Anda di halaman 1dari 24

KINERJA STRUKTUR GEDUNG FLAT-PLATE YANG DIDISAIN SESUAI SNI 03-2847-2002TERHADAP BEBAN GEMPA I Gusti Made Sudika ABSTRAK

Struktur flat-plate/flat-slab merupakan salah satu solusi untuk mendapatkan jumlah ruangan yang lebih banyak dengan ketinggian bangunan yang terbatas. Namun, kelebihan ini tidak didukung oleh sifat dari struktur yang rentan terhadap beban horizontal/gempa, sehingga peraturan-peraturan bangunan di dunia termasuk di Indonesia, hanya mengijinkan struktur flat-Plate/flat-slab dibangun pada daerah dengan tingkat intensitas gempa moderat sampai sedang bila tidak dikombinasikan dengan sistem pemikul beban lateral yang lain seperti bresing dan dinding geser. Sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya Bali berada pada wilayah gempa dengan intensitas sedang sampai dengan tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kinerja dari strukturflatplate dalam gedung bertingkat rendah (5,4 dan 3 lantai) dibangun pada wilayah gempa 5 menurut SNI 03-1726-2002. Struktur gedung yang dijadikan model dalam penelitian ini merupakan struktur gedung beraturan dan terlebih dahulu didesain mengikuti peraturan SNI 03-2847-2002 untuk mendapatkan dimensi dan jumlah tulangan yang memenuhi. Evaluasi perilaku seismic sesuai dengan SNI.03-1726-2002 dan SNI.03-2847-2002 dilakukan dengan mengaplikasikan analisis beban dorong menggunakan software SAP2000. Struktur gedung pelat datar beton bertulang dimodel secara 3-D dengan pendekatan effective beam width-column. Perilaku sendi plastis mengikutidefault program. Besarnya beban gempa untuk evaluasi adalah beban gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun. Parameter yang ditinjau untuk mendapatkan kinerja struktur meliputi hubungan gaya geser dasar dan simpangan atap, titik kinerja struktur (performance point), simpangan antar tingkat (drift), dan mekanisme keruntuhan struktur. Hasil analisis menunjukkan bahwa stuktur sangat fleksibel dengan faktor daktilitas = 7,04, 6,54 dan 8,29 untuk masing-masing struktur 3,4 dan 5 lantai. Tingkat kinerja semua model struktur berdasarkan klasifikasi FEMA-440/ATC-40 berada pada kondisi Damage Control, yaitu struktur mengalami kerusakan yang masih terkendali dimana beberapa struktur mengalami kelelehan namun struktur belum runtuh, dan masih dalam batas aman untuk penghuni bangunan. Tingkat kinerja ini masih berada di bawah tingkat kinerja yang umum disyaratkan untuk bangunan perkantoran yaitu Life Safety. Keruntuhan yang terjadi menunjukkan mekanisme beam sway mechanism, yaitu terjadi keruntuhan pada balok terlebih dahulu (Strong column weak beam).

STEEL FIBER UMUM Beton merupakan material komposit yang tersusun dari agregat dan terbungkus oleh matrik semen yang mengisi ruang di antara partikel-partikel sehingga membentuk satu kesatuan. Berdasarkan kekuatan tekannya beton dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu beton normal, kinerja tinggi, dan kinerja sangat tinggi Salah satu sifat penting dari beton adalah daktilitas. Daktilitas beton yang rendah dicerminkan oleh kurva tegangan-regangannya yang memiliki penurunan kekuatan tekan yang cepat pada daerah beban pasca puncak, sehingga menyebabkan keruntuhan terjadi tiba-tiba. Penambahan serat yang mempunyai modulus elastisitas yang lebih rendah dari modulus elastisitas matrik beton diharapkan dapat membuat beton lebih daktail. Dengan sifat daktail tersebut, serat yang dicampurkan ke dalam beton diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik beton. Penggunaan serat untuk memperkuat material yang getas telah lama dikenal. Serat-serat yang telah umum dipergunakan antara lain terbuat dari baja, polymer, atau fiber glass. Beton serat dapat didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari semen portland atau bahan pengikat hidrolis lainnya yang ditambah dengan agregat halus dan kasar, air, dan diperkuat dengan serat . Interaksi antara serat dan matrik beton merupakan sifat dasar yang mempengaruhi kinerja dari material komposit beton serat. Pengetahuan tentang interaksi ini diperlukan untuk memperkirakan kontribusi serat dan meramalkan perilaku dari komposit. Serat untuk campuran beton dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu Serat metal, misalnya serat besi dan serat stainless steel. Serat polymeric, misalnya serat polypropylene dan serat nylon. Serat mineral, misalnya fiberglass. Serat alam, misalnya serabut kelapa dan serabut nenas Dalam penjelasan makalah ini, yang dibahas adalah beton serat baja. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut ; DEFINISI Steel fiber didefenisikan sebagai bagian kecil yang rata atau ber gelombang baja dingin; bagian rata atau bergelombang potongan baja; leburan ekstrak serat atau serat baja lainnya yang sangat kecil tersebar merata dalam campuran beton segar, dengan aspek rasio, yaitu panjang serat dibagi dengan diameter serat, l/d antara 12,7 mm sampai 63,5 mm (ACI 544.3R-84) dengan tegangan tarik ratarata fu, tidak kurang dari 345 MPa ( ASTM-A820 ). Sementara Fiber reinforced concrete itu sendiri yaitu beton yang dibuat dari campuran semen, agregat halus, agregat kasar, air dan sejumlah fiber yang disebar secara random dalam adukan. Untuk menambah kemampuan beton dalam menahan beban tarik dan lentur, di lakukan upayaupaya perbaikan antara lain dengan cara memberi baja tulangan didaerah tarik. Usaha untuk menambah kekuatan tarik dan lentur beton tanpa tulangan. Dalam pembuatannya, Fiber reinforced concrete harus mempunyai Serat yang baik harus memiliki t / do (panjang / rasio diameter) yang tinggi dan serat homogen yang menyebar sehingga akan terjadi optimal penguatan.

