Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hemoroid merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai. Hemoroid banyak dijumpai pada laki-laki maupun perempuan dalam beberapa gejala seperti rasa gatal, terbakar, pendarahan, dan terasa sakit, bahkan sering juga ditemukan dalam bentuk tanpa gejala ataupun keluhan. Dikatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama untuk terkena hemoroid. Semua orang diatas 30 tahun mempunyai kemungkinan 3050% untuk mendapat varises di tungkai, pleksus hemoroidalis maupun di tempat lain. Hemoroid adalah pelebaran atau varises satu segmen atau lebih dari vena-vena hemoroidalis. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah dalam otot sfingter ani dan hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik vena hemoroidalis (Silvia, 2005). Insidensi hemoroid meningkat dengan bertambahnya usia. Mungkin sekurang-kurangnya 50% orang yang berusia lebih dari 50 tahun menderita hemoroid dalam berbagai derajat. Namun demikian tidak berarti penyakit ini hanya diderita oleh orang tua saja. Hemoroid dapat mengenai segala usia, bahkan kadang-kadang dapat dijumpai pada anak kecil. Walaupun hemoroid tidak mengancam keselamatan jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit, maka dilakukan tindakan.

B. Tujuan Tujuan dari penulisan referat ini, yaitu untuk mengetahui faktor penyebab hemoroid, mengetahui faktor risiko terjadinya hemoroid, dan mengetahui penatalaksanaan yang terbaik untuk hemoroid sesuai dengan macam dan derajat hemoroid. Selain itu, tujuan penulisan referat ini sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir stase Bedah di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

C. Manfaat Manfaat penulisan referat ini adalah untuk menambah kepustakaan mengenai hemoroid bagi bagian bedah di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan.

2. Anatomi Rektum Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula mula mengikuti cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra ( kantong ) dan tenia ( pita ) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka timbulah perasaan ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8 cm dari anus. Melalui kontraksi serabut serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi. Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon mencapai dua

pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6 10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan transversal. Alur alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna (Kahle, 1998).

Gambar 2.1. Anatomi Rektum

3. Fisiologi Rektum Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal adalah untuk menghantarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan cara terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain hanya dapat menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai pelicin keluarnya massa feses. Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian diakibatkan adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada rectosigmoid junction kira-kira 20cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga member tambahan penghalang masuknya feses ke rektum.

Akan tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflex kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfingter ani interna dan eksterna.

4. Etiologi Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2, yaitu: Hemoroid akibat obstruksi organic pada aliran vena hemoroidalis superior. Contohnya pada sirosis hepatis, thrombus vena porta, tumor intraabdomen (tumor ovarium, tumor rectum). Hemoroid idiopatik tanpa obstruksi organic aliran vena. Faktor-faktor yang mungkin berperan adalah keturunan/herediter (dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh dan bukan hemoroidnya), anatomi (vena di daerah mesenterium tidak mempunyai katup sehigga darah mudah kembali, menyebabkan meningkatnya tekanan di pleksus hemoroidalis), pekerjaan (orang yang pekerjaannya banyak berdiri karena gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid), tekanan

intraabdomen yang meningkat secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis).

5. Faktor Risiko
a. Anatomik : Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya. b. Umur : Pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis. c. Keturunan : Dinding pembuluh darah lemah dan tipis.

d. Pekerjaan : Orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid. e. Mekanis : Semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi. f. Endokrin : Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi hormone relaksin. g. Fisiologi : Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis. 6. Manifestasi Klinik

Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.

Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupkan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang (De Jong, 2004).

7. Patofisiologi Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu risiko untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu beristirahat akan menurunkan venous return sehingga vena membesar dan merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid diduga berhubungan dengan faktor endokrin dan usia. Hubungan terjadinya hemorrhoid dengan seringnya seseorang mengalami konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemmorhoid masih belum jelas hubungannya. Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis ani. Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena rectalis superior.

Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis (hemorroidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemorroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna yang sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabangcabang v. rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal. Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke v. hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka.

8. Klasifikasi Hemoroid dibagi menjadi dua macam, yaitu hemoroid eksterna dan hemoroid interna. a. Hemoroid Eksterna Pada fase akut, hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri, biasanya berhubungan dengan adanya udem dan terjadi saat mobilisasi.Hal ini muncul sebagai akibat dari trombosis dari v.hemorrhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis dan berkembang menjadi ulkus., akibatnya dapat timbul perdarahan. Pada beberapa minggu selanjutnya area yang mengalami thrombus tadi dapat mengalami perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang dikenal sebagai skin tag . Akibatnya dapat timbul rasa mengganjal, gatal dan iritasi. b. Hemoroid Interna Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu : Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah perdarahan. Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah selesai defekasi.

Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri. Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi.

