Anda di halaman 1dari 6

Intervensi Tujuan dari intervensi ini adalah mengetahui kelayakan pengenalan teknologi game baru ini untuk penanganan

pasien. Kami memilih sistem game berdasarkan beberapa faktor. Pertama, handheld interface membaca perubahan akselerasi untuk memetakan gerakan seseorang ke dalam game. Sistem seperti ini mendorong gerakan yang dapat dilakukan dalam posisi duduk maupun berdiri. Pasien dapat mempelajari gerakan tersebut dalam posisi duduk dan mempraktekkannya dalam posisi berdiri. Kedua, terdapat persediaan game dalam sistem yang dapat dianalisis menurut kebutuhan biomekanik dan kontrol motorik mereka. Game tersebut kemudian dipilih berdasarkan ketertarikan pasien dan kebutuhan terapi. Ketiga, game ini memberikan knowledge of performance (KP) dan knowledge of results (KR). Knowledge of performance adalah informasi tentang kinematika gerakan, dan knowledge of results adalah informasi tentang hasil dari gerakan, yang sudah ditunjukkan untuk memperbaiki performa dan keterampilan pada anak-anak dengan cerebral palsy. Terakhir, game ini dapat digunakan untuk multiple users, dan kami tertarik dalam membuktikan bagaimana interaksi dengan pengguna lainnya (dalam kasus ini terapis dan anak yang berkembang tipikal) dapat diterima oleh pasien. Menggunakan pendekatan client-centered, game olahraga pada Wii dipilih berdasarkan pada ketertarikan pasien sebagaimana sasaran terapi mengarah pada kontrol motorik dan pengolahan visual-perseptual. Game tersebut dimainkan dalam training mode maupun game mode dalam posisi duduk dan berdiri. Untuk game yang dimainkan dalam posisi duduk, seorang terapis menjaga dari belakang untuk sesekali menstabilkan kursi. Untuk game yang dimainkan dalam posisi berdiri, terapis menjaga dari belakang atau samping untuk menstabilkan walker posterior. Setiap game memiliki tuntutan kontrol motorik dan visual-spasial yang berbeda. Contohnya, game golf membutuhkan pertimbangan kekuatan, jarak, dan figure-ground. Kontrol terhadap ekstremitas atas didukung oleh semua game. Remote dipegang dengan tangan kiri untuk game boling; kedua tangan untuk game bisbol, tenis dan golf; dengan satu tangan memegang remote dan tangan lainnya memegang nunchuk untuk game tinju. Kontrol tubuh didukung oleh semua game. Contohnya, game tinju membutuhkan orientasi garis tengah tubuh dan daya tahan otot tubuh. Game boling membutuhkan stabilisasi tubuh ketika menggerakkan satu ekstremitas atas dengan derajat kekuatan yang berbeda. Game yang dimainkan dalam posisi berdiri melatih keseimbangan dengan perpindahan berat di antara ekstremitas bawah.

Perawatan dilaksanakan selama sesi musim panas sebagai tambahan terhadap terapi reguler. Pasien mengikuti 11 sesi selama 4 minggu. Masing-masing sesi berkisar antara 5 detik sampai 90 menit. Game individual berkisar antara 5 detik sampai 5 menit. Dosis ini dipilih berdasarkan ketersediaan pasien, dan ini menyerupai percobaan terapi baru yang pendek dan intensif. Kemungkinan frekuensi yang dapat dijaga, bukan durasinya. Tujuh sesi pertama terfokus pada pasien yang menggunakan sendiri sistemnya. Pada sesi kedelapan, seorang anak yang berkembang tipikal bekerja dengan pasien. Pada sesi kesebelas, pasien memainkan game dengan dua dan tiga pemain. Selama perawatan, pasien tetap melanjutkan terapi fisiknya (3 kali per minggu) dan terapi okupasinya (2 kali per minggu). Dia juga mengikuti terapi okupasi berkelompok selama 1,5 jam. Posisi dan tugas bervariasi berdasarkan pada pengamatan kinerja. Dosis pengobatan disesuaikan peningkatan durasi, pengulangan, dan kompleksitas tugas berdasarkan konerja pasien dengan menggunakan pengamatan postur dan gerakan serta kinerja VE. Sebagai contoh, aktivitas tinju diperlukan gerakan timbal balik bilateral ekstremitas atas yang melatih keselarasan garis tengah tubuh. Aktivitas tinju dipilih pertama untuk membangun kontrol postur yang baik sebelum bermain game yang lebih menguji ekstremitas atas unilateral seperti boling atau tenis. Kegiatan dihentikan atau diubah ketika terapis mengamati adanya kemunduran dalam kinerja fisik pasien, teknik, atau kontrol postural akibat kelelahan. Sebagian besar pasien mengontrol aliran kegiatan. Waktu istirahat berlangsung selama pasien mereposisi remote Wii dan menyesuaikan pengaturan untuk game berikutnya. Waktu pelatihan dibagi antara posisi duduk dan berdiri, dan bervariasi berdasarkan kinerja pasien (Gambar 1). Distribusi waktu yang dihabiskan pada setiap game diilustrasikan pada Gambar 2.

