Anda di halaman 1dari 25

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Produk Bioinsektisida
Hofte dan Whiteley (1989) dalam Bahagiawati (2002) menyebutkan bahwa mikroorganisme Bacillus thuringiensis (Gambar 2) merupakan bakteri gram positif yang menghasilkan kristal protein yang bersifat toksik yang disebut -endotoksin/delta-endotoksin (Gambar 3). Kristal ini dihasilkan saat masa sporulasi bakteri (Gambar 4).

Gambar 2. Sel Bacillus thuringiensis


Sumber : blass.com.au/definitions/bacillus

Gambar 3. Kristal -endotoksin perbesaran 6400x


Sumber : milksci.unizar.es/bioquimica/tem...cos.html

Gambar 4. Sporulasi bakteri


Sumber : www3.imperial.ac.uk/people/d.wri...research

Gen pengkode kristal yang dihasilkan disebut Cry (Crystal), digunakan untuk mengklasifikasikan strain Bacillus thuringiensis (selanjutnya disebut Bt). Cry diklasifikasikan menjadi 8 kelas sesuai spesifikasi jenis serangga yang dapat dimatikan. Klasifikasi tersebut dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi gen Cry Bt
No Kelas Contoh Toksik Terhadap Kelompok Hama 1 I Cry 1Aa, Cry 1Ab, Cry 1Ac, Cry 1Cb, Cry 1F Lepidoptera 2 II Cry IIA, Cry IIB, Cry IIC Lepidoptera 3 III Cry IIIA, Cry IIIB, Cry IIIC Koleoptera 4 IV Cry IVB, Cry IVC Diptera 5 V Cry V Lepidoptera dan Koleptera 6 VI Cry VI Nematoda 7 IX Cry IXF Lepidoptera 8 X Cry X Lepidoptera Sumber: Margino dan Mangundiharjo (2002) dalam Bahagiawati (2002)

Produk ini dijual dalam bentuk konsentrat cair, serbuk, atau granula. Untuk sifat patogenitas dari bakteri ini, dalam Hilwan et al (2006) dikelompokkan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe patogenitas Bt


No 1 2 Strain Bt subsp. aizawai Bt subsp. kurstaki Tipe Patogenitas Spesifik untuk ordo Lepidoptera dan Diptera Spesifik untuk ordo Lepidoptera (Moth, kupukupu, dll) Spesifik untuk ordo Diptera (Nyamuk, lalat rumah, Midges, Crane flies, Two winged flies, dll) Spesifik untuk ordo Coleoptera (kumbang, dll) Jenis Gen Cry II Cry I Contoh Produk di Pasar (ProdukProdusen) Certan-Sandoz Dipel-Abbot Bactospeine- Philip Duphar Thuricide, Javelin-Sandoz Vectobac-Abbot Bactimos-Philip Duphar Teknar-Sandoz

Bt subsp. israelensis

Cry III

Btsubsp. san diego

Cry IV

Trident-Sandoz M-One - Mycogen

Sumber : Hilwan et al (2006)

Bta pertama kali disebutkan oleh Bonnefi dan de Barjac pada tahun 1963. Hingga tahun 2000, terdapat beberapa merek bioinsektisida Bta yang sudah dikenal di Eropa, Amerika, dan Asia Timur. Merek-merek yang telah beredar di pasar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.Produk-produk Bta
No Merek Objek Hama Produsen/ Referensi 1 Xentari/ Zentari/Centari Lepidoptera Abbot 2 Certan Wax moth/lepidoptera Sandoz 3 Clorbac Lepidoptera Federici * 4 Design WSP Lepidoptera Mascarenhas et al ** 5 Florbac Diamond black moth/ lepidoptera Abbot 6 Quark Abbot 7 Selectzin Lepidoptera Poland *** 8 Turex Lepidoptera Thermo Trilogy Sumber : Glare et al (2000) Keterangan : * = Federici,B.A 1999. Bacillus thuringiensis.Handbook of Biological Control ** = Mascarenhas, R.N et al 1998. Resistance monitoring to Bacillus thuringiensis insectisicdes for soybean loopers (lepidoptera : Noctucdae) *** = Negara produsen

Industri yang menghasilkan bioinsektisida masih sustainable di Amerika Serikat dan negaranegara Eropa dengan rataan penggunaan dosis + (2,5-12,4) gram/ha pada lahan pertanian mereka (Hilwan et al 2006). Produk ini sudah diimpor Indonesia untuk pembasmian hama, dengan harga jual realtif lebih mahal dibanding insektisida. Harga bioinsektisida adalah dua hingga tiga kali harga insektisida untuk konsetrasi yang sama. Harga yang relatif tinggi ini disebabkan produk dijual dalam bentuk konsentrat tinggi, produk masih diimpor, dan belum terbangunnya jaringan pasar pertanian organik secara massal ke semua lapisan masyarakat. Di Indonesia, bioinsektisida dikenal sebagai Insektisida Biologi. Untuk mendukung keberlangsungan industri ini dibutuhkan dukungan regulasi, tingkat kesejahteraan masyarakat yang memadai, dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang baik. Pasar insektisida di Indonesia dapat ditunjukkan oleh data impor dan produksi insektisida hingga tahun 2010 pada Tabel 4.

Tabel 4. Data impor dan produksi insektisida di Indonesia


Tahun 2007 2008 2009 2010 (Jan-Feb) Sumber : Depperin (2010) Ekspor Insektisida Dalam kg Dalam US$ 103.815.562 47.218.898 43.551.577 66.822.331 45.885.889 86.455.061 9.419.842 17.032.411 Impor Insektisida Dalam kg Dalam US$ 8.285.950 37.545.132 9.244.243 60.601.759 7.429.138 71.009.115 1.234.293 9.860.991

Data di atas menunjukkan fluktuasi penggunaan insektisida yang cenderung menurun. Pada kondisi yang sama di tahun 2002, Hilwan et al (2006) menyebutkan bahwa fluktuasi ini disebabkan oleh mulai munculnya kesadaran masyarakat akan penggunaan bahaya akumulasi penggunaan insektisida kimia untuk lahan pertanian. Ditambahkan, bahwa hal ini didukung Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 mengenai pembatasan pemakaian insektisida. Kecenderungan penurunan pemakaian insektisida ini perlu diimbangi dengan produk subtitusi. Hal ini diperlukan, karena pada dasarnya kebutuhan akan insektisida tetap tinggi, namun karena kesadaran masyarakat akan lingkungan meningkat maka pemakaian menurun. Pengembangan industri bioinsektisida secara lokal dapat menjadi solusi subtitusi produk insektisida kimia. Informasi pada Tabel 2 menyebutkan bahwa bioinsektisida Bta bersifat spesifik untuk jenis serangga ordo Lepidoptera dan Diptera. Ulat Kubis/Croccidolomia pavonana dan ulat Grayak/ Spodoptera litura merupakan hama ulat dengan ordo Lepidoptera (Gambar 5,6,7, dan 8). Hama ulat Kubis merupakan hama utama tanaman kubis-kubisan seperti kubis, sawi, lobak, dan brokoli. Hama ini menyebabkan kerusakan krop (bulatan daun) kubis, bahkan jika yang diserang adalah tanaman muda, mengakibatkan krop tidak terbentuk (Sarfat 2010). Hama ulat Grayak bekerja pada malam hari dan pada siang hari bersembunyi di bawah permukaan tanah. Jenis tanaman yang umum diserang adalah padi, jagung, kedelai, kol, sesawian, tomat, dan beragam jenis tanaman pangan lainnya. Kerugian yang diakibatkan oleh hama ini dapat mencapai 100 %, karena dalam waktu satu malam ulat ini dapat memakan semua pucuk tanaman. Akibatnya, tanaman mati karena pucuk tanaman habis dan daun-daunnya berlubang (Wikipedia 2010). Untuk mengatasi hal ini, umumnya petani melakukan perawatan rutin setiap hari dan menyemprot tanaman mereka dengan insektisida. Kerusakan akibat kedua hama dijelaskan pada Gambar 9.

Gambar 5. Larva Spodoptera litura (Sumber : MediaIndonesia.com 2010)

Gambar 6. Ulat Spodoptera litura dewasa (Sumber : id.Wikipedia.org 2010)

Gambar 7. Larva ulat Crocidolomia pavonana (Sumber : http://web2.gov.mb.ca 2010 )

Gambar 8. Ngengat Crocidolomia pavonana dewasa (Sumber : Kementan 2011)

Gambar 9. Kerusakan pada kubis (Sumber : Kementan 2010 dan http://web2.gov.mb.ca 2010) Pemakaian insektisida dapat berdampak toksik, jika penggunaan dilakukan dalam dosis berlebihan dan secara terus-menerus dalam kurun waktu lama. Dampak toksik tersebut ditandai dengan turut matinya mikroba dan hewan bermanfaat seperti mikroba pengurai dalam tanah dan cacing. Oleh karena itu pemakaian bioinsektisida yang bersifat spesifik dapat mengurangi dampak kerugian dari pemakaian insektisida kimia.

