Anda di halaman 1dari 11

ANALISA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

STUDI KASUS:
Penggunaan Telecenter untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat

Oleh :

Muhamad Khairul Bahri


Telecenter dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan

I. Latar Belakang

Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan rencana jangka panjang (Tahun 2004–2015)

untuk mengatasi kemiskinan, yang akan dipresentasikan dalam Kertas Kerja SPKN ( Strategi

Penanggulangan Kemiskinan Nasional). Sesuai dengan kebijakan pemerintah, Komite Penanggulangan

Kemiskinan (KPK) merumuskan dua cara pendekatan utama untuk menanggulangi kemiskinan yaitu

[Bappenas, UNDP]:

Menambah pendapatan masyarakat miskin dengan cara meningkatkan produktivitas dan

kemampuan manajerialnya serta membantu mereka memperoleh peluang dan perlindungan sosial

yang lebih baik agar dapat mencapai status sosial, ekonomi, dan politik yang lebih baik;

Mengurangi pembiayaan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat miskin—seperti pendidikan,

dan informasi —agar dapat menunjang kegiatan-kegiatan ekonomi.

Salah satu strategi pemerintah penanggulangan kemiskinan ialah mengembangkan Teknologi

Informasi dan Komunikasi (selanjutnya disingkat TIK) untuk mengurangi kemiskinan yang dirancang

sebagai bagian dari Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional (disingkat SPKN). Pendekatan yang

digunakan dalam mengentaskan kemiskinan (melalui TIK) yaitu menggunakan TIK sebagai sebagai alat

bantu dalam upaya mengurangi kemiskinan. Pendekatan ini sangat efektif karena sebenarnya TIK

merupakan alat bantu dalam kehidupan manusia terutama untuk meningkatkan produktivitas kerjanya

dalam kehidupan sehari-hari.

Salah proyek penerapan TIK yang sukses di Indonesia ialah telecenter. Program pengembangan

telecenter diprakarsai dan dibiayai oleh UNDP (United Development Programme) bekerja sama dengan

Bappenas melalui proyek yang dinamakan Partnerships for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP - Proyek

Percontohan Mengurangi Kemiskinan Dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi).


Telecenter dan Kisah Sukses di Desa Muneng dan Pabelan

Telecenter adalah suatu tempat yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi komunikasi untuk

berbagai tujuan. Sesuai dengan kata dasarnya (tele=jarak jauh), telecenter adalah media yang

digunakan untuk mengakses informasi (berbagai informasi seperti pendidikan, informasi kesehatan dan

informasi pasar) dalam jarak jauh. Dimana pengakses informasi dan penyedia jasa informasi tidak

berada pada suatu tempat. Salah satu definisi telecenter yang umum: ”Sebuah lokasi yang

memfasilitasi berbagai informasi jasa dan produk yang mendukung pembangunan sosial-ekonomi

setempat. Telecenter dapat berupa jasa layanan email, fax atau akses internet. Sedangkan informasi

yang disediakan antara lain: telemedika, pendidikan jarak jauh, jasa pemerintahan, informasi pasar atau

cuaca dan lain sebagainya” [Acacia Initiative, IDRC].

Dalam perkembangannya, telecenter Muneng (Madiun), telecenter Pabelan (Magelang),

telecenter Lumajang mampu meningkatkan status kehidupan masyarakat setempat. Bahkan telecenter

Muneng berhasil merubah desa Muneng yang semula termasuk desa ”merah” (kode BPS untuk desa

miskin) menjadi desa yang mengalami peningkatan pendapatan hidup yang layak.

Strategi pengembangan telecenter yang dibangun di desa Muneng, Pabelan dan Lumajang dapat

di jelaskan dalam poin-poin sebagai berikut [Hardjono, Agung dkk]:

Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat TIK;

Dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dan membangun kesadaran masyarakat akan manfaat TIK.

Infomobilisasi;

Infomobilisasi ialah kegiatan identifikasi kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan serta mobilisasi

masyarakat untuk memanfaatkan telecenter. Kegiatan ini merupakan kegiatan-kegiatan partisipatif

yang memastikan agar TIK berdampak optimal dalam pembangunan komunitas tertentu.