Hasil Hasil dinilai pada waktu yang berbeda-beda setelah pelatihan. Uji TVPS-3 berulang dilakukan terapis sekitar 1 bulan setelah pelatihan. Kami menguji ulang pengukuran kontrol postural sehari setelah pelatihan, dan berjalan dievaluasi oleh terapis perawatan selama pelatihan dan sekitar 3 bulan setelah pelatihan berakhir. Pemrosesan visual-perseptual meningkat di semua domain kecuali memori visual. Perbaikan berkisar dari perubahan persentil ke-4 dalam form constancy sampai perubahan persentil ke-70 dalam diskriminasi visual (lihat Tab. 2 untuk semua hasil pemrosesan visualperseptual).

Kontrol postural membaik dalam pengukuran yang berbeda-beda. Ada yang perbaikannya lebih besar pada ekstremitas bawah dan berkurangnya ketergantungan pada walker dalam kondisi mata tertutup. Ayunan tubuh berkurang sekitar 60% dalam keadaan mata terbuka maupun tertutup. Distribusi bobot medial-lateral menjadi lebih simetris selama kondisi mata tertutup dan lebih simetris dalam arah anterior-posterior dengan mata terbuka (lihat Tab. 3 untuk semua hasil kontrol postural). Mobilitas fungsional (ambulasi dengan kruk lengan bawah) diukur oleh terapis fisik selama sesi perawatan. Hasilnya meningkat selama pelatihan (dari 15 ft [4,6 m] sampai 150 ft [45,7 m]) dan terus meningkat menjadi 250 ft (76,2 m) setelah pelatihan (Gambar 3). Jarak ini tidak pernah telah dicapai atau dipertahankan oleh pasien sebelum pelatihan.

Diskusi Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menggambarkan kelayakan dan hasil dari menggabungkan Wii sebagai intervensi untuk remaja dengan CP. Pengenalan Wii untuk siswa ini adalah layak. Jadwal kelasnya disesuaikan untuk memungkinkan 2 atau 3 mingguan sesi pelatihan, untuk total 11 sesi. Intervensi itu diberikan selama musim panas ketika penjadwalan dalam sekolah lebih fleksibel. Siswa mampu mandiri berjalan ke sesi. ia tiba segera dan terlibat untuk sepanjang waktu. Sesi tersebut diawasi oleh dua orang (yaitu mahasiswa DPT, fakultas, atau klinisi). Dua orang dibutuhkan karena semua sesi diamati dan didokumentasikan. Kami berharap bahwa satu orang akan mampu memimpin sesi, sehingga meningkatkan kelayakan pelaksanaan terapi ini di klinik. Klinik tersebut sudah memiliki satu set televisi dalam ruang terapi, sehingga hanya diperlukan pembelian Wii untuk melanjutkan terapi yang telah dimulai dalam laporan kasus ini. Sesi pelatihan in-service yang kami sediakan untuk staf klinik setelah intervensi percobaan melihat adanya ketertarikan untuk melakukan pembelian. Siswa lain diidentifikasi oleh para staf untuk menjadi kandidat dalam percobaan dengan intervensi serupa. Kognisi dan motivasi penting dalam pertimbangan dalam memilih pasien tersebut. Peringkat IQ-nya rendah dan dia dilaporkan memiliki defisit perhatian, di mana keduanya diidentifikasi sebagai hambatan dalam pelatihan VR. Namun, dia baru-baru ini meningkatkan perhatiannya dan termotivasi untuk mencoba sistem tersebut, sebagian didasarkan pada pengalaman sebelumnya dengan sistem game yang telah tersedia secara komersial. Oleh karena itu, kami percaya bahwa ia akan memiliki perhatian sesuai persyaratan minimum dan motivasi untuk mencapai beragam target terapi. Konsisten dengan pekerjaan sebelumnya,

