Evolusi adalah suatu perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit dan memakan waktu yang lama. Perubahan yang dimaksudkan disini adalah perubahan struktur dan fungsi makhluk hidup dari yang sederhana menuju struktur dan fungsi yang kompleks dan beragam. Perubahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu; perubahan progresif dan perubahan retrogresif. Perubahan progresif yaitu perubahan struktur dan fungsi makhluk hidup dari kondisi sederhana menuju kondisi yang maju atau modern untuk dapat bertahan hidup. Perubahan retrogresif yaitu perubahan struktur dan fungsi yang menuju kepunahan. Kepunahan terjadi tidak hanya karena mundurnya struktur dan fungsi tetapi juga dapat terjadi karena perkembangan struktur dan fungsi yang melebihi proporsinya sehingga makhluk hidup tersebut tidak mampu bertahan hidup. Teori evolusi sudah dikemukakan sejak zaman Aristoteles dimana teori tersebut berusaha menjelaskan proses evolusi yang meliputi sumber variabilitas, organisasi variasi genetic dalam populasi, diferensiasi populasi, isolasi reproduktif, asal mula spesies dan hibridisasi. Biologi Evolusi ilmu yang lunak yang mempunyai daya prediksi lemah. Teorinya tersusun atas data yang tidak lengkap atau yang belum sempurna dipahami, meskipun ia tergolong ilmu hayat, bahasannya lebih cenderung ke kutup humanika daripada ke kutup eksakta. Teori evolusi sendiri berevolusi sejak zaman Aritoteles melalui Cuvier, lamarck, ke Erasmus Darwin dan Charles Darwin/Alfred Wallace. Tokoh yang paling terkenal adalah Darwin. Darwin banyak terpengaruh oleh Linnaeus dan Malthus. Teori evolusi sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh de Vries dan Mendel, Morgan dan Muller, lalu Mayr, Dobhansky. Di jaman Darwin belum ada genetika, paleantropologi dan geokronologi, bahkan ilmu-ilmu lain juga belum berkembang, seperti geologi, paleogeografi, dan embriologi komparatif.
Fosil yang dipelajari dalam filogeni merupakan sisa-sisa atau jejak dari organisme yang hidup di masa lampau dalam dokumen historis biologi. Hal ini dipelajari oleh ahli Paleontology untuk mengumpulkan dan menginterprestasikan fosil. Jika berbicara tentang fosil, dalam pikiran kita maka akan mengarah kepada, apa itu fosil dan dari mana asal fosil tersebut?. Batuan sediment merupakan salah satu bentuk fosil. Batuan sediment (endapan) terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan memisahkan diri dari air. Sedangkan keberadaan pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan sudah terjadi erosi dari tanah dibawa oleh sungai ke laut atau ke rawa, dimana partikel-partikel tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua dibawahnya menjadi batu, jika pasir akan menjdi batu pasir dan lumpur akan menjadi serpihan. Ketika bentuk kehidupan organisme darat yang terbawa ke laut dan rawa itu mati, maka akan bersama-sama mengendap dengan sediment tadi. Sebagian kecil dari mereka kemudian terawetkan dan menjadilah fosil. Di lokasi manapun proses sedimentasi ini tidak berlangsung terus menerus tapi secara bertahap dan berkala yaitu pada saat permukaan laut berubah atau ketika danau dan rawa mongering dan terisi kembali oleh air.
membedakannya dari chordate invertebrata. Umumnya ciri-ciri tersebut terkait erat dengan ukuran besar dan gaya hidup yang aktif. Menurut Campbell (2003), subfillum vertebrata memiliki empat karakteristik khas yaitu pial neural (neural crest), sefalisasi (chephalization) yang nyata, tulang punggung, dan system sirkulasi tertutup.
