Anda di halaman 1dari 9

UJPH 2 (1) (2012)

Unnes Journal of Public Health


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPARAHAN CEDERA KEPALA (STUDI KASUS PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI RSUD KARANGANYAR)
Slamet Wahyudi
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia

Info Artikel
Sejarah Artikel: Diterima Agustus 2012 Disetujui September 2012 Dipublikasikan Oktober 2012 Keywords:

Abstrak
Cedera kepala merupakan suatu pukulan atau benturan pada kulit kepala, tulang kepala, dan otak yaitu mulai dari selaput otak, saraf kranial, dan jaringan otak. Kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakibatkan cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi semua sektor kehidupan. Tujuannya adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat keparahan cedera kepala pada korban kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor di RSUD Karanganyar. Penelitian ini berjenis penelitian epidemiologi observasional yang menggunakan desain penelitian cross sectional, dilaksanakan di RSUD Karanganyar, tanggal 1 Mei-31 Mei 2012. Jumlah sampel sebanyak 52 responden, diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis data secara univariat dan bivariat (uji chi square atau uji fisher).Berdasarkan hasil analisis, faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat keparahan cedera kepala adalah jenis kelamin (nilai p 0,046 < 0,05), pemakiam helm Standar Nasional Indonesi (SNI) (nilai p 0,000 < 0,05), dan kecepatan kendaraan (nilai p 0,002 < 0,05). Kesimpulan penelitian ini, faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat keparahan cedera kepala adalah jenis kelamin, pemakiam helm Standar Nasional Indonesia (SNI), dan kecepatan kendaraan; Sebaiknya Dinas Kesehatan lebih meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan; Satlantas Polres Karanganyar, hendaknya meningkatkan sosialisasi tentang peraturan undang-undang lalu lintas; Peneliti selanjutnya, hendaknya dapat menjadi pembanding, dapat melengkapi kelemahan penelitian ini.

head injuries traffic accidents and motorcycle riders

Abstract
Head injury is a blow or impact to the scalp, skull, and brain starting from the lining of the brain, cranial nerves, and brain tissue. Traffic accidents that can result in injury to the head is the public health problem that can affect all life sectors. The goal is to determine the risk factors associated with the severity of head injuries in traffic accident victims in hospitals motorcyclists Karanganyar. This study various observational epidemiological studies that use cross-sectional design of the study, carried out in hospitals Karanganyar, dated 1 May to 31 May 2012. Total sample of 52 respondents, taken based on inclusion and exclusion criteria. Data analysis univariate and bivariate (chi square test or fisher test). Based on the analysis, the risk factors associated with the severity of head injury is gender (p-value 0.046 <0.05), pemakiam helmet Indonesi National Standard (SNI) (p value 0.000 <0.05), and the speed of the vehicle (p 0.002 <0.05). The conclusion of this study, the risk factors associated with the severity of head injury is gender, helmet pemakiam Indonesian National Standard (SNI), and vehicle speed; Better Health Office further improve health care facilities; Satlantas Karanganyar Police, should improve the dissemination of regulatory law traffic laws; Researchers further, it should be a comparison, can complement the weaknesses of this study.

zz

2012 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: fik-unnes-smg@telkom.net

