Anda di halaman 1dari 12

Nama : widya amalia swastika NPM : 1102011290 LI 1. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak LO 1.

Definisi Asma Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflmasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi, obstruksi jalan nafas reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan dan hipereaktiviti bronkus terhadap berbagai rangsangan dan yang dengan terapi spesifik dapat secar total ataupun parsial diredakan segalanya.

Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asmajuga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru -paru. Hal lain juga disebutkan bahwa Asmaadalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar kelenjar di mukosa bronchus.Asma adalah penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-parudengan kata lain Asma adalah suatu keadaan di mana terjadi penyempitan pada aliran nafas akibat dari rangsangan tertentu(pemicu)sehingga menyebabkan peradangan dan menyebabkan sulitnya bernafas dan berbunyi "ngik" setiap bernafas. Hal ini biasanya mengurangi kualitas hidup seorang penderita karena bisa menyebabkan gampang lelah dan gampang sakit.

Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh adanya : (1) penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara spontan maupun dengan pengobatan, (2) peradangan pada jalan nafas, dan (3) peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper- responsivitas) (NAEPP, 1997).

LO 2. Etiologi Asma Di antara faktor penyebab asma termasuklah:1. Faktor keturunan. Pada asma ekstrinsik, faktor keturunan adalah cukup ketara. Biasanya salah seorang ataupun, kedua-dua ibubapa mempunyai penyakit seperti ekzema, asma dan resdung. 2. Bahan alahan. Bahan-bahan alahan di dalam rumah atau di tempat kerja, memainkan peranan utama dalam pencetus asma. Sumber bahan alahan adalah seperti kain bulu, serat kapas, permaidani, debu, kutu hama, debunga, bulu haiwan dan lain-lain lagi. 3. Serangga rumah. Serangga rumah yang sering dikaitkan dengan alahan asma ialah lipas. Lipas yang mati menjadi kering dan kemudian hancur menjadi serbuk yang tersangat ringan untuk diapungkan oleh udara yang bergerak. 4. Pencemaran udara. Pencemaran udara daripada asap rokok, asap kenderaan dan asap kilang juga menjadi faktor penyakit asma.

5. Senaman. Senaman yang bertenaga seperti lumba lari, bola sepak dan seumpama dengannya merupakan pencetus penyakit asma. 6. Cuaca. Udara sejuk dari kawasan pergunungan dan pendingin udara juga merupakan perangsang pada sesetengah pesakit. LO 3. Klasifikasi Asma Sampai pada saat ini etioologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti,namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnyaserangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008). a. Faktor pr edisposisi GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahuibagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanyamempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergiini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar denganfoktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor pr esipitasi AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu (Dermatophagoidespt eronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musimkemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetusserangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yangmengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahpribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.y Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal iniberkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratoriumhewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktulibur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukanaktifitas jasmani atau aloh raga yang berat.Lari cepat paling mudah menimbulkanserangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesaiaktifitas tersebut

Obat-obatan Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentuseperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein

LO 3. Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannya dan gambaran dari obstruksi saluran nafas. Yang terpenting adalah berdasarkan derajad berat ringannya serangan, karena berhubungan secara langsung dengan pengobatan yang akan diberikan A. Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi : 1. Asma Ekstrinsik, yang dibagi menjadi : 1.1. Asma Ekstrinsik Atopik 3 Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30 tahun . Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, maka prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang menderita asma. 1.2. Asma Ekstrinsik Non Atopik 3 Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari siklus biologis. Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi 3 2 2.1. Asma Intrinsik 2.2. Asma Idiopatik Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %. B. Ditinjau dari berat ringannya penyakit menurut Global Initiative For Asthma Gejala Gejala Malam PEF - terus menerus sering < 60% prediksi Tahap 4 - aktivitas fisik terbatas variabilitas > 30% Persisten Berat - tiap hari Tahap 3 >60%<80% pred Persisten Sedang > 1 kali/mgg - penggunaan -agonis tiap hari variabilitas 20-30% - Saat serangan mengganggu aktivitas - > 1 kali/minggu, tetapi < 1 kali perhari > 2 kali/bulan > 80% prediksi Tahap 2 variabilitas 20-30% Persisten Ringan - < 1 kali/minggu Tahap 1 80% prediksi - diantara serangan tanpa gejala < 2 kali/bulan Intermitten variabilitas <20% Dan PEF normal 8.11 C. Ditinjau Dari Gejala Klinis 1. Serangan asma ringan : dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang sesak, Sa O2 95% udara ruangan, PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV1 lebih dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari. Serangan asma sedang : dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas walaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan 2. suprasternal, SaO2 92-95% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV1 antara 1-2 liter, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal atau kehidupan sehari-hari. 3. Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas sehari-hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila SaO2 91%, PEFR 80 liter per menit, FEV1 0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal dan suprasternal, pulsus paradoksus 20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengi ekspirasi yang jelas. http://www.klikpdpi.com/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=79&page=4

