Anda di halaman 1dari 10

STATUS POLIKLINIK : ABORTUS

KEPANITERAAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Disediakan oleh NUR ATIQAH BINTI NORDIN 112012223

Pembimbing Dr. Doddy Gultom, SpOG

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2013

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut sebagai abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut sebagai abortus provokatus. Abortus provokatus dibagi menjadi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis di kemudian hari. ETIOLOGI Penyebab genetik Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disbabkan oleh gangguan gen tunggal (kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuplaoidi yang disebabkan oleh kejadian sporadic, misalnya nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Penyebab anatomik Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomaly uterus pada 27%. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomic uterus adalah septum uterus kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis. Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas atau abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri yang akan menimbulkan gangguan. Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Penyebab autoimun Terdapat hubungan nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun. Misalnya, pada systemic lupus erythematosus (SLE) dan antiphospholipid antibodies (aPA). aPA

merupakan antibodi spesifik yang didapatkan pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan pada perempuan dengan SLE sekitar 10% dibanding dengan populasi umum. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA, aPA merupakan antibodi yang berikatan dengan sisi negative dari fosfolipid. Antiphospholipid syndrome (APS) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya preeklampsia, IUGR, dan prematuritas. Penyebab infeksi Beberapa jenis organism tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain : a) Bakteria - Listeria monositogenes - Klamidia trakomatis - Ureplasma urealitikum - Mikoplasma hominis - Bacterial vaginosis b) Virus - cytomegalovirus - rubella - herpes simplex virus (HSV) - human immunodeficiency virus (HIV) - parovirus c) Parasit - Toksoplasmosis gondii - Plasmodium falsiparum d) Spirokaeta - Treponema pallidum Antara beberapa teori yang menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus : a) Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplacenta. b) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. c) Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta yang bisa berlanjut kematian janin . d) Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bisa menggangu proses implantasi. e) Amnionitis, oleh kuman gram positif dan gram negatif f) Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal.

Penyebab lingkungan Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigeret rokok diketahui mengandungi ratusan unsure toksik, antara lain nikotin yang mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida yang menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pda sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. Penyebab hormonal Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormone secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormone setelah konsepsi terutama kadar progesteron. a) Diabetes mellitus Perempuan dengan diabetes mellitus yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek jika dibanding perempuan tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan DM dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes janin insulin-dependen dengan control glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus. b) Kadar progesteron yang rendah Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. support fase luteal punya peran kritis pda kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan. c) Defek fase luteal Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan 50% perempuan dengan histology defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal. Sayangnya, belum ada metode yang bisa dipercaya untunk mendiagnosis gangguan ini. d) Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua Perubahan emdometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillos dan infiltrasi leukosit pada

mukoasa uterus. Sebagian besar sel ini berupa large granular lymphocyte (LGL) dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada emdometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstravillos tidak bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang normal. PATOGENESIS Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi unuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seleuruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (lighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus. MANIFESTASI KLINIS 1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu. 2.Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. 3.Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi. 4.Rasa mules atau kram perut daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus. 5.Pemeriksaan ginekologi : a) Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva. b) Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau tertutup, ada/tidak jaringan dari osium, data/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium, c) VT : portio masih terbuka atau tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saa portio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.

Pemeriksaan penunjang 1. Tes kehamilan : positif bila janin hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus. 2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. 3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion. KOMPLIKASI 1. Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi. 2. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konselsi dapat terjadi kelaianan pembekuan darah. TIPE-TIPE ABORTUS DAN PENATALAKSANAAN 1. Abortus iminens - Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. - Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup dan besar uterus sesuai masa kehamilan dan tes urin kehamilan positif. - Untuk mennetukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes positif keduanya maka prognosisnya baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif, maka prognosisnya dubia ad malam. - Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu masih mengkehendaki kehamilan tersebut,maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. - Diperhatikan ukuran kantong gestasi apakah sesuai masa kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. - Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Dapat diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberikan tambahan hormone progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada pasien sangat menguntungkan.

Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual terlebih dahulu sampai lebih kurang 2 minggu.

2. Abortus insipiens - Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. - Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai masa kehamilan dengan tes urin masih positif. Pada pemeriksaan USG didapati pembesaran uterus sesuai masa kehamilan, gerak janin dan gerak jantung masih jelas walaupun mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks atau pembukaannya. Perhatikan ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus. - Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu evakuasi secara digital yang kemudian disusul dengan kuretase sambil diberikan uteronika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uteronika, dan antibiotika profilaksis. 3. Abortus inkomplit - Sebagian hasil konsepsi telah keluar kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. - Batasan ini juga masih berpegang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksterna. - Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya dapat banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan terjadi terus. - Pasien dapat jatuh ke dalam anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. - Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah

sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mnegganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung dengan baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besra uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uteronika parenteral atau per oral dan antibiotika.

4. Abortus komplit - Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. - Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai umur kehamilan. - Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. - Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan. 5. Missed abortion - Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. - Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justeru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada pasyudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasany negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamila. - Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadi gangguan penjendalan darah oleh karena

hopifibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu, dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis.

6. Abortus habitualis - Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih beturut-turut. - Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk hamil lagi tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran secara berturut-turut. - Penyebab abortus habitualis selain factor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan faktor imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse leukosit atau heparinisasi. - Salah satu penyebab yang sering ditemui adalah inkompetensi serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks akan membuka tanpa disertai rasa mulas/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Keadaan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya. - Diagnosis inkompetensi serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis ddidapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat memasuki trimester kedua. Pengelolaan inkompetensi serviks, dianjurkan periksa kehamilan seawall mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan. - Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara Shirodkar atau McDonald dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan. 7. Abortus infeksiosus, abortus septik - Abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus septic islah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).

Kejadian ini merupakan suatu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan tindakan asepsis antisepsis. - Abortus infeksiosus dan abortus septic perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain dari sekitar alat genitalia kuga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh dan dapat jatuh ke dalam syok septic. - Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium ditemukan leukositosis. - Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensistivitas kuman yang diambil dari fluor yang keluar pervaginam. 8. Kehamilan anembrionik (blighted ovum) - Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. - Di samping mudigah, yolk sac juga ikut tidak terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya USG. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin di dalamnya. - Biasanya sampai sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Bila pada USG pertama didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai gambaran mudigah, perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau yolk sac dan diameter kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. - Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif. FAKTOR RISIKO 1. Usia ibu yang lanjut. 2. Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik 3. Riwayat infertilitas 4. Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan 5. Infeksi 6. Paparan dengan zat kimia 7. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama 8. Kelaianan kromosom pada janin (trisomi, monosomi)

Anda mungkin juga menyukai