ISSN 2252-6781

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

Pendahuluan Cedera kepala merupakan suatu pukulan atau benturan pada kulit kepala, tulang kepala, dan otak yaitu mulai dari selaput otak, saraf kranial, dan jaringan otak. Kerusakan otak ini merupakan masalah yang penting dan perlu mendapat perhatian (Olva Irwana, 2009:1). Klasifikasi derajat cedera kepala menurut Glasgow dibagi menjadi tiga yaitu Cedera Kepala Ringan (CKR), Cedera Kepala Sedang (CKS), dan Cedera Kepala Berat (CKB). Penyebab prevalensi cedera kepala terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yaitu sebesar 48%-53% yang merupakan angka terbesar penyebab cedera kepala yang kemudian dilanjutkan dengan 20%-28% lainnya akibat karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan adanya tindak kekerasan, kegiatan olahraga, dan rekreasi (Olva Irwana, 2009:1). Menurut WHO, kecelakaan lalu lintas di dunia pada tahun 2004 telah merenggut satu juta orang setiap tahunnya sampai sekarang dan dari 50 juta orang mengalami luka dengan sebagian besar korbannya adalah pemakai jalan yang rentan seperti pejalan kaki, pengendara sepeda motor, anak-anak, dan penumpang (Peden, Margi, et.al, 2004). Tahun 2020 diperkirakan angka kecelakaan lalu lintas di dunia menduduki urutan ke-3 di atas masalah kesehatan yang lain seperti malaria, TB paru, dan HIV/AIDS berdasarkan proyeksi penyakit secara global (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:1). Berdasarkan penelitian Jennet (1996) dalam Sutarto (2003) di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas dikelompokkan sebagai Cedera Kepala Ringan sebesar 80%, Cedera Kepala Sedang sebesar 10%, dan Cedera Kepala Berat sebesar 10%. Di Indonesia, penyebab cedera kepala terbanyak karena kecelakaan lalu lintas dan diikuti perdarahan berkisar antara 17,63% - 42,20% yang menduduki urutan tertinggi, kemudian disusul yang kedua yaitu cedera ekstremitas mencapai 11,8% (Riwanto Ignatius Sastromihardjo, 2003:1). Data kecelakaan di Indonesia yang berasal dari kepolisian menyebutkan pada tahun 2007, jumlah korban meninggal sebanyak 16.548 jiwa dan korban yang mengalami cedera kepala sebanyak 20.180. Sebagian besar 70% korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun dan berpenghasilan rendah, serta cedera kepala yang dialami merupakan urutan pertama dari semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan lalu lintas (Woro Riyadina, 2009:465). Kecelakaan
41

lalu lintas di Indonesia, sebagian besar disebabkan karena faktor perilaku pengemudi yaitu sebesar 89,56%. Faktor tersebut berpengaruh terhadap tingkat keparahan yang dialami oleh korban kecelakaan seperti mengemudi dengan kecepatan tinggi, tidak menggunakan helm dengan baik, dan mengkonsumsi alkohol saat mengemudikan kendaraan. Selain itu, faktor penanganan cedera pra rumah sakit juga mempengaruhi tingkat keparahan cedera (Woro Riyadina, 2009:66). Berdasarkan data di Karanganyar pada tahun 2009, kejadian kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor dengan korban yang mengalami cedera kepala sebesar 58,67% dan sebesar 20,77% meninggal dunia akibat cedera kepala berat yang dialami korban kecelakaan lalu lintas (Satlantas Polres Karanganyar, 2011:1). Menurut pihak Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar pada tahun 2011, pasien yang mengalami cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 60% dengan proporsi jenis kelamin laki-laki yang paling dominan sebesar 75% dan rentang umur pasien 25-40 tahun sebesar 80% (RSUD Karanganyar, 2011:1). Dari semua kasus kecelakaan lalu lintas di Karanganyar, penyebab terbesar cedera kepala yaitu lebih dari 75% karena perilaku manusia dalam tertib berlalulintas di jalan. Faktor risiko yang mempengaruhi tingkat keparahan cedera akibat kecelakaan lalu lintas sepeda motor yang paling dominan di Kabupaten Karanganyar adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 50%, tidak memakai helm dengan benar sebesar 35%, mengkonsumsi alkohol saat mengemudi sebesar 15% (Satlantas Polres Karanganyar, 2011:1). Penyebab tingkat keparahan cedera kepala pada korban kecelakaan lalu lintas yang dirawat di RSUD Karanganyar pada tahun 2011 adalah adanya benturan keras pada kepala sebesar 65% diikuti perdarahan pada kepala, serta adanya penyakit penyerta sebesar 5% (RSUD Karanganyar, 2011:1). Kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakibatkan cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi semua sektor kehidupan. Angka kecelakaan lalu lintas secara global yang terus meningkat dari tahun 2006 sampai sekarang ini dan merupakan angka penyumbang penyebab kematian terbesar di dunia. Bahkan, angka kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera kepala di Karanganyar pada tahun 2010 merupakan penyebab angka kematian tertinggi (Satlantas Polres Karanganyar, 2011:1). Upaya pengendalian faktor risiko kecelakaan lalu lintas yang telah dilakukan oleh Satlantas Karanganyar