Menyediakan akses informasi;

Bentuk telecenter dapat beragam, tetapi harus berorientasi pada pembangunan. Inilah yang

membedakan telecenter dari cyber café. Telecenter dapat menyediakan beragam layanan berbasis

TIK yang dapat mendatangkan penghasilan,seperti menyewakan telepon, membuatkan fotokopi dan
pencetakan dokumen, e-mail, dan jasa pengetikan dengan komputer. Peluang itu membantu

kemandirian finansialnya, yang kerap kali dituntut dari telecenter.

Mengembangkan SDM;

Dipercaya bahwa rendahnya inisiatif masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan dengan cara

mereka sendiri adalah salah satu faktor penghambat pembangunan. Rendahnya inisiatif ini terjadi

antara lain karena masyarakat tidak berdaya. Masyarakat akan lebih berdaya apabila mereka

berhasil mengembangkan kemampuannya.

Membangun kepemimpinan yang menjadi tauladan;

Upaya mengurangi kemiskinan dengan bantuan TIK akan berhasil jika di dorong oleh para

pemimpin lokal baik formal maupun informal. Masyarakat pedesaan umumnya adalah masyarakat

tradisional yang menempatkan tokoh pimpinan, baik formal maupun informal, sebagai panutan.

Masyarakat pedesaan memiliki kecenderungan untuk mencontoh apa yang dilakukan dan

melaksanakan apa yang diinstruksikan oleh panutannya

Kemitraan;

Penggalangan kemitraan adalah bagian penting dari program TIK dan dimaksudkan terutama untuk

mendukung pengembangan kemampuan masyarakat. Mitra telecenter berkontribusi terutama dalam

pengembangan konten, penyelenggaraan pelatihan dan pengadaan layanan yang ditujukan untuk

pemberdayaan masyarakat.

Desentralisasi;

Penggunaan TIK dalam usaha pengurangan kemiskinan hendaknya disesuaikan dengan kondisi

lokal seperti sosial, budaya, ekonomi danpotensi setempat. Untuk itu, implementasi proyek ini

dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat


II. Kajian dari Literatur Perkuliahan

Adanya kesenjangan (Pandangan Jhingan)

Menurut Jhingan seperti yang dinyatakan oleh Tarigan (2007) bahwa kemiskinan erat kaitannya

dengan produktivitas yang rendah, kekurangan modal, investasi dan tabungan yang rendah yang

berujung pada pendekatan yang rendah. Lingkaran ini dapat ditampilkan sebagai berikut:

Sesuai pandangan Jhingan, telecenter ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

ekonomi lemah melalui peningkatan produktivitas mereka. Peningkatan produktivitas masyarakat

ekonomi lemah dilakukan dengan meningkatkan akses mereka atas informasi yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Dalam kasus telecenter Muneng, misalnya, menggunakan www.cacao.com untuk pembelajaran

tata cara penanaman pohon kakao dan melalui www.indonetwork.com seorang penduduk Desa Muneng

belajar cara beternak jangkrik dan sekaligus memasarkan jangkriknya lewat alamat website yang sama.

Policy as Social Experiment

Dalam www.gdnet.com/middle.php , Rondinelli (1993: Development Projects as Policy

Experiments: an Adaptive Approach to Development Administration) menganjurkan bahwa sebaiknya

kebijakan pembangunan harus dirancang sebagai “social experiments” dengan kesadaran bahwa

ketidakpastian akan selalu menyertai proses pembangunan dan karena itu sebaiknya sejalan dengan

penerapan kebijkan tersebut dilakukan proses belajar trial and error .

(Rondinelli suggests that a more helpful way of viewing development policies is to approach them as
'social experiments'. Experiments take into account the underlying uncertainty and the necessity of
trial and error in order to learn. Experiments also take into account that the unexpected may
happen, and that both problems and solutions may have to be redefined along the way. Policy-
making then becomes less a matter of prediction and implementation, and more a matter of
questions and discoveries. Rondinelli links this to wider concerns about the importance of continuous
learning, flexibility, and opportunities for local ownership of the policy process.)
Dalam kasus telecenter, pemerintah melakukan kegiatan seperti penyediaan akses informasi (bagi

masyarakat) dan infomobilisasi tidak sekedar untuk mempelajari karakteristik masyarakat sasaran tapi

juga sebagai sarana kontrol dan pembelajaran bersama agar tujuan telecenter yang diharapkan tercapai

(trial and error learning process).

