Anda di halaman 1dari 4

!

"#$%"& 06 nCvLM8L8 2013





'()*+),-./01 3 " '/* 4"5
64
7(/8+ 9- #()0:;1/,*
#-<+) #;)/9=



Cleh:
Andreas 8ramanLyo
0131101217
Annlsa uessy uLaml
0131101126
uevlLa ArdlLyasarl
0131101283
Pandy arLha W.
0131101043
Slda SmarLa
0131101106









!"#" %&'()&*'%+&*, -%&*&.(
/0 -%&*&.(
1)*/('%2* 34,2* 54/%&(// /.6++,
7809
PENDAHULUAN
Big Mac Hamburger dalam hal ini dijadikan standard basket of goods karena
telah dijual di lebih dari 120 negara, untuk kemudian digunakan sebagai pembanding
purchasing power antara negara yang satu dengan yang lainnya dilihat dari under- atau
over valued. Hal ini mengacu pada teori Purchasing Power Parity (PPP) yang
menjelaskan bahwa 1 dollar harus mampu membeli barang yang sama dalam jumlah
yang sama di negara manapun. Oleh karena itu harga Big Mac di negara yang satu harus
sama dengan di negara lainnya ketika dinyatakan dalam satuan mata uang yang sama.
(dalam hal ini dinyatakan dalam U.S dollar).
Dengan adanya Purchasing Power Parity (PPP), dalam jangka panjang
diharapkan exchange rate antar negara harus bergerak ke tingkat dimana harga barang
untuk keranjang barang dan jasa menjadi sama di setiap negara (law of one price). Oleh
karena itu PPP dinilai dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan future exchange
rates. Selain itu, jika terjadi under- atau overvalued in countrys currency maka akan
timbul arbitrage yang selanjutnya akan dimanfaatkan oleh beberapa pihak sampai harga
menjadi sama kembali.
Ada beberapa hal harus terpenuhi agar PPP dapat terjadi. Pertama index harga
yang dibuat harus terdiri dari barang yang sama dari setiap negara (common market
basket of goods). Selanjutnya pembobotan setiap barang pada index harga harus sama di
setiap negara. Ketiga, pasar harus dalam bentuk persaingan sempurna.
Selain itu, ada 2 jenis purchasing power parity (PPP), yaitu Absolute PPP dan
Relative PPP. PPP absolut memiliki pengertian yang sama dengan PPP pada umumnya.
Berbeda dengan PPP absolut, PPP relatif lebih melihat pada perubahan rasio inflasi 2
negara. PPP relatif menjelaskan bahwa proporsi perubahan nilai tukar antara 2 negara
sama dengan selisih rasio inflasi dari kedua negara tersebut.
ISI
Harga Big Mac menjadi tidak identical antar negara yang satu dengan yang
lainnya. Didukung oleh adanya fakta perbedaan harga Big Mac di 3 negara yaitu China
($1.20), US ($2.71) dan Switzerland ($4.60).
Adanya deviasi PPP ini dikarenakan oleh tiga hal yakni barriers to trade, non-traded
goods, dan pricing to market.
Perpindahan barang keluar dari negara asal membutuhkan biaya. Adanya biaya
tersebut kemudian menimbulkan barriers to trade. Biaya-biaya tersebut antara lain biaya
transportasi, serta biaya pajak dan bea cukai. Biaya transportasi dinilai menyebabkan
adanya penambahan 7% harga daging import di U.S. , penambahan 6% harga dari
mentega atau susu, dan 16% peningkatan harga pada sayuran. Apabila dicermati dari
bahan baku Big Mac, sudah jelas bahwa biaya transportasi kemudian mempengaruhi
harga Big Mac. Selain itu adanya trade restriction yang berkaitan dengan biaya
tambahan seperti bea cukai ikut mempengaruhi pembentukan harga Big Mac. Negara
dengan trade restriction yang lebih tinggi daripada U.S akan memiliki nilai tukar yang
overvalued terhadap dolar, begitu pula sebaliknya. McDonald pada tahun 2002 mulai
mengimport daging dari Australia dan New Zealand. Adanya batasan bagi McDonald
dalam mengimport daging dan menggunakan daging import membuat barriers di U.S
menjadi tinggi. Hal tersebut kemudian menyebabkan USD secara konsisten overvalued
terhadap Australian dan New Zealand Dollar. Pajak dalam hal ini juga ikut dimasukkan
dalam perhitungan untuk penentuan harga Big Mac.Namun, ternyata keseluruhan biaya
tersebut tidak ikut diperhitungkan oleh PPP dan karenanya tmenimbulkan adanya
perbedaan.
Kedua, non traded goods (seperti biaya gaji pegawai dan sewa) ikut
diperhitungkan kedalam harga Big Mac. Ong (1997) memperkirakan, 94% harga Big Mac
dipengaruhi oleh Non-Traded Goods. Padahal PPP hanya memasukkan traded goods ke
