Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

BATU PYELUM RENAL DEXTRA

Oleh: Yogi Saputra Rosadi, S.Ked 04114708082

Pembimbing: dr. Arizal Agoes, SpB, SpU

BAGIAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOH. HOESIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus yang Berjudul:

BATU PYELUM RENAL DEXTRA

Oleh Yogi Saputra Rosadi, S.Ked 04114708082

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Juli 2013 23 September 2013.

Palembang, September 2013 Pembimbing,

dr. Arizal Agoes, SpB, SpU

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii BAB I LAPORAN KASUS ..............................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 11 BAB III ANALISIS KASUS ............................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................23

BAB I LAPORAN KASUS

I.1 Identifikasi Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Status Bangsa Agama MRS No. RM/Reg. : Tn. B : 29 tahun : Laki-Laki : Penukul : Petani : Menikah : Indonesia : Islam : 12 Juni 2013 : 728225

I.2 Anamnesis (autoanamnesis tanggal 20 Agustus 2013) Keluhan Utama: Nyeri dipinggang kanan yang dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit: Sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri pinggang kanan dan nyeri dirasakan hilang timbul. Saat ini nyeri dirasakan oleh pasien cenderung menetap. Nyeri dirasakan menyebar ke bokong kanan. Keluhan nyeri saat BAK disangkal. Keluhan pancaran miksi kadang terhenti kemudian lancar kembali dan sensasi tidak puas setelah miksi disangkal. Keluhan urin berwarna merah disangkal, dan keluhan BAK batu atau berpasir disangkal. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal. Keluhan saat BAB Disangkal. Pasien lalu berobat ke RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat mengalami penyakit yang sama sebelumnya disangkal.

Riwayat trauma di pinggang kanan disangkal Riwayat infeksi saluran kemih berulang disangkal Riwayat menggunakan kateter uretra dalam penggunaan jangka panjang disangkal Riwayat operasi sebelumnya disangkal Riwayat hipertensi, diabetes mellitus disangkal

Riwayat sering minum air dalam jumlah yang sedikit (+), dan
mulai minum banyak air setelah muncul keluhan

Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam anggota keluarga


disangkal Riwayat kebiasaan Makan Minum air putih Minum teh Minum kopi Alkohol Merokok BAK : 2 - 3x sehari : 5 - 6 gelas/hari :(-) : ( + ), 1 2 gelas sehari :(-) : ( + ), 2 3 batang sehari : 5-6x/hari

I.3 Pemeriksaan Fisik (20 Agustus 2013) Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Pernafasan Suhu Kulit Kepala Mata Pupil : Sedang : Compos mentis : 120/70 mmHg : 76x/menit : 20x/menit : 36,7 C : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Konjungtiva palpebra anemis (-) : Isokor, refleks cahaya (+)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-) JVP 5-2 cm H2O

Dada Paru-paru Jantung Abdomen Hati Limpa Genitalia Anal Ekstremitas atas Ekstremitas bawah

: Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Lihat status lokalis : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Regio CVA Kanan Kiri Inspeksi : Bulging (-) Palpasi : Massa (-), ballotement (-) Inspeksi : Bulging (-) Palpasi : Massa (-),ballotement (-) Perkusi : Nyeri ketok (+)

Regio supra pubis Inspeksi Palpasi : Bulging (-) : Massa (-), nyeri tekan (-)

Rectal Toucher : TSA baik Mukosa licin Prostat tidak teraba, feses (-), darah (-)

I.4 Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Tanggal: 26 Juni 2013 Hb Ht Leukosit Trombosit BSS Ureum Creatinin Na K : 12,2 gr/dl : 43 vol% : 7.600/mm3 (N: 14-18 g/dl) (N: 40-48 vol%) (N: 5.000-10.000/mm3)

: 277.000/mm3 (N: 150.000-450.000/mm3) : 81 mg/dl : 25 mg/dl : 0,96 mg/dl (N: <200 mg/dl) (N: 15-39 mg/dl) (N: 0,9-1,3 mg/dl)

: 136 mmol/l (N: 135-155 mmol/l) : 4,5 mmol/l (N: 3,5-4,5 mmol/l)

Urinalisa Sel epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Muccus Jamur : (-)/LPB : 3 - 6/ LPB (N: 0-5/LPB)

: 60 - 83/LPB (N: 0-1/LPB) : (-) : (-) : (+) : (-) : (-) (N: -) (N: -) (N: -) (N: -) (N: -)

USG

Tidak ada pembesaran prostat Accoustic shadow: batu pada pielum dextra (+)