Kesuksesan Telecenter dan Good Governance

Keberhasilan telecenter (di Desa Muneng dan Pabelan) mengandung pemenuhan prinsip-prinsip

good governance. Menurut Sumarto (2003) dalam artikel anonim (Good University Governance),

Good Governance mengandung unsur-unsur partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas,

transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan supremasi

hukum. Apabila diimplementasikan secara ideal, konsep ini diharapkan dapat memastikan pengurangan

tingkat korupsi, pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara dari mereka yang paling lemah

dalam masyarakat didengar dalam proses pengambilan keputusan. Ia juga responsif terhadap masa kini

dan kebutuhan masyarakat di masa depan.

Dalam prakteknya telecenter menghindari proses eklusivitas (hanya memperhatikan sekelompok

golongan dibandingkan dengan yang lain) dengan melakukan pendekatan infomobolisasi kepada semua

masyarakat tanpa terkecuali [Hardjono, Agung dkk]. Sehingga kehadiran telecenter sangat dirasakan

manfaatnya oleh masyarakt untuk meningkatkan produktivitasnya.

Penyediaan akses informasi yang luas bagi masyarakat merupakan dominan penting dalam

implementasi telecenter, sehingga segenap lapisan masyarakat (tanpa terkecuali) dapat merasakan

manfaat implementasi telecenter untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Penyediaan akses informasi

yang luas bagi siapa saja menjamin sustainabilitas implementasi telecenter itu sendiri.

III. Kajian dari Literatur non-Perkuliahan

Dengan melihat berbagai definisi diatas, dapat kita merasakan secara tidak langsung bahwa

telecenter mempunyai peluang untuk mengentaskan kemiskinan, jika telecenter dibangun dengan

memperhatikan kondisi sosial masyarakat setempat. Salah satu langkah yang dapat digunakan untuk

menyediakan telecenter yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat setempat ialah dengan
mengundang partisipasi masyarakat dalam implementasi telecenter melalui program pemberdayaan

masyarakat.

Teknologi Informasi dan Komunikasi Telecenter yang Efektif

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan (Empowerment)

Empowerment sering diasosikan dengan kebebasan dalam menentukan pilihan dan tindakan. Bagi

kaum ekonomi lemah, kebebasan sering dikaitkan dengan kurangnya informasi usaha ekonomi lemah

akan pembangunan dan pasar. Dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan, empowerment dapat

didefinisikan sebagai: “ Peningkatan kemampuan kaum miskin untuk berpartisipasi, bernegosiasi dan

mengontrol institusi yang mempengaruhi kehidupan mereka ” (World, The Bank. 2006).

Karena kemiskinan bermatra jamak, masyarakat ekonomi lemah membutuhkan aset dan

kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pemberdayaan kaum ekonomi lemah

mempersyaratkan reformasi-reformasi yang dapat memperluas pilihan-pilihan mereka untuk

meningkatkan kualitas hidupnya dengan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Ada empat elemen kunci untuk meningkatkan efektifitas pemberdayaan masyarakat miskin yaitu

(World, The Bank. 2006):

a. Peningkatan akses informasi.

Informasi adalah power. Warga negara yang mendapatkan informasi memadai mempunyai

kesempatan dan akses yang cukup untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Contoh dengan

memberikan petani informasi akurat tentang pupuk dan bibit padi unggul, maka produktivitas

pertanian dapat ditingkatkan.

b. Inclusion/partisipasi.

Dengan meningkatkan partisipasi kaum miskin dalam proses pembangunan, maka sense of

ownership mereka akan meningkat. Sehingga efektivitas dan sustainabilitas hasil pembangunan

akan semakin tinggi.


c. Akuntabilitas. Setiap institusi (semuanya, tanpa kecuali :pemerintah, LSM dan swasta) harus

mampu memberikan jawaban yang “accountable” atas program pembangunan yang mereka

laksanakan khususnya yang berkenaan dengan program penanggulangan kemiskinan.

d. Kapasitas organisasi lokal. Ini berkenaan dengan kemampuan komunitas untuk bekerja sama,

berorganisasi dan memobilisasi aset dan kapasitas mereka dalam melaksanakan suatu program.

Peningkatan kapasitas lokal sangat penting, karena komunitas yang tak dapat bekerja sama

mempunyai “power” yang rendah dalam proses pembangunan.

