Anda di halaman 1dari 10

CASE REPORT SESSION CEDERA KEPALA Oleh : Nita Nurul Rachman 1301-1211-3074 Mohd Norfahmi MD Hashim Pembimbing : Roland

Sidabutar, dr. Sp.BS., M.Kes

1301-1211-0110 Moganasivan Superamaniam 1301-1211-3087

BAGIAN BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 STATUS CASE REPORT I. KETERANGAN UMUM Nama : Ny. D. Usia : 40 tahun Jenis kelamin : Perepuan Alamat : Soreang, Kab. Bandung Tanggal masuk RS : 28 November 2012 Tanggal Pemeriksaan : 3 Desember 2012 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri kepala Anamnesis Khusus : Sepuluh jam SMRS saat pasien sedang menyebrang jalan di Soreang, tiba-ti ba pasien ditabrak sepeda motor sehingga pasieen terlempar dan kepala membentur aspal jalan. Pasien pingsan dan muntah tanpa disertai perdarahan dari telinga, hidung dan mulut. Penderita langsung dibawa ke RSUD Soreang dan mendapat pengoba tan berupa cairan infus dan dirontgen kepala. Karena keterbatasan fasilitas pasi en kemudian dirujuk ke RSHS. Pasien telah dirawat di RC III RSHS selama 6 hari dan mendapat pengobata n berupa penjahitan luka, ganti balutan, cairan infus dan obat antibiotik,antiny eri. Tiga hari yang lalu, penderita telah mendapat tindakan operasi berupa penya mbungan tulang tengkorak. III. A. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum 2. Tanda vital : Tampak sakit sedang : Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 88 x/menit Respirasi : 24 x/menit Suhu : afebris

B.

Interna Jantung : Paru-paru Abdomen :

Bunyi jantung murni reguler : VBS, sonor, kiri = kanan, normal Datar, lembut, bising usus (+) normal Hepar dan lien tidak teraba

C.

Pemeriksaan Lokal

a/r parietal sinistra : hematom (+) D. Pemeriksaan Psikis Isi kesadaran : tidak ada kelainan Hubungan psikis : tidak ada kelainan Emosi : tidak ada kelainan Intelek : tidak ada kelainan Pikiran : tidak ada kelainan Kelakuan : tidak ada kelainan E. Pemeriksaan Neurologis 1. Kesadaran GCS : Mata : 4 Gerakan : 6 Suara : 5 2. Tanda-tanda rangsang meningen Kaku kuduk : tak ada Brudzinsky I : tak ada Brudzinsky II : tak ada 3. Saraf Otak N. I : Pembauan : N. II : Visus : OD OS Kampus : OD : sesuai pemeriksa sesuai pemeriksa atas : sesuai pemeriksa sesuai pemeriksa al : sesuai pemeriksa sesuai pemeriksa atas : sesuai pemeriksa bawah sesuai pemeriksa Fundus : tidak dilakukan N. III, IV, VI : Ptosis : (-) Strabismus : (-) Nistagmus : (-) Gerakan Bola Mata : baik ke segala arah Pupil : Bentuk : Bulat Isokor : 3 mm Rangsang cahaya : Direk +/+ Indirek +/+ N. V : Rasa raba : dalam batas normal Rasa nyeri : dalam batas normal Rasa suhu : dalam batas normal Motorik : dalam batas normal M. masseter : tak ada kelainan M. temporalis : tak ada kelainan Nyeri tekan : tak ada kelainan Supra orbital : tak ada kelainan Infra orbital : tak ada kelainan Mentalis : tak ada kelainan Coroca refleks : tak ada kelainan N. VII : Alis mata : tak ada kelainan Lipatan hidung : tak ada kelainan : bawah OS nasal : : tempor :

tak ada kelainan : 6/6 : 6/6 : temporal nasal :

Angkat alis mata : +/+ Sudut mulut : tak ada kelainan Rasa kecap 2/3 lidah bagian depan : dalam batas normal N. VIII : N. IX, X : an N. XI : Melihat ke kiri dan kanan N. XII : Menelan : tak ada kelainan Angkat bahu : tak ada kelainan : tak ada kelainan Keluarkan lidah : simetris Atrofi : (-) Kontraksi fibrilair : (-) Tremor : (-) Gerakan patologis N. Cochlearis : N. Vestibularis : Suara : tak ada Kontraksi : (-) dalam batas normal dalam batas normal kelainan palatum : tak ada kelain

4.