B. Studi Kelayakan Proyek B.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Proyek


Soeharto (2002) menjelaskan bahwa proyek merupakan suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu, dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk dengan kriteria mutu yang telah digariskan dengan jelas. Mingus (2006) mendefinisikan proyek sebagai urutan tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang unik dalam kerangka waktu yang ditetapkan. Menurut Project Management Institute (2000) dalam Mingus (2006), proyek merupakan usaha temporer yang dilakukan untuk menciptakan produk atau jasa yang unik. Berdasar hal ini, diperoleh ciri pokok dari proyek, yaitu: 1. Bersifat sementara, titik awal dan akhir kegiatan ditentukan dengan jelas. 2. Bersifat non rutin/ tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Mingus (2006) menyebutkan bahwa parameter keberhasilan suatu proyek ditinjau dari lima hal yaitu biaya, waktu, cakupan, kualitas, dan sumber daya. Waktu adalah periode yang digunakan untuk menyelesaikan proyek. Biaya adalah keseluruhan dana yang dikeluarkan untuk menjalankan proyek. Cakupan adalah jumlah kerja yang harus

dikerjakan dalam proyek. Kualitas adalah kemampuan produk untuk memuaskan konsumen/klien. Sumberdaya adalah keseluruhan aspek yang digunakan kemanfaatannya untuk berjalannya proyek. Gambaran hubungan kelima parameter tersebut adalah seperti pada Gambar 10.

Waktu Kualitas Sumber daya

Biaya

Cakupan

Gambar 10. Hubungan Cakupan, Waktu dan Biaya Proyek (Mingus 2006) Kelima parameter bersifat saling mempengaruhi. Hubungan tersebut direpresentasikan dalam lima pertanyaan berikut: 1. Apakah proyek berjalan tepat waktu? [waktu] 2. Apakah proyek berjalan sesuai anggaran? [biaya] 3. Apakah tujuan proyek terpenuhi? [cakupan] 4. Apakah konsumen/klien puas? [kualitas] 5. Apakah tidak ada kerusakan pada sumber daya, baik tim, hubungan antar tim, dan peralatan? [sumber daya] Penambahan cakupan kegiatan akan menambah waktu dan biaya. Penambahan ini juga berdampak pada penambahan sumber daya yang digunakan. Dalam penambahan kegiatan, kualitas hasil proyek harus tetap stabil . Ketidakberimbangan antara kelima faktor tersebut akan mengakibatkan kerusakan pada sumber daya atau penurunan kualitas. Menurut Soeharto (2002), proyek dapat berasal dari beberapa sumber berikut ini: 1. Rencana Pemerintah; proyek-proyek yang digunakan untuk kepentingan umum dan masyarakat. Misalnya proyek pembangunan jalan, bandara, bendungan dan lain lain. 2. Permintaan pasar; hal ini terjadi jika suatu pasar memerlukan kenaikan jenis produk dalam jumlah produk. Permintaan tersebut dapat dipenuhi dengan jalan membangun sarana produksi baru. 3. Dari kebutuhan internal suatu perusahaan; hal ini terjadi jika terdapat desakan keperluan untuk meningkatkan suatu hasil kerja. Misalnya proyek pembaruan sistem informasi perusahaan, pembangunan pabrik baru dan lain lain. 4. Dari kegiatan penelitian dan pengembangan; dari kegiatan tersebut dihasilkan suatu produk yang diperkirakan akan banyak memberikan manfaat. Misalnya pengadaan obat-obatan dan bahan kimia lainnya. Dalam perealisasian proyek, darimanapun sumber proyek tersebut akan melewati tiga tahapan siklus proyek pada Gambar 1. Perencanaan keseluruhan proyek dimulai pada tahap pra investasi, Kegiatan pra invetasi ini meliputi pembuatan studi pra kelayakan dan studi kelayakan. Studi kelayakan dibuat berdasar hasil studi pra kelayakan. Masing-masing studi memiliki aspek-aspek yang harus dikaji (UNIDO 1991).

B.2. Pengertian dan Aspek Kajian Kelayakan B.2.1 Pengertian Studi Pra Kelayakan
Studi pra kelayakan merupakan studi yang dilakukan berdasar hasil pengembangan suatu konsep produk atau jasa. Tujuan utama studi ini adalah mengetahui konsisi ideal suatu produk sebelum dikembangkan menjadi skala produksi yang lebih besar. Cakupan studi meliputi aspek pasar, teknis, dan finansial. Pada aspek pasar dilakukan analisis mengenai kondisi pasar yang akan dimasuki suatu produk atau jasa. Pada aspek teknis dilakukan analisis mengenai teknologi proses produksi, dan peralatan produksi dalam kondisi ideal (pilot). Pada aspek finansial dilakukan analisis mengenai peluang permodalan yang ada dan kondisi kemampuan modal yang saat ini dimiliki (Soeharto 1999). Studi ini memiliki cakupan studi yang sedikit, namun cukup untuk merepresentasikan peluang produk yang akan dikembangkan. Jika hasil analisis adalah produk dinilai memiliki peluang besar dalam persaingan pasar, maka analisis dilanjutkan pada studi kelayakan. Namun jika hasil akhirnya dinilai memiliki peluang kecil, rencana pengembangan dapat dihentikan sejak dini atau dilakukan peninjauan ulang (Soeharto 2002).

B.2.2. Pengertian Studi Kelayakan


Studi kelayakan merupakan studi lanjutan dari studi pra kelayakan. Produk dapat mencapai kondisi layak pada studi pra kelayakan, namun belum tentu mencapai layak ketika ditranslasikan dalam skala industri pada studi kelayakan. Cakupan analisis pada studi kelayakan lebih luas, karena hasil analisis inilah yang akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan proyek. UNIDO (1991) menjelaskan, studi kelayakan merupakan studi yang bertujuan untuk mereduksi pekerjaan-pekerjaan yang tidak berguna, menciptakan rangkaian pekerjaan secara komprehensif, dan menginformasikan peraturan-peraturan yang dapat dijadikan acuan oleh para pelaku industri saat berhubungan dengan stakeholder lain. Suratman (2002) mendefinisikan studi kelayakan sebagai studi untuk menilai proyek yang akan dikerjakan di masa mendatang. Penilaian di sini adalah memberikan rekomendasi apakah suatu proyek layak dikerjakan atau ditunda terlebih dahulu dengan saran-saran pengembangan. Soeharto (2002) menjelaskan studi kelayakan merupakan studi menyeluruh terhadap seluruh aspek kelayakan proyek/ investasi. Nurmalina et al (2009) menyebutkan bahwa studi kelayakan merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi dapat memberikan manfaat atau hasil jika dilaksanakan. Berdasarkan keseluruhan defnisi tersebut dapat disimpulkan bahwa studi kelayakan merupakan suatu studi menyeluruh terhadap aspek-aspek kelayakan proyek guna menciptakan rangkaian pekerjaan secara komprehensif untuk mengetahui apakah suatu proyek layak dijalankan atau tidak.

B.2.3. Aspek Kajian Studi Kelayakan


Proyek bersifat temporal. Dalam suatu batas waktu, dilakukan pemanfaatan sumber daya untuk menghasilkan suatu produk atau jasa. Namun untuk mencapai tahap pelaksanaan proyek tersebut terdapat sistematika pengkajian aspek-aspek yang harus dilakukan. Aspek-aspek tersebut adalah aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, finansial, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), serta manajemen (Suratman 2002). Aspek-aspek tersebut merupakan aspek umum yang harus dianalisis dalam suatu studi kelayakan proyek. Secara baku, UNIDO (1991) menentukan aspek kajian kelayakan mencakup (1)Pasar dan konsep pemasaran, (2)Bahan baku dan penyediaannya, (3)Lokasi, tata letak, dan lingkungan, (4)Teknis dan teknologis, (5)Organisasi dan biaya keseluruhan, (6)Sumber daya manusia, (7)Perencanaan biaya, serta (8)Analisis finansial dan pendekatan investasi. Umar (2003) mengklasifikasi materi yang diteliti dalam studi kelayakan menjadi 3 komponen, seperti pada Tabel 5.

10

Tabel 5. Materi dalam studi kelayakan


No 1 2 Komponen Pasar Internal Perusahaan Aspek yang Diteliti Pasar Konsumen dan Produsen Pemasaran Teknik dan Teknologi Manajemen Sumber daya Manusia Keuangan Politik, Ekonomi, dan Sosial Lingkungan Industri Yuridis (Legal) Lingkungan hidup

Lingkungan

Sumber : Umar (2003)

Menurut Nurmalita et al (2009), materi kajian dalam studi kelayakan dapat dibagi menjadi 6 aspek yaitu aspek pasar , aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, aspek lingkungan, aspek finansial (keuangan). Ruang lingkup materi telaah ini bergantung pada tujuan yang dititikberakan pada pembuatan studi kelayakan. Pada penelitian ini, aspek yang diteliti mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek legal dan yuridis, aspek teknis dan teknologis, aspek lingkungan, aspek manajemen, aspek finansial, dan aspek strategi pengembangan. Penjelasan keseluruhan aspek tersebut adalah sebagai berikut:

B.2.3.1. Aspek Pasar dan Pemasaran i. Pasar


Umar (2003) menjelaskan bahwa pasar merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk belanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Terdapat 3 faktor yang menunjang terjadinya pasar yaitu subyek dengan segala keinginannya, daya beli subyek, dan tingkah laku subyek. Ukuran pasar ditentukan oleh permintaan konsumen akan produk dan skala industri menentukan jumlah penawaran produk kepada konsumen. Amir (2005) mempersempit definisi pasar menjadi pihak-pihak yang membeli produk kita saat ini dan berpotensi untuk membeli produk kita. Pasar juga dibagi menjadi 2 yaitu pasar konsumen dan pasar bisnis. Pasar konsumen merupakan pihak secara individu yang membeli produk untuk dikonsumsi secara langsung sebagai pengguna akhir. Pasar bisnis merupakan pihak secara organisasi membeli barang untuk dikonsumsi, diolah kembali, atau dijual kembali. Soeharto (2002) menjelaskan bahwa pada aspek pasar terdapat dua tahap kajian. Pada kajian studi pra kelayakan, dilakukan analisis pendahuluan yang mencakup : 1. Sifat pasar; bagaimana kondisi persaingan pasar yang ada, besarnya permintaan akan produk, dan potensi pasar. 2. Perilaku konsumen; siapa yang menjadi konsumen, dorongan yang menyebabkan konsumen membeli, kapan dan dimana terjadi pembelian, volume penjualan berdasar musim atau relatif tetap. 3. Lingkungan pasar; bagaimana kondisi di luar pasar yang mencakup politik, kebijakan pemerintah, dan kondisi sosial masyarakat. Pada kajian studi kelayakan, dilakukan analisis yang mencakup: 1. Segmen pasar; ketentuan segmen pasar yang akan dijadikan sasaran. 2. Pola dan jaringan distribusi; bagaimana produk akan didistibusikan pada konsumen. 3. Promosi; pemilihan cara dan media promosi, serta besar skala promosi yang dilakukan.

