Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1.

Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2010). 2. Tingkatan Pengetahuan a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: ibu ibu tahu tentang pengertian imunisasi DPT (Notoatmodjo, 2010). b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya: ibu ibu memahami tentang tujuan, manfaat jadwal dan efek samping imunisasi DPT (Notoatmodjo, 2010). c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya: ibu ibu bisa menanggulangi efek samping imunisasi DPT (Notoatmodjo, 2010). d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponene-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorag itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan, atau memisahkan, mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atau objek tersebut (Notoatmodjo, 2010). e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010). f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010). 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Faktor Internal 1) Pendidikan Menurut YB Mantra pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tentu yang menentukan usia manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang keselamatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Wawan dan Dewi, 2010).

10

2) Pekerjaan Menurut Thomas pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja pada ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan dan Dewi, 2010). 3) Umur Menurut Elizabeth BH usia adalh umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Nursalam, 2003). Menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dri segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa (Wawan dan Dewi, 2010). b. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan Menurut Mariner yang dikutip dari Nursalam. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dpat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan dan Dewi, 2010). 2) Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap alam menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010).

11

4. Cara Memperoleh Pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah dilakukan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu: a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis (Notoatmodjo, 2010). Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: 1) Cara coba salah (Trial and Error) Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal trial and error. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dalam menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. 2) Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada

12

bayi, mengapa ibu sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya. 3) Berdasarkan Pengalaman Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Peptah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan merupakan sumber suatu pengetahuan, cara untuk atau pengalaman itu

memperoleh

kebenaran

pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman orang lain pun dapat diguanakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. 4) Melaui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah. 5. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkatan0tingkatan pengetahuan yang diukur (Arikunto, 2006).

13

B. KONSEP IMUNISASI DPT 1. Pengertian Imunisasi DPT Imunisasi DPT adalah pemberian kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus (Arjatmo, 2000). 2. Manfaat Imunisasi DPT Manfaat imunisasi DPT yaitu untuk mencegah 3 penyakit sekaligus yaitu penyakit difteri, pertusis dan tetanus (Atikah, 2010). 3. Difteri Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphteria. Difteri bersifat ganas, mudah mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38 C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan asupan tenggorok atau hidung terhadap kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun ke dalam tubuh, sehingga penderita dapat mengalami tekanan darah rendah. Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh di sekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kesusahan bernapas, menelan, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10% penderita difteri akan

14

meninggal karena penyakit ini. Seseorang anak dapat terinfeksi difteri pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin nyang menghambat sintesis protein selular dan menyebabkan destruksi jaringan setempat dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas. Pada dasarnya semua komplikasi difteri, termasuk kematian merupakan akibat langsung dari toksin difteri. Beratnya penyakit dan komplikasi biasanya tergantung dari luasnya kelainan lokal. Angka kematian difteri sangat tinggi, dan kematian tertingginya pada kelompok usia di bawah lima tahun. Pengobatan penyakit ini yaitu meliputi istirahat total di tempat tidur, isolasi penderita dan makanan lunak yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori. Penderita diawasi ketat terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi, antara lain dengan pemeriksaan EKG pada hari ke 0, ke 3, ke 7 dan setiap minggu selama 5 minggu. Pencegahannya yaitu dengan cara isolasi penderita, pencegahan terhadap kontak, dan dengan imunisasi. 4. Pertusis Pertusis atau batuk rejan/batuk seratus hari adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini cukup parah bila diderita oleh anak balita, bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi berumur kurang dari 1 tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berherhenti, muka menjadi merah atau kebiruan, keluar air mata dan kadang kadang sampai muntah. Karena batuk yang sangat keras, mungkin akan disertai dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan berhenti setelah ada suara melengking pada waktu menarik nafas. Batuk semacam ini terutama terjadi dalam malam hari. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga dengan batuk seratus hari. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 102 minggu, gejala belum jelas.