kami meningkatkan motivasinya dengan memberikannya kendali dalam pemilihan tugas dan kreativitas dalam perencanaan sesi. Kapabilitas sistem untuk multiple-player sangat layak serta memfasilitasi interaksi sosial dan manfaat terapeutik yang tidak terduga. Pada sesi ke-10, kami memperkenalkan seorang anak yang berkembang tipikal sebagai pemain kedua. Selama sesi tersebut, kami mengamati pergiliran, pembagian strategi, dan pemberian semangat. Pada sesi berikutnya, pasien sepenuhnya mengubah strategi bolingnya, dan dilaporkan bahwa dia menggunakan strategi dari anak yang berkembang tipikal tersebut. Perubahan dalam strategi berdasarkan peragaan dapat menjelaskan perbaikan skor pada game bolingnya dari 119 menjadi 157 poin yang terus dia pertahankan sampai sesi berikutnya ketika dia mencetak skor 160 poin. Kelayakan penggunaan jangka panjang dapat ditingkatkan dengan kemampuan sistem dalam multiple-player. Selama sesi kesembilan, kami mengamati penuruna antusiasme dan ketertarikan pasien dalam game tersebut. Dia melaporkan, "Saya sangat senang pada awalnya, tapi saya tetap menyukai ini," dan "Saya tidak bermasalah dengan game-nya, tetapi game baru akan membuat ini lebih menyenangkan." Kami memperkenalkan pemain baru dan mengamati bahwa ia mempertahankan minatnya dalam tugas selama 8 menit tanpa gangguan dan tidak memerlukan petunjuk verbal. Sebuah sistem game yang mengakomodasi beberapa pemain bisa melibatkan beberapa pasien sekaligus dan dapat menawarkan efisiensi dalam pelaksanaan terapi. Penting untuk digarisbawahi bahwa ada banyak keputusan klinis yang dibuat oleh terapis selama pelatihan tersebut, dansetidaknya untuk pasien initidak disarankan atau tidak aman baginya untuk berlatih sendiri. Kelayakan untuk menerapkan beberapa dari pelatihan di rumah, seperti yang telah dilakukan oleh peneliti lain, memerlukan penelitian lebih lanjut. Intervensi game dirancang untuk mencapai tiga target terapeutik: kontrol postural, mobilitas fungsional, dan pemrosesan visual-perseptual. Mobilitas fungsional dicapai secara tidak langsung dengan menggabungkan pemrosesan visual-perseptual, kontrol postural, dan pelatihan ketahanan dalam posisi berdiri. Kami memperkirakan bahwa perbaikan bisa diperoleh pada hasil yang dilatih langsung. Kami kurang yakin apakah akan dampak positif dalam hal berjalan. Kami memperkirakan bahwa pengolahan visual-perseptual membaik karena itu dipraktekkan di semua game. Peningkatan terbesar pasien adalah dalam diskriminasi visual, di mana persentil ke-75 pasca intervensinya menempatkan dia dalam ambang batas normal. Peningkatan kinerja pada beberapa subtes, seperti 100% perbaikan dalam figure-ground,

