Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Anatami Sinus Paranasal Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri (Mehra dan Murad, 2004). Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung (Soetjipto dan Mangunkusomo,2007). Semua sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan bersilia yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus serta sekret yang disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutamanya berisi udara (Hilger,1997). Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostiomeatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila (Drake,1997). Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus frontal dan sinus sfenoid. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih delapan tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 810 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun (Soetjipto dan Mangunkusomo, 2007; Lee, 2008).

2.1.1 Sinus Maksillaris Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore (Tucker dan Schow, 2008). Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa (Mehra dan Murad, 2004). Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid ( Tucker dan Schow, 2008) Menurut Soetjipto dan Mangunkusomo (2007) dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah: a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis. 2.1.2 Sinus Frontalis
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah

lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun (Ramalinggam, 1990). Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus frontalnya tidak berkembang (Lee, 2008). Ukuran sinus frontal adalah mempunyai tinggi 2.8 cm, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk (Netter, 2006; Soetjipto dan Mangunkusomo,2007). Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus (Rachman,2005). Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini (Lund, 1997; Soetjipto dan Mangunkusomo,2007). Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid (Lee, 2008).

2.1.3. Sinus Etmoid Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior (Netter, 2006; Mangunkusomo, 2007). Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus etmoid posterior bermuara ke di meatus superior. Sel-sel etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis (Hilger, 1997; Ballenger, 2009).

Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila (Mehra dan Murad, 2004). Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita (Soetjipto dan Mangunkusomo,2007 ; Ballenger, 2009). Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid (Hilger,1997).

2.1.4. Sinus Sfenoid Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus (Hilger, 1997; Netter, 2006). Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons (Ramalinggam, 1990). 2.2 Fisiologi Sinus Paranasal Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apaapa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Menurut Lund (1997) beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain adalah:

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning).Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tipa kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. b. Sebagai penahan suhu (thermal insulator) Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organorgan yang dilindungi. c. Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka, akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar satu persen dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. d. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah. e. Sebagai perendam perubahan tekanan udara Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. f. Membantu produksi mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi kerana mukus ini keluar dari meatus media, tempat yang paling strategis.

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya (Hilger,1997). Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung dengan resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung (Ramalinggam, 1990; Adam, 1997). 2.3 Klasifikasi Sinusitis 2.3.1 Sinusitis Ethmoidalis 2.3.2 Sinusitis Frontalis 2.3.3 Sinusitis Maksillaris Acuta A. Insiden : Paling banyak, sebab ada 1:2 infeksi modus. Radang akut pada mukosa. Radang purulent. Biasanya satu sinus yang sakit. B. Etiologi : Rhinogen : 1. Caries (ganggraena), apicitis P2-M3 (Infeksi yang direct) Rupture abscess pada apex menuju ke anthrum. 2. Rupture cyste dengan infeksi menuju ke anthrum. 3. Post ekstraksi menjadi pembentukan fistel dari akar menuju ke anthrum. I. Posisi sinus maksillaris paling rendah. Sekret sinus frontalis dan ethmoidalis dapat masuk sinus maksillaris.

