Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH Makalah ini disusun guna memenuhi tugas : Mata kuliah : Metodologi Studi Islam Dosen pengampu : Maghfur,

M.Ag Disusun Oleh : 1. 2. 3. 4. 5. Fitriyah 202 109 043 suadil Fuadah 202 109 044 Endang Susilowati 202 109 045 Imam Turyuti 202 109 046 M. Risky Fauzi 202 109 047

Kelas : A SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2010 Pendekatan Sejarah Pengertian Pendekatan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekatan adalah: Proses perbuatan, cara mendekati Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang yang diteliti; metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Dalam proses pendidikan Islam, pendekatan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Karena ia menjadi sarana yang sangat bermakna bagi materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan, sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik dan menjadi pengertian-pengertian yang fungsional. Pendidikan tidak akan efektif apabila tidak melakukan pendekatan ketika menyampaikan suatu materi dalam proses belajar mengajar. Pengertian Sejarah Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Kata tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun. Seperti keterangan mengenai tahun sebelum atau sesudah tarikh masehi. Kemudia yang dimaksud dengan ilmu tarikh adalah suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejaian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi dikalangan umat._ Sedang dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti Pengalaman masa lampau dari pada umat manusia The past experience of mankind. _ Dapat disimpulkan, sejarah adlah salah satu ilmu pengetahuan yang berikhtiar melukiskan dan menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang terjadinya perubahan karena adanya hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya (W. Bauer; 1928).

Hakekat sejarah adalah upaya menemukan ilmu kebenaran. Eksplanasi kritis tentang sebab atau peristiwa. Objek Kajian Sejarah Sejarah biasanya dtulis dan dikaji dari sudut pandang suatu fakta atau kejadian tentang peradaban bangsa._ Maka objek sejarah pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal, formal maupun non formal, dengan demikian akan diperoleh apa yang disebut sejarah serba objek._ Dari sekian banyak objek, maka perlu diketahui objek sejarah ada tiga macam, yaitu: Manusia (man) Waktu (time) Ruang/tempat (space) Tujuan Pendekatan Sejarah dalam Kajian Islam Tujuan pendekatan sejarah dalam kajian Islam adalah: Mengetahui dan memahami pertumbuhan perkembangan sejarah Islam sejak zaman lahirnya sampai sekarang maupun sejarah nasional yang tetap dalam kaitannya dengan ilmu yang dipelajari. Mengambil manfaat dari sejarah guna memecahkan problematika pendidikan. Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dalam pembaharuanpembaharuan sistem pendidikan Islam. Kewajiban meneladani Rasul (Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishaq: Sunnah Nabi) Alat memahami dan menafsirkan Al-Quran dan hadits, relevan dengan konsep Asbabu Nuzul dan Asbabul wurud (untuk kelengkapan tafsirnya Ath-Thobari menulis Tarikh Ar-Rasul wa Al-Mulk). Alat ukur sanad, mata rantai sanad (isnad) menentukan kesholihan hadits. Thobuqotnya Ibn Saad misalnya. Merekam peristiwa penting: perubahan sosial umat Islam. Pendekatan Sejarah dalam Kajian Islam Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam memahami Islam. Penguasaan dan ketepatan pemilihan metode tidak dapat dianggap sepele, karena penguasaan metode yang tidak tepat menyebutkan seseorang dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Oleh karenanya disadari bahwakemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi, sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan. Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama, di antaranya adalah pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologi, psikologi, teistoris, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Mengenai banyaknya pendekatan-pendekatan, dalam makalah ini akan dipaparkan letih dalam mengenai pendekatan sejarah atau pendekatan historis. Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya

dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, eaktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah penelitian dapat melakukan periodisasi atau ferivasi sebuah fakta, dan melakukan rekonstruksi proses genesis. Perubahan dan perkembangan. Melalui sejarah dapat diketahui asal-usul pemikiran atau pendapat sikap tertentu dari seorang tokoh/mazhab/golongan melalui ilmu asbab al-Nuzul dan asbab al-Wulud dapat diketaui maksud sebuah teks Al-Quran atau keshohihan sebuah hadits. Melalui sejarah pula dapat diketahui stereotype keberagaman suatu kelompok dan sikap suatu kelompok dengan lainnya. Misalnya perilaku politik elit Muhammadiyah yang lebih zakelik dapat dikaji dalam perspektif sejarah. Mengapa pula Bali seakan tidak tersentuh oleh dakwah Islam, dan mengapa di daerah Nusa Tenggara Barat terdapat Islam Waktu Telu dapat dikaji melalui sejarah. Sejarah bukan hanya pengetahuan tentang kumpulan peristiwa-peristiwa masa lampau, melainkan hikmah dan kebenaran Ibnu Khaldun, sebagaimana dikutip Nourouzzaman Shiddiqi, mengatakan: Makna hakiki sejarah adalah melibatkan spekulasi dan uapaya menemukan kebenaran, eksplanasi kritis tentang sebab dan genesis kebenaran sesuatu (hal atau benda) dan kedalaman pengetahuan bagaimana dan mengapa mengenai peristiwa-peristiwa sejarah karena itu berakar kokoh dalam filsafat. Ia banyak diperhitungkan sebagai cabang filsafat (Ar-Rullah dan Karim, 1990:70) Pendekatan sejarah dijadikan metode penelitian agama atas dasar metodenya, bukan materinya. Karakter yang menonjol dari pendekatan sejarah adalah signifikasi waktu dan prinsip-prinsip kesejarahan tentang individualitas dan perkembangan sebagaimana dikemukakan khaldun di atas, tujuan dari analisis subjektif dan objektif internal dan eksternal yang menjadi sebab akibat. Di dalam Al-Quran cukup banyak ayat yang menggingatkan kita agar belaar dari sejarah. Dalam surat Al-Imron ayat 137 disebutkan, Sungguh telah berlalu sebelum kajian sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah di muka bumi untuk memperlihatkan akibat apa saja yang menimpa orang-orang yang mendustakan Allah. Ayat di atas hendak menekankan suatu peringatan agar orang Islam jangan melewatkan begitu saja suatu peristiwa atau sejarah bila kita tidak belajar dari sejarah, maka kita akan sama saja dengan orangorang pendusta agama, beginilah pandangan Islam terhadap sejarah melalui pendekatan sejarah. Seseorang diajak menculik dari alam idealis alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan teoritis. Pendekatan kesejarahan ini dibutuhkan dalam memahami agama. Karena agama itu sendiri terus dalam situasi yang konkrit, bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa, dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami AL-Quran secara benar, misalnya yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Quran atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya AL-Quran yang

selanjutnya disebut dengan ilmu asbab Al-Nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya Al-Quran. Dengan ilmu ini seseorang akan mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik. 1987. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Firdaus. Abdullah, Taufik dan M. Rusli Kasim. 1990. Metode Penelitian Agama Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana. Armai, Arif. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Perss. Nata, Abudin. 1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT. Remaja Rosda karya. Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Zuairini, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. _ H. Munawar Cholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), h. 15. _ Encyclopedia Americana, Vol. 14. _ Encyclopedia Americana, op.cit., Vol. 14. _ Drs. Rahmat Iman Santoso, Penulisan Sejarah Pendidikan Islam, (Malang: IAIN Sunan Ampel, 1975), makalah diskusi.

Makalah Pendekatan Teologis Normatif dalam Studi Islam Disusun guna memenuhi tugas: Mata Kuliah : MSI Dosen Pengampu : Maghfur, M. Ag Kelas : Ekos B _ Disusun Oleh: Mochammad Panji Khamim (2013110049) Adi Kurniawan (2013110054) Nur Kholili (2013110063) Dzuliarso Iskandar (2013110075) Ana Sulistyawati (2013110084) EKONOMI SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERi (STAIN) PEKALONGAN 2010/2011

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB II PEMBAHASAN.................... 2 BAB II PENUTUP... 6

BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekadar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang pendekatan teologis normatif dan pendekatan lain yang mendukung. Baik tentang pengertian, segi positif dan negatif pendekatan ini, maupun perannya dalam berbagai bidang kehidupan. 2) Rumusan Masalah Apakah yang dimaksud pendekatan teologis normatif? Apa saja ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis? Apa saja segi positif dan negatif dari pendekatan teologis? Teologi seperti apakah yang seharusnya diterapkan? Bagaimanakah cara berfikir dalam pendekatan teologis? Apa sajakah peran agama islam dalam berbagai bidang kehidupan?

BAB II PEMBAHASAN Pendekatan Teologis Normatif Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis._ Menurut pengamat Sayyed Hosein Nasr, dalam era kontemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Keempat hal tersebut tidak mudah disatukan dengan begitu saja karena masing-masing mempunyai keyakinan teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan. Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing mengklaim dirinya sebagai yang pling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Karna hal tersebut, maka terjadilah proses saling meng-kafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusifisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak. Dengan mengklaim kebenaran (truth claim), yang menjadi sifat dasar teologi, sudah barang tentu mengandung implikasi pembentukan mode of thought yang bersifat partikularistik, eksklusif, dan sering kali intoleran. Kecenderungan tersebut dianggap tidak atau kurang kondusif untuk melihat rumah tangga penganut agama lain secara bersahabat, sejuk, dan ramah. Mode of thought seperti ini lebih menonjolkan segisegi perbedaan dengan menutup serapat-rapatnya segi-segi persamaan yang mungkin teranyam diantara berbagai kelompok penganut teologi dan agama tertentu. Adalah tugas para teolog dari berbagai agama untuk memperkecil kecenderungan tersebut dengan cara memformulasikan kembali khazanah pemikiran teologi mereka untuk lebih mengacu pada titik temu antar umat beragama. Saat ini muncul istilah teologi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub: teks dan situasi, masa lampau dan masa kini. Salah satu ciri dari teologi masa kini adalah sifat kritisnya yang ditujukan pada agamanya sendiri(agama sebagai institusi social dan kemudian juga kepada situasi yang dihadapinya). Teologi sebagai kritik agama berarti antara lain mengungkapkan berbagai kecenderungan dalam institusi agama yang menghambat panggilannya; menyelamatkan manusia dan kemanusiaan. Teologi kritis bersikap kritis pula terhadap lingkungannya. Hal ini hanya dapat terjadi kalau agama terbuka juga terhadap ilmu-ilmu sosial dan memanfaatkan ilmu tersebut bagi pengembangan teologinya. Lewat