Motorik Atrofi : (-) Kontraksi : tak ada kelainan Fasikulasi : (-) Kekuatan kontraksi otot : tak ada kelainan Tonus otot : tak ada kelainan Gerakan involunter : (-) Sensibilitas Permukaan : Rasa raba : tak ada kelainan Rasa nyeri : tak ada kelainan Rasa suhu : tak ada kelainan Dalam : Arah gerak : tak ada kelainan Rasa tulisan : tak ada kelainan Stereognosi : tak ada kelainan Dermografi : tak ada kelainan Romberg test : tak ada kelainan Vibrasi : tak ada kelainan Tanda-tanda iritasi radiks : Kernig : (-) Laseque : (-) Koordinasi Intensio tremor : tak ada kelainan Tes telunjuk hidung : tak ada kelainan Tes tumit lutut : tak ada kelainan Ataksia : (-) Disarthria : (-) Saraf vegetatif Miksi : tak ada kelainan Defekasi : tak ada kelainan Refleks-refleks : Oculocephalic : Lengan : Biseps : +/+ Triseps : +/+ Ulna : +/+ Radiar : +/+ Kulit : Epigastrik : +/+ Mesogastrik : +/+ Hipogastrik : +/+ Tungkai : KPR : +/+ APR : +/+ Patologi : Hoffman Tromer : -/Babinsky : -/Clonus : Patella : -/Achilles : -/-

5.

6.

7. 8.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Hematologi (tgl. 28-12-2012) Dalam batas normal Pemeriksaan Radiologis : Foto Polos Schedel AP Lateral (tgl 28-11-2012) Kesan : Fracture diastasis a/r sutura labdoidan sinistra Foto Cervical Lateral (tgl 28 -12-2012) Kesan : Curve lurus verbrae cervicalis Foto Polos Thoraks AP (tgl. 28-12-2012) Kesan : Tidak tampak traumatik wet lung atau contusio paru Tidak tampak fraktur os.clavicula,costae dan skapula Tidak tampak pembesaran jantung. Tidak ada TB paru aktif Foto Pelvis AP (tgl 28-12-12) Kesan : Foto pelvis dalam batas normal

V. DIAGNOSIS Mild HI (GCS 15) + Closed fraktur diastasis a/r sutura lambdoidea sinistra VI. USUL PEMERIKSAAN CT Scan kepala PENATALAKSANAAN Observasi GCS, TNRS Head up 30o IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc IVDF RL 1000 cc Diet biasa TKTP: 1600 kkal/hari Khusus : Ceftriaxone 2 x 1 gr i.v. Ranitidin 3 x 1 amp i.v. Betahistine 3x6 mg po Procetam tab 3x1200mg Coditam tab PRN Umum VIII. PROGNOSA Quo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam I. DEFINISI Trauma kepala adalah gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif da n non kongenital yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, yang menyebab kan terjadinya kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi psikososial yang permanen atau sementara, dengan disertai berkurangnya atau perubahan tingkat kesadaran. Akan tetapi, definisi dari trauma kepala adalah tidak selalu tetap dan c enderung untuk bervariasi bergantung kepada spesialitas dan keadaan lingkungan. Seringkali, trauma/cedera otak disamakan dengan trauma kepala. II. ETIOLOGI Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih dari setengah kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya ada lah jatuh dari tempat tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan trau ma penetrasi. Trauma kepala dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada laki -laki dibandingkan pada perempuan, dan lebih sering terjadi pada umur kurang dar i 35 tahun. III. KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA Klasifikasi trauma kepala dibagi berdasarkan mekanisme trauma, beratnya trauma, VII. :

