Anda di halaman 1dari 67

Laporan Kasus

HMD GRADE I + BBLSR PRETERM SMK + ASFIKSIA


PERINATAL+ SEPSIS NEONATORUM

Oleh :
Rani Febria Ganovianti, S.Ked. (04114705055)
Hafiz, S.Ked (
Benny

Pembimbing :
dr.H. Herman Bermawi, SpA(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNSRI


RUMAH SAKIT MUHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2013

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus dengan judul:

HMD GRADE I + BBLSR PRETERM SMK + ASFIKSIA


PERINATAL+ SEPSIS NEONATORUM
Oleh :
Rani Febria Ganovianti, S.Ked. (04114705055)
Hafiz, S.Ked (
Benny

Pembimbing :
dr.H. Herman Bermawi, SpA(K)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya /
Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang.

Palembang, Mei 2013


Pembimbing,

dr.H. Herman Bermawi, SpA(K)

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama

: By I

Umur

: 8 hari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Palembang

Kebangsaan

: Indonesia

Agama

: Islam

MRS

: 12 Mei 2013

II. ANAMNESIS
(alloanamnesis dengan ibu penderita, tanggal 21 Mei 2013)
Keluhan Utama
Lahir tidak langsung menangis
Keluhan Tambahan
Berat badan lahir sangat rendah
Riwayat Perjalanan Penyakit
Bayi lahir di OK emergensi secara sectio secaria atas indikasi eklampsia antepartum
dari ibu G1P0A0 hamil 30-31 minggu, lahir tidak langsung menangis, Apgar score
2/3/6, berat badan lahir 1450 gram, panjang bayi lahir 39 cm, injeksi vitamin k (+).
Riwayat ibu demam tidak ada. Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
tidak ada. Riwayat ketuban kental (-) hijau (-) bau (-). Sejak lahir tangis merintih
kemudian bayi dibawa ke ruang NICU RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.


Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak pertama dari pasangan Tn. A usia 38 tahun dengan pendidikan
terakhir SMA dan bekerja sebagai wiraswasta dengan Ny. I usia 30 tahun dengan
pendidikan terakhir SMP tidak bekerja.
Kesan: status ekonomi cukup
Riwayat Kehamilan
GPA

: G1P0A0

HPHT

: 20 September 2012

Periksa hamil

: 2 kali, tidak teratur, di bidan

Kebiasaan Ibu sebelum/selama kehamilan


Minum alkohol

: Tidak pernah

Merokok

: Tidak pernah (perokok pasif)

Makan obat-obatan tertentu : Tidak pernah


Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : Hipertensi dalam kehamilan (160/110
mmHg) dan ada riwayat kista endometrium sebelum hamil (kista diangkat saat
dilakukan SC)
Riwayat Persalinan
Presentasi

: Kepala

Cara persalinan

: Sectio Sesaria

Obat yang diberikan pada ibu : tidak tahu


Lama persalinan

: tidak tahu

Suhu ibu dalam persalinan

: 37,00C

Tanda-tanda fetal distress

: tidak tahu

Cairan ketuban hijau, busuk

: (-)

Tali pusat

: Panjang 50 cm, lilitan/menumbung (-)

Plasenta

: Berat 500 gram, uk.17-18 cm, kelainan (-)

Tempat lahir

: Palembang, tanggal 12 Mei 2013

Ditolong oleh

: dokter (residen obgyn)

Resusitasi
Dilakukan oleh dokter (residen anak)
Keadaan bayi saat lahir
Jenis Kelamin

: perempuan

Kelahiran

: tunggal

Kondisi saat lahir

: hidup

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 21 Mei 2013)


Pemeriksaan Umum
Berat badan

: 1350 gram

Kesadaran

: sadar

Denyut jantung

: 148x/menit

Pernapasan

: 56x/menit

Temperatur

: 37,00C

Aktivitas

: hipoaktif

Tonus otot

: normal

Anemis

: tidak ada

Sianosis

: tidak ada

Reflek isap

: sedang

Reflek tangis

: lemah

Posisi

: normal

Panjang badan: 39 cm

Gangguan gerak : tidak ada


Pemeriksaan Khusus
Kepala: Lingkar kepala : 29 cm
UUB

: rata

Mata

: nistagmus tidak ada; pupil normal, isokor, diameter 3 mm /


3 mm, reflek cahaya +/+

Hidung

: NCH tidak ada

Trauma lahir

: caput succadenum tidak ada


cephal hematom tidak ada
perdarahan subaponeurotik tidak ada
parese N.f ascialis tidak ada

Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB tidak ada


Thoraks
Paru-paru
Inspeksi

: Bentuk simetris, pergerakan simetris


Retraksi tidak ada

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki basah halus nyaring (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi

: pulsasi (-), ictus (-), voussur cardiaque (-)

Palpasi

: iktus (-), thrill (-)

Auskultasi : HR 148x/menit, irama regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia: tidak ada pembesaran KGB
Anus (+) perempuan
Extremitas : fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada, akral hangat (+), sianosis (-)
CRT < 2 detik.
Refleks primitif : oral
Moro

: (+)
: (+)

Tonic neck

: (+)

Withdrawal

: (+)

Plantar grasp : (+)


Palmar grasp : (+)
IV. RESUME
Seorang bayi laki-laki lahir di bidan dengan tindakan sectio secaria, dari ibu
G1P0A0, hamil 30-31 minggu dengan eklampsia, lahir tidak langsung menangis.
Apgar score 2/3. Berat badan lahir 1450 gram, panjang bayi lahir 39 cm. Riwayat ibu
demam selama hamil tidak ada. Riwayat KPSW tidak ada. Riwayat ketuban kental (-)
hijau (-) bau (-). Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran sadar, denyut
jantung 148x/menit, frekuensi pernapasan 56x/menit, temperatur 37,00C, aktivitas
hipoaktif, reflek isap sedang dan reflek tangis lemah. Dari pemeriksaan spesifik tidak
ditemukan adanya napas cuping hidung, retraksi interkostal dan subkostal.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Gula darah

Darah rutin

Kultur LCS Transfontanella

Foto Thorax ulang

Echocardiografi

USG

VII. DIAGNOSIS
HMD grade I + BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal+ Sepsis neonatorum
VIII. PENATALAKSANAAN

O2 nasal 1 L/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% + NaCl 15% 6 cc gtt 4 cc/ jam mikro

Lacedim 2x35 mg

Aminophylin 3x3 mg

ASI/PASI 8x10cc (via NGT)

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 12 Mei 2013
Berat badan : 1450 gram
S : lahir tidak langsung menangis, berat badan lahir sangat rendah
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), Sianosis (-)
Anemis (-) Ikterik (-)
HR : 162x/menit

RR : 68x/menit

T : 37,00C

Kepala : NCH (+), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (+) interkostal, subkostal, dan epigastrium.
Pulmo : vesikular ()/(), ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 162x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
Skor Ballard 15

taksiran 30 minggu

Maturitas Fisik

Maturitas Neuromuskular

Kulit

Sikap

Lanugo

Sudut perg tangan

Lipatan Plantar

Membalik lengan

Payudara

Sudut poplitea

Daun Telinga

Tanda selempang

Kelamin

Tumit ke telinga

Total

Total 9

Pemeriksaan Penunjang (12 Mei 2013) :


Hb

: 15,9 g/dl

Ht

: 49 vol%

Leukosit

: 34600/mm3

LED

: 2 mm/jam

Trombosit : 175.000/mm3
Dif. count : 0/0/0/71/29/0
Eritrosit

: 4150000/mm3

BSS

: 44 mg/dl

CRP kualitatif : negatif


CRP kuantitatif : <5
Rontgen thorax: Slightly reticular (granular) patern, decrease in transparency of lung,
no certain difference to normal finding.

