Inkontinensia Urine
Inkontinensia Urine
INKONTINENSIA URINAE
Inkontinensia urinae adalah keluarnya air seni tanpa sadar sehingga menimbulkan masalah higiene dan sosial bagi penderitanya .
ANGKA KEJADIAN Inkontinensia urine mengenai 10 25% kelompok wanita usia < 65 tahun ; 15 30% kelompok wanita usia > 65 tahun dan 50% kelompok wanita penghuni panti Wredha.
FAKTOR RESIKO : 1. Usia 2. Kehamilan dan Persalinan 3. Menopause 4. Histerektomi 5. Obesitas 6. Gangguan fungsi 7. Peningkatan tekanan intraabdominal kronis ( batuk kronis, konstipasi, akibat pekerjaan)
8.
Merokok
Pada wanita dewasa, urethra berupa sebuah tabung muskuler dengan panjang sekitar 3 4 sentimeter, bagian proksimal dilapisi dengan epitel transisional dan dibagian distal dilapisi dengan epitel pipih berlapis. Disekeliling urethra terdapat otot polos. Sfingter urethra berupa otot bergaris mengelilingi 2/3 distal urethra dan merupakan 50% dari resisten urethra total yang memegang peranan penting agar tak terjadi inkontinensia. Adanya sfingter urethra ini juga memungkinkan dihentikannya aliran urine di akhir proses miksi. 2 buah Ligamentum pubouretral posterior membentuk mekanisme suspensi yang kuat pada urethra dan menahan urethra kearah depan serta mempertahankan kedekatannya dengan pubis saat terjadi stress. Ligamentum ini terbentang dari bagian bawah os pubis kearah batas antara bagian tengah dan 1/3 distal urethra
Anatomi kandung kemih. A. Aspektus anteroposterior anatomi kandung kemih. Inset : dinding kandung kemih yang terdiri dari mukosa-submukosa-muskular dan lapisan tambahan. B. Foto mikrograf dinding kandung kemih. Mukosa kandung kemih yang kosong berbentuk lipatan atau rugae. Pengaturan serabut otot muskulus detrussor menyebabkan sulitnya dibedakan ketiga lapisan yang ada
Komponen sfingter urethra : (1) Sfingter Urethra (SU) ; (2) Sfingter Urethrovaginal (UVS) dan (3) Kompresor Urethrae (CU) . Sfingter urethrae adalah otot bergaris yang mengelilingi urethra. UVS dan CU berupa pita otot bergaris yang melengkung ke anterior didepan urethra dan mengadakan insersi ke jaringan fibromuskular
dinding anterior vagina. INERVASI Traktus urinarius bagian bawah berada dibawah kendali serabut saraf simfatis dan parasimfatis.Serabut parasimfatis berasal dari S2 sampai S4. Stimulasi saraf parasimpatis dan pemberian obat golongan antikolinergik menyebabkan kontraksi muskulus Detrussor. Obat antikolinergik menurunkan tekanan intravesikal dan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Serabut simfatis berasal dari T10 sampai L2. Serabut simfatis memiliki komponen a dan adrenergik. Serabut komponen berujung di muskulus Detrussor dan ujung serabut komponen a terutama berada di urethra. Stimulasi a adrenergik menyebabkan kontraksi bladder neck dan urethra serta relaksasi muskulus detrussor. Nervus Pudendus ( S2 sampai S4) memberikan inervasi motoris pada sfingter urethra bergaris.
INERVASI SENSORIS Sinyal aferen yang berasal dari kandung kemih, trigonum vesikalis dan urethra bagian proksimal berjalan menuju S2 sampai S4 melalui nervus hipogastrikus. Sensitivitas ujung saraf ini meningkat akibat infeksi akut, sistitis interstitsialis, sistitis akibat radiasi dan menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Peningkatan tekanan intravesikal juga terjadi saat berdiri atau pada
posisi terlalu kebelakang seperti terlihat pada obesitas, kehamilan atau tumor panggul. Sinyal inhibisi diduga menjalar melalui nervus pudendus menuju S2 sampai S4 setelah adanya stimulasi mekanis pada daerah perineum dan kanalis ani. Keterangan ini menjelaskan mekanisme mengapa rasa nyeri pada perineum dan kanalis ani dapat menyebabkan retensio urine. SISTEM SARAF PUSAT Pada neonatus, penyimpanan dan pengeluaran urine berlangsung secara otomatis dan pengendaliannya setingkat reflek sakral. Pada tahap lanjut, koneksi dengan pusat yang lebih tinggi secara bertahap terbentuk, dan melalui latihan dan kebiasaan, reflek spinal menjadi dipengaruhi faktor sosial sehingga berkemih menjadi satu aktivitas yang terkendali. Pola pengeluaran air seni dapat terganggu oleh adanya penyakit saraf yang mengganggu pengaruh pusat yang lebih tinggi dari reflek spinal, atau berubah akibat adanya gangguan mental, lingkungan atau sosiologis.