11

ii. Pemasaran
Pemasaran merupakan konsep strategi penjualan produk untuk mencapai tujuan bisnis (UNIDO 1991). Strategi ini ditentukan setelah mengetahui kodisi pasar yang akan dimasuki. Analisis pemasaran berada dalam analisis studi kelayakan yang telah disebutkan di atas. Namun, Umar (2003) menjelaskan bahwa pemasaran dapat dilakukan melalui 3 langkah yaitu segmentasi pasar, pentargetan pasar, dan pemposisian pasar. Segmentasi pasar ditentukan dengan basis demografis (kependudukan), geografis (lokasi), dan psikografis (kebiasaan dan tingkah laku). Selanjutnya segmentasi pasar dapat dibagi menjadi 4 yaitu pemasaran segmen, pemasaran ceruk (niche), pemasaran lokal, dan pemasaran individual (Amir 2005). Berikut penjelasannya : 1. Pemasaran segmen : Pembagian kelompok pasar berdasar keinginan, daya beli, lokasi geografis, sikap, dan kebiasaan yang relatif serupa. Contoh: setiap petani membutuhkan pupuk NPK, setiap petani sayur membutuhkan insektisida. 2. Pemasaran niche : Pembagian kelompok pasar dari sebuah segmen pasar. Contoh: dalam pasar pupuk NPK, terdapat petani yang menggunakan pupuk Kujang, pupuk Pusri, dan pupuk Kaltim dan lain lain. 3. Pemasaran lokal : Pembagian pasar berdasar areal perdagangan tertentu. Contoh: penjualan pestisida akan berbeda untuk areal petani teh, petani sawit, dan petani kelapa pada daerah tertentu. 4. Pemasaran individual : Pemasaran produk langsung pada pengguna akhir. Contoh : penjualan pestisida pada petani-petani pemilik Perkebunan Rakyat. Pentargetan pasar merupakan tindakan lanjut dari segmentasi. Hasil segmentasi pasar adalah adanya informasi jumlah pasar. Pada pentargetan pasar dilakukan pemilihan, pada bagian mana dari sejumlah pasar yang dan akan diambil (Amir 2005). Pemposisian pasar merupakan tindakan memperhatikan bagaimana posisi perusahaan terhadap konsumen. Hal yang diperhatikan adalah keberadaan dan daya kompetitif pesaing (Umar 2003)

B.2.3.2. Aspek Legal dan Yuridis


Setiap negara memiliki peraturan tersendiri mengenai pendirian suatu industri baru. Panduan peraturan pendirian industri ditentukan di Indonesia oleh Undang-Undang yang dalam pelaksanaannya diatur oleh Kementrian Perindustrian. Etriya (2010) menjelaskan bahwa bentuk badan usaha terdiri dari dua kelompok yaitu Badan Usaha Tidak berbadan hukum dan Badan Usaha Berbadan hukum. Badan Usaha Tidak berbadan hukum terdiri dari Persekutuan, Firma (Fa), dan Persekutuan Komanditer (CV). Bentuk Badan Usaha Berbadan Hukum adalah Perseroan Terbatas. Berikut penjelasan masing-masing bentuk badan usaha:

i. Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum


i.1 Persekutuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pasal 618-1652 dalam Etriya (2010) mendefinisikan Persekutuan sebagai berikut: Suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang terjadi. Bentuk badan usaha ini memiliki ciri-ciri: 1. Setiap anggota bertanggung jawab sendiri-sendiri 2. Tidak mempunyai aset kekayaan 3. Menggunakan nama salah satu anggota dan tidak boleh menggunakan nama bersama 4. Setiap anggota tidak dapat mengikat anggoata lain, kecuali telah memberi kuasa

12

5. 6.

Bebas menentukan keuntungan dan kerugian Persekutuan bubar jika waktu perjanjian habis atau salah satu anggota meninggal

i.2 Firma Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 16-35 dalam Etriya (2010) mendefinisikan Firma sebagai berikut: Suatu usaha (perusahaan) yang didirikan untuk menjalankan suatu usaha di bawah nama bersama atau Firma. Firma yaitu nama yang digunakan untuk berusaha bersama-sama. Bentuk badan usaha ini memiiliki ciri-ciri: 1. Setiap anggota bertanggung jawab penuh terhadap perbuatan mitranya 2. Mempunyai aset kekayaan 3. Menggunakan nama bersama untuk firma 4. Anggota saling terikat dan tidak diperlukan surat kuasa 5. Firma dapat bubar jika salah satu anggota meninggal. Firma dapat terus berjalan dengan alternatif berikut: Firma lama bubar dan berganti dengan firma baru. Firma lama dapat tetap berjalan dengan mengganti anggota yang meninggal dengan anggota yang baru i.3 Persekutuan Komanditer (CV) Persekutuan Komanditer (CV) merupakan badan usaha yang terdiri dari 2 atau lebih orang yang terbagi menjadi 2 pihak yaitu Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Mitra aktif merupakan pengurus usaha hingga ke harta pribadinya, sedangkan mitra pasif hanya bertanggung jawab sebesar modal yang diberikan (Etriya 2010). Bentuk badan usaha ini memilki ciri-ciri: 1. Mitra aktif bertanggung jawab penuh terhadap badan usaha hingga aset pribadinya sedangkan mitra pasif bertanggung jawab sebesar modal yang diberikan 2. Mempunyai aset kekayaan 3. CV bubar jika anggota meninggal

ii. Badan Usaha Berbadan Hukum


Bentuk badan usaha ini secara umum adalah Perseroan Terbatas. Badan usaha ini adalah badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau lebih berdasarkan Akta Pendirian yang dibuat oleh pejabat pemerintah atau notaris, telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM, telah melaksanakan Wajib Daftar Perusahaan, dan telah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara (Etriya 2010). Badan usaha ini memiliki ciri-ciri: 1. Kepemilikan badan usaha ditentukan berdasar persentase saham 2. Mempunyai aset pribadi dan terpisah dari aset pribadi pemegang saham 3. Jika salah satu pemegang saham meninggal, perusahaan tetap berjalan 4. Saham dan piutang dapat diwariskan 5. Pembagian keuntungan berdasar proporsi kepemilikan saham 6. Kekuasaan tertinggi berada di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas memiliki 5 jenis bentuk berdasar pemodalannya yaitu sebagai berikut: 1. PT Tertutup, merupakan PT biasa dengan modal dasar minimal Rp 20.000.000. Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 1 tahun 1995. 2. PT Penanaman Modal Dalam Negeri, merupakan PT yang telah mendaftarkan dan memperoleh persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapat fasilitas penanaman modal. Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 6 tahun 1968 dan Undang-undang No 12 tahun 1970 tentang Penanaman Modal dalam Negeri.

13

3.

4.

5.

PT Penanaman Modal Asing, merupakan PT yang telah mendaftarkan dan memperoleh persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapat fasilitas penanaman modal asing (luar negeri). Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undangundang No 1 tahun 1967 dan Undang-undang No 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing. PT Terbuka, merupakan PT yang membuka dirinya untuk publik di Pasar Modal. Saham PT harus dimiliki minimal 300 pemegang saham, serta memiliki modal pada pasar Modal sebesar 3 milyar rupiah. Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 1 tahun 1995 dan Undang-undang No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. PT Perseroan, merupakan PT yang dimiliki 100% oleh negara dengan berbentuk Perusahaan Negara (PN). Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 9 tahun 1969 dan Undang-undang No 12 tahun 1998 tentang PT Persero.