A : Asfiksia perinatal + BBLSR Preterm SMK + Suspect HMD


P : - Oksigen head box 8 l/menit

- Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C


- IVFD Dekstrose 7,5% 500cc + Ca Glukonas 10% 30cc
- Ampisilin 3x50 mg
- Gentamisin 2 x 2 mg
- Aminophylin IV dosis awal 10 mg (7-8 mg/kgBB/hari)
Tanggal 13 Mei 2013
Berat badan : 1450 gram
S : tangis merintih (+)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), Sianosis (-)
Anemis (-) Ikterik (-)
HR : 156x/menit

RR : 62x/menit

T : 37,00C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (+) interkostal, subkostal dan epigastrium.
Pulmo : vesikular (+) /, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 156x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : Asfiksia perinatal + BBLSR Preterm SMK
P : - Oksigen head box 8 l/menit
- Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C
-

IVFD Dekstrose 7,5% 500cc + Ca Glukonas 10%

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Aminofusin kecepatan 1cc/jam

Ampisilin 3x50 mg

Gentamisin 2x2 mg

Tanggal 14 Mei 2013


Berat badan : 1400 gram
S : tangis merintih (+)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (+), Sianosis (-)
Anemis (-) Ikterik (-)
HR : 152x/menit

RR : 64x/menit

T : 37,10C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (+) interkostal dan subkostal.
Pulmo : vesikular (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 128x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1
P:

Oksigen head box 8 l/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% 500cc + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Ampisilin 3x50 mg

Gentamisin 2 x 2 mg

Aminofusin kecepatan 1,5cc/jam

Tanggal 15 Mei 2013


Berat badan : 1400 gram

S : tangis merintih (-)


O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 138x/menit

RR : 60x/menit

T : 37,00C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi intercostal.
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 132x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang :
Hb

: 16,2 g/dl

Ht

: 47 vol%

Leukosit

: 34600/mm3

LED

: 2 mm/jam

Trombosit : 175.000/mm3
Dif. count : 0/0/0/71/29/0
Eritrosit

: 4580000/mm3

CRP kualitatif : positif


CRP kuantitatif : 73
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1 + sepsis neonatorum
P:

IVFD D7,5% + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Aminofusin kecepatan 2cc/jam

Lacedim 2x35mg

Tanggal 16 Mei 2013


Berat badan : 1400 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 136x/menit

RR : 54x/menit

T : 36,80C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 132x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1 + sepsis neonatorum
P:

Oksigen head box 8 l/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% 500cc + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Aminofusin kecepatan 2,5cc/jam

Lacedim 2x35mg

Tanggal 17 Mei 2013


Berat badan : 1350 gram

S : tangis merintih (-)


O : sensorium : compos mentis, aktivitas hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 138x/menit

RR : 54x/menit

T : 36,90C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 138x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1 + sepsis neonatorum
P:

Oksigen head box 8 l/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% 500cc + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Aminofusin kecepatan 3cc/jam

Lacedim 2x35mg

Tanggal 18 Mei 2013


Berat badan : 1350 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas hipoaktif, reflek isap: sedang,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 128x/menit

RR : 52x/menit

T : 37,00C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 128x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1 + sepsis neonatorum
P:

Oksigen head box 8 l/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% 500cc + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Lacedim 2x35mg

Asi/Pasi 8x5cc

Tanggal 19 Mei 2013


Berat badan : 1350 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas hipoaktif, reflek isap: sedang,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 130x/menit

RR : 48x/menit

T : 37,00C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 130x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.

Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik


A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1 + sepsis neonatorum
P:

Oksigen nasal 1 l/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% 500cc + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Lacedim 2x35mg

Asi / Pasi 8x5cc

Tanggal 20 Mei 2013


Berat badan : 1350 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas hipoaktif, reflek isap: sedang,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 136x/menit

RR : 52x/menit

T : 37,00C

Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)


Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor

: HR 130x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.


Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + HMD grade 1 + sepsis neonatorum
P:

Oksigen nasal 1 l/menit

Dirawat didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C

IVFD D7,5% 500cc + Nacl 15% (1/5 NS) 6 cc

Aminophylin IV dosis lanjutan 3x3 mg (dosis 2 mg/kgBB/8 jam)

Lacedim 2x35mg

Asi / Pasi 8x10cc

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASFIKSIA NEONATORUM
2.1.1

Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :

Ikatan Dokter Anak Indonesia


Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kegagalan bernafas spontan dan

teratur saat bayi lahir dan sesaat setelah lahir ditandai dengan hipoksemia,
hiperkapnia dengan asidosis metabolik. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.1
Asfiksia neonatorum dapat juga didefiniskan sebagai berikut : 2,3

WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan danteratur

segera setelah lahir

ACOG dan AAP


Seorang neonates disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai

berikut :

Nilai apgar menit kelima 0-3

Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat

Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia)

Adanya gangguan multiorgan

Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.4
2.1.2

Etiologi Dan Faktor Resiko


Hipoksia janin yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum

karena

gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan,
atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita dalam persalinan.1
Secara umum etiologi terjadinya asfiksia neonatorum dapat dikelompokkan
menjadi : 2,3,4

Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

Faktor persalinan
Ibu dengan persalinan tindakan, korioamnionitis, kelainan letak, partus
lama, ketuban pecah dini, inersia uteri, air ketuban bercampur mekoneum,
penggunaan anestesi umum, penggunaan narkotik 4 jam sebelum
persalinan.3

Faktor janin

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,


ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

Kelainan bawaan (kongenital)

Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Lilitan tali pusat

Tali pusat pendek

Simpul tali pusat


Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum

Faktor

Risiko Faktor Risiko Intrapartum

Faktor Risiko Janin

Antepartum
Primipara

Malpresentasi

Prematuritas

Penyakit pada ibu

Partus lama

BBLR

Demam

saat

Hipertensi

yang

dan traumatik

kehamilan

Persalinan

dalam

Mekoneum
ketuban

kehamilan

Anemia

Ketuban Pecah Dini

Diabetes mellitus

Induksi Oksitosin

Penyakit hati dan

Prolaps tali pusat

ginjal

Penyakit
kolagen

dan

pembuluh darah
Perdarahan
antepartum
Riwayat

kematian

neonates sebelumnya
Penggunaan
anelgesi
anestesi.