Gambar 1. serat pada beton X-photograph

Gambar 2. serat homogen pada beton yang dibuktikan dengan Sinar

SIFAT BETON SERAT BAJA Fiber reinforced concrete memiliki sifat: daya tahan tinggi (awet) Kuat dan Daktilitas Resistansi "stress" yang tinggi (penyerapan energi) PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAJA PADA BETON Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, penambahan serat ke dalam adukan beton dapat Memberikan keuntungan berupa perbaikan beberapa sifat beton (Suhendro 2000: 7), yaitu : 1. Daktilitas (duktility), yang berhubungan dengan kemampuan bahan untuk menyerap energi (energi absorption). 2. Ketahanan terhadap beban kejut (impact resistance). 3. Kemampuan untuk menahan tarik dan momen lentur. 4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatique life). 5. Ketahanan terhadap pengaruh susutan (shrinkage). 6. Ketahanan terhadap ausan (abrasion), fragmentasi (fragmentation), dan spalling. Mengingat kecilnya nilai kuat tarik beton jika dibandingkan dengan Kuat tekannya yaitu sekitar 0,57fc, maka diambil solusi untuk menambahkan fiber atau serat kedalam adukan beton. Hasil penelitian Suhendro (1990: 9) menyimpulkan bahwa beton fiber mampu mempertahankan kemampuan tarik maksimum, meskipun regangan tarik yang terjadi sudah cukup besar (bahkan terjadi retakan). Hal ini terbukti melalui pengujian split silinder pada umur 28 hari memberikan hasil berupa kuat tarik beton fiber. Beton biasa (BB) memiliki kuat Tarik sebasar 2,8 MPa, sedangkan beton fiber baja (BFS-0,5 dan BFS-1,0), beton fiber bendrat (BFB-0,5) dan beton fiber kawat (BFK-0,5), berturut-turut mempunyai kuat tarik sebesar 3,77 Mpa, 4,50 MPa, 4,425 MPa, dan 3,5 Mpa. Dengan kata lain terdapat peningkatan kuat tarik berturut-turut sebesar 34%, 61%, 58%, 25%. TIPE UMUM SERAT BAJA Berdasarkan ASTM-A820, terdapat empat tipe umum serat baja yang digunakan sebagai material, yaitu tipe I kawat dingin; tipe II potongan tipis; tipe III leburan ekstrak serta tipe IV serat jenis lainnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

APLIKASI BETON SERAT BAJA Adapun aplikasi penggunaan dari Fiber reinforced concrete adalah sebagai berikut: TUNNEL PERBAIKAN

Beton ini dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki dan memperkuat terowongan yang ada.

LERENG STABILISASI

Pada pengerjaan proyek di luar ruangan yang dekat dengan alam, kemungkinan terkena suhu beku dan cuaca buruk akan mempengaruhi pembuatan struktur yang menyebabkan perubahan dari struktur tersebut. Selain itu, Angin dan intens sinar matahari juga dapat menyebabkan beton mengering sebelum waktunya. Kondisi ini perlu untuk menerapkan bahan yang kuat terhadap faktor tersebut. Bahan yang paling cocok untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan Fiber steel reinforced concrete (Beton berserat baja) DINDING PENAHAN

Dinding penahan Pengembangan kota biasanya melibatkan penggalian besar. Ini perlu dinding penahan vertikal dalam rangka mencegah ambruknya struktur dari samping dan juga untuk memberikan aman pada kondisi kerja. Penggunaan Beton berserat baja (Fiber steel reinforced concrete) sangat cocok sekali sebagai bahan pembuatan struktur ini.

GUA BESAR

Pada zaman sekarang, gua digunakan untuk banyak tujuan. Mulai dari pembangkit listrik ke ruang olahraga, penyimpanan minyak, repositori untuk limbah. Fiber steel reinforced concrete digunakan sebagai pendukung dasar penguat efisien karena Fiber reinforced concrete memiliki daktilitas yang tinggi. GUA

Dalam metode shell tunggal, lapisan terowongan dibangun penuh dengan menggunakan Shotcrete. Karena tidak ada membran tahan air yang dapat dibangun di Shotcrete tersebut, kualitas sangat penting khususnya untuk retak resistensi yang membutuhkan performant serat baja tulangan. Untuk serat lapisan baja tuang menyediakan beton yang memiliki daya tahan jauh lebih tinggi. Beton serat adalah beton yang cara pembuatannya ditambah serat. Tujuan penambahan serat tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik beton, sehingga beton tahan terhadap gaya tarik akibat, cuaca, iklim dan temperatur yang biasanya terjadi pada beton dengan permukaannya yang luas. Jenis serat yang dapat digunakan dalam beton serat dapat berupa serat alam atauserat buatan. Serat Alam, umumnya terbuat dari tumbuh-tumbuhan, misalnya: ijuk serabut kelapa sisal dll Serat Buatan, umumnya terbuat dari senyawa-senyawa polimer yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh cuaca polypropilene

polyetilene dll Untuk mendapatkan hasil terbaik dianjurkan menggunakan rasio 50 100 dimana jika diambil diameter serat 1mm, panjangnya berkisar 50 100 mm. Sifat fisis beton serat: beton dengan serat membuatnya menjadi lebih kaku sehingga memperkecil nilai slump serta membuat waktu ikat awal (initial setting) lebih cepat. Sifat Mekanis beton serat: Penambahan serat sampai batas optimum umumnya meningkatkan kuat tarik dan kuat lentur, tetapi menurunkan kekuatan tekan. Jenis serat tertentu meningkatkan kinerja beton seperti serat baja dan serat tembaga. Penggunaan Beton Serat : Beton serat digunakan pada konstruksi yang harus mempunyai permukaan luas dimana temperatur, oksidasi dan penguapan mempunyai pengaruh besar terhadap besarnya susut muai, seperti landasan pacu di bandar udara, plat atap, jalan, dan lain-lain.

POLIMER Beton Polimer yang Ramah Lingkungan Beton dikenal sebagai material bangunan yang paling populer yang tersusun dari komposisi utama batuan, air, dan semen. Dikenal luas karena bahan pembuatnya relatif mudah didapat secara lokal, walaupun harganya lumayan mahal. Akan tetapi beton yang berbahan semen, air dan batuan ini kerap mendapat kritik karena dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu, banyak pakar mulai mencari solusi sebagai alternatif bahan-bahan campuran beton. Salah satu bahan dasar pembuatan beton kemudian diganti dengan polimer. Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar, dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. Bahan ini berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Pneggunaan bahan tersebut bertujuan memanfaatkan limbah plastik. Disampin gmencari alternatif pengganti semen. Ini adalah salah satu manfaat dari daur ulang bahan plastik yang selalu dibuang dengan sengaja, tanpa kita sadari ternyata dapat diubah menjadi bahan dasar beton yang ramah lingkungan. Bahan dasar beton polimer ini ditemukanlewat hasil penelitian dan ujicoba seorang peneliti bahan dasar bangunan, Djuanda Suraatmadja. Penelitian yang dilakukan dilaboratorium Struktur Bahan serta Institut Teknologi Bandung dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) ini menarik perhatian para ilmuwan serta industriawan mengingat beberapa keistimewaan dan kebihan beton polimer dibanding beton semen. Beton polimer yang ditemukan Djuanda memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultara violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta bisa mengeras didalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Satu-satunya kelemahan yang hingga kini belum teratasi adalah harga beton polimer masih belum bisa lebih rendah dibanding beton semen, kecuali untuk daerah Irian Jaya, sebab di Irian Jaya harga semen sangat mahal. Oleh karena itu beton polimer lebih banyak digunakan di Irian Jaya. Dan diluar itu, beton polimer lebih banyak digunakan untuk rehabilitasi bangunan yang rusak