B.2.3.3. Aspek Teknis dan Teknologis


Nurmalina (2009) menyebutkan bahwa aspek teknis merupakan perencanaan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah pembangunan fisik selesai. Pada industri manufaktur, Umar (2003) mengelompokkan permasalahan teknis dan teknologis menjadi 3 yaitu: a. Kelompok masalah Posisi Perusahaan, yaitu masalah sesuai tidaknya keberadaan perusahaan dengan kebutuhan masyarakat. Persoalan-persoalan utamanya adalah: Pemilihan strategi produksi Pemilihan dan perencanaan produk

Perencanaan kualitas b. Kelompok masalah Desain, yaitu masalah desain operasi yang meliputi letak pabrik, tata letak ruangan, lingkungan kerja, proses operasi, teknologi yang digunakan, dan rencana kapasitas mesin yang digunakan. Persoalan-persoalan utamanya adalah: Pemilihan teknologi Perencanaan lokasi pabrik Perencanaan kapasitas pabrik Perencanaan tata letak pabrik c. Kelompok Masalah Operasional, yaitu masalah yang timbul saat industri sudah beroperasi. Persoalan-persoalan utamanya adalah : Perencanaan jumlah produksi Manajemen persediaan Materials Requirement Planning Pengawasan kualitas produk

Permasalahan teknis dan teknologis dalam Nurmalina et al (2009) lebih ditekankan pada permasalahan desain. Hal yang dikaji adalah lokasi industri, luas produksi, proses produksi, layout industri, serta pemilihan jenis teknologi dan peralatan. Variabel utama untuk menentukan lokasi industri adalah ketersediaan bahan baku, lokasi pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, tenaga kerja, dan fasilitas transportasi. Variabel lainnya yang patut diperhatikan adalah iklim daerah, sikap masayarakat sekitar, dan rencana masa depan perusahaan. Luas produksi merupakan jumlah produk yang harus diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Variabel yang diperhatikan adalah ukuran pasar yang telah ditentukan, kapasitas ekonomis mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan manajemen dan finansial perusahaan, dan kemungkinan adanya perubahan teknologi yang lebih baik (Nurmalina et al 2009). Proses produksi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu batch, kontinu, dan semi kontinu. Pemilihan tipe proses disesuaikan dengan karakteristik produk. Secara umum untuk tipe proses kontinu membutuhkan peralatan dengan teknologi handal (Ahmad 2003 dalam Nurmalina et al 2009). Pemilihan teknologi yang digunakan

14

dapat mengikuti tipe proses yang dipakai dan karakteristik bahan baku. Layout industri merupakan gambaran penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk evaluasi layout pabrik adalah adanya konsistensi dengan teknologi produksi, adanya kelancaran arus produksi, penggunaan ruang yang optimal, terdapat kemungkinan kemudahan melakukan penyesuaian, minimasi biaya produksi dan adanya jaminan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Apple (1990) menjelaskan bahwa, pola aliran barang atau alur arus barang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu : 1. Pola aliran lurus, digunakan untuk proses produksi yang pendek, relatif sederhana, dan hanya menggunakan komponen atau peralatan yang sedikit (Gambar 11). 2. Pola aliran ular atau zig-zag, digunakan untuk proses yang lintasannya lebih panjang dibanding ruangan yang digunakan. Lintasan yang berkelok-kelok memberikan total lintasan yang lebih panjang (Gambar 12). 3. Pola aliran U, digunakan untuk proses yang produk akhirnya ditujukan berdekatan dengan tempat awal proses karena alasan pemakaian mesin bersama, desain tata ruang, atau seperti alasan pada pola aliran ular (Gambar 12). 4. Pola aliran melingkar, digunakan pada proses yang terdapat 2 atau 3 titik proses yang menggunakan mesin yang sama (Gambar 12). 5. Pola aliran sudut ganjil, pola ini merupakan pola sembarang yang digunakan jika pola yang lain tidak memungkinkan digunakan (Gambar 12).
1 2 3 4 5 6

Gambar 11. Pola aliran barang industri bioinsektisida (Apple 1990 dengan penyesuaian)

1 1 5 3 8 9 4 5 2 4 6 7 3 1 2 7 6 2 3 4 5 6 1 7 4 5 6 7 3 2

(a). Pola Zig-zag (b). Pola U (c). Pola Melingkar Gambar 12. Pola-pola aliran barang (Apple 1990 dengan penyesuaian)

(d) Pola Sembarang

Pola aliran barang merupakan dasar penataan ruang. Tata letak ruang dipengaruhi oleh diagram alir produksi. Terdapat ruang yang mutlak berdekatan atau sebaliknya. Muther (1973) dalam Apple (1990) menjelaskan bahwa pola tata ruang dapat ditentukan dengan metode Total Closeness Rate. Metode Total Closeness Rate merupakan metode yang menghitung tingkat kepentingan kedekatan ruang dengan keterangan sebagai berikut : 1. A = Absolutely necessary, mutlak harus berdekatan, nilai V (rij = A) = 34 = 81 2. E = Especially important, membutuhkan kedekatan khusus, nilai V (rij = E) = 33 = 27 3. I = Important, penting berdekatan, nilai V (rij = I) = 32 = 9 4. O = Ordinary, bisa berdekatan atau tidak, nilai V (rij = O) = 31 = 3 5. U = Unimportant, tidak penting berdekatan, nilai V (rij = U) = 3o= 1 6. X = Not desirable, mutlak harus berjauhan, nilai V (rij = X) = -243

15

Metode ini digunakan untuk industri yang memiliki kegiatan kompleks dimana setiap kegiatan dalam industri memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi kuat. Metode ini umum digunakan pada industri manufaktur (Apple 1990).

B.2.3.4. Aspek Lingkungan


Aspek lingkungan dapat dibagi menjadi dua bagian analisis yaitu lingkungan industri dan lingkungan hidup. Lingkungan industri merupakan komponen-komponen diluar perusahaan yang masih bersinggungan langsung dengan operasional perusahaan. Komponen-komponen tersebut diantaranya pesaing, pemasok bahan baku, dan pembeli. Lingkungan hidup merupakan ekosistem dimana industri tersebut berada (Umar 2003). Lingkungan industri akan dibahas pada aspek pasar dan pemasaran. Pada aspek ini, analisis akan lebih ditekankan pada aspek lingkungan hidup. Secara umum untuk pendirian suatu industri, suatu perusahaan harus memenuhi persyaratan AMDAL. Hal tersebut merupakan konsep yang dikembangkan oleh negara-negara maju sejak tahun 1970 dengan nama Environmental Impact Analysis atau Environmental Imppact Assesment (EIA). AMDAL harus dilakukan karena ini merupakan peraturan pemerintah dan agar dapat dialakukan tindakan antisipatif untuk tetap menjaga kualitas lingkungan melalui beroperasinya proyek industri. Salah satu aspek AMDAL yang diperhatikan adalah penanganan limbah (Umar 2003). Metode penanganan limbah terdiri dari tiga tingkatan yaitu pengolahan primer, sekunder, dan tersier/ advance. Pengolahan primer merupakan pengolahan untuk mengurangi nilai variasi limbah, menetralkan nilai pH, dan membentuk flokulan-flokulan limbah agar mudah dipisahkan. Pengolahan sekunder dilakukan jika pengolahan primer tidak cukup. Fungsi pengolahan ini adalah untuk mengurangi nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan untuk mempersiapkan efluent yang akan diolah pada pengolahan tersier. Pengolahan Tersier dilakukan pada jenis limbah berbahaya yang mengandung nitrit dan amonium dalam konsentrasi tinggi. Pengolahan tersier juga dilakukan untuk mengurangi karbon yang terikat (Santi 2004) .

B.2.3.5. Aspek Manajemen i. Manajemen


Manajemen dalam bisnis berfungsi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Kegiatan pelaksanaan dan pengendalian akan dikerjakan sesuai hierarki perusahaan yang terbentuk. Hal penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan manajemen adalah perencanaan. Perencanaan secara manajemen dapat dibagi menjadi 2 yaitu perencanaan strategis dan perencanaan operasional (Umar 2003). Perencanaan strategis merupakan perencanaan yang berfokus pada bagaimana manajemen puncak menentukan visi, misi, falsafah, dan strategi perusahaan untuk pencapaian jangka panjang. Perencanaan operasional merupakan perencanaan-perencanaan jangka pendek yang diimplementasikan dalam kegiatan industri sehari-hari. Suratman (2002) menjelaskan bahwa perencanaan operasional yang dilakukan pada aspek manajemen mencakup perencanaan alokasi waktu dan sumberdaya manusia. Perencanaan ini meliputi lima parameter yang telah disebutkan pada Gambar 10. Cakupan kegiatan diperoleh berdasarkan hasil analisis pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, aspek legal dan yuridis, serta aspek lingkungan. Hasil kegiatan tersebut dirinci menggunakan metode Work Breakdown Structure, yaitu metode untuk menguraikan kegiatan yang harus dilakukan selama proyek berjalan. WBS dapat diinisiasikan dari tiga pendekatan yaitu WBS berdasar fase, berdasar hasil, atau berdasar peran. WBS yang dibuat bermanfaat untuk menentukan struktur organisasi. Bagi proyek dengan tujuan industri, umumnya WBS dilakukan berdasarkan peran. Hal ini dilakukan guna memudahkan penentuan wewenang dan tanggung jawab masing-masing sumber daya manusia yang ada. Hal tersebut juga

16

membantu dalam mengalokasikan jumlah SDM (Mingus 2006). Selanjutnya, kegiatan yang telah dirinci disusun dalam bagan pengendalian. Bagan tersebut adalah bagan yang berisi perencanaan waktu pelaksanaan proyek. Terdapat beberapa metode dalam membuat bagan pengendalian. Berikut metode yang digunakan saat ini: 1. Crtical Path Method/ Metode Jalur Kritis (Soeharto 1999) Jalur kritis merupakan jalur yang memiliki rangkaian komponen kegiatan dengan total waktu terlama namun merupakan jalur yang memerlukan waktu penyelesaian tercepat. Metode ini digunakan untuk mengetahui alokasi waktu dan sumber daya terpenting pada suatu proyek yang memiliki tingkat komplektisitas tinggi. Jalur kritis menentukan ketepatan waktu proyek berjalan. Terdapat beberapa terminologi perhitungan sebagai berikut: TE = E; waktu paling awal peristiwa dapat terjadi (earliest time of occurance). Semua kegiatan dimulai dari node yang memiliki waktu tersebut. TL = L; waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi (latest allowable event/occurance time). Merupakan waktu paling lambat yang masih diperbolehkan bagi suatu peristiwa untuk terjadi. ES; waktu paling awal suatu kegiatan / earliest start time. EF; waktu selesai paling awal/ earliest finish time. LS; waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai/ latest allowable start time. LF; waktu paling akhir kegiatan boleh selesai/ latest allowable finish time.