sedasi,
atau

sulit Pertumbuhan
janin terhambat
dalam Kelainan kongenital

2.1.3

Patogenesis
Asfiksia terjadi ketika bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan 1

menit setelah lahir. Bayi dengan apnue primer akan tampak biru dengan akselerasi
denyut jantung. Bayi ini biasanya akan membaik secara spontan namun harus
diakselerasi dengan stimulasi fisik dan kimiawi. Keadaan ini kadang disebut asfiksia
livida.1,2
Bayi dengan sekunder apnue (terminal apnue) tidak akan membaik tanpa
resusitasi. Bayi ini putih atau sianosis, tanpa respon, flaksid, denyut jantung <100 dan
perfusi yang jelek. Kondisi ini kadang disebut asfiksia pallid.2
Namun pada kamar bersalin kita tidak dapat membedakan primer dan
sekunder apnue maka resusitasi harus dilakukan pada semua bayi apnue dan
menganggapnya sebagai apnue sekunder.1
Setelah resusitasi dilakukan barulah kita dapat menentukan apnue primer
ataukah apnue sekunder. Bayi dengan apnue pimer mengalami peningkatan denyut
jantung dan akan bernapas spontan sebelum berwarna merah muda serta sering terjadi
gasping atau menangis sebelum menjadi apnue. Sedangkan bayi dengan apnue
sekunder akan berwarna merah muda sebelum mengalami respirasi spontan.2,3,4
Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat
mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi ini dapat ringan serta
sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostasis yang terdapat pada
janin. Perubahan homeostasis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya
anoksia atau hipoksia yang diderita.3
Pada tingkat permulaan gangguan pertukaran gas transport oksigen mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh
terjadi metabolisme anaerob. Proses ini berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
sumber-sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asamasam organik yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan terjadinya

asidosis metabolik. Pada tingkat lebih lanjut terjadi gangguan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh: 1,2,3
a. Kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen dalam
jaringan jantung.
b. Asidosis yang mengganggu fungsi sel-sel jantung.
c. Gangguan peredaran darah ke paru-paru karena tetap tingginya resistensi
pembuluh darah pulmonal.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler ini mempunyai akibat buruk terhadap selsel otak dan dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut
pada anak yang hidup. Dalam garis-garis besar perubahan-perubahan yang terjadi
pada asfiksia adalah:1,2
a. Menurunnya tekanan O2 arterial.
b. Meningkatnya tekanan CO2.
c. Turunnya pH darah.
d. Dipakainya simpanan glikogen tubuh untuk metabolisme anaerob
e. Terjadinya perubahan fungsi kardiovaskuler.
2.1.4

Perubahan Patofiologis Dan Gambaran Klinis1,2,7


Kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan
penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak
dan bayi selanjutnya

Bradikardi dan penurunan TD

Gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh


bayi asidosis respioratorik metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis
glikogen tubuh glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi


jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru
dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
2.1.5

Gejala Dan Tanda-Tanda Asfiksia


1.

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

2.

Warna kulit kebiruan

3.

Kejang

4.

Penurunan kesadaran.

5.

Tachypnea (> 60/min)

6.

Retraksi dinding dada

7.

Cyanosis.

8.

Decreased air entry

9.

Grunting

Skema Patogenesis HMD

2.1.6

Diagnosis

a. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari factor resiko terhadap terjadinya asfiksia
neonatorum.7
b. Pemeriksaan fisik7
1.

Bayi tidak bernafas atau menangis

2.

Denyut jantung kurang dari 100x/menit

3.

Tonus otot menurun

4.

Bias didapatkan cairan ketuban ibu tercampur mekonium, atau sisa


mekonium pada tubuh bayi

5.

BBLR

c. Kriteria Diagnosis
Nilai APGAR, merupakan suatu skoring yang berhubungan erat dengan
beratnya asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit setalah bayi lahir.
Angka ini penting artinya karena dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk
menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan. 7
Appereance (warna kulit)

0
Pucat

1
Badan

Pulse Rate (frekuensi nadi)


Grimace (reaksi rangsangan)

Tidak ada
Tidak ada

ekstremitas biru kemerahan


<100
>100
Sedikit gerakan Batuk/bersin

Tidak ada

mimic
Ekstremitas

Gerakan aktif

(usaha Tidak ada

seikit fleksi
Lemah/tdak

Baik/menangis

Activity (tonus otot)


Respiration

effort

2
merah, Seluruh tubuh

bernafas)
teratur
Berdasarkan nilai APGAR 1 menit dapat diklasifikasikan:
a. 8-10 tidak asfiksia.

b. 5-7

asfiksia ringan.

c. 3-4

asfiksia sedang

d. 0-2

asfiksia berat.

d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ; hasil analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis pada
daerah tali pusat:7
1. PaO2 < 50 mmH2O
2. PaCO2> 55 mmH2O
3. Ph < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan
penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa:
1. Pemeriksaan darah tepi
2. Analisi gas darah sesudah lahir
3. Pemeriksaan gula darah sewaktu
4. Pemeriksaan ginjal
5. Pemeriksaan elektrolit
6. Pemeriksaan radiologi/ rontgen dada
7. Pemeriksaan ct scan kepala
Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi
yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu
mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat
peningkatan skor pada tes menit kelima. 7,11
Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit),
maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka
panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian,
tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir

tersebut

membutuhkan

penanganan

medis

segera;

dan tidak didisain

untuk

memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.7


Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).11
2.1.7

Klasifikasi Keparahan Asfiksia4

Pada kasus asfiksia ringan bayi dapat terkejut atau sangat waspada
dengan peningkatan tonus otot, makan dengan buruk, dan frekuensi
pernafasan normal atau cepat. Temuan ini biasanya berlangsung selama
24-48 jam sebelum sembuh secara spontan.

Pada kasus asfiksia sedang bayi dapat letargi dan mengalami kesulitan
pemberian makan. Bayi dapat mengalami episode apnia kadang-kadang
dan atau konvulsi selama beberapa hari. Masalah ini biasanya sembuh
dalam satu minggu, tetapi masalah perkembangan saraf mungkin ada.
Pada kasus asfiksia berat bayi dapat terkulai atau tidak sadar dan tidak
makan. Konvulsi dapat terjadi selama beberapa hari dan episode apnia
yang berat dan sering umumnya terjadi. Bayi dapat membaik selama
beberapa minggu atau tidak dapat membaik sama sekali. Jika bayi ini
dapat bertahan hidup mereka biasanya menderita kerusakan otak
permanen.

2.1.8

Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal

sebagai ABC resusitasi, yaitu : 11


1. Memastikan saluran terbuka

Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm


Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasa
Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi

Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara

Kompresi dada.

Pengobatan

Jika asfiksia ringan


Jika bayi tidak mendapat oksigen ijinkan bayi mulai menyusui. Jika bayi

mendapat oksigen atau sebaliknya, tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan
metode pemberian makan alternatif.7

Jika asfiksia sedang atau berat


1. Pasang selang IV dan berikan hanya cairan IV selama 12 jam pertama.
2. batasi volume cairan sampai 60 ml/kg BB selama hari pertama dan pantau
haluaran urin.
3. Jika bayi berkemih kurang dari 6 kali/hari atau tidak menghasilkan urin
jangan meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya, ketika jumlah
urin mulai meningkat tingkatkan volume cairan IV harian sesuai dengan
kemajuan volume cairan. Tanpa memperhatikan usia bayi yaitu untuk bayi
yang berusia 4 hari, lanjutkan dari 60 ml/kg sampai 80 ml/kg sampai 100

ml/kg jangan langsung 120 ml/kg pada hari pertama. Ketika konvulsi
terkendali dan bayi menunjukan tanda-tanda peningkatan respon. Ijinkan
bayi mulai menyusui. Jika bayi tidak dapat menyusui berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif. Berikan
perawatan berkelanjutan.
Langkah awal resusitasi: (sesuai dengan algoritme)
Letakkan bayi di meja dengan alat pemancar panas, keringkan, letakkan pada
posisi yang benar, lakukan penghisapan bila perlu, rangsangan taktil dan segera nilai:
pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit.7

a. Ventilasi Tekanan Positif7


Ventilasi tekanan positif dapat diberikan dengan balon resusitasi dan intubasi
endotrakeal (ETT)

Indikasi: bila bayi apnu/megap-megap atau bernafas tetapi frekuensi jantung


<100 permenit atau sianosis sentral menetap meskipun diberikan oksigen arus
bebas 100%.