Bahan Tambah untuk Campuran Beton Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. (Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton, SK SNI S-18-1990-03). Berdasarkan ACI (American Concrete Institute), bahan tambah adalah material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Penambahan bahan tambah dalam sebuah campuran beton atau mortar tidak mengubah komposisi yang besar dari bahan lainnya, karena penggunaan bahan tambah ini cenderung merupakan pengganti atau susbtitusi dari dalam campuran beton itu sendiri. Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi dalam berat-volume tidak terasa secara langsung dibandingkan dengan komposisi awal beton tanpa bahan tambah. Penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus memperhatikan standar yang berlaku seperti SNI (Standar Nasional Indonesia), ASTM (American Society for Testing and Materials) atau ACI (American Concrete Institute) dan yang paling utama memperhatikan petunjuk dalam manual produk dagang. Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). II. Chemical admixtures (bahan tambah kimia) Menurut standar ASTM , terdapat 7 jenis bahan tambah kimia, yaitu: Tipe A, Water-Reducing Admixtures Tipe B, Retarding Admixtures Tipe C, Accelerating Admixtures Tipe D, Water Reducing and Retarding Admixtures Tipe E, Water Reducing and Accelerating Admixtures Tipe F, Water Reducing, High Range Admixtures Tipe G, Water Reducing,High Range Retarding Admixtures Water-Reducing Admixtures (Plasticizer) Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Bahan tambah ini biasa disebut water reducer atau plasticizer. Plasticizer dapat digunakan dengan cara-cara sebagai berikut: Kadar semen tetap, air dikurangi Cara ini untuk memproduksi beton dengan nilai perbandingan atau faktor air semen (fas) yang rendah. Dengan faktor air semen yang rendah akan meningkatkan kuat tekan beton. Dengan penambahan plasticizer, walaupun fas rendah, beton tetap memiliki sifat workabilitas yang baik. Kadar semen tetap, air tetap Cara ini untuk memproduksi beton dengan slump yang lebih tinggi. Tingginya nilai slump akan memudahkan penuangan adukan. Kadar semen dikurangi, faktor air semen tetap Cara ini dilakukan untuk memperoleh beton dengan penggunaan semen yang lebih sedikit, sehingga mengurangi biaya.

Komposisi dari plasticizer diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas: Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya Berdasarkan prosentase pengurangan jumlah air, plasticizer/water reducer dibedakan menjadi 3 macam: Normal water reducer : Penggunaan jenis ini mampu mengurangi air antara 5 10%. Mid-range water reducer : Penggunaan jenis ini mengurangi air antara 10 15%. High-range water reducer : Jenis ini biasa disebut superplasicizers, mampu mengurangi air antara 20 40%. Mekanisme adanya penambahan plasticizer dapat dijelaskan sebagai berikut: Senyawa diserap oleh bidang muka antara air dengan zat padat. Partikel padat tersebut mengandung muatan sisa pada permukaannya dapat positif, negatif ataupun keduanya. Pada pasta semen, akibat perbedaan muatan tersebut, partikel dengan muatan berbeda yang posisinya berdekatan menyebabkan gaya elektrostatik, selanjutnya partikel mengalami flokulasi/ penggumpalan (Gambar 1.a). Sejumlah air diikat oleh gumpalan tersebut dan diserap pada permukaan padat, sedang sedikit air yang tersisa mampu mengurangi viskositas/kekentalan pada pasta dan juga pada beton. Molekul pada plasticizer berfungsi menetralisir muatan pada permukaan atau membuat seluruh permukaan tersebut bermuatan seragam. Kemudian partikel tersebut saling tolak menolak (tidak lagi saling tarik menarik), sehingga semua partikel saling berpencar/dispersi dalam pasta (Gambar 1.b). Hal ini membuat sebagian besar air mampu untuk mengurangi viskositas pada semen dan beton. Interaksi pada permukaan ini hampir pasti diketahui terjadi pada partikel semen, dan dapat pula terjadi pada fraksi terhalus dari agregat halus.

Gambar 1 Dispersion Action akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta berpencar Contoh produk plasticizer: Plastiment NS Produk ini dikeluarkan oleh Sika, dengan bahan dasar polimer padat. Plastiment NS memenuhi standar ASTM C-494 Tipe A dan AASHTO M-194 Tipe A. Plastiment NS direkomendasikan untuk digunakan pada aplikasi beton kualitas tinggi dengan peningkatan kuat tekan awal dan waktu ikatan normal. Produk ini dapat mengurangi air sampai dengan 10% untuk memperoleh beton yang mudah dikerjakan dengan kuat tekan dan kuat lentur yang lebih tinggi. Dosis yang digunakan adalah 130 265 ml untuk tiap 100 kg semen. Plastocrete 161W Merupakan produk Sika dengan bahan polimer dan telah memenuhi persyaratam ASTM C-494 Tipe A. Direkomendasikan untuk digunakan pada beton kualitas tinggi dengan workabilitas sangat baik dan waktu ikatan cepat. Plastocrete 161W memberikan hasil yang optimal apabila dikombinasikan dengan fly ash (abu terbang). Dosis yang digunakan adalah 195 650 ml/100 kg semen. Plastocrete 169 Produk Sika dengan tujuan ganda, yaitu sebagai reducer dan retarder. Produk ini telah memenuhi syarat ASTM C-494 Tipe A. Digunakan untuk beton normal dan memerlukan retarder. Tujuan ganda Plastocrete 169 sebagai water reducer normal dan set retarder memberikan fleksibilitas yang tinggi pada penggunaannya dan dapat dikombinasikan untuk meningkatkan kualitas maupun nilai ekonomis. Apabila digunakan untuk reducer, digunakan dosis 261-391 ml/100 kg semen. Apabila digunakan sebagai set retarder, dosis 390-520 ml/100 kg berat semen. Viscocrete 4100

Merupakan produk Sika yang digunakan sebagai high range water reducer dan superplasticizer. Produk ini telah memenuhi syarat ASTM C-494 Tipe A dan F. Bahan tambah ini dapat digunakan dengan dosis rendah untuk mengurangi air antara 10-15% dan apabila digunakan dengan dosis tinggi mampu mengurangi air hingga 40%. Produk ini dapat digunakan untuk Self Compacting Concrete (SCC) karena dapat memberikan workabilitas yang tinggi. Viscocrete 4100 tidak mengandung formaldehid dan kalsium klorida serta tidak menyebabkan korosi pada tulangan baja. Untuk tujuan umum dosis yang direkomendasikan sebanyak 195-520 ml/100 kg semen. Apabila diinginkan pengurangan air secara maksimum, dosisnya dapat mencapai 780 ml/100 kg semen.