dan morfologi trauma. 1. Mekanisme: Tumpul : kecepatan tinggi (kecelakaan lalu lintas) dan kecepatan rendah (jatuh, dipukul) Tembus/penetrasi : cedera peluru dan cedera tembus lainnya. 2. Beratnya: Ringan (GCS 14-15) Sedang (GCS 9-13) Berat (GCS 3-8) 3. Morfologinya: Fraktur tengkorak : kalvaria (linier/steleate, depresi/nondepresi, terbuka/tertu tup), basis kranii(dengan/tanpa kebocoran LCS, dengan/tanpa parese CN VII). Lesi intrakranial : fokal (epidural, subdural, intraserebral), difus (komosio ri ngan, komosio klasik, cedera akson difus) (ATLS, 1999) IV. KLINIS Tingkat kesadaran pasien adalah hal terpenting dalam mengevaluasi pasien trauma kepala. Glascow Coma Scale (GCS) merupakan alat bantu yang dipakai untuk menentu kan derajat trauma kepala. GCS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eye opening ( E), motor response (M), dan verbal response (V). Tabel Glasgow Coma Scale Eye Opening Score 1 Year or Older 0-1 Year 4 Spontaneously Spontaneously 3 To verbal command To shout 2 To pain To pain 1 No response No response Best Motor Response Score 1 Year or Older 0-1 Year 6 Obeys command 5 Localizes pain Localizes pain 4 Flexion withdrawal Flexion withdrawal 3 Flexion abnormal (decorticate) Flexion abnormal (decorticate) 2 Extension (decerebrate) Extension (decerebrate) 1 No response No response Best Verbal Response Score >5 Years 2-5 Years 0-2 Years 5 Oriented and converses Appropriate words Cries appropriately 4 Disoriented and converses Inappropriate words Cries 3 Inappropriate words; cries Screams Inappropriate crying/screaming 2 Incomprehensible sounds Grunts Grunts 1 No response No response No response Pasien trauma kepala memiliki riwayat satu ataupun kombinasi dari cedera kepala primer, bergantung pada derajat dan mekanisme trauma yang terjadi. Tipe cedera k epala primer adalah cedera kulit kepala, fraktur tengkorak, fraktur basis cranii , kontusio, perdarahan intrakranial, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrave ntrikuler, hematom epidural, hematom subdural, cedera penetrasi, dan cedera akso n difus. Untuk mengetahui adanya fraktur cranii, perlu ditanyakan saat kejadian trauma, m ekanisme cedera, progresivitas gejala yang terjadi akibat cedera tersebut. Frakt ur tulang tengkorak dapat bersifat linier, comminuted, depressed, dan steleate. Pada fraktur basis kranii, pasien memiliki riwayat terbentur pada belakang kepal a, penurunan kesadaran, kejang, mual, muntah dan defisit neurologis. Tanda patog nomonis trauma basis cranii adalah adanya Battle sign, raccoon eyes, dan CSF ot orrhea dan rhinorrhea. Terjepitnya saraf kranial optikus terjadi pada 1-10% pasi en fraktur basis kranii. Kontusio terjadi akibat cedera kepala primer pada lobus temporalis dan frontalis . Hal ini karena pada daerah tersebut terdapat protuberantia kalvaria. Terdapat gejala penyimpangan neurologis progresif sekunder akibat edema serebral lokal, i

nfark, dan/atau pembentukan-lambat hematom. Hematom epidural terjadi akibat adanya laserasi pada arteri atau vena pada daera h antara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Hematom terbentuk 6-8 jam bila lesi berasal dari arteri atau lebih dari 24 jam bila berasal dari vena setelah c edera kepala. Lokasi hematom biasanya pada lobus temporalis, frontalis, dan oksi pitalis. Pasien biasanya mengalami lucid interval, yaitu suatu periode dimana pa sien dalam keadaan sadar yang terjadi antara penurunan kesadaran dengan adanya d efisit neurologis. Lucid interval lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan pada anak-anak. Defisit neurologis terjadi akibat adanya kompresi, akibat ekspan si hematom, pada lobus temporalis dan/atau pada batang otak. Hematom subdural terjadi pada daerah antara lapisan duramater dan korteks serebr ii. Lesi ini terjadi akibat robekan pada bridging vein atau adanya laserasi pada arteri korteks akibat cedera akselerasi-deselerasi. Lesi ini juga dapat disebab kan trauma akibat persalinan, biasanya terjadi pada 12 jam kehidupan yang ditand ai adanya kejang (shaken baby syndromes), fontanel yang menonjol, peningkatan li ngkar kepala, anisokor, dan gagal nafas. Perdarahan intraventrikuler biasanya terjadi pada trauma minor dan dapat sembuh spontan. Perdarahan masif dapat menyebabkan hidrosefalus obstruktif, terutama bi la terjadi pada level foramen Monroe dan aquaduktus Sylvii. Perdarahan subarachnoid adalah bentuk perdarahan yang umum terjadi pada trauma k epala. Perdarahan disebabkan adanya gangguan pada pembuluh darah kecil pada kort eks serebrii. Lokasi lesi biasanya pada sepanjang falx serebrii atau tentorium d an lapisan luar korteks. Gejala klinis yang biasanya terjadi adalah mual, muntah , sakit kepala, gelisah, demam, dan kaku kuduk. Cedera akson difus terjadi akibat gaya akselerasi-deselerasi yang tejadi secara terus-menerus yang mengakibatkan gangguan pada jalur akson-akson kecil. Area yan g umumnya terganggu adalah ganglia basalis, talamus, nukleus hemisfer profunda, dan korpus kolosum. Pasien biasanya memberikan gejala klinis berupa perubahan st atus mental dan adanya perpanjangan status vegetatif. Pada pemeriksaan CT-scan b iasanya didapatkan adanya petekie. V. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK Anamnesis I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan) II. Keluhan utama, dapat berupa : - Penurunan kesadaran - Nyeri kepala III.Anamnesis tambahan : - Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset) - Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena, dan tingkat keparahan yang mungkin terjadi) Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi menjadi : a. Cedera tumpul : - kecepatan tinggi (tabrakan) - kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul) b. Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul. Komplikasi / Penyulit 1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL) 2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval) 3. Ada sesak nafas, batuk-batuk 4. Muntah atau tidak 5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut 6. Adanya kejang atau tidak 7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta) 8.Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya 9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM) Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah mendapat p enanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan penatalaksana an dan prognosis selanjutnya.