Ventilasi
Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik
dengan oksigen 100%, lalu nilai kembali pernafasan, frekuensi jantung dan
warna kulit.

Evaluasi
Terdapat 3 tanda perbaikan pada bayi yang dilakukan ventilasi yaitu frekuensi
jantung meningkat >100 permenit, perbaikan warna kulit dan bernafas
spontan. Bila gagal lanjutkan ventilasi sambil memeriksa apakah letak
sungkup sudah benar, posisi kepala baik dan aliran oksigen 100% dan
mulailah penekanan dada, bila frekuensi jantung di bawah 60 kali permenit.

b.

Kompresi Dada7

Indikasi: frekuensi jantung < 60 kali permenit setelah 30 detik mendapat VTP
dengan oksigen 100%.

Frekuensi
Sternum ditekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior rongga dada dengan 3
kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik (45 kali kompresi dada dan
15 kali ventilasi selama 30 detik).

Eveluasi
Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi, periksa
frekuensi jantung tau nadi. Bila frekuensi jantung:
< 60 kali permenit: lanjutkan tindakan kompresi dada dan ventilasi dan

pemberian epinefrin.
Hentikan tindakan penekanan dada tetapi lanjutkan ventilasi dengan
oksigen 100%.
c. Intubasi Endotrakeal
Ventilasi tekanan positif dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup
atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakeal (ETT) bila VTP dengan balon
dan sungkup kurang efektif. 7,11

Indikasi
-

Bila terdapat mekonem dan bayi mengalami depresi nafas, tonus otot atau
denyut jantung maka intubasi dilakukan pada kesempatan pertama (perlu
melakukan penghisapan mnelalui trakea untuk mengeluarkan mekoneum)
sebelum memulai tindakan resusitasi yang lain.

Bila VTP dengan balon dan sungkup tidk efektif (tidak mengembangkan
dada) atau membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai ada hernia
diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat badan sangat rendah.

Bila perlu kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi kompresi dan


ventilasi dan memaksimalkan efisiensi VTP.
Obat obat yang Digunakan pada Resusitasi Neonatus

Obat
Epinefrin

Kadar
1:10.000

Persiapan
1 ml

Dosis/cara

Kecepatan/

0,1-0,3 ml/kg

perhatian
Berikan cepat

iv atau ET

Dapat

diencerkan

dengan

larutan

garam

fisiologis

sampai 1-2 mL bila


Volume

Darah lengkap

Expanders

Albumin salin

40 mL

10 mL/kg

diberian secara ET
Berikan selama 5-10

iv

menit

Garam

Berikan melalui pipa

fisiologis

semprit atau tetesan

Natrium

Ringer laktat
0,5 mEq/mL

20

bikarbonat

(cairan 4,2%)

buah

intravena
mL/2 2 meq/kg (4 Berikan pelan pelan
mL/kg)

dalam waktu paling

semprit

sedikit

10 mL yang

menit.berikan hanya

telah diisi

bila

bayi

dalam
Iv,et,im,sq

sudah
ventilasi

efektif
Berikan cepat

Nalokson

0,4 mg/mL

0,1 mg/kg

Hidroklorit

1 mL

(0,25

Iv, ET diutamakan.
IM, SQ dapat pula

1 mg/mL

mL/kg)
1 mL

0,1

mg/kg

(0,1 mL/kg

digunakan.

d. Tindakan-Tindakan Lain Dalam Resusitasi


Pengisapan cairan lambung hanya dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya regurgitasi dan aspirasi, terutama pada bayi
yang sebelumnya menderita gawat janin, yang dilahirkan dari ibu yang mendapat
obat-obat analgesia/anestesia dalam persalinannya, pada bayi prematur, dan
sebagainya.8,9
Tentang penggunaan obat-obat analeptik sepeti lobelin, Koramin, Vandid, dan
lain-lain dewasa ini tidak diberikan lagi dan asfiksia berat bahkan merupakan
kontraindikasi untuk penggunaannya. Nalorphin merupakan obat satu-satunya yang
dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan
pernafasan akibat morphin atau pethidin dan obat-obat berasal dari golongan itu yang
diberikan pada ibu selama persalinan. 6,8,9
2.1.9 Komplikasi
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi yang terjadi langsung
(dini) seperti asidosis metabolik, sindroma gawat nafas (SM dan TTN), gagal jantung,
gagal ginjal akut, ensefalopati hipoksik iskemik, juga dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan seperti terjadinya epilepsi, mikrosefali, serebral palsi, retardasi mental,
gangguan belajar, dan gangguan tingkah laku beserta emosi.8
2.1.10 Prognosis
Prognosis dari asfiksia neonatorum bergantung pada berapa lama neonatus
tersebut tidak dapat bernafas. Sebagai contoh, penelitian klinis menunjukkan bayi
dengan nilai Apgar yang rendah pada 5 menit pertama lebih menunjukkan hasil yang
secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan yang 10 menit. Asfiksia yang
berkepanjangan (prolonged) dapat menyebabkan kematian apabila asfiksia terjadi
lewat dari 10 menit.9

2.1.6

SINDROM GAWAT NAFAS PADA NEONATUS

2.2.1

Definisi
Kumpulan dari 2 atau lebih gejala: gangguan ventilasi paru yang menetap

setelah 4 jam pertama sesudah lahir, ditandai dengan frekuensi napas >60 kali/menit;
merintih pada waktu ekspirasi; retraksi otot-otot bantu pernapasan pada waktu
inspirasi/rektraksi interkostal, subkostal, supra-sternal, epigastrium; pernapasan
cuping hidung dan sianosis.4
2.2.2

Etiologi
Gangguan traktus respiratorius: Hyaline Membrane Disease (HMD),
Transient Tachypnoe of the Newborn (TTN), infeksi (Pneumonia),
Sindrom Aspirasi, Hipoplasia Paru, Hipertensi Pulmonal, Kelainan
Kongenital (Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre Robin
Syndrome), Pleural Effusion, Kelumpuhan syaraf frenikus, dll 4
Gangguan luar traktus respiratorius: Kelainan

2.2.3

Patogenesis dan Gejala Klinis


Hipoksia dan hiperkarbia dapat meyebabkan asidosis respiratorik dan juga

terjadi asidosis metabolik sehingga dapat mengganggu fungsi organ dengan segala
akibatnya. Timbulnya gejala klinis pada sindrom gawat nafas pada neonatus
Tergantung penyebab, penyebab tersering adalah HMD biasanya pada BBLR.
2.2.4

Klasifikasi Hyalin Membran disease

Grade 1

: terdapat gambaran slightly reticular (granular).

Grade 2

: gambaran reticulogranular disertai air bronchogram diluar


bayangan jantung.

Grade 3

: grade 2 disertai kesukaran menentukan batas jantung.

Grade 4

: grade 3 disertai kesulitan menentukan batas diafragma dan

tymus. Gambaran white lung.