BNO

Gambaran radioopak + 1,8cm yang terletak disisi kanan diantara L1 L2

IVP

- Eksresi renal normal - Tampak bayangan Radioopaque di pielum renal dextra

I.5 Diagnosis Kerja Batu pieulum renal dextra

I.6 Penatalaksanaan Pyelolithotomi dextra

I.7 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : bonam

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. BATU PIELUM 1. Definisi2,6 Batu pielum adalah penyumbatan saluran kemih pada pielum oleh batu. Batu yang terjebak di pielum menyebabkan nyeri yang dapat hilang timbul (kolik), muncul dipinggang, ataupun nyeri nonkolik dan dapat menyebar ke bokong, paha, abdomen dan daerah genitalia. 2. Epidemiologi6 Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak di bidang urologi setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Batu bisa terdapat di ginjal, ureter, buli-buli maupun uretra. Penelitian yang dilakukan diluar negeri dari negara-negara Barat lain menunjukkan bahwa batu ginjal jarang terjadi sebelum usia 20 tahun, insiden meningkat antara usia 20 dan 30 tahun dan kemudian tetap relatif konstan sampai usia 70 tahun, setelahnya insiden mengalami penurunan kembali. Perkiraan kejadian batu ginjal pertama antara usia 30 dan 70 Tahun bervariasi antara sekitar 100 - 300/100.000/tahun pada pria dan 50 100/100.000/tahun pada wanita. Secara keseluruhan, prevalensi batu ginjal adalah sekitar 6 - 9% pada pria dan 3 - 4% pada wanita dan ini tampaknya mengalami peningkatan.4 Di Amerika Serikat, 5-10% dari populasi menderita penyakit ini, sedangkan rata-rata di seluruh dunia 1 - 12% dari populasi keseluruhan menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit utama di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan BPH.5 3. Etiologi dan patogenesis2,6,7 Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

11

Ada beberapa beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih. Faktor-faktor tersebut adalah : Faktor intrinsik meliputi: Herediter (keturunan) Usia: paling sering didapatkan pada usia 30 50 tahun Jenis kelamin yaitu jumlah laki-laki dan perempuan 3 : 1.

Faktor ekstrinsik meliputi: Geografi Iklim dan temperatur Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet: diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya banyak duduk atau kurang aktivitas. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi keradangan (periureteritis) serta menimbulkan

obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis .

12

Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dari elemen-elemen yang secara normal berada dalam air kemih. Batu ureter seringkali berasal dari batu daerah ginjal yang bergulir ke bawah dan tertahan di ureter, normalnya batu yang ukurannya yang tidak terlalu besar akan didorong oleh peristaltik otot-otot pelvicalices dan turun ke ureter akan melalui ureter menuju vesica urinaria menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter akan mencoba mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kurang dari 5 mm akan dapat keluar secara spontan sedangkan yang lebih besar dapat mengakibatkan keradangan serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter dan hidronefrosis. Jika batu disertai dengan adanya infeksi sekunder maka akan menimbulkan urosepsis, pyonefrosis, abses ginjal, abses paranefrik, abses perinefrik, pielonefritis, serta timbul kerusakan ginjal bahkan gagal ginjal permanen bila sudah lanjut. Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli buli. Teori pembentukan batu: a. Teori inti (nukleus) Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solut di dalam urin, laju aliran urin dalam saluran kemih. b. Teori matrix Matrix organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan kemungkinan pengendapan kristal.

13

c. Teori inhibitor kristalisasi Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadi kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi. Ion magnesium (Mg2+) dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat akan membentuk garam magnesiun oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) membentuk kalsium oksalat menurun. Komposisi Batu: Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat dan kalsium fosfat (75%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) 15%, asam urat (7%), sistin (2%) dan lainnya (silikat, xanthin) 1%. a. Batu Kalsium Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran kedua unsur tersebut. Faktor terjadinya batu kalsium adalah: Hiperkalsiuri Kadar kalsium dalam urin >250-300 mg/24 jam. Penyebab terjadinya hiperkalsiuri antara lain: o Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. o Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan

kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal. o Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi tulang. Hiperoksaluri Ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus setelah menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti: teh, kopi, soft drink, kokoa, arbei, sayuran berwarna hijau terutama bayam

14

Hipositraturia Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.

Hipomagnesuria Di dalam urin, magnesium bereaksi dengan oksalat atau fosfat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.

b. Batu Struvit (batu infeksi) Terbentuknya batu ini karena ada infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea (Proteus, Klebsiellla, Pseudomonas, Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi suasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, sehingga memudahkan membentuk batu MAP. c. Batu Asam Urat Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, mieloproliferatif, terapi antikanker, dll. Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi dan hiperurikosuri. d. Batu Sistin, Xanthin dan Silikat Kebanyakan terjadinya batu buli pada laki-laki usia tua didahului oleh BPH. BPH menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi bulibuli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Pada saat buli-buli berkontraksi untuk miksi, divertikel tidak ikut berkontraksi, sehingga akan ada stasis urin

15

di dalam divertikel yang lama kelamaan mengalami supersaturasi dan dapat membentuk batu 4. Manifestasi klinis Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsi dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika. Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil. Pemeriksaan sedimen urine dapat menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang

16

diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di dalam urine).