Bahan Tambah Untuk Campuran Beton (Plasticizer, Retarder dan Hardener) Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. (Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton, SK SNI S-18-1990-03). Berdasarkan ACI (American Concrete Institute), bahan tambah adalah material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Penambahan bahan tambah dalam sebuah campuran beton atau mortar tidak mengubah komposisi yang besar dari bahan lainnya, karena penggunaan bahan tambah ini cenderung merupakan pengganti atau susbtitusi dari dalam campuran beton itu sendiri. Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi dalam berat-volume tidak terasa secara langsung dibandingkan dengan komposisi awal beton tanpa bahan tambah. Penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus memperhatikan standar yang berlaku seperti SNI (Standar Nasional Indonesia), ASTM (American Society for Testing and Materials) atau ACI (American Concrete Institute) dan yang paling utama memperhatikan petunjuk dalam manual produk dagang. Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). II. Chemical admixtures (bahan tambah kimia) Menurut standar ASTM , terdapat 7 jenis bahan tambah kimia, yaitu: Tipe A, Water-Reducing Admixtures Tipe B, Retarding Admixtures Tipe C, Accelerating Admixtures Tipe D, Water Reducing and Retarding Admixtures Tipe E, Water Reducing and Accelerating Admixtures Tipe F, Water Reducing, High Range Admixtures Tipe G, Water Reducing,High Range Retarding Admixtures Water-Reducing Admixtures (Plasticizer) Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Bahan tambah ini biasa disebut water reducer atau plasticizer. Plasticizer dapat digunakan dengan cara-cara sebagai berikut: Kadar semen tetap, air dikurangi Cara ini untuk memproduksi beton dengan nilai perbandingan atau faktor air semen (fas) yang rendah. Dengan faktor air semen yang rendah akan meningkatkan kuat tekan beton. Dengan penambahan plasticizer, walaupun fas rendah, beton tetap memiliki sifat workabilitas yang baik. Kadar semen tetap, air tetap Cara ini untuk memproduksi beton dengan slump yang lebih tinggi. Tingginya nilai slump akan memudahkan penuangan adukan. Kadar semen dikurangi, faktor air semen tetap Cara ini dilakukan untuk memperoleh beton dengan penggunaan semen yang lebih sedikit, sehingga mengurangi biaya.

Komposisi dari plasticizer diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas: Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya Material lain seperti: Material inorganik seperti seng, garam-garam, barak, posfat, klorida Asam amino dan turunannya Karbohidrat, polisakarin dan gula asam Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, naptan, silikon, hidrokarbon-sulfat. Berdasarkan prosentase pengurangan jumlah air, plasticizer/water reducer dibedakan menjadi 3 macam: Normal water reducer : Penggunaan jenis ini mampu mengurangi air antara 5 10%. Mid-range water reducer : Penggunaan jenis ini mengurangi air antara 10 15%. High-range water reducer : Jenis ini biasa disebut superplasicizers, mampu mengurangi air antara 20 40%. Mekanisme adanya penambahan plasticizer dapat dijelaskan sebagai berikut: Senyawa diserap oleh bidang muka antara air dengan zat padat. Partikel padat tersebut mengandung muatan sisa pada permukaannya dapat positif, negatif ataupun keduanya. Pada pasta semen, akibat perbedaan muatan tersebut, partikel dengan muatan berbeda yang posisinya berdekatan menyebabkan gaya elektrostatik, selanjutnya partikel mengalami flokulasi/ penggumpalan (Gambar 1.a). Sejumlah air diikat oleh gumpalan tersebut dan diserap pada permukaan padat, sedang sedikit air yang tersisa mampu mengurangi viskositas/kekentalan pada pasta dan juga pada beton. Molekul pada plasticizer berfungsi menetralisir muatan pada permukaan atau membuat seluruh permukaan tersebut bermuatan seragam. Kemudian partikel tersebut saling tolak menolak (tidak lagi saling tarik menarik), sehingga semua partikel saling berpencar/dispersi dalam pasta (Gambar 1.b). Hal ini membuat sebagian besar air mampu untuk mengurangi viskositas pada semen dan beton. Interaksi pada permukaan ini hampir pasti diketahui terjadi pada partikel semen, dan dapat pula terjadi pada fraksi terhalus dari agregat halus.

Gambar 1 Dispersion Action akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta berpencar Contoh produk plasticizer: Plastiment NS

Produk ini dikeluarkan oleh Sika, dengan bahan dasar polimer padat. Plastiment NS memenuhi standar ASTM C-494 Tipe A dan AASHTO M-194 Tipe A. Plastiment NS direkomendasikan untuk digunakan pada aplikasi beton kualitas tinggi dengan peningkatan kuat tekan awal dan waktu ikatan normal. Produk ini dapat mengurangi air sampai dengan 10% untuk memperoleh beton yang mudah dikerjakan dengan kuat tekan dan kuat lentur yang lebih tinggi. Dosis yang digunakan adalah 130 265 ml untuk tiap 100 kg semen. Plastocrete 161W Merupakan produk Sika dengan bahan polimer dan telah memenuhi persyaratam ASTM C-494 Tipe A. Direkomendasikan untuk digunakan pada beton kualitas tinggi dengan workabilitas sangat baik dan waktu ikatan cepat. Plastocrete 161W memberikan hasil yang optimal apabila dikombinasikan dengan fly ash (abu terbang). Dosis yang digunakan adalah 195 - 650 ml/100 kg semen. Plastocrete 169 Produk Sika dengan tujuan ganda, yaitu sebagai reducer dan retarder. Produk ini telah memenuhi syarat ASTM C-494 Tipe A. Digunakan untuk beton normal dan memerlukan retarder. Tujuan ganda Plastocrete 169 sebagai water reducer normal dan set retarder memberikan fleksibilitas yang tinggi pada penggunaannya dan dapat dikombinasikan untuk meningkatkan kualitas maupun nilai ekonomis. Apabila digunakan untuk reducer, digunakan dosis 261-391 ml/100 kg semen. Apabila digunakan sebagai set retarder, dosis 390-520 ml/100 kg berat semen. Viscocrete 4100 Merupakan produk Sika yang digunakan sebagai high range water reducer dan superplasticizer.Produk ini telah memenuhi syarat ASTM C-494 Tipe A dan F. Bahan tambah ini dapat digunakan dengan dosis rendah untuk mengurangi air antara 10-15% dan apabila digunakan dengan dosis tinggi mampu mengurangi air hingga 40%. Produk ini dapat digunakan untuk Self Compacting Concrete (SCC) karena dapat memberikan workabilitas yang tinggi. Viscocrete 4100 tidak mengandung formaldehid dan kalsium klorida serta tidak menyebabkan korosi pada tulangan baja. Untuk tujuan umum dosis yang direkomendasikan sebanyak 195-520 ml/100 kg semen. Apabila diinginkan pengurangan air secara maksimum, dosisnya dapat mencapai 780 ml/100 kg semen.