LO 4. Patofisiologi

Patofisiologi Tanda patofisiologik asma adalah penurunan diameter jalan napas yang disebabkan oleh kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan ekspirasi paksa (forced expiratory volume) dan kecepatan aliran udara, hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja bernapas, perubahan fungsi otot-otot pernapasan, perubahan rekoil elastik (elastic recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan perubahan gas darah arteri. Pada dasarnya asma diperkirakan sebagai penyakit saluran napas, sesungguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama serangan akut. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru pada elektrokardiografi. Seorang pasien yang dirawat, kapasitas vital paksa (forced vital capasity) cenderung kurang dari atau sama dengan 50% dari nilai normal. Volume ekspirasi 1 detik rata-rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan, sementara rata-rata aliran mid ekspiratori maksimum dan minimum berkurang sampai 20% atau kurang dari yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap (air trapping) ditemukan dalam jumlah besar. 1 Gambaran klinik

Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat dan kerapkali berbentuk silinder dari saluran napas bagian distal (Spiral Churschmann) serta memperlihatkan sel eosinofil serta kristal Charcot-leyden jika dilihat dengan mikroskop. Berbagai pembagian asma pada anak telah banyak dikemukakan. Pembagian asma menurut Phelan dkk (1983) adalah sebagai berikut : 3 1. Asma episodik jarang

Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada anak umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 3 4 hari dan batuknya dapat berlangsung 1014 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain. 1. Asma episodik sering

Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 56 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serang an 34 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 813 tahun . Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur. Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari 12 minggu, biasanya ti dak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan. 1. Asma kronik atau persisten

Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 814 tahun. Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami gangguan psikososial.

Varian bentuk Asma

Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang tidak dapat begitu saja dimasukkan ke dalamnya. 2 1. Asma episodik berat atau berulang

Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur prasekolah. Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan infeksi saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Serangan biasanya hilang pada umur 56 tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran napas yang persisten. 1. Asma persisten

Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan dengan kecilnya saluran napas pada anak golongan umur ini. Terjadi pada beberapa anak umur 312 bulan. Mengi bias anya terdengar jelas jika anak sedang aktif. Keadaan umum anak dan tumbuh kembang biasanya tetap baik, bahkan beberapa anak menjadi gemuk sehingga ada istilah fat happy wheezer. Gambaran rontgen paru biasanya normal. Gejala obstruksi saluran napas disebabkan ol eh edema mukosa dan hipersekresi daripada spasme otot bronkusnya. 1. Asma hipersekresi

Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah. Gambaran utama serangan adalah batuk, suara napas berderak dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah kasar dab ronkhi kering..

1.

Asma karena beban fisik

Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada asma episodik sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu terdapat golongan asma yang manifestasi klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil baliq. 1. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik

Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang dapat mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asmanya baru timbul segera setelah terkena alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna tartrazine, makan makanan atau minum minuman yang mengandung zat pengawet.. 1. Batuk malam

Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak jelas sering salah didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur 26 tahun dengan gejala utama seran gan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 14 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan tanda adany a alergi pada anak dan keluarganya. 1. Asma yang memburuk pada pagi hari

Golongan yang gejalanya paling buruk jam 14 pagi. Keadaan demikian dapat terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan in i diduga berhubungan dengan irama diurnal caliber saluran napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.

Gejala klinis
1

Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu : 1. Stadium I

Disaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk. 1. Stadium II

Sekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan interkostal. 1. Stadium III

Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi http://yumizone.wordpress.com/2009/07/22/asma-pada-anak/ LO 5. Manifestasi Klinis Asma Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002): a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop b. Batuk produktif sering pada malam hari c. Napas atau dada seperti ditekan Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras (Mansjoer, 2002; Tanjung, 2003). Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Tanjung, 2003).

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2) Tingkat II : a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. 3) Tingkat III : a) Tanpa keluhan. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4) Tingkat IV : a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5) Tingkat V : a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi. LO 6. Diagnosis dan diagnosis Banding Asma Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 4

1. 2. 3. 4. 5.

Riwayat penyakit atau gejala : 1 Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu. Responsif terhadap pemberian bronkodilator. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit Riwayat keluarga (atopi). Riwayat alergi/atopi. Penyakit lain yang memberatkan. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

1. 2. 3. 4.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma. 5 Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma. 1

Pemeriksaan fisik o Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan. o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. o Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil. o Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.

o o

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi dapat tidak terdengar ( silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas. Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.