2.2.4

Diagnosis4
Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Mengidentifikasi gejala dasar seperti ditulis dalam batasan.

Kemudian cari faktor penyebab.

Tetapkan gangguan keseimbangan asam basa, derajat hipoksia dan


komplikasi lain.

Gejala dasar dapat ditetapkan dengan pemeriksaan rutin.


Langkah mencari faktor penyebab:
Cari faktor predisposisi (misalnya HMD, BBLR); lakukan foto thoraks
Cari gejala spesifik untuk berbagai faktor penyebab (misal: hernia
diafragmatika: perut kosong/bising usus pada thoraks).
Lakukan pemeriksaan spesifik berdasarkan dugaan faktor penyebab.
2.2.5

Diagnosis Banding4
Takipnue sementara pada neonates
Penyakit membrane hialin
Pneumonia
Sepsis

2.2.6

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur
Foto toraks

2.2.7

Tatalaksana

Pengobatan suportif pada SGN pada umumnya sama: 4

Pemberian oksigen intranasal sampai nasofaring atau dengan head box

IVFD dektrose 7 atau 10% + NaCl 15% 6 cc

Antibiotika:
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis
Gentamisin 2 mg/kgBB/18 jam bila BB >2.000 gram
Gentamisin 2 mg/kgBB/24 jam bila BB <2.000 gram

Mencari penyebab SGN dengan melakukan foto thoraks cito

Pemberian makanan peroral ditunda sampai frekuensi pernapasan <60


x/menit

2.2.7

Terapi khusus diberikan sesuai dengan penyebab SGN

Tindak lanjut:
Pengamatan rutin: 4
Tanda-tanda vital dan bentuk pernapasan.
Awasi tanda-tanda kegagalan pernapasan, infeksi, asidosis, gagal ginjal
akut.
Pemeriksaan laboratorium rutin: Hb, Leuko, Diff 1 kali 3 hari. Analisa
gas darah, pada tahap awal tiap 2 jam, kemudian jika keadaan membaik,
pengamatan dijarangkan. Urin diukur. Elektrolit diperiksa sekali sehari.
Diamati kemampuan minum dan pertumbuhan berat badan.

Pemeriksaan khusus: sesuai bentuk klinik dan perkiraan munculnya


komplikasi

2.2.8

Indikasi Pulang:
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak

ada tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali.

Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta


komplikasi
2.2.9

Komplikasi
Bisa terjadi sepsis neonatorum

2.2.10 Prognosis
Baik bila tidak ada komplikasi
2.3

BAYI BERAT LAHIR RENDAH

2.3.1

Definisi
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang massa gestasi. Berat badan lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.8
2.3.2

Klasifikasi BBLR
Berdasarkan berat lahir : 4

Berat lahir kurang dari 1000 gr : bayi berat lahir amat sangat rendah

Berat lahir kurang dari 1500 gr : bayi berat lahir sangat rendah

Berat lahir kurang dari 2500 gr : bayi berat lahir rendah

Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan:14

Prematur : usia gestasi kurang dari 37 minggu.

Aterm : 37 minggu atau lebih.

Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat diklasifikasikan
menjadi SMK (sesuai masa kehamilan), KMK (kecil masa kehamilan), atau BMK
(besar masa kehamilan).

2.3.3

Etiologi
Berat lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai factor melalui suatu proses

yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Factor factor yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir adalah factor lingkungan internal mempengaruhi berat
bayi lahir antara lain sebagai berikut : 2,3
1. Umur ibu hamil
Berdasarkan hasil penelitian umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir,
kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali
lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada
umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang,
sehingga pada saat kehamilan ibi tersebut belumdapat menanggapi kehamilan secara
sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil,
maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur
sangat berisiko tetapii kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat
berbahaya. Mengingat pada usia tersebut sering muncul penyakit seperti hipertensi,
tumor jinak peranakan, atau penyakit degenerative pada persendian tulang panggul.
Kesulitan lain kehamilan diatas 35tahun ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit
seperti diatas sitakutkan bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses
persalinan sendiri, kehamilan diatas 35 tahun akan menghadapi kesulitan pada proses
persalinan karena lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang
panggul tengah. Mengingat factor umur memegang peranan penting terhadaap derajat
kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil dan bayi. Maka sebaiknya merencanakan
kehamilan pada usia antara 20-35 tahun.
2. Jarak kehamilan/kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana
(BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih. Karena jarak
kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk

memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah


satu factor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan.3
Menurut Depkes RI menyatakan kehamilan yang perlu diwaspadai adalah jarak
persalina terakhir dengan awal kehamilan sekurang kurang dari 2 tahun. Bila jarak
terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Pada keadaan
ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama
atau perdarahan.3
3. Paritas
Paritas secara luas mencakup gravid/jumlah kehamialn. Premature/jumlah
kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedan dlam aryi khusus yaitu jumlah atau
banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu melahirkan
anak ke empata atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak
danterjadi kehamilan lagi keadaan kesehatanyya akan mulai menurun, sering
mengalami kurang darah(anemi), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi
sungsang ataupun meliintang.3
4. Kadar hemoglobin
Kadar hemoglobin ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya
dibawah 11gr%. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi,
sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat
badan yang rendah.3
5. Status gizi ibu hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan
berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah
pentingdilakukan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status
gizi ibuhamil antara lain memantau pertambhan berat badan selama hamil, mengukur
lingkar lengan atas dan mengukur kadar hemoglobin. Pertambahan berat badan
selama hamil sekitar 10-12kg, dimana trimester 1 pertambhan kurang dari 1 kg,

trimester II sekitar 3kg, dan trimester III 6 kg. pertambahan berat badan ini juga
sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan
untuk mengetahui apakah seseorang menderita kurang energy kronis (KEK),
sedangkan pengukuran kadar hemoglobin untuk mengetahui kondisi ibu apakah
mengalami anemia defisiensi besi.3
6. Penyakit selama kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes Melitus Gestational (DMG), cacar air, dan penyakit
infeksi TORCH. 2
2.3.4

Cara penegakkan diagnosa7,8

Anamnesis:
Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan faktor etiologi), masa gestasi.
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisis lengkap bayi baru lahir. Pemeriksaan skor Balard untuk menilai
usia gestasi, dan diplot pada kurva Lubchenco untuk menilai kesesuaian berat lahir
dengan usia gestasi.
Kriteria Diagnosis:
Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi di
atas.
Diagnosis:
Timbang berat bayi
Tentukan masa gestasi (hari pertama haid terakhir, Skor Ballard)
Tentukan bayi sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan dengan
menggunakan kurve pertumbuhan dan perkembangan intra uterin dari
Battalgia dan Lubchenco

Masa gestasi <37 minggu prematuritas murni

Masa gestasi 36 minggu dismatur

Masa gestasi <37 minggu dan berat lahir kurang untuk masa gestasi
tersebut gabungan keduanya

Cari faktor penyebab/risiko yang mendasari


2.3.5

Menentukan Usia Kehamilan dari kondisi neonatus4


a) Penilaian ukuran antropometri
a. BB lahir
b. Crown heel length, Lingkar kepala, Diameter Oksipito-frontal,
Diameter biparietal dan panjang badan
Rumus :

Y = 11,03 + 7,75X

Y : masa gestasi
X : lingkar kepala
Pada kasus ini : Y = 11,03 + 7, 75 ( 29 ) = 243 hari = 33 minggu = 8
bulan.
b) Pemeriksaan radiologis dengan meneliti pusat epifisis
c) Motor conduction velocity dengan mengukur motor conduction
velocity dari nervus ulnaris
d) Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
e) Penilaian karakteristik fisik.
Kriteria eksternal : bentuk puting susu, ukuran mammae, plantar, kepala,
transparansi kulit, membran pupil, genitalia eksterna, kuku dan tulang
rawan telinga.