II. Drainage sinus maksillaris sulit disebabkan beberapa hal : C. Penegakan Diagnosa : a. Subjektif (Ananmnesa) : -Didahului keluhan rhinitis akut yang rhinogen. - Subfebril dan kadang febris - Sakit didaerah pipi satu sisi - Sakit didaerah kepala - Sakit didaerah geraham atas ketika menguyah - Sekret mucopurulent yang hemorargi - Sekret mucopurulent yang berbau (Foetcr) - Obstruksi Nasi b. Objektif : (Inspeksi) - Sedikit odem pada pipi - Sedikit hyperemi pada pipi (Palpasi) - Fossa canina sakit bila ditekan, tetapi tidak boleh ditekan pada foramen infra orbitale karena terdapat nervus infra orbitale. - Pada rhinitis anterior tampak vestibularis kemerahan dan kadang terdapat sekret, mukosa cavum nasi merah, odem, sempit, pus dalam meatus media. - Pada rhinitis posterior terdapat pus pada meatus media. - Faring terdapat pus - Pada transluminasi : Gelap (Pada laki-laki harus ada perbedaan, pada wanita keduanya sama. Tetapi pada itis hanya terdapat pada satu sisi. Pada lakilaki sama, bila terdapat penebalan tulang) - Pada X-foto (waters) selubungan sinus yang sakit tetapi terkadang penilaiannya sulit. - Bila masih ragu dilakukan percobaan irigasi. Jika pada irigasi terdapat pus dan terdapat infeksi maka irigasi sekaligus dapat sebagai terapi. Ostium tinggi Ostium ditutupi concha media Ostium ditutupi deviasi septi Ostium ditutupi polip 16 jam jam pada posisi berdiri dan duduk

D. Terapi : a. Konservatif : 1. Perbaiki drainage : - Ephedrine 1% (tekhnik) - Waktu tidur miring heterolat. 2. Umum : - Istirahat - Makanan lunak (Seperti bubur) - Analgetik (aslucod) b. Aktif yaitu dilakukan irigasi pada sinus maksillaris bila tampak mucopus meatus media. Dilakukan satu kali seminggu bila sakit hebat. Komplikasi irigasi : Emboli udara pada pipi dan infiltrate air dipipi. c. Antibiotik dapat mempercepat penyembuhan E. Prognosis Prognosis : Dapat menyembuh sendiri dengan terapi konservatifdan bila cepat beobat ke dokter. Dapat pula menjadi kronis apabila tidak diobati. F. Komplikasi Komplikasi : T.S.C dan otitis media tetapi jarang ditemukan. G. Propilaksis Propilaksis : Stadium rhinitis akut dilakukan drainage Singkirkan sebab-sebab yang dapat menyebabkan obstruksi nasi Menjaga geraham-geraham dengan baik. 2.3.4 Sinusitis Maksillaris Kronika Frekuensi pada sinusitis maksillaris kronik terbanyak hal ini disebabkan karena: a. Drainage Kurang baik b. Sinusitis maksillaris akut yang tidak diobati c. Sinusitis maksillaris kronis yang disebabkan oleh virus hal ini disebabkan karena pertahanan tubuh yang kurang. d. Faktor dari geraham e. Posisinya paling rendah menyebabkan reinfeksi dari sinus lain (Sinus frontalis)

Patologi : Tidak terdapat perubahan pada tulang Terdapat perubahan pada mukosa yaitu : degenerasi cysteus, polip, fibrosis, metaplasia epithelia. Diagnosis : a. Gejala subjektif : Tidak tegas dan tidak banyak (1-2, dan terkadang 2-3 keluhan yang samar-samar) Beberapa gejala subjektif - Keluhannya biasanya lama, - Terdapat keluhan separuh sekret tetapi tergantung posisi apakah didaerah anterior atau didaerah posterior menuju ke faring. - Foetor - Obstruksi - Sakit - Tidak terdapat febris b. Gejala objektif : - Terdapat caries pada geraham - Rhinitis anterior dan posterior terdapat pus pada meatus media - Pada tranluminasi tampak gelap homolat - Pada palpasi : Nyeri + Terapi : Obat-obatan tidak diperlukan Cabut geraham bila terdapat dentogen a. - Dilakukan irigasi 1x seminggu , secara teori dilakukan 10-20 kali. - Antibiotik tidak terlalu berguna. - Diberi tetes hidung. b. Operasi (Ekstranasal) : Dilakukan metode Caldwell luc Indikasi : - Degenerasi mukosa irreversible (Biopsi) - Akar gigi atau sequester dalam sinus maksillaris Kontraindikasi : Anak dibawah 12 tahun dalam hal ini dilakukan operasi intranasal dan orang tua karena terdapat hipertensi yang beresiko terjadi perdarahan. Prinsip operasi Caldwell luc : Melalui plica ginggivolabialis Sinus dibuka pada fossa canina