ilmu-ilmu sosial itu dapat diperoleh gambaran mengenai situasi yang ada. Melalui analisis ini dapat diketahui berbagai faktor yang menghambat ataupun yang mendukung realisasi keadilan sosial dan emansipasi. Dengan demikian, teologi ini bukan hanya berhenti pada pemahaman mengenai ajaran agama, tetapi mendorong terjadinya transformasi sosial. Maka beberapa kalangan menyebut teologi kepedulian sosial itu teologi transformatif._ Proses pelembagaan perilaku keagamaan melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang terdapat dalam teologi jelas diperlukan. Antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut pesan dasar agama. Tetapi, ketika tradisi agama secara sosiologis mengalami refikasi atau pengentalan, maka bisa jadi spirit agama yang paling hanif lalu terkubur oleh simbol-simbol yang diciptakan dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini sangat mungkin orang lallu tergelincir menganut dan meyakini agama yang mereka buat sendiri, bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak menyadari. Tradisi studi keagamaan yang banyak kita saksikan selama ini adalah orang cenderung membatasi pada pendalaman terhadap agama yang dipeluknya tanpa melakukan komparasi kritis dan apresiatif terhadap agama orang lain. Mungkin saja hal ini disebabkan oleh terbatasnya waktu dan fasilitas yang diperlukan. Sebab lain bisa jadi karena studi agama di luar yang dipeluknya dinilai kurang bermanfaat atau bahkan bisa merusak keyakinan yang telah dibangun dan dipeluknya bertahuntahun yang diwarisi dari orang tua. Sikap eksklusifisme teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama tidak saja merugikan bagi agama lain, tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa. Kita tidak bisa mengingkari adanya kemungkinan bahwa dalam perkembangannya sebuah agama mengalami deviasi atau penyimpangan dalam hal doktrin dan praktiknya. Tetapi arogansi: teologis yang memandang agama lain sebagai sesat sehingga harus dilakukan pertobatan dan jika tidak berarti masuk neraka, merupakan sikap yang jangan-jangan malah menjauhkan dari substansi sikap keberagamaan yang serba kasih dan santun dalam mengajak kepada jalan kebenaran. Arogansi teologis ini terjadi tidak saja dihadapkan pada pemeluk agama lain tetapi juga terjadi secara internal dalam suatu komunitas seagama. Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Kekurangan dari pendekatan teologis antara lain bersifat eksklusif, dokmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya. Sedangkan kelebihannya adalah melalui pendekatan ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh terhadap agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang

dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya. Pendekatan teologis ini erat kaitannya dengan pendekatan normatif, suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini, agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kesehatan.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Pendekatan teologi dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog, parsial, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi pengkotak-kotakan umat, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Dengan pendekatan demikian, agama cenderung hanya merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan tampak asosial sehingga agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial dan cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna. Perbedaan dalam bentuk norma teologis tersebut sebaiknya dicarikan titik persamaannya untuk menuju pada substansi dan misi agama yang paling suci yang antara lain mewujudkan rahmat bagi seluruh alam yang dilandasi pada prinsip keadilan, kemanusiaan, kebersamaan, kemitraan, saling menolong, saling mewujudkan kedamaian dan seterusnya. Jika misi tersebut dapat dirasakan, maka fungsi agama bagi kehidupan manusia segera dapat dirasakan. Untuk itu, di masa depan kita memerlukan paradigma teologi baru yang lebih memungkinkan untuk melakukan hubungan dialogis dan cerdas, baik antara umat beragama maupun antara umat beragama dengan kaum humanis sekular.

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2007. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada _ Erich J. Sharpe, Comparative Religion of History, (London: Duckwort, 1986), hlm. 313 _ M. Sastrapratedja, Agama dan Kepedulian Sosial , dalam Soetjipto Wirosardjono Agam dan Pluralitas Bangsa, (Jakarta: P3M, 1991), cet. 1, hlm. 83

Anda mungkin juga menyukai