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

antara lain sosialisasi dalam tertib berlalu lintas dalam berbagai media, sosialisasi penggunaan helm yang benar, razia kelengkapan berkendara secara rutin, bekerjasama dengan Polisi Keamanan Sekolah (PKS), dan patroli rutin di titik rawan kecelakaan. Intervensi terhadap faktor risiko yang paling besar yaitu faktor manusia seperti penggunaan helm (Satlantas Polres Karanganyar, 2011:1). Dari teori dan data yang diperoleh maka perlu dilakukan penelitian tentang Faktor Risiko yang berhubungan dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala (Studi Kasus pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor di RSUD Karanganyar) Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi observasional yang menggunakan desain penelitian cross sectional, dengan pertimbangan karena kasus kecelakaan lalu lintas merupakan kasus yang bersifat akut. Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Karanganyar. Adapun variable penelitian meliputi: Variabel terikatnya adalah tingkat keparahan cedera kepala pada korban kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor. Variabel bebasnya adalah umur, jenis kelamin, pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI), kecepatan sepeda motor, konsumsi alkohol, dan lawan tabrakan. Variabel kovariat (covariate) adalah tingkat pendidikan, kepemilikan SIM, kelelahan, karakter pengemudi, kondisi ban, lampu kendaraan, kondisi cuaca, waktu kejadian, kondisi permukaan jalan, dan jarak ke rumah sakit. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh korban yang mengalami cederakepala akibat kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor di RSUD Karanganyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2011 yaitu sebanyak 145 korban. Tabel 1. Hasil Uji Fisher

Sampel dalam penelitian ini adalah korban kecelakaan lalu lintas yang termasuk dalam kriteria inklusi dan sampel yang termasuk dalam kriteria eksklusi dikeluarkan dari sampel penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka dari 145 korban didapatkan 52 korban yang memenuhi kriteria inklusi sampel penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang akan diisikan oleh peneliti yang ditujukan langsung kepada responden. Teknik pengambilan data penelitian ini adalah untuk pengambilan data primer melalui tanya jawab pada korban kecelakaan lalu lintas atau keluarga korban, sedangkan untuk pengambilan data sekunder dengan cara mencatat rekam medik di RSUD Karanganyar dan data tambahan berupa catatan laporan resmi kecelakaan lalu lintas dari Polres Satlantas Karanganyar. Analisis ini untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat secara satu persatu dengan menggunakan tingkat signifikansi () = 0,05. Uji statistik yang digunakan untuk membantu analisis adalah uji X2 Chi Square dengan tabulasi silang untuk mencari RP (Risk Prevalent) karena data yang diuji merupakan kelompok sampel tidak berpasangan pada 2 kelompok atau lebih dengan skala pengukuran variabel kategorik dan untuk uji alternatifnya menggunakan Fisher. Hasil dan Pembahasan Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor. Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 0,046 (<0,05). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa jenis kelamin menjadi faktor risiko terjadinya cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas.

Jenis Kelamin No 1. 2. Total Sumber: hasil penelitian 2012


42

Laki-laki F Cedera Kepala Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Berat 28 10 38