Gambar 1. Sebuah hipotesis mengenai hubungan evolusioner antara anggota filum Chordata Menurut Campbell (2003), skema taksonomi mengakui adanya dua superkelas subfilum vertebrata yang masih hidup sampai saat ini. Anggota superkelas haghfish dan lamprey, tidak memiliki rahang. Superkelas lain yaitu Gnathostomata, meliputi enam kelas vertebrata berahang yang terdiri atas: 1. Kelas chondrichthyes (ikan bertulang rawan, hiu dan ikan pari) 2. Kelas Osteichthyes (ikan bertulang keras) 3. Amphibia (katak dan salamander) 4. Reptilian (reptile) 5. Aves (burung dan unggas) 6. Mamalia (binatang menyusui)
Amphibia, reptilian, aves, dan mamalia secara kolektif disebut tetrapoda karena sebagian besar hewan dalam kelas ini memiliki dua pasang tungkai yang menyokong tubuh di darat. Reptilia, aves dan mamalia memiliki adaptasi darat tambahan yang membedakannya dengan amphibi. Salah satu di antaranya adalah telur amniotik, suatu telur bercangkang yang menahan air. Telur amniotic berfungsi sebagai kolam yang mencukupi diri sendiri yang memungkinkan vertebrata menyelesaikan siklus hidupnya di darat. Meskipun sebagian besar mamalia tidak bertelur, mamalia dapat mempertahankan ciri pokok lainnya dari kondisi amniotic tersebut. Oleh karena itu, terobosan evolusioner yang penting adalah reptilian, burung dan mamalia secara kolektif disebut amniota.
Evolusi Ikan
Ikan hiu Acanthodes bronni yang hidup 300 juta tahun lalu diklaim sebagai leluhur semua makhluk vertebrata berahang, termasuk manusia. Ikan primitif bernama Acanthodes bronni ini menghuni laut lebih dari 300 juta tahun lalu. Dia menjadi leluhur bagi semua makhluk bertulang belakang atau vertebrata berahang di Bumi ini. Termasuk manusia yang merupakan makhluk bertulang belakang. Penemuan itu didapat setelah ilmuwan menganalisa ulang tempurung otak berusia 290 juta tahun ini dan mendapatinya sebagai bagian dari gnathostomes modern. Sampel kemudian
dikombinasikan dengan scan terbaru dari tengkorak milik hiu dan ikan bertulang paling awal. Dari situ didapatkan sejarah evolusi vertebrata berahang. Hewan purba ini telah hadir sebelum berpisah dengan hiu permulaan dan ikan berduri pertama. Acanthodes relatif besar dibanding ikan hiu berduri lain dengan ukuran panjang sekitar satu kaki. Memiliki insang, mata besar dan hidup dari plankton. Fosil-fosil hewan yang bermakna "runcing" ini ditemukan di Eropa, Amerika Utara dan Australia. Acanthodes punah 250 juta tahun lalu dan yang tertinggal hanya sisik kecil serta duri sirip berbentuk rumit.
Namun ditegaskan kembali oleh Katsufumi Sato, ahli bidang ekologi perilaku di Ocean Research Institute - University of Tokyo, hal ini terjadi karena faktor evolusi. Burung penguin berevolusi ke ukuran tubuh yang lebih besar sehingga membutuhkan penopang ketika menyelam di dalam air. Demi alasan penting ini, sayap mengalami pengurangan secara progresif, yang membuat berenang lebih efisien dan saat dipakai terbang sebaliknya. Ini bisa jadi jawaban mengapa pada saat itulah kemampuan penguin untuk terbang berangsur-angsur lenyap. Sato yang merupakan National Geographic Society Emerging Explorer ini juga menjelaskan, tubuh yang lebih besar memungkinkan mereka untuk lebih lama menyelam. Ketika kesempatan dalam masa transisi di mana sayap tersebut digunakan baik untuk terbang maupun menyelam, maka yang terjadi malah merugikan bagi penguin karena memboroskan energi serta tidak bisa bertahan lama. Julia Clarke, peneliti yang menekuni evolusi burung dari University of Texas di Austin, mengungkap, "Ada perbedaan yang ditemukan pada penguin-penguin di asal mula, akan tetapi masih sedikit data relevan yang bisa dipakai mengembangkannya. Penemuan terbaru ini dapat menjadi satu kunci dalam pemaparan tentang transisi dari model 'sayap' ke 'sirip' penguin." (Gloria Samantha. National Geographic News)
REFERENSI
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/05/penguin-dan-sayap-yang-berevolusi http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00021795.html https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=398664110161425&id=36516284017 8219 http://mahmuddin.wordpress.com/2012/08/27/asal-usul-kelompok-hewan-perkembangankeanekaragaman-vertebrata/ http://penginyonyan.blogspot.com/2009/02/filogeni-sebagai-terobosan-evolusi.html