D; kurun waktu suatu kegiatan. Dalam menentukan jalur kritis, diperlukan informasi dari hasil penentuan cakupan kegiatan. Hasil akhir dari metode ini adalah berupa angka dengan satuan waktu (jam/ hari/bulan). Program Evaluation and Review Technique/ Teknik Evaluasi dan Review Proyek (Soeharto 1999) PERT merupakan metode untuk menentukan jalur yang memiliki rentang waktu pelaksanaan paling cepat dilaksanakan. Berbeda dengan CPM yang memberikan angka pasti pada jalur kritisnya, pada metode ini nilai yang dihasilkan adalah rentang nilai. Terdapat beberapa terminologi perhitungan sebagai berikut: a = kurun waktu optimistik (optimistic duration time), merupakan waktu tersingkat untuk menyelesaikan kegiatan bila segala sesuatunya berjalan mulus. m = kurun waktu paling mungkin (most likely time), merupakan kurun waktu yang paling sering terjadi dibanding yang lain. b = kurun waktu pesimistik (pessimistic duration time), merupakan waktu paling lama untuk menyelesaikan kegiatan. 2.

Diagram Gantt (Mingus 2006) Diagram Gantt merupakan metode pengendalian yang banyak digunakan oleh pelaku proyek. Berbeda dengan metode CPM dan PERT, diagram Gantt merupakan bagan diagram yang menunjukkan urutan kegiatan dari awal proyek hingga akhir. Langkah dalam membuat diagram Gantt adalah sebagai berikut: Meninjau hasil hubungan kegiatan; memastikan bahwa kegiatan yang ada memiliki hubungan yang jelas antara waktu dimulai dan waktu diakhiri kegiatan. Meninjau penugasan SDM; memeriksa kembali pengalokasian tenaga kerja yang ada, apakah dapat sesuai dengan keahlian. Meninjau kalender jadwal; membuat diagram memanjang pada hasil alokasi waktu hari kerja. Meninjau jadwal proyek; memeriksa kembali pengalokasian waktu yang ada.

3.

17

Aspek manajemen merupakan aspek yang mencakup perencanaan, pengorganisian, pembagian tugas dan wewenang, serta pengendalian. Aktivitas tersebut dilakukan untuk mengalokasikan sumber daya dan merencanakan kegiatan dengan tepat.

ii. Organisasi
Umar (2003) menjelaskan bahwa dalam melakukan pengorganisasian harus diawali dengan penentuan tujuan organisasi. Tujuan yang jelas akan mempermudah penetapan bentuk organisasi pembentukan struktur organisasi, dan kebutuhan sumber daya manusia. Penetapan bentuk organissi berkaitan dengan aspek legal dan yuridis. Pembentukan struktur merupakan langkah untuk memperjelas tugas dan wewenang setiap bagian pekerja dalam bentuk suatu struktur. Terdapat 4 jenis basis dalam menentukan struktur organisasi yaitu (Umar 2003): 1. Berdasar strategi; strategi organisasi merupakan tindak lanjut dari tujuan proyek. Strategi akan mempengaruhi aliran informasi serta mekanisme pengambilan keputusan. 2. Berdasar teknologi; teknologi produksi yang kompleks menuntut spesifikasi kerja yang lebih detail. Hal ini akan berpengaruh pada pengaturan organisasi. 3. Berdasar manusia; sumber daya manusia (SDM) merupakan sumber daya yang menentukan struktur tersebut. Kecakapan masing-masing SDM menentukan tipe struktur yang dibuat. 4. Berdasar ukuran industri; industri yang besar akan berpengaruh pada spesialisasi yang lebih rinci. Bentuk organisasi juga dapat dibagi menjadi 5 jenis yaitu (Umar 2003): 1. Garis; bentuk organisasi dengan jumlah karyawan sedikit, organisasi relatif kecil, dan spesialisasi yang rendah. 2. Fungsional; bentuk organisasi dimana pimpinan berhak memberikan perintah pada bawahan, sepanjang perintah tersebut masih berhubungan dengan fungsi pimpinan tersebut. Terkadang terdapat kerancuan bagi pegawai yang diperintah. Pegawai dapat memperoleh perintah dari dua atau lebih pimpinan. 3. Garis dan staff; bentuk organisasi yang dikembangkan dari bentuk organisasi garis, karena organisasi bertambah besar. Pada setiap pimpinan terdapat staff tambahan selain pegawai yang dibawahinya. Staff ini bertugas untuk membantu tugas pimpinan yang mulai kompleks. 4. Gabungan; bentuk organisasi kombinasi dari bentuk yang telah ada. Bentuk ini disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. 5. Matriks; merupakan bentuk organisasi kompleks yang umum diaplikasikan pada industri atau proyek besar. Terdapat hubungan wewenang antar pimpinan. Pegawai juga memiliki garis komando lebih dari satu. Pembagian ini berdasar tingkat kompleksitas organisasi. Bentuk garis merupakan bentuk organisasi paling sederhana, sedangkan bentuk matriks merupakan bentuk organisasi paling kompleks. Siswanto (2009) menyatakan bahwa pembagian tugas dan wewenang dalam struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Kombinasi keempat tugas tersebutlah yang menjadi dasar pembagian tugas. Berikut penjelasan masing-masing komponen : a. Perencanaan (Planning), perencanaan dalam tugas organisasi adalah: Menetapkan, mendeskripsikan, dan menjelaskan tujuan Memperkirakan kinerja dan menetapkan syarat Menetapkan dan menjelaskan tugas untuk mencapai tujuan Menetapkan rencana penyelesaian Menetapkan kebijakan Merencanakan standar-standar dan metode penyelesaian Mengetahui lebih dahulu permasalahan yang akan datang dan mungkin terjadi

18

b. c. d.

Pengorganisasian (Organizing), pengorganisasian dalam organisasi adalah: Mendeskripsikan pekerjaan dalam tugas pelaksanaan Mengklasifikasikan tugas pelaksanaan dalam pekerjaan operasional Mengumpulkan pekerjaan operasional dalam kesatuan yang berhubungan dan dapat dikelola Menetapkan syarat pekerjaan Mengkaji dan menempatkan individu pada pekerjaan yang tepat Mendelegasikan otoritas yang tepat kepada masing-masing manajemen Memberikan fasilitas ketenagakerjaan dan sumberdaya lainnya Menyesuaikan organisasi ditinjau dari sudut hasil pengendalian Penggerakan (Actuating), penggerakkan dalam organisasi adalah: Memberitahu dan menjelaskan tujuan kepada para bawahan Mengelola dan mengajak para bawahan untuk bekerja semaksimal mungkin Membimbing bawahan untuk mencapai standar operasional (pelaksanaan) Mengembangkan bawahan untuk merealisasikan kemungkinan sepenuhnya Memuji dan memberikan sanksi secara adil Memberi hadiah melalui penghargaan dan pembayaran untuk pekerjaan yang diselesaikan dengan baik Memperbaiki usaha penggerakan dipandang dari sudut hasil pengendalian Pengendalian (Controlling ), pengendalian dalam organisasi adalah: Membandingkan hasil dengan rencana pada umumnya Menilai hasil dengan standar hasil pelaksanaan Memberitahukan alat pengukur Memudahkan data yang detail dalam bentuk yang menunjukkan perbandingan dan pertentangan Menganjurkan tindakan perbaikan apabila diperlukan Memberitahukan anggota tentang interpretasi yang bertanggung jawab

Menyesuaikan pengendalian dengan hasil Keempat cirri tersebut dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pada proyek/ industri yang dijalankan.

B.2.3.6. Aspek Finansial


Studi kelayakan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan oleh para investor, promotor, dan penyumbang dana sebagai informasi untuk memutuskan apakah akan melakukan investasi. Pada cakupan definisi ini, analisis finansial merupakan pendekatan yang praktis, dimana ada tidaknya keuntungan yang diperoleh dari pemberian investasi (UNIDO 1991). Investasi yang dilakukan untuk industri baru secara umum berupa dana. Dana tersebut diklasifikasikan dalam aktiva tetap berwujud, aktiva tetap tak berwujud, dan modal kerja. Aktiva tetap berwujud diantaranya tanah, bangunan, gedung pabrik, dan mesin-mesin. Aktiva tetap tak berwujud diantaranya paten, lisensi, biaya pendahuluan (studi pendahuluan dan survey pasar), biaya pelatihan, dan biaya produk percobaan. Modal kerja atau modal kerja kotor merupakan dana lancar yang dibutuhkan untuk pengadaan persediaan bahan baku, barang setengah jadi, piutang dagang, dan sejumlah cadangan uang tunai (Umar 2003). Sumber investasi dapat diperoleh dari modal pribadi dan modal pinjaman. Pinjaman dapat diperoleh dari perusahaan ventura, bank, dan dari perusahaan mitra. Selain itu modal juga dapat diperoleh dari penjualan saham dan obligasi (Nurmalina et al 2009).