PENGENDALIAN KONTINENSIA
Kandung kemih normal dapat menahan urine oleh karena tekanan intraurethral lebih besar dari tekanan intravesikal.Ligamentum pubourethral dan fascia sekitarnya dapat mendukung peran urethra sehingga peningkatan tekanan intraabdominal secara mendadak dapat di transmisikan secara merata pada kandung kemih dan sepertiga proksimal urethra sehingga perbedaan tekanan diantara kedua struktur tersebut tetap sama. Sebagai tambahan, reflek kontraksi levator ani menimbulkan kompresi pada bagian tengah
urethra. Gambar diatas memperlihatkan teori transmisi tekanan. Pada wanita dengan struktur penyangga organ panggul yang normal,
peningkatam tekanan intra abdominal akan disebarkan secara merata ke sisi kontralateral kandung kemih dan urethra. Pada pasien dengan struktur penyangga organ panggul yang sudah terganggu peningkatan tekanan intra abdominal akan merubah sudut urethrovesikal dan terjadi inkontinensia
TES DIAGNOSTIK Stress test Q tip test Urethrocystoscopy Cystometogram Pengukuran Tekanan Urethra Uroflowmetry Voiding Cystourethrogram Ultrasonography
SISTOMETROGRAM
Sistometri terdiri dari tindakan mengembangkan kandung kemih dengan sejumlah volume air atau CO2 dan melihat adanya perubahan pada fungsi kandung kemih selama proses pengisian. Tes ini terutama untuk melihat reflek detrusor dan kemampuan pasien untuk mengendalikan reflek tersebut. Sensasi pertama seharusnya terjadi saat volume mencapai 150 200 ml. Volume kritis yang dapat ditampung kandung kemih adalah 400 500 ml sebelum pasien merasakan keinginan keras untuk buang air kecil.
Water Cystometrogram pada pasien normal (A) ; pada pasien dengan hiperrefleksia detrussor (B) dan pada pasien dengan arefleksia detrussor ( hipotonik bladder )
Tanda panah pada gambar A dan B memperlihatkan puncak kontrraksi kandung kemih
Q TIP TEST
Q-tip testpada pasien dengan hipermobilitas urethral. A. Sudut Q tip saat istirahat . B. Sudut Q tip saat maneuver valsava atau saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Penurunan urethrovesical junction menyebabkan defleksi keatas Q tip. ditandai dengan gejala kontraksi detrussor yang tak terkendali pada tekanan 15 cm H20 pada pemeriksaan sistometrik Angka kejadian instabilitas kandung kemih pada populasi umum bervariasi antara 10 15%. Pada sebagian besar penderita, etiologi pasti instabilitas kandung kemih tidak diketahui.
Urge Urine Incontinence
Gejala klinik umum meliputi : Sering merasa ingin buang air kecil Sering buang air kecil Inkontinensia Nokturia TERAPI Obat antikolinergik ( Pro Banthine ) Agonis simpatomimetik (Alupen ) Obat muskultropik (Urispas ) Agonis Dopamin ( Bromokriptin )
PERBANDINGAN KELUHAN PADA WANITA DENGAN STRESS INCONTINENCE DENGAN URGE INCONTINENCE :
Bacaan Anjuran :
1. American College of Obstetricians and Gynecologists: Pelvic Organ Prolapse. Practice Bulletin No. 79, February 2007 2. Brubaker L, Bump R, Fynes M, et al: Surgery for pelvic organ prolapse. In Abrams P, Cardozo L, Khoury W, et al (eds): 3rd International Consultation on Incontinence. Paris: Health Publication Ltd., 2005a, p 1371 3. Cundiff GW, Fenner D: Evaluation and treatment of women with rectocele: focus on associated defecatory and sexual dysfunction. Obstet Gynecol 104:1403, 2004 [PMID: 15572506] 4. DeLancey JOL: Anatomy of the Female Bladder and Urethra. In Bent AE, Ostergard DR, Cundiff GW, et al (eds) Ostergard's Urogynecology and Pelvic Floor Dysfunction, 5th ed. Philadelphia, Lippincott Williams&Wilkins, 2003, p 9 5. Hendrix SL, Cochrane BB, Nygaard IE, et al: Effects of estrogen with and without progestin on urinary incontinence. JAMA 293:935, 2005 [PMID: 15728164]
6. McKinley M, O'Loughlin VD: Urinary system. In Human Anatomy. New York, McGraw-Hill, 2006, p 843 7. Schaffer JI, Cundiff GW, Amundsen CL, et al: Do pessaries improve lower urinary tract symptoms? J Pelvic Med Surg 12:72, 2006 8. Schaffer JI, Wai CY, Boreham MK: Etiology of pelvic organ prolapse. Clin Obstet Gynecol 48:639, 2005 [PMID: 16012231] 9. Tarnay CM, Bhataia NN: Urinary incontinence. In DeCherney AH, Nathan L (eds): Current Obstetric&Gynecologic Diagnosis&Treatment, 10th ed. New York, McGraw-Hill, 2007. Available at: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=2390668. Accessed April 26, 2010 10. U.S. Food and Drug Administration: Phenylpropanolamine (PPA) Information Page, 2005. Available at:http://www.fda.gov/cder/drug/infopage/ppa/default.htm. Accessed March 30, 2010