dalam perhitungannya.
Kemudian, menurut Balassa (1964) dan Samuelson (1964)d dikarenakan adanya
non traded goods ini, menyebabkan high income countries dengan produktivitas yang
lebih tinggi dinilai memiliki overvalued currencies dibandingkan low income countries.
Selain itu Negara berpendapatan tinggi memiliki tingkat gaji untuk pegawai yang lebih
tinggi pula yang pada akhirnya menyebabkan harga barang di negara tersebut menjadi
lebih tinggi. Click (1996) menyimpulkan harga Big Mac akan naik seiring dengan tingkat
pendapatan yang naik pula. Harga dari Non-Traded Goods berhubungan positif dengan
government spending dan berpengaruh negatif terhadap current account deficit.
Selain Non-Traded Goods, ekonom percaya bahwa deviasi PPP juga dipengaruhi
oleh tradable goods. Adanya elastisitas harga yang berbeda-beda di setiap negara dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan profit yang lebih tinggi dengan menjual lebih mahal
barang-barang kepada negara dengan elastisitas harga rendah. Namun hal tersebut
tergantung dari kemudahan barang tersebut untuk dijual keluar negeri.
Sangat jelas bahwa Big Mac sulit untuk di ekspor. Bahan-bahan baku yang relatif mudah
untuk di perjual-belikan secara internasional
Terakhir, jika dilihat dari aspek pricing to market, Menurut Fujiki and Kitamura
(2003), McDonald dinilai cepet merespon perubahan nominal exchange rate on one to
one basis. Padahal PPP melihat adanya pergerakan exchange rate in the long run, jadi
PPP tidak dapat menangkap perubahan yang terjadi di exchange rate pada short run yang
akhirnya menimbulkan adanya perbedaan harga.
Salah satu syarat adanya PPP adalah pasar yang bersaing. Di beberapa negara,
Big Mac memiliki sedikit substitusi sehingga timbul adanya maket power. Mereka
menganggap Big Mac bukanlah hanya sebuah burger. Watson (2000) mengatakan bahwa
McDonald's memberikan experience lebih dari hanya sekedar makanan saja. Itulah
mengapa harga Big Mac berbeda-beda di setiap negara
KESIMPULAN
Meskipun teori Purchasing Power Parity menyatakan bahwa teori tersebut dapat
memperhitungkan equilibrium forex dalam jangka panjang, akan tetapi dalam
kenyataannya teori tersebut masih memiliki banyak kelemahan untuk memprediksi forex
jangka panjang. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang tidak diperhitungkan
dalam Purchasing Power Parity yang mencakup biaya transportasi, adanya pembatasan
perdagangan, pajak. Selain itu, perbedaan produktivitas pegawai di masing-masing
negara, pengeluaran negara yang mempengaruhi inflasi, dan current account deficit juga
tidak diperhitungkan di dalam teori Purchasing Power Parity.
Dalam kasus Big Mac, produk tersebut menggabungkan unsur tradable
commodities dan non-tradable service content, dimana hal tersebut tidak ikut
diperhitungkan dalam PPP. Hal ini menyebabkan harga Big Mac di satu negara dengan
yang lainnya menjadi tidak sama (in dollar). Bahkan di Amerika, harga berbeda-beda
untuk setiap kota. Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan pula bahwa negara-negara
berkembang cenderung undervalued on a PPP basis.
Selain itu dapat disimpulkan pula bahwa Purchasing Power Parity kurang akurat
dan realistis dalam memperhitungkan level of competitiveness suatu negara karena perlu
untuk disesuaikan lagi dengan kondisi lokal negara masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai

  • Interview
    Interview
    Dokumen30 halaman
    Interview
    Brigitta Devita Ardityasari
    Belum ada peringkat
  • BonChon Dan Four Fingers
    BonChon Dan Four Fingers
    Dokumen6 halaman
    BonChon Dan Four Fingers
    Brigitta Devita Ardityasari
    Belum ada peringkat
  • Bonds
    Bonds
    Dokumen3 halaman
    Bonds
    Brigitta Devita Ardityasari
    Belum ada peringkat
  • Final EOS
    Final EOS
    Dokumen19 halaman
    Final EOS
    Brigitta Devita Ardityasari
    Belum ada peringkat
  • Exxon Valdez
    Exxon Valdez
    Dokumen15 halaman
    Exxon Valdez
    Brigitta Devita Ardityasari
    Belum ada peringkat