5. Pemeriksaan penunjang BNO Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radioopasitas beberapa jenis batu saluran kemih: Jenis batu Kalsium MAP Urat/Sistin IVP Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak terlihat di BNO, menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi divertikel, indentasi prostat. USG Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow) berupa bayangan hiperekoik dengan reflektif yang tinggi disertai gambaran bayangan di belakang batu yang khas disebut acoustic shadow; hidronefrosis dan pembesaran prostat. 6. Penatalaksanaan2,8,9 Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah telah menimbulkan: obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Radioopasitas Opak Semiopak Non opak

17

Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka 6.1 Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Tindakan atau Terapi untuk Pencegahan Timbulnya Kembali Batu Saluran Kemih

18

6.2 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria. 6.3 Endourologi Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Prose pemecahanan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan enersi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah: 6.3.1 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) PNL yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu mencadi fragmen-fragmen kecil. 6.3.2. Ureteroskopiatau uretero-renoskopi: Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi/ureterorenoskopi ini. 6.4 Bedah terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.

19

Pembedahan nefrolitotomi

terbuka untuk

itu

antara

lain batu

adalah: pada

pielolitotomi ginjal,

atau dan

mengambil

saluran

ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

7. Pencegahan Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa: (1) menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, (2) diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu, (3) aktivitas harian yang cukup, dan (4) pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah: (1) rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam, (2) rendah oksalat, (3) rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri, dan (4) rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri absorbtif tipe II.

20

BAB III ANALISIS KASUS

Tn. B, pria berusia 28 tahun, bekerja sebagai seorang petani, datang berobat ke Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan sakit di pinggang kanan. Dari anamnesis, didapatkan keluhan berupa rasa nyeri menyebar ke bokong kanan. Rasa sakit ini dirasakana hilang timbul tetapi cenderung untuk menetap. Tidak ada nyeri saat berkemih. Pancaran miksi kadang terhenti kemudian lancar kembali dan sensasi tidak puas setelah miksi disangkal. Tidak ada darah dalam urin, dan keluhan BAK batu atau berpasir disangkal. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal. Keluhan saat BAB Disangkal. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan pada regio setempat mengungkapkan ada rasa sakit pada perkusi di daerah CVA kanan. Dari pemeriksaan laboratorium, tidak ada peningkatan leukosit. Dari pemeriksaan BNO, ada penampilan radioopaque di tingkat L2 - L3 , ukuran 1,8 cm sekitar. Dari pemeriksaan USG, tidak ada kelainan pada prostat dan ada batu di ginjal kanan. Dari anamnesis, keluhan utama pasien dapat merujuk pada banyak penyakit. Rasa sakit terasa di bagian pinggang kanan. Ini berarti bahwa rasa sakit dapat disebabkan oleh masalah ginjal, penyakit punggung, masalah sistem pencernaan. Tidak ada riwayat trauma dapat menyingkirkan penyakit pada tulang belakang dan tidak ada kelainan pada buang air besar, mual dan muntah disangkal dapat menyingkirkan masalah pada sistem pencernaan. Deskripsi rasa sakit dari anamnesis berarti rasa sakit yang penyebab utama terletak pada ginjal. Jadi, rasa sakit yang disebabkan oleh masalah pada ginjal ginjal. Hal ini dapat berupa batu ginjal, pyeloneprhitis, gangguan ginjal polikistik, abses, infark ginjal dan tumor . Berdasarkan penyakit sebelumnya, pasien tidak mengalami gejala saluran kemih bawah (LUT). Ini berarti bahwa gejala timbul dari ginjal atau ureter . Dari pemeriksaan fisik, tidak ada kelainan pada kecuali rasa sakit pada perkusi di daerah CVA. Dari laboratorium, ada sedikit penurunan hemoglobin, karena adanya iritsasi kronik pada dinding ginjal dengan batu dan menyebabkan

21

hematuria. Hasil urinalisa membuktikan adanya hematuria dengan ditemukannya kadar eritrosit yang tinggi. Pada pemeriksaan BNO IVP dan USG didapatkan pada pasien ini berupa diagnosis sebagai batu pyelum. Faktor risiko pada pasien ini adalah kebiasaan sedikit minum air yang dapat mempertinggi risiko batu ginjal. Pengobatan untuk pasien ini adalah pyelolithotomy. Prognosis Quo Vitam bonam dan quo functionam prognosis bonam.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesian Urological Association. 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Diunduh dari www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf 2. Purnomo, BB. 2009. Dasar dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto. 3. AUA practice guidelines committee. 2003. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia. Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. J Urol 170: 530-547, 2003 4. Kirby. Management of benign prostatic hyperplasia (BPH) in a primary care setting. Diunduh dari: www.urohealth.org/ 5. Amalia, Rizki. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadimya Pembesaran Prostat Jinak. Universitas Diponegoro. 6. Tanagho, Emil et al. Smiths General Urology, sixteen edition. New York: McGraw Hill Publising Company. 7. University of California. Urinary Stone disease. 2006. Diunduh dari: http://urology.ucsf.edu. 8. McLatchie, Greg; Borley, Neil; Chikwe, Joanna. Oxford Handbook of Clinical Surgery, 3rd edition. Oxford University Press. 2007. 9. Urolithiasis, Ureteral Calculus.2007. Diunduh dari: http://www.learningradiology.com

23

Anda mungkin juga menyukai