2.3.6 Hubungan Antara Masa Gestasi Dan Beberapa Kriteria Eksterna Bayi
Baru Lahir
Kriteria

Plantar crease

Masa kehamilan
Sampai

37-38 minggu

39 minggu

36 minggu
Hanya di bagian

2/3 anterior

Seluruh

anterior:
ada
Diameter

hanya
4 mm

2mm

7 mm

Rambut kepala
Daun telinga

Halus
Halus

Sedikit

Lentur,
Testis dan skrotum

kaki

transverse

nodul crease

mammae

telapak

tulang Kasar

tak rawan

Kaku, tulang rawan

bertulang rawan

tebal

Testis

Testis pendulum

di

kanal Intermedia

bawah

Skrotum penuh

Skrotum kecil

Ruga ekstensif

Ruga sedikit
2.3.7

Penilaian kriteria neurologis4


Menurut Finnstrom cara yang paling mendekati kebenaran adalah kombinasi

dua dari tiga cara yaitu karakteristik eksternal, kriteria neurologis, dan lingkar kepala.
a. Penilaian menurut Dubowitz
Gabungan hasil penilaian fisik eksternal dan neurologis.
Tabel 3. kriteria fisik luar
Tabel 4. kriteria neurologis
b. Pemeriksaan ciri morfologik dan neurologik (Monintja dkk,1980)
Tabel 5. Ciri Morfologi dan Neurologi

c. Ballards score
Tabel 6. Maturitas neuromuscular dan fisik
d. Lubchenco chart: untuk menilai ukuran sesuai usia gestasi

Tabel 3. Kriteria Fisik Luar

Tabel 4. kriteria neurologis

Tabel 5. Ciri Morfologi dan Neurologi

Tabel 6. Maturitas neuromuscular dan fisik

Lubchenco Chart : Untuk Menilai Ukuran Sesuai Usia Gestasi

Kurva 1. Persentile BB, PB, dan lingkar kepala

2.3.8

Pemeriksaan Penunjang:
Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain atas

indikasi (foto thoraks, ECG,USG).7,8


2.3.9

Tatalaksana:7,8
Indikasi rawat:

Semua bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram

Masa gestasi 35 minggu

Bayi dengan komplikasi

Perawatan:

Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu bayi 36,537,5oC

Bayi dengan RDS pengobatan sesuai dengan penanganan RDS.

Tentukan masa gestasi

Bayi BB >1.500 gram tanpa asfiksia dan tak ada tanda-tanda RDS dirawat
gabung

Bila bayi <1.500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM

Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam
setelah lahir)

Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia

Umu

Kebutuhan cairan

(cc/kg/hari)

(hari)
1
2
3
4
5

60
80
100
120
130

6
7
8
9
10
11
12
13
14
>14

140
150
160
165
170
175
180
190
200
200

Jenis Cairan IVFD:

BB >2.000 gram

: dekstrose 10% 500 cc + Ca glukonas 10%

BB <2.000 gram

: dekstrose 7% 500 cc + Ca glukonas 10%

Kebutuhan Ca glukonas/hari:
- Mulai hari ke-3 baru ditambahkan NaCl 15% 6 cc/kolf dan KCl sesuai
kebutuhan.
- Hari kedua diberi protein 1 gram/kgBB/hari, dinaikkan perlahan-lahan 1
gram, 2 gram, 2 gram, 3 gram/kgBB/hari.
- Pada bayi tanpa RDS (RR <60 x/menit) dapat langsung diberi minum per oral
dengan menghisap sendiri atau dengan nasogastrik drip. Bila bayi tidak
mentolerir semua kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat
ditoleransi lambungnya dan sisanya diberikan sebanyak dengan IVFD.
- Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB <1.500 gram secara sonde
lambung, kemudian dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu,
secara bertahap 1 x/hari dilanjutkan 2-3 x/hari dan seterusnya akhirnya sampai
penuh sampai bayi dipulangkan.
- Bayi dengan masa gestasi <32 minggu diberikan:

Theophilin per oral dosis awal 6 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis sampai masa
gestasi 34 minggu.
Theophilin juga diberikan pada bayi dengan masa gestasi 33-34 minggu bila
bayi tersebut apnu yang disertai bradikardia dan sianosis.
Bila bayi belum bisa makan per oral dapat juga diberikan aminophylin IV
dosis awal 7-8 mg/kgBB dilanjutkan dosis 2 mg/kgBB tiap 8 jam.
2.3.10 Tindak lanjut:7,8
a. Observasi ketat tanda-tanda vital dan kemampuan minum serta pertambahan
berat badan.
b. Awasi

komplikasi

yang

mungkin

timbul:

hipotermia,

hipoglikemia,

hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia, perdarahan peri-intra ventrikuler,


perdarahan paru dan enterokolitis nekrotikan dan infeksi.
c. Pastikan komplikasi yang dicurigai dengan pemeriksaan penunjang

USG transfontanela (perdarahan peri-intra ventrikuler)

Dekstro stick (hipoglikemia)

Hematokrit (polisitemia)

Kadar bilirubin

Darah rutin dan CRP (infeksi)

2.3.11 Indikasi Pulang:


Bayi sudah dapat minum secara adekuat sesuai dengan kebutuhan dan tidak
ada komplikasi.
2.3.12 Edukasi:
Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari
BBLR.7

2.3.12 Komplikasi

Hipotermia

Hipoglikemia

Infeksi

PPIV

NEC

2.3.13 Prognosis
Pada BBLR murni (BBLR karena prematuritas) prognosis semakin buruk bila
usia gestasi semakin muda.7
2.4 SEPSIS
2.4.1 Definisi
Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang invasive dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau
air kemih.17
Definisi sepsis berdasarkan dari American college of chest physicians/society of
critical care medicine (ACCP/SCCM) antara lain: 17
-

Sepsis:

sindrom

respon

sistemik

(Systemic

inflammatory

response

syndrome/SIRS) terhadap infeksi (dugaan klinis / terbukti)


-

SIRS: respon klinis terhadap proses infeksi atau non-infeksi yang ditandai
dengan minimal 2 keadaan berikut (salah satunya harus temperatur atau
jumlah lekosit yang abnormal): suhu 38,5oC atau <36oC, takikardi atau
bradikardi, takipneu, dan lekositosis, lekopenia atau hitung jenis bergeser ke
kiri (netrofil imatur > 10)

Sepsis berat: sepsis + disfungsi organ akut (minimal 1 organ: kardiovaskular


atau sindrom distress pernapasan akut) atau minimal 2 disfungsi organ
lainnya.

Syok septik: sepsis + syok yang refrakter terhadap resusitasi cairan atau
disfungsi kardiovaskular

2.4.2 Etiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya
menjadi 3 golongan, yaitu:19
-

Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi
melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.

Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain. Mikroorganisme
dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah.
Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi
lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan
amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh (misalnya ada
partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina).

Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat
atau akibat perawatan yang tidak steril atau akibat infeksi silang.
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau
hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang
yang berasal dari infeksi lokal.

2.4.3 Faktor resiko


Faktor resiko sepsis dibagi menjadi dua yaitu: 4,18,19

a) Faktor resiko awitan dini


b) Faktor resiko awitan lambat
a) Faktor resiko awitan lambat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor ibu:

Persalinan dan kelahiran kurang bulan

Ketuban pecah dini lebih dari 18-24 jam

Choriamnionitis

Persalinan dengan tindakan

Demam pada ibu (>38.4 C)

Infeksi saluran kemih pada ibu

Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

2. Faktor bayi:

Asfiksia perinatal

Berat lahir rendah

Bayi kurang bulan

Prosedur invasif

Kelainan bawaan

b) Faktor awitan lambat


Faktor awitan lambat berbeda dengan faktor awitan dini dimana pada faktor
resikoo awitan lambat infeksi yang terjadi berasal dari lingkungan tempat
perawatan pasien. Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di
ruang intensif BBL, bayi kurang bulan yang mengalami lama rawat, nutrisi
pareneteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan

bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga
kerja yang merawat bayi
2.4.5 Bentuk klinis4,18
Tersangka sepsis: panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardi, takipneu,
kesadaran menurun, oliguria.
Sepsis: tersangka sepsis + (lekositosis/lekopenia, trombositopenia, granulosit
toksik, hitung jenis bergeser kekiri, CRP (+), LED meningkat). Hasil biakan
kuman penyebab dapat (+) atau (-).
Syok septik: sepsis + tanda-tanda syok (tekanan darah, tekanan nadi, nadi
lembut, kulit kemerahan)
Kegagalan organ multipel: fase terminal penyakit ditandai dengan kegagalan
berbagai organ/ sistem: ginjal, hati, traktus respiratorius, jantung dan otak
2.4.5 Pemeriksaan fisik

Klinis : 18
-

Panas disertai menggigil atau hipotermi

Tampak toksik/ confusion

Takikardi atau bradikardi, takipneu

Flushing pada kulit/ruam kulit berupa petikie, ekimosis, pustular

Kadang-kadang disertai kejang-kejang, ileus, menurunnya volume


urine, inadequate peripheral circulation

2.4.6 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium :

Kadar Hb, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi

Hitung jumlah lekosit

Hitung jenis lekosit

2.4.7

LED, CRP, toksik granulosit, CT, CT

Biakan darah, urine, atau LCS

Kriteria diagnosis7

Kriteria klinis

Laboratorium:
Lekositosis/lekopenia (, 5.000/mm3 atau > 34.000/mm3, netropenia,

trombositopenia, toksik granulosit (+)


-

I/T ratio 0,2 atau lebih

Hitung jenis bergeser kekiri, LED


Biakan darah/ urine/ LCS dapat (+) atau (-)

CRP positif > 9 mg/dl

2.4.8 Patogenesis dan patofisiologi


1. Patogenesis18,19

Infeksi melalui cara :


-

Infeksi antenatal

Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta

Kuman yang menyerang janin :


Virus : rubella, poliomyelitis, variola
Spirochaeta : syphilis
Bakteri : E. Coli, listeria, monocytogenesis

Infeksi intranatal

Lebih sering terjadi

Mikroorganisme dapat masuk kedalam rongga amnion

Contoh : pada kehamilan dengan KPD, partus lama sering


dilakukan manipulasi vagina, kontak langsung dengan jaringan ibu
saat janin melewati jalan lahir
-

Infeksi postnatal

Terjadi setelah bayi lahir

Merupakan infeksi yang didapat

Akibat pemakaian alat yang terkontaminasi atau sebagai infeksi


silang

Infeksi terjadi dengan cara ;

Pemberian

susu

formula

(pengolahan

tidak

hygienis,

umbilicus,

pharynx,

kontaminasi dari lingkungan)

Masuknya

mikroorganisme

melalui

telinga, sistem pernafasan, saluran kemih, gastro intestinal

Kontaminasi dengan bayi, individu atau lingkungan seperti


pemakaian alat suction, pemasangan infus

Bakteri disebut water bugs (karena mampu tumbuh dalam air)


ditemukan pada :
Sumber air
Alat pengatur kelembaban
Saluran cuci tangan
Mesin penghisap lendir
Alat bantu pernafasan
Daur kateter vena ddan arteri
Sampel darah
Alat monitor TTV

Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :

Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan
manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala
sistemik yang berat, terutama mengenai system saluran pernafasan,
progresif dan akhirnya syok.

Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan


manifestasi klinis sering disertai adanya kelainan system susunan
saraf pusat.

Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa


resiko infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah
sakit.

Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :


-

Antenatal : paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (Infeksi


ascending melalui cairan amnion, adanya paparan terhadap
mikroorganisme dari traktur urogenitalis ibu atau melalui penularan
transplasental).

Selama persalinan : trauma kulit dan pembuluh darah selama


persalinan, atau tindakan obstetri yang invasif.

Postnatal:

adanya

paparan

yang

meningkat

postnatal

(mikroorganisme dari satu bayi ke bayi yang lain, ruangan yang


terlalu penuh dan jumlah perawat yang kurang), adanya portal
kolonisasi dan invasi kuman melalui umbilicus, permukaan mukosa,
mata, kulit.
2. Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya
imunitas non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti
rendahnya fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau
tidak adanya imunoglobulin A dan imunoglobulin M (IgA dan IgM),
dan rendahnya kadar komplemen.18

Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui


plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena
ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.18
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal,
infeksi dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari
saluran gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme yang
paling sering menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan
escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagai
mikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan angka
kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae
dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal
sepsis pada bayi BBLSR.18,19
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial,
dan organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella,
enterokoki, dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa
ditemukan sebagai penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR.
Invasi bakterial dapat terjadi melalui tampatseperti puntung tali pusat,
kulit, membran mukosa mata, hidung, faring, dan telinga, dan sistem
internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain,
personel, atau benda benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan
dalam sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap,
kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena dan arteri terpasang
yang digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauan
tanda vital.19
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan
kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan
perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan
oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik

yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen


cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya
adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskular coagulation (DIC) dan
kematian.18,19
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk
mendapatkan

sepsis

nosokomial

yang

serius.

Manifestasi

kardiopulmonal pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi


endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT
oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi
syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran
darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan
kekacauan fisiologis lebih lanjut.19
Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan
sitokin proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan
penyerbu (invader) mikroba. FNT dan mediator radang lain
meningkatkan

permeabilitas

vaskuler,

dan

terjadinya

ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan


antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.18
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5
menurut umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian
kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator
yang dapat dipercaya pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler
perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok
yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen
jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan
oleh vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut,
depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia.18,19

Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang


disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat
racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat
besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun
riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisemia adalah organisme
gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol
invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarakteristikkan dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan
fungsi seluler, dan kegagalan sistem multipel.18,19
2.4.9 Tatalaksana18,19

Pertahankan keseimbangan cairan, bila perlu beri cairan intravena

Sambil menunggu hasil biakan + uji resistensi berikan :


Sefalosporin generasi III secara IV (ceftriaxon 100 mg/kgBB/hari atau
sefotaksim 200 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis atau ceftazidim 150
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis). Bila tidak memungkinkan: Ampisilin 200
mg/kgBB/hari + Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari IV.
Bila perbaikan (-) dalam 48 jam atau memburuk dalam 24 jam I: AB diganti
dengan sefalosporin generasi IV, atau gol. Karbapenem, atau quinolon pada
anak >14 tahun, atau vancomycin bila curiga MRSA. Jika tidak
memungkinkan: sefalosporin generasi III + gentamisin
Selanjutnya sesuaikan antibiotika dengan biakan kuman +u ji resistensi dan
klinis.