19

UNIDO (1991) menjelaskan bahwa dalam aspek finansial studi kelayakan, pendekatan yang digunakan untuk menilai adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PbP). Sedangkan menurut Umar (2003), secara umum investor menilai kelayakan investasi tidak hanya dari tiga pendekatan tersebut tetapi juga dari Profitability Index (PI). Menurut Nurmalina et al (2009) masih terdapat 2 pendekatan lagi untuk menilai yaitu Gross Benefit-Cost Ratio dan Net Benefit-Cost Ratio. Berikut penjelasan masing-masing pendekatan yang digunakan : a. Net Present Value (Nurmalina et al 2002) NPV merupakan total nilai selisih nilai total manfaat dan total biaya sepanjang tahun yang ditentukan dengan tingkat suku bunga MARR (minimum attractive rate of return) tetap. Berikut persamaan yang umum dipakai : NPV= (Bt-Ct)/(1+i)t ; untuk t=o hingga t= n; dengan Bt = Pendapatan proyek pada tahun tertentu (Rp) Ct = Biaya proyek pada tahun tertentu (Rp) n = umur proyek (tahun) i = tingkat suku bunga MARR (%) 1/(1+i)t = discount factor pada tahun ke-t Dengan kriteria penilaian : - jika NPV > 0, maka usulan investasi diterima. - jika NPV < 0, maka usulan investasi ditolak. - jika NPV = 0, maka usulan dipertimbangkan. b. Internal Rate of Return (Nurmalina et al 2002) IRR merupakan nilai tingkat suku bunga yang menjadikan NPV = 0. Persamaan yang digunakan secara umum adalah sebagai berikut : IRR = i (+) + [NPV(+) /(NPV(+) + NPV(-))] x (i(-) i(+), dengan i (+) = suku bunga yang menghasilkan nilai NPV positif i (-) = suku bunga yang menghasilkan nilai NPV negatif NPV(+) = NPV positif NPV(-) = NPV negatif dengan kriteria penilaian, jika IRR > tingkat suku bunga MARR (i), maka investasi dapat diterima. c. Payback Period (Nurmalina et al 2002) PbP merupakan periode yang dibutuhkan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : PbP = (nilai investasi/ kas masuk bersih/tahun) tahun, dengan kriteria penilaian -jika nilai PbP kurang dari nilai PbP yang diinginkan investor maka investasi layak diterima, secara umum semakin pendek PbP-nya maka investor semakin menyukai. Metode ini umumnya hanya dijadikan pendekatan pendukung, karena konsep ini tidak memperhatikan nilai waktu dari uang. d. Profitability Index (Nurmalina et al 2002) PI merupakan perbandingan antara nilai proyek saat ini dengan nilai proyek yang telah diinvestasikan. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : PI = PV kas masuk/ PV kas keluar, dengan PV =Present Value dan kriteria penilaiannya sebagai berikut; jika PI > 1, maka usulan investasi menguntungkan.

20

e. Gross B/C (Nurmalina et al 2002) Gross B/C merupakan perbandingan dari seluruh nilai manfaat terhadap semua biaya yang dikeluarkan. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Gross B/C= Bt/(1+i)t/ Ct/(1+i)t; untuk t=o hingga t= n, 1/(1+i)t = discount factor pada tahun ke-t Dengan kriteria penilaian : - jika Gross B/C > 1, maka usulan investasi diterima - jika Gross B/C < 1, maka usulan investasi ditolak f. Net B/C (Nurmalina et al 2002) Net B/C merupakan perbandingan manfaat bersih yang menguntungkan terhadap setiap satu satuan kerugian. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Net B/C = (Bt-Ct)/(1+i)t/ (Bt-Ct)/(1+i)t; untuk t=o hingga t= n, dengan Bt = Pendapatan proyek pada tahun tertentu (Rp) Ct = Biaya proyek pada tahun tertentu (Rp) n = umur proyek (tahun) i = tingkat suku bunga MARR (%) 1/(1+i)t = discount factor pada tahun ke-t Dengan kriteria penilaian : - jika Net B/C > 1, maka usulan investasi diterima - jika Net B/C < 1, maka usulan investasi ditolak Keadaan yang telah dianalisis secara finansial, pada umumnya dapat mengalami perubahanperubahan. Perubahan harga, keterlambatan waktu pelaksanaan, kenaikan biaya, perubahan nilai suku bunga, dan perubahan nilai uang dapat mengubah nilai yang telah dihitung pada analisis finansial (Nurmalina et al 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan Analisis Sensitivitas. Analisis ini merupakan analisis untuk menghadapi ketidakpastian dengan cara mengubah-ubah besarnya variabel-variabel yang penting (Gittinger 1986 dalam Nurmalina et al 2009).

B.2.3.7. Aspek Strategi Pengembangan i. Pengertian Pengembangan Produk


Kotler dan Amstrong (2008) menjelaskan bahwa setiap produk memiliki siklus hidup produk (product life cycle), yaitu siklus yang akan ditempuh suatu produk dalam masa penjualan dan kuntungan yang diperolehnya. Siklus hidup ini terdiri dari lima tahapan berbeda sebagai berikut: 1. Pengembangan produk, adalah masa dimana ketika suatu perusahaan menemukan dan mengembangkan suatu ide produk baru. Selama pengembangan produk, penjualan masih nol dan biaya investasi perusahaan menumpuk. 2. Pengenalan, adalah masa dimana produk diperkenalkan pada pasar. Pertumbuhan penjualan lambat dan tidak terjadi keuntungan besar pada tahap ini. Terjadi banyak pengeluaran untuk memperkenalkan produk. 3. Pertumbuhan, adalah masa dimana pasar menerima dengan cepat produk yang ditawarkan dan terjadi peningkatan keuntungan . 4. Kedewasaan, adalah masa dimana pertumbuhan penjualan dan keuntungan melambat. Hal ini dikarenakan sebagaian besar pasar potensial sudah menerima produk. Tingkat keuntungan stagnan dan cenderung muncul biaya untuk mempertahankan produk dalam persaingan pasar. 5. Penurunan, adalah masa ketika penjualan mulai menurun dan keuntungan jatuh.

21

Kotler dan Amstrong (2008) menambahkan bahwa tidak semua produk mengalami keseluruhan tahapan siklus hidup. Terdapat produk yang sudah gugur saat diperkenalkan, terdapat produk yang tidak mengalami penurunan. Produk yang tidak mengalami tahap penurunan merupakan produk yang mengalami dinamika siklus hidup. Secara umum, saat suatu produk berada dalam tahapan kedewasaan, perusahaan kembali mengembangkan produk melalui promosi, inovasi, dan reposisi produk yang kuat. Pada tahap ini, perusahaan akan kembali mengeluarkan biaya yang besar dan keuntungan cenderung kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan mengeluarkan biaya untuk mempertahankan produk dalam persaingan pasar dan biaya untuk melakukan promosi, inovasi, dan reposisi produk. Tahap ini disebut tahap pengembangan bisnis yaitu pengembangan yang dilakukan pada produk yang sudah dikenal baik oleh pasar. Gambaran siklus hidup produk dijelaskan pada Gambar 13.
Penjualan dan Keuntungan (Rp) Penjualan

Laba Waktu
Pengembangan produk Pengenalan Pertumbuhan Kedewasaan Penurunan

Kerugian/ Invesasi (Rp)

Gambar 13. Siklus hidup produk


Sumber : Kotler dan Amstrong 2008

ii. Pengembangan Produk Bioinsektisida Bacillus thuringiensis


Jenis bioinsektisida Bt mulai dikomersialkan di Prancis pada tahun 1938 dan hingga kini sudah terdapat 100 jenis spesies yang 90% diantaranya sudah dikomersialkan (Glare et al 2000). Produk dijual dalam bentuk konsentrat cair, serbuk, atau granula. Bioinsektisida yang dihasilkan bermacammacam tipe, bergantung pada strain mikroba yang digunakan. Bioinsektisida bersifat spesifik kepada hama serangga tertentu sehingga dampak pemakaiannya tidak bersifat toksik terhadap mikroba lain yang bermanfaat. Bioinsektisida Bt yang dikembangkan diproduksi dengan teknologi fermentasi (Jin et al 2010). Teknologi ini terbagi menjadi 3 tipe yaitu fermentasi padat, semi padat, dan fermentasi terendam. Pada fermentasi semi padat, biakan bakteri Bt ditumbuhkan pada substrat pasta sedangkan pada fermentasi terendam biakan bakteri ditumbuhkan dalam media cair (Dulmage dan Rhodes 1971 dalam Hilwan et al 2006). Fermentasi padat merupakan tipe proses yang baru dan belum banyak dikembangkan seperti 2 tipe fermentasi sebelumnya. Pada fermentasi padat, biakan bakteri ditumbuhkan pada media padat. Penelitian lokal untuk produk berbasis mikroba umumnya menggunakan teknologi fementasi cair. Fermentasi cair merupakan teknologi fementasi yang memudahkan pemantauan proses (Mc Neil dan Harvey 2008). Dalam pengembangan produk tersebut,

22

acuan yang dijadikan dasar pengembangan produk adalah produksi pada skala laboratorium. Secara umum proses produksi pada skala laboratorium adalah seperti pada Gambar 14.