Perempuan F 14 0 14

Total 42 10 52

0,046

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

Keadaan tersebut sesuai teori yang menyatakan bahwa 73% dari korban kecelakaan lalu lintas yang fatal adalah laki-laki. Hal tersebut dapat dijelaskan karena adanya faktor mobilitas yang lebih tinggi serta sepeda motor merupakan kendaraan yang paling banyak dipilih sebagai sarana transportasi. Disamping itu, jumlah pengendara sepeda motor laki-laki di jalan lebih tinggi daripada perempuan (Woro Riyadina, 2007:70). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sutarto (2003) yang menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap beratnya trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pengemudi sepeda motor (p value=0,039) dan pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas terbanyak adalah laki-laki sebanyak 73,5%. Dari penelitian ini terbukti bahwa jenis kelamin berhubungan dengan tingkat keparahan cedera kepala. Jumlah jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (73,1%) lebih banyak mengalami kecelakaan lalu lintas daripada perempuan. Hal tersebut diakibatkan karena data tentang cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas yang ada di RSUD Kabupaten Karanganyar, jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan. Hubungan antara Umur dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala Pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor. Hasil uji kolmogorov smirnov menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 0,402 (>0,05). Secara teori, kelompok umur yang berisiko terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah usia 21-30 tahun yang merupakan umur Tabel 2 Hasil Uji Kolmogorov smirnov

produktif (Woro, 2007:70). Separuh kecelakaan lalu lintas yang terjadi dikarenakan pada usia dewasa muda terdapat sikap tergesa-gesa dan kecerobohan. Selain itu, kelompok umur tersebut merupakan pengemudi pemula dengan tingkat emosi yang belum stabil serta belum berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya (Donald Hunter, 1975:17) Orang-orang yang berusia 30 tahun atau lebih cenderung memiliki sikap hati-hati dan menyadari adanya bahaya dibandingkan dengan berusia muda (Metta Kartika, 2009:17) Hasil penelitian ini sejalan penelitian Sutarto (2003) menyatakan bahwa umur tidak berpengaruh terhadap kecepatan kendaraan akan tetapi umur <25 tahun mempunyai risiko 1,591 untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi (>50 Km/jam) daripada mengemudi dengan kecepatan rendah (<50 Km/jam). Hal tersebut dapat terjadi karena umur <25 tahun mempunyai sifatsifat seperti keingintahuan yang tinggi, agresif, ingin diketahui, dan lain-lain yang menyebabkan mereka dalam mengendarai kendaraan cenderung dengan kecepatan tinggi dan kurang kehatihatian (Budiharto, 1987:54). Umur pengendara yang secara teori dapat mempengaruhi kecepatan kendaraan yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas akan tetapi ternyata tidak terbukti pada hasil penelitian ini. Hal tersebut dapat terjadi karena saat pengambilan data tentang cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas hanya diambil satu Rumah Sakit saja yaitu Rumah Sakit RSUD Kabupaten Karanganyar sehingga kasus kecelakaan lalu lintas lainnya yang tidak terdeteksi. Hubungan antara Pemakaian Helm Standar Nasional Indonesia SNI dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor.

Kelompok Umur No Anakanak F 1. Cedera Kepala 2. Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Berat 1 Remaja F 11 Dewasa F 27 3 42 0,402 0 1 6 17 4 31 0 3 10 52 Lansia Total P

Total Sumber: hasil penelitian 2012

43

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 0,000 (<0,05). Keadaan ini sesuai teori yang menyatakan bahwa tingkat cedera kepala ditentukan oleh kualitas dan kuantitas APD (helm) yang dikenakan. Penggunaan helm secara signifikan mengurangi angka kematian sekitar 40% pada pengguna sepeda motor ketika mengalami kecelakaan lalu lintas (Nazar Moesbar, 2007:87). Helm yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia harus terdiri dari tempurung yang keras dengan permukaan halus, lapisan peredam benturan, dan tali pengikat ke dagu seperti helm model full face dan three-quarter open face (Badan Standarisasi Nasional, 2010:5). Helm model full face adalah helm yang paling aman untuk digunakan pengendara sepeda motor karena mampu melindungi muka, kepala, leher, telinga, dan dagu dengan sempurna, tetapi helm tersebut membuat pemakainya menjadi tidak nyaman karena bentuknya yang tertutup rapat (Joko Susilo, 2010:1). Meskipun helm melindungi kepala dari benturan dan saat jatuh dari sepeda motor, ternyata memakai helm dapat menimbulkan gerah, panas, berat, dan dapat menimbulkan sakit kepala (pusing). Hal tersebut yang menjadi salah satu alasan para pengendara tidak memakai helm saat mengemudi (Nani Pudji Sundari, 2009:195). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sutarto (2003) menyatakan bahwa pemakaian helm tidak berpengaruh terhadap beratnya trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pengemudi sepeda motor akan tetapi dilihat dari nilai Risk Prevalens (RP) bagi yang tidak menggunkan helm standar mempunyai risiko 4,83 kali lebih besar untuk mengalami berat dibandingkan menggunakan helm standar. Hasil penelitian ini terbukti bahwa pemakaian helm Standar Nasional Indonesi (SNI) berhubungan terhadap tingkat keparahan cedera Tabel 3 Hasil Uji Fisher