Kerangka kerja empowerment dalam penanggulangan kemiskinan dapat diringkas dalam gambar

dibawah ini :

IV. Analisa

Penerapan telecenter memerlukan banyak analisa yang mendalam tentang bagaimana hubungan

antara teknologi, kemiskinan dan masyarakat pengguna. Dalam paper ini kerangka pikir dalam

mengusulkan strategi penerapan telecenter yang baik dapat digambarkan dalam diagram dibawah ini:

Implementasi telecenter Kesuksesan Implementasi telecenter


Prinsip pemberdayaan di Indonesia
di Indonesia

Pengenalan masalah implementasi telecenter;

Partisipasi masyarakat sesuai prinsip pemberdayaan;


Usulan implementasi telecenter untuk menghasilkan telecenter yang optimal.

Kajian Kasus Telecenter

Dalam perkembangannya, implementasi telecenter di Indonesia meraih hasil yang berbeda-beda.

Misalnya telecenter Muneng (Madiun), telecenter Pabelan (Magelang), telecenter Lumajang mampu

meningkatkan status kehidupan masyarakat setempat. Telecenter Muneng mampu merubah desa

Muneng yang semula termasuk desa ”merah” (kode BPS untuk desa miskin) menjadi desa yang

mengalami peningkatan pendapatan hidup yang layak. Di lain cerita, telecenter di Fakfak dan Papua

tidak berjalan sesuai harapan (berfungsi tidak lebih sekedar sebagai warnet belaka) sehingga kualitas

hidup masyarakat setempat tidak mengalami perubahan yang siginifikan.

Dari kasus-kasus keberhasilan dan kegagalan diatas, dapat kiranya kita mengambil pelajaran

bahwa prinsip pemberdayaan (partisipasi masyarakat) sangat penting dalam implementasi telecenter.

Teknologi tidak dapat berkembang sendiri tanpa memperhatikan faktor lain yang ada dimasyarakat

(determinisme teknologi), disisi lain pengentasan masalah kemiskinan tidak dapat tergantung dari

masyarakat itu sendiri (kemiskinan sebagai masalah sosial adalah masalah yang bersifat multidimensi).

Telecenter sebagai alat penanggulangan kemiskinan harus memperhatikan karakter mensinkronisasi sisi

teknologi dan sisi sosial (humanisasi teknologi) agar berfungsi optimal.

Selain itu, telecenter juga memerlukan sebagai alat penanggulangan kemiskinan memerlukan

kerjasama erat pemerintah, swasta dan masyarakat. Telecenter Muneng dan Pabelan didirikan melalui

studi pendahuluan yang bertujuan mempelajari kondisi sosial masyarakat setempat untuk kemudian

membangun telecenter yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Telecenter Muneng dan

Pabelan juga sukses karena peran serta pemerintah daerah (Pemda Jatim) yang sangat erat dengan

instansi lain (Bappenas, UNDP) dalam mensinkronisasi kebutuhan teknologi yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat setempat.

Sedangkan telecenter di Fakfak dan Papua tidak berfungsi dengan semestinya, karena telecenter

tidak dibangun dengan prinsip pemberdayaan/partisipasi masyarakat setempat. Sehingga telecenter

yang semula tujuannya meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin setempat berubah menjadi

warnet untuk tujuan komersial.


Kepustakaan

Anonim,. Good University Governence.

Anonim. Mengganti Perhitungan Pendapatan Per Kapita. www.blogger.com accessed 22 Maret 2008.

Acacia Initiative, IDRC (Canada) Website (http://www.idrc.ca/acacia.telecentre.html) accessed


November 2007
Bank, The World. 2006. Empowerment and Poverty Reduction. The World Bank’s Sourcebook.

Bappenas dan UNDP. Teknologi Informasi dan Komunikasi : Strategi Peduli Kemiskinan.

Fatchudin. 2002. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dengan Model BRI Unit untuk
Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana (S3) IPB. 2002
Hardjono., Agung dkk. Teknologi Informasi dan Komunikasi : Strategi Peduli Kemiskinan.

Rondinelli. D. ed. 1993. Development Projects as Policy Experiments: an Adaptive Approach to


Development Administration. London; Routledge (www.gdnet.com/middle.php)

Tarigan, Robinson. 2007. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sejak Era Reformasi (1998).
Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Operation Research dihadapan Rapat Tebuka Universitas
Sumatera Utara.
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
This page will not be added after purchasing Win2PDF.

Anda mungkin juga menyukai