Gambar 14. Proses produksi bioinsektisida secara umum (Hilwan et al 2006 dengan penyesuaian)
Keterangan : * = Bacillus thuringiensis

Peralatan yang digunakan dapat ditentukan berdasarkan proses produksi yang dipilih. Pada proses fermentasi diperlukan bioreaktor yang dapat diatur nilai suhu, pH, rasio karbon-nitrogen, aerasi, dan agitasinya. Kondisi pH menentukan daya hidup bakteri. Pada pH ekstrem (terlalu asam/terlalu basa) bakteri akan mati. Nilai pH harus terjaga pada kisaran normal yaitu 6-8. Aerasi dan agitasi berpengaruh pada tingkat pencampuran dan supply oksigen. Pencampuran yang merata mendukung meratanya biomassa pada substrat, sehingga tidak terdapat koloni mikroba yang berkumpul terlalu banyak. Supply oksigen diperlukan mikroba untuk melakukan akivitasnya (Mc Neil dan Harvey 2008). Volume bioreaktor dapat ditentukan berdasar kapasitas produksi yang direncanakan. Pada proses pemanenan produk terdapat beberapa pilihan metode yaitu sentrifugasi, filtrasi, presipitasi, spray drying, atau kombinasi dari metode-metode yang ada (Hilwan et al 2006).

iii. Kelembagaan Industri Bioinsektisida


Mintoro et al (1997) menyatakan bahwa kelembagaan adalah suatu badan yang mengandung kumpulan pola-pola perilaku manusia yang dibentuk oleh peraturan-peraturan/adat istiadat sehingga prosedurnya dapat diramalkan dan terdapat kesamaan tujuan tertentu (mungkin pula tujuan tersebut diperebutkan) yang terjadi secara kontinu. Indaryanti (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan lebih

23

bersifat ikatan sosial yang memiliki mekanisme tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Maskorah (2003) menambahkan bahwa kelembagaan selalu terdiri dari anggota-anggota. Ketiga pendapat ini menguatkan definisi kelembagaan dari Polak (1964), yaitu kelembagaan merupakan asosiasi yang memiliki tujuan pokok mengatur hubungan antar manusia guna memenuhi kebutuhan yang paling penting dari manusia itu sendiri. Dari keempat definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu bentuk asosiasi sosial yang memiliki tujuan pokok dan terdapat peraturan dan nilai-nilai yang mengikat anggotanya. Industri bioinsektisida lokal akan bersinggungan dengan petani dan bersaing dengan produsen insektisida kimia dan bioinsektisida asing. Masyarakat petani secara umum memiliki ikatan kelembagaan baik formal maupun non-formal. Berdasar tingkatannya kelembagaan dalam masyarakat petani dibagi dalam 4 kategori, yaitu: 1. Pranata sosial : aturan-aturan yang dibuat oleh masyarakat secara umum dan agak meluas misalnya sistem sewa, bagi hasil, ijon, pinjam-meminjam antar petani. 2. Kelompok tani : Kumpulan petani-petani yang bersifat informal. Ikatan dalam kelompok berpangkal pada keserasian dalam arti mempunyai pandangan-pandangan, kepentingankepentingan, dan kesenangan-kesenangan yang sama, misalnya kelompok arisan, kelompok pendengar siaran pedesaan 3. Organisasi/ Perhimpunan Petani : Organisasi petani yang bersifat formal dimana pengurus dan anggota jelas terdaftar. Memiliki anggaran rumah tangga yang tertulis dimana tercantum tujuan, usaha, syarat keanggotaan dana ketentuan lain. Terdapat Rapat Anggota Tahunan. 4. Lembaga Instansional : lembaga pelayanan yang ada di pedesaan seperti Koperasi Unti Desa, Lembaga Musyawarah Desa. Industri insektisida kimia dan bioinsektisida asing sudah membangun kelembagaan mereka. Produkproduk mereka telah dikenal oleh kalangan petani dan didistribusikan secara luas oleh perusahaan distributor. Kelembagaan mereka dibangun dari jaringan kemitraan yang mendukung berlangsungnya usaha (Sutisna et al 2008). Sharudin (2003) menyebutkan bahwa aspek pengembangan jaringan/ kemitraan merupakan aspek yang krusial dan peka dalam proses pertumbuhan/ perkembangan lembaga. Konsep mendasar dalam pengembangan jaringan adalah konsep pertukaran. Yang dimaksud konsep pertukaran adalah keberhasilan pengembangan jaringan hanya dapat dicapai jika pihak-pihak yang masuk dalam sistem pertukaran tersebut memperoleh manfaat yang seimbang, memuaskan, dan memiliki prospek jangka panjang bagi pengembangan usaha suatu organisasi jika dibandingkan keadaan sebelumnya. Prinsip pokok pengembangan jaringan adalah sebagai berikut : 1. Adanya kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat akan kemampuan pihak lain 2. Adanya hubungan saling melindungi diantara pihak-pihak yang membangun proses pertukaran 3. Adanya komitmen kebersamaan diantara stakeholder Pada masyarakat umum, kelembagaan dapat dibagi menjadi 6 kategori berdasarkan fungsi, peranan, dan tujuan pokoknya (Mintoro et al 1997), kategori-kategori tersebut adalah: 1. Lembaga penguasaan faktor produksi 2. Lembaga pelayanan faktor produksi, pemasaran, dan pengelolaan hasil 3. Lembaga pelayanan perkreditan dan dan usaha kumpulan modal bersama 4. Lembaga penyuluhan dan kelompok tani 5. Lembaga kepemimpinan desa 6. Lembaga gotong-royong, tolong-menolong atau kegiatan sosial lainnya

24

iv. Penentuan Keputusan Strategi Pengembangan


Soeharto (2002) menjelaskan bahwa dalam pembangunan suatu proyek menuntut adanya tingkat keahlian, pengetahuan yang luas mengenai kondisi dari lingkungan eksternal poyek. Kemampuan tersebut diperlukan untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat dalam mempersiapkan proyek. Pemilihan langkah pengembangan dapat diputuskan melalui beberapa pendekatan model keputusan. Berikut pendekatan model yang dapat digunakan:

iv.1. Model Keputusan Proses Hierarki Analitik (PHA)


Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik adalah menyederhanakan suatu persoalan menjadi terstruktur agar lebih mudah diselesaikan. Proses Hierarki Analitik digambarkan dalam bentuk diagram dengan tujuan utama (goal) berada pada hierarki teratas untuk kemudian dibreakdown menjadi bagian-bagian penyusunnya. Diagram secara umum terdiri dari 3 level yaitu goal, faktor, dan alternatif solusi, namun terdapat masalah-masalah yang memiliki tingkat kerumitan lebih tinggi dan dapat dibagi menjadi 5 level yaitu goal, faktor, aktor, objektif, dan alternatif solusi ataupun lebih. Goal merupakan masalah yang ingin diselesaikan. Kriteria merupakan faktor yang mempengaruhi penyelesaian goal. Aktor merupakan subyek yang terlibat dalam mekanisme kriteria. Objektif merupakan tujuan-tujuan yang mempengaruhi aktor. Alternatif solusi merupakan pilihan solusi yang dapat dijalankan untuk mencapai goal. Contoh skema PHA dijelaskan pada Gambar 15.
Goal Goal

Faktor

Faktor

Faktor

Faktor

Faktor

Faktor

Aktor

Aktor

Aktor

Alternatif

Alternatif

Alternatif

Objektif

Objektif

Objektif

Alternatif

Alternatif

Alternatif

Gambar 15. Contoh diagram PHA Metode PHA ini akan digunakan untuk pembuatan model keputusan kelembagaan dan penentuan langkah strategi untuk mencapai industri bionsektisida yang sustainable.

iv.2. Model Keputusan Berbasis Indeks Kinerja


Marimin (2008) menjelaskan, model keputusan berbasis indeks kinerja merupakan model keputusan yang digunakan untuk suatu permasalahan yang terdiri dari alternatif solusi dengan kriteriakriteria tertentu Model keputusan yang umum digunakan adalah model dengan metode Bayes dan Perbandingan Eksponensial. Penjelasan kedua metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Metode Bayes Metode Bayes merupakan teknik yang digunakan untuk melakukan analisis pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif. Untuk mencapai optimal, terlebih dahulu ditentukan kriteria yang mempengaruhi alternatif. Alternatif dan kriteria dapat ditentukan melalui studi pustaka atau melalui penentuan oleh pengambil keputusan sendiri. Pembuatan keputusan dilakukan dengan

25

mengkuantifikasikan kemungkinan terjadinya suatu kriteria dengan bilangan 0 hingga 1. Nilai ini disebut bobot kriteria. Persamaan metode Bayes adalah sebagai berikut: Total nilai = ji=1 nilai ij x (Kritj).....Marimin (2008) Dimana : Total nilai = total akhir dari alternatif ke-i Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j; i= 1,2,3,...,n = jumlah alternatif Krit j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j; j= 1,2,3,....n = jumlah kriteria Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode perbandingan eksponensial merupakan metode yang hampir sama peggunaannya dengan metode Bayes. Namun metode perbandingan eksponensial akan menghasilkan nilai alternatif yang lebih berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya proses perpangkatan/eksponensial nilai bobot kriteria. Keuntungan dari metode ini adalah dapat mengurangi bias hasil analisis. Persamaan metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut : Total nilai = ji=1 (Rkij)TKKj..... Marimin (2008) Dimana : Total nilai = total akhir dari alternatif ke-i RK ij = derajat kepentingan realtif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i TKK j = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj>0;bulat i = 1,2,3,...,n = jumlah alternatif j = 1,2,3,....n = jumlah kriteria Model keputusan berbasis indeks kinerja ini dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan penentuan lokasi industri dibangun. 2.