Uji faal paru

Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai : 5 1. 2. 3. Derajat obstruksi bronkus Menilai hasil provokasi bronkus Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. peak flow meter adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengk ap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Histamin Metakolin Beban lari Udara dingin Uap air Alergen

Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan. ru yang penting pada asma adalah PEFR,FEV1PVCFEV1/FVCulut. Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta b

Foto rontgen toraks

Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin

Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal CharcotLeyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

1. 2.

Uji kulit alergi dan imunologi Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lainlain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

3.

Diagnosis banding asma pada anak : 3

Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang menekan trakea. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik. Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus. Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah umur 6 bulan dan jarang berulang. Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai bronkitis asmatika, wheezy cold, bronkitis dengan mengi, bronkiolitis berulang dan lain-lainnya. http://yumizone.wordpress.com/2009/07/22/asma-pada-anak/ LO 7. Penatalaksanaan Asma A. Terapi Medikamentosa Pada serangan asma ringan, diberikan obat pereda (reliever) berupa beta agonis secara inhalasi/oral, (http://um.ac.id) atau adrenalin 1/1000 subkutan 0,01 ml/kg berat badan/kali dengan dosis maksimal 0,3 ml/kali. (http://ksupointer.com) Pada serangan asma sedang, diberikan obat seperti di atas ditambah dengan pemberian oksigen, cairan intravena, kortikosteroid oral, dan dirawat di ODC (one day care) atau ruang rawat sehari. Pada serangan asma berat, selain obat di atas, dilakukan pemberian aminofilin secara inisial dan rumatan. Kortikosteroid dapat diberikan secara intravena. Steroid oral dengan dosis 1-2 mg/kg berat badan/hari dibagi 3 diberikan selama 3- 5 hari. Steroid yang dianjurkan adalah prednison dan prednisolon. B. Terapi Suportif Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan. Pada keadaan tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik, atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran psikolog atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor pencetus serangan asma. C. Terapi Bedah Biasanya tindakan bedah tidak diperlukan, kecuali jika timbul komplikasi berupa pneumotoraks. Pada keadaan pneumotoraks diperlukan pungsi dan bila diperlukan dilakukan pemasangan WSD (water seal drainage) untuk mengeluarkan udara dari pleura (selaput atau membran pembungkus paru-paru) LO 8. Komplikasi Asma Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri mePada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison. 1 Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian. 3

LO 9. Prognosis Asma Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).

Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.

LO 10. Epidemiologi Asma Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4 5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun. 3 Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk. 2 Kira-kira 220% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun diperkirakan berkisar antara 5 10%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Di poliklinik Subbagian Paru Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma. Jumlah kunjungan di poliklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara 12.000 13.000 atau rata-rata 12.324 kunjungan pertahun. Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan karena serangan asma yang berat ada 5 anak, 2 anak di antaranya adalah pasien poliklinik paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak dan pada tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena serangan asma yang berat. 3 Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuisioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuisioner yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma), 6,2% dari 64% diantaranya mempunyai gejala klasik. Bagian anak FKUI-RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta pusat pada 19951996 dengan mengunakan kuisioner modifikasi dari ATS, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234 anak usia 1314 tahun melalui kuisioner ISAAC, pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma) 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%. 1 Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuisioner modifikasi ATS, yaitu proyek pneumobile Indonesia dan Respiratory Sympton questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13 70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7 % dengan rincian laki-laki 9,2 % dan perempuan 6,6 %.1 LI 2. Memahami dan Menjelaskan Inhaler Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya. Cara memberikan obat melalui hirupan tersebut dikenal sebagai terapi inhalasi. Secara garis besar ada 3 macam alat/jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer, MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder inhaler). Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik, yaitu langsung ke organ sasaran, awitan kerja lebih singkat, dosis obat lebih kecil, dan efek samping juga lebih kecil. Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Jenis Terapi Inhalasi Pemberian aerosol yang idel adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai. Berikut beberapa alat terapi inhalasi:

Metered Dose Inhaler (MDI) MDI tanpa Spacer Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

Dry Powder Inhaler (DPI) Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Nebulizer Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup. Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus) yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang Kortikosteroid Inhalasi Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah. Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 g , 125 g /dosis) Inhalasi aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100 -250 g, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 g, 2 kali sehari Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate 200g/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200g , 2 kali seharianak: 50-100 g 2 kali sehari Budesonide Pulmicort (budesonide 100 g, 200 g, 400 g / dosis)Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 g, 2 k ali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 g / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 g/ hari dalam dosis terbagi Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis

Cara Penggunaan Inhaler

Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin Ambillah inhaler, kemudian kocok

Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif) Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh) Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.

Anda mungkin juga menyukai