15

Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan mengapmengap untuk bernafas. Serangan batuk seringkali diikuti dengan muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung sampai barbulan-bulan. Dampak batuk rejan npaling bagi bayi berusi 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap di rumah sakit. Batuk rejan mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar 1 diantara 200 anak di bawah usia 6 bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini. Penularan melalui saluran pernapasan dengan Bordetella pertusis yang terikat pada silkia epitel saluran pernapasan, kemudian kuman ini akan mengalami multipikasi disertai pengeluaran toksin sehingga menyebabkan inflamasi dan nekrosis trakea dan bronkus. Mukosa akan mengalami kongesti dan infiltrasi limfosit dan leukosit poliorfonuklear. Di sampng itu, terjadi hiperplasia dari jaringan limfoid peribronkial diikuti oleh proses nekrosis yang terjadi pada lapisan basal dan epitel pertengahan bronkus. Pengobatan pertusis dapat dilakukan dengan antibiotik khususnya eritromisisn, dan pengobatan suportif terhadap gejala batuk yang berat, pemberian pengobatan eritromisin untuk pencegahan pada kontak pertusis dapat dilakukan untuk mengurangi penularan. Pencegahannya yaitu dengan adanya program imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Bila penyakit ini diderita oleh seorang bayi, terutama yang baru berumur beberapa bulan merupakan keadaan yang sangat berat dan dapat berakhir dengan kematian akibat suatu komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi adalah kejang, kerusakan otak, atau radang paru. 5. Tetanus

16

Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal gejala klinis disebabkan oleh eksotoksin yang diprosuksi bakteri Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Kuman paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah. Kuman tetanus masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka misalnya luka bakar, terjatuh, luka tusuk, ,koreng, giitan binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka luka tersebut merupakan pintu masuk penyakit tetanus. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus mempengaruhi pelepasan neurotransmitter, yang berakibat penghambatan impuls inhibisi. Akibatnya terjadi kontraksi serta spastisitas otot yang tak terkontrol, kejang dan gangguan sistim syaraf otonom. Penderita akan mengalami kejag-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada saraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung selama 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang, rangsang, rius sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur diatas 1 bulan. Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu, dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat memasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah

17

penyakit yang menyerang sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat mengakibatkan kerusakan bernapas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini dapat terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang (disuntik vaksin dosis booster). Pencegahan dapat dilakukan dengan perawatan luka dan pemberian imunisasi pasif. Angka kematian tetanus masih sangat tinggi, yaitu pada bayi baru lahir sebesar 80 90%, pada anak berumur 8 12 tahun adalah 60%. Angka kematiannya pada penderita orang dewasa juga masih sangat tinggi yaitu 70 80%. 6. Cara Imunisasi DPT Pemberian imunisasi DPT dilakukan 3 kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian ke 2 mulai meningkat dan pemberian ke 3 diperoleh cukupan antibodi. 7. Kekebalan Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80%-90%, daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu 90%-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50%-60%. Oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi dalam bentuk lebih ringan. 8. Reaksi Imunisasi Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan 1 2 hari.

18

9. Efek Samping Efek samping imunisasi DPT adalah: a. Panas Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas timbul setelah lebih dari satu hari sesudah pemberian DPT, mungkin ada infeksi lain. Sirup antipiretik dapat diberikan bila anak panas tinggi (lebih dari 39 C). b. Rasa sakit di daerah suntikan Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan dan bengkak di tempat suntikan. Yakinkan ibu penderita bahwa keadaan itu tidak berbahaya dan tidak perlu pengobatan. c. Peradangan Bila pembengkakan sakit lebih dari seminggu atau lebih sesudah imunisasi maka hal ini mungkin disebabkan peradangan. Hal ini mungkin sebagai akibat dari: 1) 2) 3) 4) Jarum tersentuh tangan (tidak steril). Sterilisasi kurang Kontaminasi atau pencemaran oleh kuman Penyuntikan kurang dalam

d. Kejang-kejang Reaksi yang jarang terjadi, tetapi sebaliknya diketahui petugas. Reaksi disebabkan oleh komponen P (Pertusis) dan imunisasi DPT, selain kejang dapat menimbulkan efek samping demam dan menangis peristen (lebih dari 3 jam). Anak yang pernah mendapat kejang tidak boleh mendapat imunisasi DPT lagi dan sebagai gantinya diberikan DT saja. Dosis DT sama dengan DPT yaitu 0,5 cc setiap kali pemberian.