Aluminium Composite Panel Aluminium Composite Panel adalah salah satau material yang biasanya berupa lembaran yang bahannya terbuat dari lapisan aluminium pada kedua sisi luar dimana didalamnya dilapisi dengan bahan non aluminium berupa bahan polyetthylene dimana ketiga lapisan disatukan dalam lembaran yang kuat. Aluminium composite panel dalam lembarannya akan didapatkan dalam lembaran yang kaku, kuat tapi dalam berat yang cukup ringan. Lembarannnya dapat ditemukan dalam warna metalik dan warna non logam. Untuk pesanan khusus , permukaan dapat dipeesan dalam berbagai pola meniru bahan bahan material lainnya seperti pola kayu, keramik dan pola lainnya.Lembaran Aluminium Composite Panel diproduksi biasanya dengan ukuran ketebalan 1 mm 10 mm, dan lebar 1200 1600 mm. Dalam pemakaiannya , aluminium composite panel banyak dipergunakan sebagai penutup permukaaan untuk dinding. Bahan ini biasanya digunakan untuk bangunan gedung ataupun rumah berbentuk minimalis. Sering dipergunakan dengan kombinasi penggunaan kaca dan bahan logam lainnya untuk keindahan arsitektur. Untuk penggunaan interior, aluminium composite panel sering dipergunakan untuk partisi, penutup kolom dan juga untuk plafoon artistik. Keuntungan pemakaian Aluminium Composite Panel ini adalah : Permukaan yang cukup rata dan halus Mempunyai daya tahan yang cukup tinggi terhadap cuaca dan iklim Bahan yang bagus untuk dekoratif baik eksterior maupun interior Mudah diaplikasikan dalam berbagai desain konsep modern Tersedia dalam berbagai macam warna dan pola Composite mudah dibentuk, dilipat, dibor dan dan dilengkung dengan menggunakan peralatn konvensional ataupun peralatan sederhana lainnya. Bahan inti yang terbuat dari bahan polyetthylene sehingga lembaran tahan bakar Lapisan permukaaan aluminium yang dilapisi dengan polyester akan menambah daya tahan, stabilitas dan tahan terhadap iklim dan korosi. Kekurangan Aluminium Composite Panel adalah : Hasil penelitian menyatakan bahwa bahan inti yang terbuat dari polyethylene dan lem pengikat ke lapisan aluminium , dalam suhu panas yang tinggi akan mengeluarkan gas beracun. Dalam suhu tingggi, lapisan inti bisa menmgelembung yang akan mengakibatkan permukaan aluminium tidak rata sehingga bisa mengurangi keindahan. Kekuatan terhadap tekanan angin kurang, sehingga dalam konstruksi yang kurang baik akan beresiko terhadap keselamatan. Jika sistim grounding yang kurang bagus terhadap bangunan utama, lembaran cukup beresiko terhadap sambaran petir.

PENGARUH MUTU DAN TEBAL SELIMUT TERHADAP KOROSI BETON BUSA BERTULANG (REINFORCED FOAMED CONCRETE) Nyak Yuliza Vetria1, Abdullah2, M. Ridha3
1)

Mahasiswa Prodi Magister Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh 23111, email: vetria_sa@yahoo.com 2) Staf Pengajar Prodi Magister Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh 23111, email : abdullahmahmud2004@yahoo.com 3) Staf Pengajar Prodi Magister Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh 23111, email : ridha@tdmrc.org

Abstrak Beton busa merupakan salah satu bahan alternatif elemen konstruksi. Dalam aplikasinya, beton busa juga menggunakan tulangan untuk menahan gaya tarik. Salah satu kelemahan tulangan adalah sangat rentan terhadap korosi. Faktor mutu dan tebal selimut beton sangat mempengaruhi terjadinya korosi pada tulangan beton. Penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh mutu dan tebal selimut beton terhadap korosi tulangan beton busa bertulang. Penelitian atas tiga variasi mutu yaitu 15 MPa, 20 MPa dan 25 MPa serta dua variasi tebal selimut yaitu 2 cm dan 5 cm. Benda uji berbentuk plat berukuran 110 cm x 60 cm x 8 cm sebanyak 4 buah menggunakan tulangan jaring kawat baja polos 6 mm dengan jarak antar tulangan 10 cm x 10 cm dirangkai manual sebanyak satu lapis serta media perendaman larutan NaCl dan air sumur. Pengukuran potensial korosi dilakukan selama 3 bulan dengan interval waktu pengukuran 2 minggu sekali menggunakan metode Half Cell Potential dengan elektroda acuan CSE. Dengan metode ini, semakin negatif nilai potensial korosi suatu bahan maka semakin tinggi tingkat resiko korosi bahan tersebut. Hasil penelitian potensial korosi rata-rata tertinggi untuk fc 15 MPa, 20 MPa dan 25 MPa masing-masing -317 mV, -230 mV dan -307 mV. Potensial korosi rata-rata tertinggi tebal 2 cm dan 5 cm masing-masing -317 mV dan -237 mV dan potensial korosi rata-rata terendah tebal 2 cm dan 5 cm masing-masing -180 mV dan -67 mV. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara mutu beton busa belum menimbulkan perbedaan tingkat resiko korosi. Hal ini dikarenakan beton masih dalam tahap inisiasi korosi belum tahap propogasi korosi, sehingga semua variasi mutu beton berada dalam tingkatan yang sama yaitu tingkat resiko korosi rendah/menengah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variasi ketebalan selimut beton busa memberikan pengaruh terhadap nilai potensial korosi, dimana tebal 5 cm memiliki potensial korosi lebih rendah dibanding tebal 2 cm. Kata Kunci : Beton busa bertulang, korosi tulangan beton, mutu beton dan tebal selimut beton, Metode Half-cell Potential.