sangat mudah untuk diinterpretasikan berdasarkan pada hubungan figure-ground yang terdapat pada masing-masing game. Game-game ini mewakili lingkungan nyata dan memerlukan pencarian ciri-ciri tertentu yang relevan pada latar belakang. Misalnya, game golf membutuhkan pemain untuk menemukan bendera merah dan lubang di lautan warna hijau dan pepohonan. Perbaikan lain, seperti visual closure, lebih sulit untuk dijelaskan. Kami tidak tahu mengapa skor memori visual menurun, di mana merupakan satu-satunya nilai yang tidak meningkat. Ada bukti dalam literatur bahwa defisit visual-perseptual bisa direhabilitasi baik untuk anak-anak yang sehat maupun anak-anak dengan CP. Hal ini penting meskipun bahwa pelatihan visual-persepsi terjadi dalam konteks tindakan. Dalam laporan kasus ini, penekanan pelatihan adalah pada kinerja tugas dalam VE. Pendekatan pelatihan ini lebih kepada merangsang tindakan motorik yang memerlukan visual-perseptual ketimbang pelatihan persepsi visual-spasial dalam isolasi. Pendekatan pelatihan ini konsisten dengan gagasan bahwa perlu melibatkan individu dalam tindakan motorik untuk memperoleh kemampuan pemrosesan spasial. Kontrol postural, yang diukur dengan distribusi berat dan jumlah ayunan dalam posisi berdiri, meningkat setelah pelatihan. Selama kondisi mata tertutup, distribusi berat pasien antara ekstremitas bawah menjadi lebih simetris. Penurunan ayunan yang diamati setelah pelatihan dapat ditafsirkan sebagai tanda peningkatan stabilitas saat berdiri. Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian oleh Shumway-Cook et al, di mana pelatihan keseimbangan menghasilkan penurunan ayunan pada anak-anak dengan CP. Pelatihan yang diberikan dalam kasus ini mengombinasikan pelatihan keseimbangan dengan penglihatan dan perhatian diarahkan pada permainan ketimbang mempertahankan keseimbangan, yang kami percaya merangsang sistem proprioseptif-vestibular. Proporsi waktu yang dihabiskan untuk pelatihan dalam posisi berdiri bervariasi dari minggu ke minggu dan berkisar dari yang terendah 35% sampai yang tertinggi 50%. Waktu pelatihan tunggal terpanjang dalam posisi berdiri adalah 34 menit. Menariknya, waktu ini jauh melebihi target terapi berdiri 5 menit yang dilibatkan dalam jadwal kegiatan untuk tahun ajaran sekolah yang akan datang. Yang penting, saran terapis untuk meningkatkan postur adalah untuk meningkatkan kinerja dalam game. Seperti halnya pemrosesan visualperseptual, perhatian akan terfokus pada game dan kinerja dalam lingkungan game ketimbang mengurusi postur. Durasi dan intensitas pelatihan yang difasilitasi oleh game Wii membedakan intervensi keseimbangan ini dengan terapi fisik yang sekarang tersedia sebagai standar perawatan.

Peralihan pelatihan dari game ke berjalan merupakan temuan penting dengan implikasi terapi, meskipun data ini harus ditafsirkan dengan hati-hati karena mereka dikumpulkan dari grafik pasien. Penelitian di masa depan harus mencakup 6 menit tes jalan kaki untuk mengukur ketahanan berjalan. Kami memperkirakan bahwa baik pemrosesan visual-perseptual maupun pelatihan kontrol postural yang digabungkan dengan ketahanan dapat menjelaskan perbaikan pasien kami dalam mobilitas fungsional. Penulis lain menunjukkan bahwa pelatihan unsur yang terkait dengan tugas keseimbangan dapat berefek ke seluruh tugas. Ada juga hasil penelitian di mana pelatihan tugas visual-spasial di dunia maya berhubungan dengan membaiknya way-finding dalam dunia nyata. Pada orang pasca stroke, pelatihan aspek gait ekstremitas bawah yang relevan dalam VE telah terbukti berhubungan dengan membaiknya berjalan di dunia nyata. Namun, kita tidak mengetahui adanya hasil penelitian serupa pada anak dengan CP. Ada berbagai penjelasan mengapa pasien kami membaik setelah pelatihan dengan sistem game. Satu penjelasan mungkin karena intensitas pengobatan. Dia tentu saja melebihi durasi tugas yang berhubungan dengan sesi terapinya, juga termasuk repetisinya. Pelatihan ini juga menjadi task driven dan membutuhkan problem solving. Fitur-fitur dari pelatihan ini telah tampak dapat mendukung perubahan perilaku serta plastisitas saraf pada anak dengan CP. Akhirnya umpan balik multisensori yang disediakan oleh sistem dapat menjelaskan perbaikan dalam kinerja dan belajar. Umpan balik meliputi auditori, visual, dan haptic information bersama dengan penyediaan KP dan KR. Semua mekanisme hipotesis ini dapat dipertanggungjawabkan dalam pengujian. Selain itu, akan menjadi hal yang menarik untuk membandingkan hasil pelatihan antara sistem ini dengan yang lainnya seperti Sony Playstation 2.

Ringkasan Sebuah sistem game komersial dan murah diujicobakan pada remaja dengan CP. Dia terlibat dalam sebelas sesi pelatihan untuk menambah program rehabilitasinya yang telah ada, dua di antaranya melibatkan pemain lainnya. Kelayakan penggunaan sistem ini dalam sekolah selama sesi musim panas sangat didukung. Perbaikan dalam kontrol postur, pengolahan visual-perseptual, dan mobilitas fungsional diukur setelah pelatihan. Menurut sepengetahuan kami, ini adalah laporan pertama yang dipublikasikan tentang penggunaan Wii untuk meningkatkan terapi pada penderita CP.

Anda mungkin juga menyukai