19

10. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT a. Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada separuh (42,9%) penerima DTP. b. Proporsi demam ringan dengan reaksi lokal sama dan 2,2% di antaranya dapat mengalami hiperpireksia. c. Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying). d. Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam (0,06%) sesudah vaksinasi yang dihubungkan dengan demam yang terjadi. e. Terjadinya ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis. 11. Kontra Indikasi Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk yang diduga mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau pada penyakit gangguan kekebalan. Bila pada suntikan DPT pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya suntikan berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan DT saja (tanpa P). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak. Petugas kesehatan akan mempertimbangkan pemberian imunisasi, seandainya anak sedang menderita penyakit ringan. C. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memilikik objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikonubikasikan secara interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan adalah

20

respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat sejalan dengan kehidupan (Stuart, 2006). Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobserfasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu merupakan sumber penting dalam memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu (Susilawati, 2005). Hal yang dapat menimbulkan kecemasan bersumber dari: a. Ancaman integritas biologi meliputi gangguan tehadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan seks. b. Ancaman terhadap keselamatan diri : Tidak menemukan integritas diri Tidak menemukan status dan prestise Tidak memperoleh pengakuan dari orang lain Ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata

2. Etiologi Kecemasan a. Faktor predisposisi Berbagai teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan. 1) Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengah tuntutan

21

dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. 2) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut tehadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga bergubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat. 3) Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang sudah terbiasa sejak kecil dihadapkan ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya. Yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan. 4) Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi. 5) Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obat yang mengguanakan neuroregilator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayatkecemasan pada keluarga memiliki efeknyata sebagai

22

predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stresor. b. Stresor Pencetus 1) Ancaman terhadap integritas fisik trhadap integritas fisik melkputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari. 2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identtas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. 3. Tingkat Kecemasan Menurut peplau tingkat kecemasan yang dialami individu ada 4, yaitu: a. Kecemasan ringan Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masuh waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Contihnya: 1) 2) 3) Seseorang yang akan menghadapi ujian akhir. Pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan. Individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 4) Individu yang btiba-tiba dikejar anjing menggonggong.

b. Kecemasan sedang Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat dilakukan nsesuatu dengan arahan orang lain. Contohnya: 1) Pasangan suami istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama dengan risiko tinggi. 2) 3) Keluarga yang menghadapi perpecahan (berantakan). Individu yang menglami konflik dalam pekerjaan.

23

Gambar rentang kecemasan:

Respons adaptif Maladaftif

Respons

Antisipasi

Ringan

Sedang

Berat

Panik

c. Kecemasan berat Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/aturan untuk berfokus pada area lain. Contohnya: 1) Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam. 2) d. Panik Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Kaerna hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan Induvidu karena penyanderaan.

24

perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai disorganisasi kepribadian. Contohnya: indivdu dengan kepribadian pecah/depersonalisasi.

4. Penyebab Kecemasan Menurut pandangan psikoanalitik Freud (Yustinus, 2006) ada 3 sumber kecemasan dengan sumber penyebab yang berbeda-beda yaitu: a. Bahwa kecemasan dapat disebabkan dari dunia-dunia eksternal, seperti penyakit, masalah keuangan dan kegagalan, serta dia menyebut kecemasan ini sebagai kecemasan objektif. Meskipun kecemasan objektif ini dapat mengakibatkan perasaan tidak senang dan hebat, tetapi Freud tidak mengemukakan bahwa kecemasan ini merupakan penyebabb yang penting dari tingkah laku abnormal. b. Freud juga mengemukakan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh konflik internal terhadap ungkapan impuls-impuls id. Menurut Freud, konflik dan kecemasan terjadi apabila id mencari pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhannya, tetapi dihalangi oleh ego dan superego. Misalnya seorang pemuda ingin bersetubuh dengan wanita yang menjadi pacarnya, tetapi perbuatan yang demikian tidak dapat diterima oleh superego, dan konflik tersebut menyebabkan kecemasan. c. Freud mengemukakan bahwa kecemasan dapat juga disebabkan karena superego tidak efektif dalam mengekang ego dan akan erjadi tingkah laku yang tidak dapat diterima. Misalnya, dorongan-dorongan seksual atau permusuhan mungkin tidak dikontrol secara adekuat dan dengan demikian orang tersebut mungkin bertingkah laku secara tidak terkontrol dan tidak tepat.