Pendahuluan Di masa kini dan mendatang, fokus penelitian bahan bangunan di seluruh dunia adalah mencari bahan bangunan yang ringan, tahan lama, mudah digunakan, ekonomis dan sekaligus lebih ramah lingkungan. Penggunaan beton dengan berat volume yang lebih ringan dari beton normal memberikan keuntungan yang signifikan antara lain: mereduksi beban gempa dan pondasi, mengurangi luas penampang struktur, mengurangi jumlah penyangga begisting sewaktu proses pengecoran, mengurangi dampak lingkungan di sekitar proyek, dll. Berat volume beton dapat dikurangi dengan prinsip mengganti material bahan berbutir dengan rongga udara atau material pengisi yang lebih ringan. Lazimnya beton yang biasa digunakan mempunyai berat jenis 2400 kg/m3, akan tetapi dengan menggunakan beton ringan maka beton akan memiliki berat jenis yang lebih ringan yakni dengan berat jenis < 1800 kg/m3. Pengembangan terhadap beton ini terus dilakukan termasuk tinjauan terhadap keawetan, seperti sifat korosi tulangan beton. Faktor lingkungan seperti penetrasi klorida dan karbonasi merupakan faktor utama penyebab korosi. Unsur ini masuk kedalam beton sehingga merusak lapisan pasif baja beton dan selanjutnya dimulainya proses korosi tulangan. Korosi menimbulkan pengurangan volume tulangan beton dan sekaligus pengelupasan selimut beton akibat karat yang dihasilkan. Bila hal ini terus berlanjut, maka keruntuhan struktur tidak dapat dihindari sehingga mengurangi masa layan struktur. Didukung oleh letak geografisnya maupun rendahnya kualitas pengerjaan struktur yang menghasilkan beton yang tidak padat (porous) sehingga menurunkan mutu beton serta penggunaan tebal selimut yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis menjadi potensi besar terjadinya korosi di Indonesia. Mutu beton yang kurang baik dapat disebabkan dari penggunaan nilai FAS yang tinggi, sehingga menimbulkan sejumlah pori-pori kapiler dalam beton. Melalui pori inilah masuknya unsur-unsur korosif ke dalam beton yang merusak tulangan beton sehingga terjadinya korosi tulangan beton. Tittarelli et al. (2002) pada penelitian mengenai pengaruh mutu beton terhadap korosi menyatakan bahwa risiko korosi akan tinggi pada beton mutu rendah. Sebaliknya, risiko korosi akan rendah pada beton mutu tinggi. Ketebalan selimut beton juga berperan dalam mempercepat reaksi korosi pada beton. Selimut beton yang tipis atau terlalu berpori akan memudahkan penetrasi air yang mengandung ion-ion agresif masuk ke dalam beton. Kajian tentang pengaruh tebal selimut terhadap korosi telah dilakukan oleh Musalam dan Bahari (1999) menyatakan bahwa selimut beton tipis akan lebih cepat terkorosi daripada selimut beton lebih tebal. Besarnya pengaruh mutu dan tebal selimut beton terhadap korosi pada beton normal maka dipastikan faktor ini juga mempengaruhi korosi pada beton umumnya, seperti halnya pada beton ringan busa. Beton busa yang terdiri atas sejumlah pori, memungkinkan akan mempercepat masuknya unsur korosif kedalam beton. Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalisa pengaruh mutu serta tebal selimut beton terhadap korosi tulangan pada beton busa bertulang. Tinjauan Pustaka Beton Ringan Busa (Foamed Concrete) Beton ringan busa dibuat dengan memasukkan gelembung-gelembung udara di dalam adukan semennya. Beton busa merupakan jenis beton ringan yang paling mudah diproduksi (Abdullah, 2007). Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan (LKBB) Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sejak tahun 2006 telah mengembangkan penelitian terhadap beton busa yang mengandung tiga bahan baku, yaitu bahan pengikat (semen atau kapur atau keduanya), air dan gelembung udara (foam). Korosi Tulangan Beton

Broomfield (1997), mendefinisikan korosi/karat sebagai kerusakan atau penurunan mutu suatu material yang diakibatkan oleh reaksi antar lingkungan dan material itu sendiri. Beton adalah bahan bangunan yang bersifat basa. Sifat beton ini menyebabkan baja tulangan aman terhadap korosi. Akan tetapi, kondisi basa dalam beton itu dapat berubah akibat pengaruh lingkungan di sekitarnya. Pada dasarnya proses pengkorosian baja tulangan terdiri dari dua tahap, yaitu: Tahap pertama, yaitu tahap inisiasi adalah awal proses masuknya unsur korosif dari luar ke dalam tulangan (kondisi hilangnya lapisan pasif) Tahap kedua, yaitu tahap propagasi adalah tahap pengkorosian baja tulangan. Secara lengkap proses korosi seperti ditunjukkan Gambar 2.1. Dalam jangka waktu yang lama dan tanpa penanganan, maka kerusakan struktur secara menyeluruh sulit untuk dihindari.

Gambar 2.1 Anoda, katoda, reaksi oksidasi dan hidrasi korosi tulangan Sumber : Broomfield (2007).

Pengaruh Mutu dan Tebal Selimut Beton (Concrete Cover) terhadap Korosi Faktor lingkungan merupakan penyebab korosi yang paling utama. Tetapi faktor dalam beton seperti faktor mutu dan tebal selimut beton juga memberi pengaruh cukup besar sampainya unsur korosif lingkungan ke dalam beton (Robert dkk., 2011). Penelitian mengenai pengaruh mutu beton terhadap korosi yang dilakukan Tittarelli et al. (2002) pada beton normal berbentuk prisma dengan 3 variasi mutu beton yaitu 50-60 MPa (mutu tinggi), 30-40 MPa (mutu normal) dan 10-20 MPa (mutu rendah) menyatakan bahwa risiko korosi akan tinggi pada beton mutu rendah. Sebaliknya, risiko korosi akan rendah pada beton mutu tinggi. Faktor ketebalan selimut beton juga mempengaruhi korosi. Selimut beton yang tipis, mempermudah unsur-unsur korosif dengan cepat sampai ke permukaan baja tulangan. Karena waktu inisiasi klorida tergantung dari ketebalan selimut beton (Alifuddin, 2011). Ion klorida membutuhkan waktu tertentu untuk menembus selimut beton, semakin tebal selimut beton maka semakin sulit (lama) klorida untuk mencapai baja tulangan. Penelitian pengaruh tebal selimut terhadap korosi beton telah dilakukan oleh oleh Musalam dan Bahari (1999), pada beton normal berbentuk silinder dengan 3 variasi tebal selimut yaitu 10 mm, 30 mm dan 50 mm selama 60 hari menyebutkan bahwa selimut beton 10 mm sudah terkorosi pada hari ke 5 dengan nilai potensial -400 (mV : CSE). Sedangkan selimut beton 30 dan 50 mm baru terkorosi pada hari ke 13 dengan nilai potensial masih -300 (mV : CSE). Metode Half Cell Potensial (HCP) ASTM C876 merupakan prosedur standar untuk pengukuran potensial korosi tulangan beton. Prosedur ini dikenal pula dengan Metode Half Cell Potential (HCP). Pada metode ini, nilai potensial suatu bahan

diperoleh dengan mengukur selisih potensial dari bahan tersebut dengan suatu elektroda baku (Reference Electrode), contohnya elektroda Hidrogen atau SHE. Standar Hydrogen Electrode (SHE) adalah elektroda baku yang umum dikenal. Terdapat juga beberapa elektroda baku lain seperti SCE (Standard Calomel Electrode), Perak-Perak Klorida (Ag/AgCl) dan CSE (Copper-Copper Sulphate Electrode). Gambar 2.2 menunjukkan skema pengukuran korosi dengan metode HCP.

