cepat dan mencapai semua lapisan masyarakat, tanpa membuka cabang bank baru. Konsep ini menitikberatkan penggunaan teknologi seperti ATM dan phone banking, serta POS (Point of Sales) dan EFT-POS (electronic funds transfer of point of sales) menggunakan kartu debit dan kartu kredit. Model branchless banking bisa menggunakan agen non bank yang mendatangi nasabah dan bisa menerima simpanan dan menarik tabungan. Penyediaan kemudahan layanan pembayaran pajak secara luas bukan lagi memperhatikan unit cost yang harus di bayar, melainkan opportunity yang bisa ditangkap agar UKM mudah membayar pajak. Alternatif pertama, bisa menggunakan agen dari pihak ketiga. Pelaku UKM disentra ekonomi akan didatangi para agen yang membawa mesin EDC (electronic data capture) dan agen akan menggesekkan kartu debit/kartu kredit pelaku UKM ke mesin EDC sesuai dengan pajak yang harus dibayar. Ini bisa mencegah moral hazard agen menyalahgunakan uang pembayaran pajak dan menekan biaya perekrutan pegawai baru. Kedua, membuka layanan pembayaran mendekati masyarakat melalui merchant non bank, seperti jaringan minimarket modern yang berjumlah sekitar 15.000 outlet. Ini untuk mendekatkan kesan ke masyarakat bahwa membayar pajak mudah dan tidak rumit. Model ketiga, pembayaran pajak melalui sistem emoney yang dimiliki oleh operator seluler. Analisa terbaru dari Juniper Research, jumlah penggunaan layanan transfer uang secara mobile akan mencapai 500 juta secara global pada 2014 mendatang. Sampai tahun 2012, jumlah pengguna ponsel di Indonesia lebih dari 250 juta nomor aktif di Indonesia. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk pembayaran pajak via ponsel karena penggunaan ponsel sudah lazim oleh masyarakat di pelosok Indonesia, yang jauh dari kantor bank.