Bila disertai dengan syok:


Sesuai standar penatalaksanaan di Unit Perawatan Intensif.

2.4.10 Komplikasi
-

Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal

Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi

Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)

2.4.11 Prognosis
Tanpa komplikasi, dengan pemberian antibiotik adekuat prognosis cukup
baik
Prognosis jelek bila disertai dengan komplikasi. Hasil perawatan sangat
tergantung dari upaya mengenal Sepsis secara dini, dan menanganinya
secara adekuat

BAB III
ANALISIS KASUS
Bayi perempuan datang dengan keluhan utama lahir tidak langsung menangis
dan keluhan tambahan berat badan lahir sangat rendah. Dari anamnesis didapatkan
bayi lahir lahir di OK emergensi secara sectio secaria atas indikasi eklampsia
antepartum dari ibu G1P0A0 hamil 30-31 minggu + eklampsia antepartum. Bayi lahir
tidak langsung menangis Apgar score 2/3. Berat badan lahir 1450 gram, Panjang
Badan Lahir 39 cm, injeksi vitamin K (+). Riwayat ibu demam selama hamil (-).
Riwayat KPSW (-), ketuban hijau (-)bau (-)
Pada pemeriksaan umum bayi baru masuk didapatkan berat badan 1450 gr,
panjang badan 39 cm. Kesadaran kompos mentis, denyut jantung 162x/menit,
pernapasan 68x/menit, temperatur 37,00C, hipoaktif, tonus otot normal, reflek isap
lemah, reflek tangis lemah. Sedangkan pada pemeriksaan saat ini didapatkan
kesadaran kompos mentis, denyut jantung 146x/menit, pernapasan 52x/menit,
temperatur 37,00C, hipoaktif, tonus otot normal, reflek isap lemah, reflek tangis
lemah.
Pemeriksaan khusus didapatkan lingkar kepala 29 cm, UUB rata, reflek
cahaya +/+, NCH ada,

thorak simetris, retraksi ada interkostal dan subkostal,

auskultasi: vesikuler (+) normal, HR 140x/menit, abdomen: datar, lemas, hepar-lien


tidak teraba, bising usus (+) normal, Refleks primitif: oral: (+) Moro: (+) Tonic neck:
(+) Withdrawal: (+) Plantar grasp: (+) Palmar grasp: (+). Ballard Score pada pasien
ini 15.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, CRP
dan Foto Rontgen Toraks. Dari hasil darah rutin didapatkan Hb: 15,9 g/dl,
Hematokrit: 49 vol%, Leukosit: 34600/mm3 , LED : 2 mm/jam,

Trombosit :

175.000/mm3, Dif. count: 0/0/0/71/29/0, Eritrosit: 4150000/mm3 BSS : 44 mg/dl.


Hasil pemeriksaan CRP adalah CRP kualitatif : negatif, CRP kuantitatif : <5 dan pada
foto toraks didapatkan gambaran slightly reticular (granular).
Pasien didiagnosa dengan HMD grade I + BBLSR + Asfiksia perinatal.
Diagnosa asfiksia karena riwayat tidak langsung menangis dan dikategorikan asfiksia
berat karena skor Apgar saat lahir pada menit pertama 2 dan skor pada menit kelima
3. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan 66x /menit, NCH ada, retraksi
interkostal dan subkostal sehingga didiagnosa dengan sindroma gawat napas (RDS)
diduga akibat Penyakit Membran Hyalin (HMD) karena bayi lahir preterm dengan
ballard score 15 (30 minggu), dari hasil rontgen didapatkan pola retikulogranuler
sehingga didiagnosis HMD grade I. Pada pemeriksaan fisik didapatkan juga gejala
bayi sepsis yaitu bayi yang masih tampah lemah, adanya penurunan berat badan
setelah lahir sebanyak 100mg, adanya gejala pernapasan seperti dispnu dan terdapat 2
hasil laboratorium yang menunjang diagnosis sepsis neonatorum yaitu dari
pemeriksaan leukosit yang meningkat sebesar 34.600 dan CRP positif > 9 mg/dl.
Pasien didiagnosa dengan BBLSR karena berat badan yang kurang dari 1500 gram.
Maka penatalaksanaan pada pasien ini adalah O2 nasal 1 L/menit. Dirawat
didalam inkubator, dengan suhu bayi 36,5 sampai 37,50C. IVFD D7,5% + NaCl 15%
6cc, , Lacedim 3x35 mg, aminophylin 3x3 mg, dan pemberian asi/pasi 8x10cc (via
NGT). Pemberian O2 nasal 1-2 L/menit untuk mengatasi sesak nafas pada pasien.
Pemberian IVFD D7,5% + NaCl 15% 6cc disesuaikan dengan tatalaksana pemberian
cairan bayi berat lahir sangat rendah yaitu <2000 gram. Pemberian aminophylin
diberikan karena usia gestasi bayi masih kurang dari 34 minggu, ini diberikan sebagai
terapi untuk bayi yang lahir pretermaminofusin sebagai terapi pada BBLR dan
pemberian antibiotik pada pasien ini sebagai terapi kasus hyalin membran disease
grade 1 dan sepsis neonatorum.
Prognosis pada pasien ini Quo ad vitam dubia ad bonam dan Quo ad
functionam dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan
Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, hal. 29
2. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim
MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar
neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2008.h.71-88
3. Suradi R. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi.
Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2008.h.103-125
4. Usman,A. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI.
5. Surasmi,Asrining,dkk.2009.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
6. MacDonald

MG,Mullet

MD,

Seshia

M,

Averys

Neonatology.

Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6, Lippincott William


& Walkins, 2005.
7. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.
8. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology. Edisi 5,
Lange McGraw Hill, 2003.
9. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care. Edisi 6,
Lippincott William & Walkins, 2008
10. Guglani L, Ryan RM. Transient Tachypnea of Newborn. Pediatrics in
Review. Pediatr. Rev. 2008;29;e59-e65

11. Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE. NEONATOLOGY: MANAGEMENT,


PROCEDURES, ON-CALL PROBLEMS, DISEASES, AND DRUGS. 5th
Edition. (2008).

Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing

Division
12. Anonym. http/www.pediatric/asphixia neonatorum. 2009.Available on 22 Mei
2013
13. Anonym/ http/emedicine/perinatal asphxia.2010. available on 22 Mei 2013
14. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby Elsevier,
2006.
15. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi Neonatus Edisi 5,
AAP, 2006.
16. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine, Edisi 4,
BalckwellPublishing, 2008.
17. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant.
Edisi 5, WB Saunders Company, 2001
18. Feigin RD, Demmler GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Textbook of pediatric
infectious disease, 5th ed. Philadelphia: WB Saunders: 2004.
19. Snyder JD, Pickering LK. Viral Hepatitis. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editors. Nelson Textboox of pediatics. 17th ed. Philadelphia:
Saunders: 2004.

Anda mungkin juga menyukai