Semua mukosa dikorek dan dibersihkan Kemudian dibuat saluran dalam meatus inferior Irrigasi 5 hari post operasi (Tidak boleh dilakukan pada geraham yang dicabut karena dapat membentuk fistel)

Diagnose banding : 1. Kanker sinus maksillaris 2. Kanker Nasopharing Subjektif : - Banyak pada orang tua - Sakit yang kontinu dan progresif didaerah pipi dan kepala - Keluhan mirip dengan sinus maksillaris kronika tetapi sekretnya hemorargi Objektif : - Stadium lanjut : - Bengkak pada dinding lateral - Bengkak pada dinding anterior - Bengkak pada dinding medial (konka inferior dan meatus infeior) - Bengkak pada palatum durum dan proc alveoli - Pada X-foto : Destruksi dinding sinus maksillaris - Stadium Dini : kurang lebih atau tidak ada Biopsi : P.A dan secara modern dengan antroscopia. Perbedaan Sinusitis Maksillaris akut dan sinusitis maksillaris kronika Sinusitis maksillaris akut Gejala akut 2-3 hari, terdapat febris Gejala hebat : Cephalgia Nyeri di daerah pipi Nyeri didaerah geraham atas Obstruksio nasi Gejalanya banyak sekali ( 1015cm) Gejalanya disekitar daerah hidung Sinusitis maksillaris kronika Gejalanya minggu-bulan Gejalanya tidak hebat

Gejalanya sedikit Gejalanya mungkin jauh dari daerah hidung seperti : Cephalgia occipital, batuk.

2.3.5 Sinusitis Pada Anak-anak Terdapat beberapa sinusitis pada anak-anak Anatomi sinus pada anak-anak : Sinus frontalis pada anak-anak usia 6 thn. Sinus ethmoidalis sudah ada waktu lahir. Sinus maksillaris pada umur 3 tahun ukurannya besar mendekati ukuran dewasa.

Penegakan Diagnosa Anamnesa : Dilakukan heteroanamnesa pada orangtuanya, mungkin terdapat keluhan pada anak-anak usia diatas 7 tahun, Bila dibawah 7 tahun biasanya tidak terdapat keluhan. Pada sinusitis ethmoid acuta biasanya luput dari perhatian karena tidak ditemukan gejala yang khas begitu pula pada sinusitis ethmoid kronik hal ini juga dapat ditemui pada orang dewasa. Pada sinusitis maksillaris akut biasanya bilateral. Heteroanamnesa pada anak diatas 7 tahun ditemukan gejala Pilek, panas, batuk seperti gejala rhinitis akut.

A. Sinusitis maksillaris kronis Etiologi : Rhinogen Anamnesa : Keluhannya kronis (Secara heteroanamnesa) Pilek berbulan-bulan, Sekret kental dan berwarna hijau. Keluhan obstruksi nasi : Bindeng, ngorok, tidur menganga, Anoreksia, dan kurus Batuk terutama malam hari Keluhan tidak khas, mirip dengan keluhan adenoiditis kronika Pemeriksaan : Inspeksi : Didaerah pipi normal. Bibir atas dan vestibula nasi basah dan terdapat maserasi. Inspeksi cavum nasi terdapat sekret kental, hijau dan bulat.

Palpasi : Sinus maksillaris sulit interpretasikan, tak ada kooperasi Rhinoskopi anterior : Kadang ditemukan Rhinoskopi posterior : Sulit Transluminasi : Sulit diinterpretasikan X-foto : Kadang sulit diinterpretasikan karena anak-anak bergerak sehingga hasil foto kabur. Diagnosa Banding : Adenoiditid Kronik. Rhinitis allergika.

Anda mungkin juga menyukai