Gambar 2.2 Metode Half Cell Potensial Sumber : Huston et.al (2011)

Tingkat risiko korosi dari berbagai jenis elektroda baku yang sering digunakan secara umum ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Standar ASTM Risiko Korosi Tulangan Baja Cu/CuSO4 Standar No Ag/AgCl (CSE) Hidrogen (SHE) 1 2 3 4 >-200 mV -200 to -350 mV <-350 mV <-500 mV >-106 mV -106 to -256 mV <-256 mV <-406 mV >+116 mV +116 to -34 mV <- 34 mV <-184 mV

Calomel (SCE) >-126 mV -126 to -276 mV <-276 mV <-426 mV

Risiko korosi Rendah (10% risiko korosi) Risiko korosi menengah Tinggi(<90% risiko korosi) Risiko korosi sangat tinggi

Sumber : J.P. Broomfield (1997) Metodologi Peralatan Peralatan yang digunakan untuk pengecoran dan pemeriksaan adukan beton adalah cetakan silinder dan plat, timbangan, pengaduk beton (molen) berkapasitas 0,3 m3, generator busa (foam generator), alat pengujian flow test, peralatan pengujian slump dan peralatan penunjang lainnya (rol, tabung berkapasitas 1000 ml, container, dan lain-lain). Pengujian kuat tekan digunakan mesin tekan (compression testing machine) merek Ton Industries buatan Jerman berkapasitas 100 ton. Peralatan pengujian korosi yaitu alat deteksi grid (pemetaan

tulangan) dalam beton yaitu profometer 3 buatan Swiss dan alat ukur potensial korosi digital yaitu SCRIBE DHC Digital Half Cell Meter (PC1018) standar CSE. Material Material yang digunakan pada penelitian ini adalah: Semen Portland Tipe I; Air; Foam agent Baja tulangan polos 6 mm Prosedur Penelitian Benda uji korosi berbentuk plat ukuran 110cm x 60cm x 8 cm. Pada tiap benda uji memiliki dua ketebalan, yaitu 2 cm dan 5 cm dengan tulangan jaring kawat baja diantara kedua ketebalan tersebut. Tulangan kawat baja sepanjang 10 cm dilebihkan untuk keperluan pengkuran korosi. Dimensi benda uji korosi ditunjukkan Gambar 3.1. Dibuat juga benda uji silinder sebagai benda uji kontrol ukuran 30 cm dan tinggi 15 cm.

5 cm 2 cm

8 cm

60 cm

110 cm

Gambar 3.1 Benda uji korosi

Benda uji korosi dibuat sebanyak 4 benda uji yaitu 2 benda uji untuk mutu 25 MPa dan 1 benda uji masing-masing untuk mutu 30 MPa dan 35 MPa. Benda uji dibuat FAS 0,40; 0,35; 0,30 dengan SG 1,6 dan direndam dalam dua media perendaman, yaitu air larutan NaCl 3,5% dan air sumur. Variasi dan Jumlah Benda Uji untuk pengujian korosi ditunjukkan Tabel 3.1 Tabel 3.1 Variasi dan Jumlah Benda Uji korosi Larutan NaCl Air Mutu 3,5% Sumur Juml Rencan ah 2 5 a 2 cm 5 cm cm cm 25 MPa 30 MPa 35 MPa Jumlah KL1 KL2 KL3 KS1 2 1 1 4

Pembuatan benda uji korosi dimulai dengan memasukkan berturut-turut air dan semen ke dalam molen selama 7 menit. Setelah kedua material tersebut tercampur merata, lalu dilakukan pengukuran flow test terhadap pasta semen ini. Nilai flow test yang baik adalah 20 cm dan jika diperlukan, pasta semen ini akan ditambahkan dengan superplasticizer yang berkisar 1 sampai 3% dari berat semen. Bila nilai flow test tercapai, lalu mortar ditambahi dengan busa sesuai dengan kebutuhan berat jenis yang diinginkan. Sebelum penuangan adukan ke dalam cetakan maka dilakukan pemeriksaan berat volume beton segar sebagai kontrol terhadap SG yang direncanakan baru selanjutnya adukan dituangkan kedalam cetakan. Pada cetakan plat, didalam cetakan sebelumnya telah ditempatkan tulangan jaring kawat baja diatas beton tahu 2 cm serta kawat baja yang dilebihkan 10 cm. Mortar dimasukkan secara berlapis dan dipadatkan. Setelah cetakan penuh, sisi cetakan diketuk dengan palu karet secara berlahan agar mortar menjadi lebih padat. Setelah 24 jam, cetakan dibuka dan benda uji dirawat dalam bak perawatan. Urutan perawatannya dilakukan dengan merendam selama 6 hari pada temperatur 160C sampai 270C lalu dikeringkan selama 21 hari pada suhu ruangan. Setelah masa perawatan selanjutnya benda uji silinder dilakukan pengujian kuat tekan sedangkan benda uji plat dilakukan pengujian korosi pertama. Pada pengujian potensial korosi yang pertama, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah dengan memetakan tulangan menggunakan Profometer 3. Selesai pemetaan seperti Gambar 3.2 selanjutnya dilakukan pengukuran korosi disetiap titik simpul.
1 1 1 0 9 2 0 3 0 5 1 6 1 1 9 2 9 5 0 6 0 8 1 8 2 8 7 1 7 2 7 4 8 5 9 5 8 6 1 6 2 6 5 1 5 2 5 4 1 4 2 4 3 1 3 2 3 2 1 2 1 5 c 2 10 cm m cm

2 2 3 3 5 4 6 5 6 4 4 3 5 3 6 3 3 2

2 1 3 1 5 2 6 2

5 5 6 6

4 4

4 2

4 1

4 0

3 9 4 9

3 8

3 7 4 7

3 6 4 6

3 5 4 5

3 4

5 7

5 6

8 cm

60 cm

110 cm

Gambar 3.2 Pemetaan benda uji

Setelah pengukuran pertama, masing-masing benda uji dimasukkan kedalam media perendamannya. Setelah 2 minggu, benda uji diangkat dari bak rendaman dan dibiarkan selama 5 jam pada suhu ruangan dan selanjutnya dilakukan pengukuran korosi. Selesai pengukuran, benda uji kembali direndam. Demikian seterusnya hingga 3 bulan. Gambar 3.3 merupakan alat uji korosi.

Gambar 3.3 Alat uji potensial korosi

iiDigitaHalf Cell Meter (PC1018)

Data potensial digunakan untuk mengetahui hubungan mutu beton dan tebal selimut terhadap potensial korosi beton sehingga dapat dipelajari karakteristik korosi dengan perbedaan mutu dan tebal selimut beton. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan Hasil perhitungan kuat tekan Beton diperlihatkan Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kuat Tekan Beton Busa Kuat Tekan BU Plat BU Silinder (f'c) (kg/cm2) K11 158.528 KL1 dan KS1 K12 147.205 K13 152.866 K21 215.145 KL2 K22 203.822 K23 209.483 K31 232.130 KL3 K32 254.777 K33 271.762 Kuat Tekan rata-rata (kg/cm2) 152.866