Pemeriksaan Fisik 1. Primary Survey A. Airway, dengan kontrol servikal: Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstr uksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktu r mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. - Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas beb as. - Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur - a da obstruksi parsial. - Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total. Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan tersebut defin itif memerlukan pemasangan selang udara. Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rota si pada leher. Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan multip le trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher, sampai kemungkin an adanya fraktur servikal dapat disingkirkan. B. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan me ngeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang b aik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlah pe rnafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest, dengan kontusio paru, dan open pneumothorasks harus ditemukan pada primary survey. Hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan kontusio paru harus d ikenali pada secondary survey C. Circulation, dengan kontrol perdarahan a. Volume darah Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolumik sampai terbukti sebaliknya. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat mengakiba tkan penurunan kesadaran. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, ja rang dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang di ngin merupakan tanda hipovolemik. Nadi Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda diperlukan resusitasi segera. b. Perdarahan Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pa da luka D. Disability Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat k esadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese. Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU ? A : sadar (Alert) ? V : respon terhadap suara (Verbal) ? P : respon terhadap nyeri (Pain) ? U : tidak berespon (Unresponsive)

Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirak an keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey , GCS dapat diiakukan pada secondary survey. Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS : a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah) Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala Tidak ada kriteria cedera sedang-berat b. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang) Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor) Konklusi Amnesia pasca trauma Muntah Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanu m, otorea atau rinorea cairan serebro spinal) Kejang c. Cedara kepala berat (kelompok risiko berat) Skor GCS 3-8 (koma) Penurunan derajat kesadaran secara progresif Tanda neurologis fokal Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak at au trauma langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kes adaran penderita. Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma kepala dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol sampai terbukti sebaliknya. E. Exposure Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi terh adap jejas dan luka. 2. Secondary Survey Adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi tanda vital. Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika belum di lakukan pada primary survey Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada jejas. VI. PENANGANAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 14-15) Sekitar 80% dari semua pasien cedera kepala dikategorikan sebagai cedera kepala ringan. Pasien sadar tetapi mungkin mengalami hilang ingatan atas kejadian yang melibatkan cederanya. Bisa terdapat riwayat singkat terjadinya pingsan namun sul it untuk diketahui. Gambaran ini sering berhubungan dengan alcohol atau zat int oksikan lainnya. Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti. T etapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfun gsi neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat dideteksi. Pemeriksaan CT scan perlu dipertimbangkan pada semua pasien yang mengalami pings an lebih dari lima menit, amnesia, nyeri kepala berat, dan GCS<15 atau defisit n eurologic fokal yang berhubungan dengan otak. Foto cervical X-ray perlu dilakuka n jika terdapat nyeri leher atau nyeri saat palpasi. Pemerikasaan CT scan adalah metode yang lebih disukai. Jika tidak tersedia, skul l X-ray bisa dilakukan terhadap cedera kepala tumpul dan penetrans. Yang harus d iperhatikan pada foto kepala: 1. Fraktur linear atau depressed