iv.3. Sistem Penunjang Keputusan (SPK)


Keputusan-keputusan yang telah dibuat dalam bentuk model bersama data-data yang terkait dapat dikolaborasikan dalam bentuk Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Sistem ini merupakan sistem yang menggunakan peralatan komputer yang berfungsi untuk mendukung pihak manajerial mengambil keputusan mengenai proyek yang akan dijalankan. Sistem ini terdiri dari 3 komponen utama yaitu manajemen data, manajemen model, dan subsistem dialog (Marimin 2008). Manajemen Data merupakan manajemen yang didalamnya terdapat sistem pengaturan database yang berisi data-data yang berhubungan dengan sistem yang diolah dengan perangkat lunak (program komputer). Manajemen Model merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data yang tersimpan dalam database. Perangkat lunak ini didesain memiliki kemampuan analitik terhadap suatu masalah. Subsistem Dialog merupakan subsistem yang menghubungkan perintah-perintah dalam manajemen data dan manajemen model dengan pengguna. Subsistem Dialog juga dikenal dengan interface suatu program, yaitu tampilan suatu perangkat lunak saat diaplikasikan pada komputer. Oleh Turban (1990) dalam Marimin (2008), ketiga bagian tersebut dijelaskan seperti pada Gambar 16.

26

Data

Model

Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)

Sistem Manajemen Basis Model (SMBM)

Sistem Pengolahan Problematik

Sistem Pengolahan Dialog

Pengguna

Gambar 16. Struktur dasar SPK (Turban 1990)

C. Penelitian Terdahulu C.1. Kajian Produksi Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. israelensis.
Hilwan M.R, Khaswar S, dan Rini P (2006) melakukan penelitian kajian mengenai produksi bioinsektisida Bt subsp israelensis. Penelitian difokuskan pada 5 aspek yaitu: 1. Optimalisasi formulasi media 2. Optimalisasi kondisi pH dan suhu dalam reaksi 3. Optimalisasi agitasi dan aerasi dalam bioreaktor 4. Penggandaan skala produksi 5. Analisis pra kelayakan industri Aspek (1) dan (2) menggunakan tingkat toksisitas yang dihasilkan dari perubahan perlakuan sebagai parameter. Pada aspek (3) dan (4), parameter yang digunakan adalah nilai bobot kering biomassa dan jumlah spora hidup tertinggi. Pada aspek (5), faktor yang digunakan adalah tingkat peluang pasar, ketersediaan bahan baku, penguasaan teknologi, tersedianya infrastruktur, dan nilainilai parameter kelayakan investasi (Net Present Value, Payback Period, Internal Rate of Return, Net B/C, dan Break Event Point). Produk dengan tingkat toksisitas bioinsektisida terbaik ditentukan oleh rasio C:N pada media serta oleh kondisi pH dan suhu pada proses dalam bioreaktor. Pada penggandaan skala, hal yang diperhatikan adalah perbandingan geometrik bioreaktor, komposisi media, suhu proses, pH awal, konsentrasi kelarutan oksigen dan galur mikroorganisme yang sama antara skala laboratorium, skala pilot, dan skala industri. Perbandingan-perbandingan nilai tersebut dapat dimudahkan dengan metode fermentasi media cair. Analisis pra kelayakan pendirian industri yang dihasilkan dari penelitian ini terbatas pada analisis kualitatif. Pada pra kelayakan yang dilakukan, dihasilkan pilihan area industri Bogor, Garut, dan Tasikmalaya. Pilihan ini didasarkan pada kedekatan bahan baku, keamanan lingkungan, ketersediaan infrastruktur dan tenaga kerja. Proses pemilihan lokasi ini tidak menggunakan analisis kuantitatif. Analisis pemasaran yang meliputi segmenting, tergetting, dan positioning dilakukan secara kualitatif. Analisis didasarkan pada asumsi bahwa insektisida kimia memerlukan subtitusi insektisida yang murah dan aman bagi lingkungan.

27

C.2. Pengembangan Produksi Bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis subsp. israelensis Secara Curah Menggunakan Substrat Onggok.
Purnawati (2007) melakukan penelitian lanjutan dari penelitian Hilwan M.R, Khaswar S, dan Rini P (2006). Ruang lingkup penelitian sama dengan penelitian sebelumnya, namun pada penelitian ini terdapat perencanaan finansial yang lebih kompleks. Pada penelitian ini dilakukan penggandaan skala produksi hingga 10.000 liter. Penggandaan skala yang dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut: a. Konsumsi tenaga per satuan volume cairan fermentasi di dalam tangki bioreaktor : P/V = N3D2 b. Modifikasi bilangan Reynolds : ND2/ = ND2

C.3. Produksi Bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis Menggunakan Limbah Industri Tahu Sebagai Substrat.

subsp.aizaway

Sarfat (2010) melakukan penelitian mengenai kemungkinan pemanfaatan limbah industri tahu sebagai substrat dalam produksi bioinsektisida Bta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi terbaik penggunaan substrat limbah cair tahu dan ampas tahu, waktu kultivasi terbaik, dan kondisi pH substrat saat fermentasi. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

C.4. Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizaway Dari Limbah Industri Tahu.
Susanto (2010) melakukan penelitian lanjutan dari Sarfat (2010) untuk mengetahui formulasi produk jika ditambahkan bahan pengisi berupa lactose. Hasil penelitian ini adalah komposisi terbaik campuran bahan pengisi dan bioinsektisida kering yang dapat disimpan dalam periode tertentu. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

C.5. Kajian Pra Rancang Bangun Industri Intermediate Minyak Pala


Industri intermediate minyak pala merupakan jenis industri yang baru di Indonesia. Industri minyak pala di Indonesia masih terbatas pada industri hulu dan hilir. Indonesia mengekspor minyak pala kasar, kemudian mengimpor minyak pala olahan untuk memenuhi kebutuhan industri hilir. Kondisi ini serupa dengan industri bioinsektisida yang akan didirikan. Industri bioinsektisida Bt merupakan industri yang baru di Indonesia Malik (2004) menetapkan bahwa pengembangan industri intermediate (industri yang mengolah output indusri hulu menjadi input bagi industri hilir) minyak pala ditentukan oleh 7 kriteria yaitu : 1. tingkat permintaan, 2. ketersediaan bahan baku, 3. ketersediaan fasilitas, peralatan, dan sarana produksi, 4. harga yang menguntungkan, 5. penguasaan teknologi, 6. sumber daya manusia, dan 7. transportasi. Kriteria yang paling menentukan adalah harga yang menguntungkan. Penetapan ini dilakukan melalui metode Proses Hierarki Analitik. Pendirian industri yang baru melibatkan aktor yang terdiri dari pemerintah, investor, industri hilir, pelaku industri, lembaga litbang, lembaga keuangan, dan pemasok bahan baku. Aktor-aktor tersebut berperan dalam mencapai tujuan pendirian industri baru yang meliputi pemaksimalan keuntungan, perluasan usaha, dan pembukaan lapangan kerja baru.

28

Malik (2004) membangun model kelembagaan industri intermediate minyak pala dengan 3 alternatif solusi yaitu (1)kelembagaan kemitraan dengan industri hilir, (2)kelembagaan kemitraan dengan industri hulu, (3)kelembagaan kemitraan dengan industri hulu-hilir. Selain model kelembagaan industri, juga dibangun 3 model lain yaitu: 1. Model Penyaringan alternatif, digunakan untuk mereduksi pilihan proses produksi 2. Model Pemilihan alternatif, digunakan untuk menentukan proses produksi terpilih 3. Model Kelayakan finansial, digunakan untuk menilai kelayakan finansial usaha yang diinvestasikan Model kelembagaan, model penyaringan dan pemilihan alternatif dirancang menggunakan metode Proses Hierarki Analitik dengan melakukan survey dan wawancara dengan pakar. Model kelayakan finansial dibangun berdasar input data-data finansial dan asumsi-asumsi ekonomi yang digunakan.

D. Posisi Penelitian
Analisis kelayakan pendirian industri Bioinsektisida Bta merupakan penelitian lanjutan dari hasil pengembangan produk oleh Sarfat (2010) dan Susanto (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sarfat (2010) dan Susanto (2010) mengikuti pola dasar pada penelitian Hilwan et al (2006) dan Purnawati (2007). Parameter-parameter pengembangan produk mikrobial yang meliputi kondisi fermentasi, penggunaan alat, dan tahapan produksi yang digunakan adalah sama. Perbedaan strain mikroba yang diteliti hanya berdampak pada perbedaan serangga spesifik yang dibasmi. Penelitian Malik (2004) merupakan salah satu acuan penelitian yang menghasilkan metode penentuan strategi pengembangan bagi industri baru. Pengembangan produk bioinsektisida masih terbatas pada formulasi dan teknologi proses. Strategi pengembangan produk belum pada tahap keputusan-keputusan kelayakan proyek industri. Industri yang diteliti Malik (2004) merupakan industri yang memiliki posisi sama dengan industri bioinsektisida. Keduanya merupakan industri yang baru akan dibangun di Indonesia. Berdasarkan hal ini, pendekatan-pendekatan strategi yang digunakan dapat dimanfaatkan kembali untuk analisis kelayakan industri bioinsektisida Bta.

29

Anda mungkin juga menyukai