terdiri atas unsurunsur tri hita karana - jiwa 6atma7, tenaga 6prana7 dan badan wadah 6anggasarira7. Demikian pula pada alam selaku Fwadah makrokosmos1 terdiri atas unsur-unsur jiwa 6parama atma7, tenaga 6prana- segenap himpunan tenaga alam7 dan wujud "isik 6angga sarira7. %andangan kesamaan 6kesetaraan7 ini, manusia dengan isi alam lainnya atau lingkungan, maupun manusia dengan alam, maka manusia mempunyai kewajiban untuk menghormati ataupun menjaga keharmonisan dengan landasan sikap dan prilaku !at !wam 'si dalam interaksinya. +ewajiban ini bagi masyarakat adat $ali lebih banyak diwujudkan FperbuatanG sebagai wujud terimakasih. %an!a aha $utha yang berada di alam 6makro kosmos7 membentuk *ri 4oka

6bagian dari sapta loka7. *ri 4oka terdiri dari alam, yang didominasi oleh *eja=sinar dan bayu, disebut swah loka=swarga loka=dewa loka= utamaning loka7. 1lam yang didominasi oleh 8at padat dan teja disebut bhuah loka=manusa loka 6madyaning loka7 . 1lam yang didominasi oleh 8at padat dan 8at !air disebut bhur loka=bhuta loka 6nistaning loka7. Sedangkan pada tubuh manusia itu sendiri 6mikro kosmos7 terbentuk tri

#/

angga terdiri atas utamaning angga, madyaning angga dan nistaning angga.)> *ri angga 6*ri H tiga dan angga H badan7 yang dimaksud, adalah tiga unsur susunan badan wadah manusia, kepala bernilai utama, badan bernilai madya dan kaki bernilai nista. %embagian tri angga ini diterapkan se!ara bertingkat dari pola ruang makro hingga ke mikro. Sedangkan tri hita karana sebagai unsur pembentuk kesempurnaan hidup tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. %ola ini dalam menata kehidupan masyarakat yakni dalam bentuk struktur bentuk desa adat tidak dilepaskan, dalam artian tetap menga!u pada konsep tri hita karana. Di dalam struktur bentuk desa adat di $ali, terdiri dari unsut parahyangan=tempat su!i 6jiwa7, pawongan=penduduk 6tenaga, palemahan=teritorial desa. %arahyangan mewujudkan interaksi antara manusia dengan pen!ipta-<ya, pawongan mewujudkan interaksi antara manusia dengan leluhur, antara manusia dengan manusia yang lain dan juga antara manusia dengan masyarakatnya. %alemahan mewujudkan interaksi antara manusia alam lingkungannya.)4 +onsep sebagaimana diuraikan di atas, menumbuhkan suatu pola pikir tetap terpeliharanya keseimbangan antara makro kosmos dengan mikro kosmos, karena ketidak seimbangan pada salah satunya akan berakibat pula ketidak seimbangan lain. %ola pikir tersebut telah FmengkulturG dengan kuatnya sebagai akibat pola pikir tersebut lahir dari ajaran agama. 1danya gangguan keseimbangan, memerlukan suatu upaya pemulihan. 5paya pemulihan ini tidaklah selalu dalam bentuk tindakan batiniah, tetapi juga dalam bentuk tindakan rokhaniah. *indakan rokhaniah ini di $ali la8im ditemukan dalam bentuk penyelenggaraan kegiatan yang bersi"at FniskalaG dengan mengadakan
)>

tanggal >'
)4

Wayan .omudha., asyarakat *radisional dan aret '(((, hal.# Ibid.

odern di %ersimpangan, dalam $ali %ost

#(

upa!ara ritual tertentu. 5pa!ara adat atau lebih la8im

dikenal dengan sebutan

upakara, berasal dari kata upa yang berarti berhubungan, dan kara berarti perbuatan.)# Dengan demikian upakara berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan. 5pakara ini umumnya dilakukan dengan menggunakan sarana-sarana tertentu, yang di $ali disebut $anten 6sesajen7. %elaksanaan upakara dapat dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu FnistaG 6ke!il7? FmadyaG 6sedang7? dan FutamaG 6besar7. %elaksanaan upakara ini mutlak memperhatikan atau berpedoman pada apa yang disebut desa, kala, patra. GDesaG, yaitu tempat di mana upakara tersebut dilakukan? Fkala1 yaitu waktu yang tepat untuk pelaksanaan upakara? dan Fpatra1 yaitu kemampuan untuk melaksanakan upakara. Semua ini disesuaikan sepanjang tidak bertentangan dengan Ftattwa1 6"alsa"ah7 agama 2indu, sehingga tidak menyimpang dari tujuan agama itu sendiri, yaitu -oksartham jagaditha ya ca iti dharma. 2ukum merupakan gejala sosial budaya yang ber"ungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap indiCidu dalam

masyarakat.)& 2ukum sebagai kaidah atau norma sosial, tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat dan bahkan dapat dikatakan bahwa hukum merupakan pen!erminan dan konkritisasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku dalam masyarakat.)) 2ukum adat di $ali tidak terlepas dari apa yang dikemukakan tersebut di atas, dalam arti, di samping sebagai suatu gejala sosial serta pen!erminan serta konkritisasi nilai-nilai, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur agama 2indu. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wilken dan dikutip oleh ;an ;ollenhoCen,
)# )& ))

%utra '()&. Eudamani, Denpasar , 5pada Sastra, hal. # Soerjono Soekanto '(/>. %enegakan 2ukum, ,akarta - $ina Eipta, hal. #4 Ibid. hal.99

&0

yang memberikan batasan hukum adat yaitu - hukum adat selalu berarti hukum rakyat pribumi, yang kadang-kadang bagian-bagiannya diubah sedikit oleh unsur-unsur Islam ataupun 2indu.)/ *entang hukum adat $ali, dipertegas lagi oleh ;an ;ollenhoCen, bahwa $ali adalah daerah Indonesia yang mempunyai !orak hukum adat tersendiri yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya. +ekhususan !orak hukum adat di $ali sebagai suatu lingkaran hukum adat adalah sebagai akibat adanya pengaruh agama 2indu, dimana unsur-unsur 2indu itu terjalin se!ara erat dengan kehidupan hukum adatnya.Sesuai dengan apa yang dikemukakan di atas, kehidupan hukum adat dan agama 2indu di $ali dalam realitasnya hidup se!ara berdampingan dan saling isi mengisi. Dari kenyataan ini dapat diasumsikan bahwa kepatuhan terhadap hukum adat di $ali, bukanlah semata-mata karena isi dan si"at hukum, tetapi lebih daripada itu, karena adanya unsur-unsur yang bersi"at sakral dalam arti sesuai dengan pandangan hidup berdasarkan ajaran-ajaran agama 2indu.

)/

;an ;ollenhoCen., op.!it., hal.'>'

Anda mungkin juga menyukai