209.483

252.890

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa nilai kuat tekan tidak sesuai seperti yang direncanakan semula yaitu 20 MPa, 30 MPa dan 35 MPa. Akan tetapi nilai yang didapat dari uji tekan silinder beton busa yaitu 15 MPa, 20 MPa dan 25 MPa, lebih rendah dari yang direncanakan. Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengecoran yang kurang baik, perawatan yang tidak sesuai, dll. Hasil pengujian Potensial Korosi 4.2.1 Pengaruh Waktu Terhadap Potensial Korosi Grafik hubungan waktu perendaman terhadap potensial korosi diperlihatkan Gambar 4.1

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa waktu perendaman selama 3 bulan tidak Gambar 4.1 Grafik pengaruh waktu terhadap potensial memberikan perbedaan tingkat risikobenda korosi korosi. Hubungan titik pengukuran dan potensial Uji pada tiap 2 minggu pengambilan data. Terlihat bahwa nilai KL1 tebal 2korosi cm potensial antara minggu 0 hingga minggu 12 pengukuran, nilai potensial korosi berkisar -150 mV -350 mV yang menyatakan korosi masih pada tingkat rendah atau menengah, demikian juga pada

benda uji lainnya Hal ini dapat dimaklumi bahwa pengukuran benda uji masih dalam tahap awal atau inisiasi korosi sehingga resiko korosi masih belum muncul. Pengaruh Media Perendaman Terhadap Potensial Korosi Media perendaman terdiri dari media larutan NaCl dan Air Sumur. Perbandingan dilakukan pada Mutu Rencana 25 MPa. Pengaruh media perendaman terhadap potensial korosi ditunjukkan Gambar 4.2.

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa media perendaman mempengaruhi nilai potensial beton. Terlihat bahwa pada perendaman dalam larutan NaCl umumnya memiliki potensial korosi yang lebih tinggi Gambar 4.2. Grafik pengaruh media perendaman terhadap Meskipun pada tahap ini nilai potensial rata-rata dibandingkan dalam perendaman air sumur. potensial korosi. Hubungan waktu dan potensial pada tebal perendaman air sumur tingkat jauh berbeda dengan larutan NaCl atau sekitar 75% dari potensial rataselimut beton 2 cm rata larutan NaCl tetapi grafik ini membuktikan bahwa larutan NaCl merupakan larutan bersifat korosif sehingga menjadi penyebab utama terjadinya korosi. Pengaruh Mutu Beton Terhadap Potensial Korosi Beton busa terdiri atas tiga mutu beton. Tiap mutu beton dibandingkan pada ketebalan selimut yang sama. Pengaruh mutu beton terhadap potensial korosi ditunjukkan Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Grafik pengaruh mutu beton terhadap potensial korosi. Hubungan waktu dan potensial pada tebal selimut beton 2 cm

Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai potensial korosi yang dihasilkan pada semua mutu beton adalah dalam katagori risiko korosi menengah. Hal ini didasarkan pada elektroda acuan CSE yang menyatakan bahwa kisaran nilai potensial korosi -200 mV sampai -350 mV adalah tingkatan resiko

menengah. Dari nilai potensial korosi yang dihasilkan pada semua mutu beton ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan tingkat resiko korosi antara tiap mutu beton melainkan risiko korosi berada pada tingkatan yang sama yaitu tingkat risiko korosi menengah. atau resiko korosi masih dapat diabaikan.

Pengaruh Tebal Selimut Beton Terhadap Potensial Korosi Tebal Selimut tiap mutu beton dibedakan atas dua ketebalan yaitu 2 cm dan 5 cm dalam larutan NaCl dan dalam air sumur. Pengaruh tebal selimut beton terhadap potensial korosi ditunjukkan Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Grafik pengaruh tebal selimut beton terhadap potensial korosi. Hubungan waktu dan potensial pada benda uji KL1.

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa tebal selimut beton mempengaruhi nilai potensial korosi. Terlihat bahwa nilai potensial tebal selimut 2 cm umumnya memiliki potensial korosi lebih tinggi dibandingkan tebal selimut 5 cm. Seperti benda uji KL1, tebal selimut 2 cm potensial korosi tertinggi mencapai -300 mV sedangkan tebal selimut 5 cm potensial korosi tertinggi masih di atas -250 mV. Meskipun perbandingan nilai potensial tidak jauh berbeda atau sekitar 80%, tetapi dapat membuktikan bahwa ketebalan selimut beton mempengaruhi tingkat korosi yang terjadi. Kondisi ini juga ditunjukkan pada benda uji lainnya. Plot Potensial Korosi Plot Kontur ini menggunakan software Visit untuk melihat penyebaran korosi yang terjadi pada benda uji. Plot Kontur benda Uji KL1-5 cm diperlihatkan Gambar 4.5.

Lampiran A.4.6 Plot Kontur Benda Uji (KL1 5 cm) (2/8)


Gambar 4.5. Plot Kontur Benda Uji Korosi. (Benda uji KL1- 5 cm).

Dari Gambar 4.5 menunjukkan penyebaran korosi pada benda uji dari minggu 0 hingga minggu 12. Dari gambar terlihat perubahan warna di setiap minggu, walaupun secara keseluruhan tidak jauh berbeda.

Dari plot kontur ini memperlihatkan awal timbulnya korosi dan daerah yang telah dipengaruhi oleh korosi. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini yaitu nilai potensial rata-rata tiap mutu beton hampir sama yaitu untuk mutu 15 MPa, 20 MPa dan 25 MPa masing-masing -317 mV, -230 mV dan -307 mV. Dari nilai potensial ini menunjukkan bahwa semua benda uji memiliki tingkat risiko korosi rendah atau menengah. Hal ini dikarenakan masa pengukuran benda masih 3 bulan pertama atau masih pada tahap inisiasi korosi, sehingga nilai potensial benda uji belum menimbulkan perbedaan yang signifikan Selanjutnya tebal selimut beton mempengaruhi nilai potensial. Di mana tebal selimut 5 cm memiliki nilai potensial korosi lebih rendah dibandingkan tebal selimut 2 cm. 5.2 Saran Disarankan agar Penelitian ini dapat ditelaah lebih lanjut, misalnya dengan menambahkan variasi mutu beton, tebal selimut dan variasi media perendaman. Daftar Pustaka Abdullah, dkk., 2007, Beton Busa Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh. Alifuddin, 2011, Studi Kajian Uji Penetrasi Ion Klorida Beton Bertulang, Majalah Ilmiah Al Jibra, Vol.12 No. 41, Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Broomfield., 1997, Corrosion of Steel in Concrete, Understanding, Investigation and Repair, E & FN SPON, London. Musalam dan Bahari, 1999, Korosi Baja Tulangan Beton, Jurnal Korosi, Vol. 10 No.1 pp. 65-71, Maret 1999. Robert, dkk., 2011, Studi Pengaruh Korosi Terhadap Jembatan Beton Bertulang, Teknik Sipil FTSP Institut Teknologi Surabaya. Tittarelli et al, 2002, The Effect of Fly Ash and Recycled Aggregate on the Corrosion Resistance of Steel in Cracked Reinforced Concrete,Physics University of Ancona Italy.

Anda mungkin juga menyukai