Gambar 2.2. Derajat Hemoroid Interna

9. Pemeriksaan a. Anamnesis Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan (De jong, 2004). b. Inspeksi Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu keluhan di region anal yang dapat ditegakkan dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang kecil terletak diantara ketiga posisi tersebut. Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang

bagian lainnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah. c. Palpasi Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi nyeri dalam anal kanal. Dinilai juga tonus dari spicter ani.. Bisanya hemorrhoid sulit untuk diraba, kecuali jika ukurannya besar. Pemeriksaan colok dubur diperlukan menyingkirkan adanya karsinoma rectum. Jika sering terjadi prolaps, maka selaput lendir akan menebal, bila sudah terjadi jejas akan timbul nyeri yang hebat pada perabaan. d. Pemeriksaan Colok Dubur Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. e. Pemeriksaan Anoskopi Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan. f. Pemeriksaan Proktosigmoidoskopi Proktosigmoidoskopi dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena hemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukan ada tanda yang menyertai.

g. Pemeriksaan Feses Dilakukan untuk negetahui adanya darah samar.

10. Diagnosis Banding Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang juga terjadi pada : a. Karsinoma kolorektum b. Penyakit divertikel c. Polip d. Kolitis ulserosa Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita. Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid interna.

11. Komplikasi Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.

12. Penatalaksanaan Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan. Hemoroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroid, tapi untuk menghilangkan keluhan. Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan. Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan kompres local untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri. Apabila ada penyakit radang usus besar yang mandasarinya, misalnya penyakit Crohn, terapi medic harus diberikan apabila hemoroid menjadi simptomatik. Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroidal, tetapi untuk menghiangkan keluhan. Pada prinsipnya, terapi hemoroid terdiri atas 2 macam, yaitu terapi non operatif dan operatif. 1) Terapi non operatif A. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar Makanan tinggi serat membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan. B. Skleroterapi Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui

anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri.Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan. Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.

Gambar 2.3. Skleroterapi

C. Ligasi dengan gelang karet Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 4 minggu.

Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 10 hari.

Gambar 2.4. Ligasi dengan gelang karet

D. Hemorroidal Arteri Ligation (HAL) Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya

mengakibatkan jaringan hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis. E. Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan. F. Generator galvanis Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.

G. Krioterapi / bedah beku Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel

Gambar 2.5. Bedah beku

H. Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi elektromagnetik

berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan. Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami perdarahan.

2) Terapi operatif Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional ( menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler). A. Bedah Konvensional 1. Metode Langen-beck (eksisi+jahitan primer longitudinal) Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Semua sayatan di tempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu memanjang dari rektum. Keuntungannya berapa banyak varisespun dapat diangkat. Bila sayatan ini kemudian dijahit tidak menimbulkan stenosis. Umumnya dengan metoda ini mukosa turut diangkat bersama varises. Kelihatannya lebih kasar, tetapi

penyembuhannya lebih baik. Waktu untuk mengerjakan metode ini kira-kira 15 menit. 2. Metode White-head (eksisi+jahitan primer radier) Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan

membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali. Tetapi dengan metode ini bahaya striktur lebih besar, sehingga sebelum menjadi sempit sekali harus selalu dilakukan dilatasi dengan boogie. Cara lain adalah hemoroid dilepaskan tetapi mukosa tidak dibuang (eksisi dan ligasi). Dengan demikian bahaya striktur dapa dihindari. 3. Teknik Milligan Morgan Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid

eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak.

Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan. 4. Metode Ferguso Merupakan modifikasi dari metode Morgan-Milligan, dengan jalan insisi tertutup total atau sebagian dengan jahitan running absorbable. Penarikan kembali digunakan untuk membuka jaringan hemoridal. Caranya benjolan hemoroid ditampakkan melalui anuskopi kemudian dilakukan eksisi dan ligasi pada posisi anatomic hemoroid tersebut. Metode ini sering digunakan di Amerika Serikat. 1. Bedah Laser Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan. 2. Bedah Stapler Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang

digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu : 1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan dinding rektum. 2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.

3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan. 4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

13. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid (De Jong, 2004).

BAB III KESIMPULAN

1. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Diperlukan tindakan apabila hemoroid menimbulkan keluhan. 2. Faktor resiko terjadinya hemoroid yaitu keturunan, anatomi, pekerjaan, umur, endokrin, mekanis, fisiologis dan radang. 3. Hemoroid terdiri dari 2 jenis yaitu hemoroid interna yang terletak di atas garis mukokutan dan hemoroid eksterna yang terletak di bawah garis mukokutan. 4. Manifestasi klinis hemoroid yaitu perdarahan per anum berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces. 5. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, inspeksi, colok dubur dan penilaian anoskop. Bila perlu dilakukan pemeriksaan proktosigmoidoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan radang dan keganasan. 6. Diagnosis banding dari hemoroid yaitu Ca kolorektum, penyakit divertikel, polip, kolitis ulserosa dan fissura ani. 7. Komplikasi dari hemoroid yaitu perdarahan hebat, inkarserasi dan sepsis. 8. Penatalaksanaan hemoroid yaitu dengan konservatif, membuat nekrosis jaringan dan bedah. 9. Prognosis hemoroid baik bila diberikan terapi yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy, Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta, hal 56 59 Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK UI, Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 324. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 467 Simadibrata,M.Hemoroid. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal 587-90. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 675 Werner Kahle ( Helmut Leonhardt,werner platzer ), dr Marjadi Hardjasudarma ( alih bahasa ), 1998, Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat Alat Dalam,Hal: 232

REFERAT BEDAH

HEMOROID

Pembimbing : dr. Kamal, Sp. B

Disusun Oleh: Rezky Galuh Saputra G1A212058

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN SMF ILMU BEDAH RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2013

Anda mungkin juga menyukai