2. Posisi midline pineal gland jika ada kalsifikasi 3. Level udara cairan pada sinus 4. Pneumocephals 5. Fraktur fasial 6. Benda asing Indikasi rawat pasien cedera kepala ringan yaitu : - Pingsan > 15menit - Post Traumatic Amnesia > 1Jam - Pada observasi penurunan kesadaran - Sakit Kepala >> - Fraktur - Otorhoe / Rinorhoe - Cedera penyerta, - CT-Scan Abnormal - Tidak ada keluarga - Intoksikasi alkohol / Obat-obatan. Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diam ati selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangka n. Pesan untuk penderita / keluarga, Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai ha l-hal sbb : -Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam - Mual dan muntah yang terus memburuk - Sakit Kepala yang terus memburuk - Kejang - Kelemahan tungkai & lengan (hemiparese) - Bingung / Perubahan tingkah laku /gaduh gelisah - Pupil anisokor - Nadi naik / turun (bradikardi) VII. PENANGANAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-13) Kira-kira sekitar 10% dari pasien cedera kepala adalah termasuk cedera kepala se dang. Pasien masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi pasien biasanya bin gung dan somnolen dan mungkin terdapat defisit neurologis fokal seperti hemipare sis. Sekitar 10-20% dari pasien ini mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Sebelum dilakukan penanganan neurologis, anamnesa singkat dilakukan dan kardiopu lmoner distabilkan terlebih dahulu. CT scan kepala perlu dilakukan dan dokter be dah saraf dihubungi. Semua pasien ini memerlukan observasi di ruang ICU atau un it serupa yang memudahkan observasi dan evaluasi neurologis ketat untuk 12 hingg a 24 jam pertama. CT scan untuk follow up dalam 12-24 jam dianjurkan jika hasil CT scan awal abnormal atau jika terjadi penurunan pada status neurologis pasien.

VIII. PENANGANAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS 3-8) Pasien yang mengalami cedera kepala berat tidak mampu untuk mengikuti perintah s ederhana bahkan setelah stabilisasi kardiopulmoner. Pendekatan wait and see pada p asien ini bisa berakibat fatal, maka diangnosis dan penanganan cepat sangatlah p enting. Jangan menunda CT scan. A. Primary Survey dan Resusitasi Cedera kepala sering tidak disebabkan oleh cedera sekunder. Hipotensi pada pasie n dengan cedera kepala berat berhubungan dengan tingkat mortalitas yang meningka t dua kali lipat dibanding pasien tanpa hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipoksia ditambah hipotensi berhubungan dengan tingkat mortalitas yang mencapai 75%. Maka

dari itu, stabilisasi kardiopulmoner pada pasien cedera kepala berat adalah pri oritas dan dan harus segera tercapai. Transient respiratory arrest dan hipoksia dapat menyebabkan cedera otak sekunder . Pada pasien koma, intubasi endotrakeal harus dilakukan segera. Pasien diberi o ksigen 100% sampai didapat gas darah, lalu penysuaian tepat terhadap FIO2. Pulse oxymetri adalah pembantu yang berguna dan diharapkan didapat saturasi O2 > 98% . Hiperventilasi harus digunakan pada pasien dengan cedera kepala berat secara h ati-hati dandipakai hanya saat terjadi penurunan tingkat neurologic. Hipotensi biasanya tidak terkait dengan cedera kepala itu sendiri kecuali pada s tadium terminal saat terjadikegagalan vena medular. Perdarahan intrakranila tida k menyebabkan syok hemoragik. Euvolemia harus segera dilakukan jika pasien hipot ensi. Hipotensi adalah penanda kehilangan banyak darah, walau tidak terlalu jelas. Pen yebab yang harus diperhatikan yaitu cedera spinal cord, kontusio jantung atau ta mponade dan tension pneumothorax. B. Pemeriksaan Neurologis Segera setelah status kardiopulmoner pasien stabil, pemeriksaan neurologis yang cepat dan langsung. Terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflex cahaya pupil. Pada p asien koma, respon motorik dapat dilakukan dengan mencubit otot trapezius atau d engan nail-bed pressure. C. Secondary Survey Pemeriksaan seperti GCS, lateralisasi dan reaksi pupil sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi penurunan neurologik sedini mungkin. D. Prosedur Diagnostik CT scan kepala emergensi harus dilakukan sedini mungkin setelah hemodinamik stab il. CT scan juga harus diulang bila ada perubahan pada status klinis dan secara rutin 12-24 jam setelah cedera untuk pasien dengan kontusio atau hematom pada CT scan awal.

Anda mungkin juga menyukai