25

5. Faktor yang Mempengaruhin Kecemasan: Menurut Stuart dan Sundeen (2000), faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah: a. Usia Usia mempengaruhi psikoligi seseorang, semakin tinggi usia semakin tinggi tingkat kematangan emosi seseorang serta kemampuan dalam menghadapi berbagai persoalan. Status kesehatan jiwa dan fisik Kelelahan fisik dan penyakit dapat menurunkan mekanisme pertahanan alami seseorang. Nilai nilai budaya dan spiritual Budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang. Religius yang tinggi religiulitas yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan positif atas masalah yang dihadapi. Pendidikan Tingkat pendidikan rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan, semakin tingkat pendidikannya tinggi akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Respon koping Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan. Ketidak mampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif sebagai penyeebab tersedianya perilaku patologis. Dukungan sosial Dukungan social dan lingkungan sebagai sumber koping, dimana kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi kecemasan dan lingkungan mempengaruhi area berfikir seseorang (Stuart & Sundeen, 2000). Tahap perkembangan Pada tingkat perkembangan tertentu terhadap jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress pada tiap perkembangan berbeda. Pada tingkat perkembangan individu membentuk kemungkinan adaptasi yang semakin baik terhadap stresor. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi stresor yang sama. Pengetahuan Ketidaktahuan dapat menyebabkan kecemasan dan pengetahuan dapat digunakan untuk mengatasi masalah.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

26

6. Manifestasi Kecemasan Menurut Sue,dkk (dalam Trismiati, 2006) manifestasi kecemasan yaitu: a. Manifestasi kognitif Yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang mala petaka atau kejadian buruk yang akan terjadi. b. Perilaku motorik Kecemasan sesorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar. c. Perubahan somatik Muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah. d. Afektif Diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

7. Reaksi Kecemasan Kecemasan dapat menimbulkan reaksi konstruktif maupun destruktif bagi individu: Konstrukstif yaitu individu bermotivasi untuk belajar mengadakan perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup. Contohnya: individu yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena dipromosikan naik jabatan. Desdruktif yaitu individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional. Contohnya: individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri, tidak mau makan.

27

8. Cara Mengukur Kecemasan Banyak cara yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur tingkat kecemasan diantaranya Tes DASS, skala HARS. Skala HARS merupakan Hamilton Anxiety Rating Scale), dan lain-lain. Dalam ini peneliti menggunakan HARS (pengukuran kecemasan yang didasarkan munculnya symtom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 symtoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS menurut HARS tang dikutip dari Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi: a. Perasaan cemas: firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. b. Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu. c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar. d. Gangguan tidur: sukar melalui tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk. e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi. f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kecemasan pada hobi, sedih, perasaan tidak nyaman sepanjang hari. g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan kaki, suara tidak stabil dan kedutan otot.

28

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, mika merah dan pucat, serta merasa lemah. i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, dan detak jantung hilang sekejap. j. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek. k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut. l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi. m. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah nerkeringat, muka merah, bulu roma berdii, pusing atau sakit kepala. n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat. Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori: 0 : tidak ada gejala sama sekali 1 : satu dari gejala yang ada 2 : sedang/separuh dari gejala yang ada 3 : berat/lebih dari gejala yang ada 4 : sangat berat semua gejala ada Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-4 dengan hasil (kategori): 1. Skor kurang dari 6 : tidak ada kecemasan 2. Skor lebih dari 6 : cemas

29

9. Mekanisme Koping Menurut Carlson (dalam Nursalam 2006), mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila perubahan mekanisme koping berhasil, maka oramg tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Mekanisme koping dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut. Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi, dan kognisi serta latar belakang budaya/norma tempatnya dibesarkan.

a. Usia b. Status kesehatan jiwa dan fisik c. Nilai nilai budaya dan spiritual d. Pendidikan e. Respon koping f. Dukungan sosial g. Tahap perkembangan h. Pengalaman masa lalu i.

30

D. Kerangka Teori Faktor yan mempengaruhi kecemasan:


Usia Status kesehatan jiwa dan fisik Nilai nilai budaya dan spiritual Pendidikan Respon koping Dukungan sosial Tahap perkembangan Pengalaman masa lalu Pengetahuan

Pengetahuan ibu mengenai: a. Pengertian imunisasi DPT b. Manfaat imunisasi c. Jadwal imunisasi d. Efek samping e. Cara mengatasi efek samping Kecemasan ibu pasca imunisasi DPT

Sumber: Dimodifikasi dari: (Stuart, 2002)

Anda mungkin juga menyukai