kepala akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Bagi pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat berisko tinggi terhadap tingakat keparahan cedera kepala. Perbedaan hasil penelitian tersebut terjadi karena pengkategorian variabel pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah pengemudi yang benar memakai helm Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti jenis full face atau three-quarter open face sedangkan penelitian terdahulu hanya dikategorikan memakai atau tidak memakai helm standar. Selain itu, lokasi penelitian di Kabupaten Karanganyar pengendara sepeda motor cenderung tidak memakai helm saat mengemudi dikarenakan wilayahnya bukan kota besar. Walaupun angka pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI) di Wilayah Kabupaten Karanganyar sudah cukup tinggi yaitu sebesar 63,5% akan tetapi masih ada pengendara sepeda motor yang masih tidak memakai helm Standar Nasional Indonesia (SNI). Dari hasil wawancara tidak terstruktur dengan responden dikemukan bahwa responden sudah mengetahui tentang peraturan pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI) saat mengemudikan kendaraan di jalan raya akan tetapi mereka tetap saja tidak mematuhinya dengan alasan jarak tempuh yang dekat, tidak ada polisi, dan malas memakai karena dianggap tidak nyaman. Hubungan antara Kecepatan Kendaraan dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor. Hasil uji Fisher menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kecepatan kendaraan dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 0,020 (< 0,05). Keadaan ini sesuai dengan teori hukum energi yang menyatakan bahwa beratnya trauma tergantung kepada jumlah dan kecepatan perpindahan energi permukaan di mana energi dikerahkan (American College of Surgeon, 1997:80).

No 1. 2. Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Berat

Pemakaian Helm Standar Nasional Indonesia (SNI) Ya F Cedera Kepala 32 1 33 Tidak F 10 9 19

Total 42 10 52

0,000

Total Sumber: hasil penelitian 2012


44

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

Kecepatan >50 Km/jam dikatakan kecepatan tinggi dikarenakan kecepatan kendarann dalam kota hanya dibatasi maksimal 50 Km/jam itupun hanya untuk jalan raya utama. Pembatasan kecepatan kendaraan dalam kota maupun luar kota sudah ditentukan oleh Dinas Perhubungan dan sudah dilakukan uji coba mengenai kecepatan kendaraan dan jarak pengeraman yang aman bagi pengguna kendaraan di jalan raya. Kecepatan kendaraaan <50 Km/jam saat sudah dikategorikan aman bagi pengguna kendaraan di jalan raya dengan jarak pengeraman membutuhkan jarak kurang lebih 10 Meter. Apabila kecepatan kendaraan >50 Km/jam membutuhkan jarak pengereman yang sangat panjang sehingga berisiko tinggi menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Satlantas Polres Karanganyar, 2012:1). Hasil penelitian Sutarto (2003) menyatakan bahwa kecepatan kendaraan tidak berpengaruh terhadap beratnya trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pengemudi sepeda motor akan tetapi dilihat dari nilai Risk Prevalens (RP) dapat diasumsikan bahwa pengemudi yang mengendari kendaraan dengan kecepatan tinggi (>50 Km/jam) mempunyai risiko 1,29 kali lebih besar untuk mengalami trauma berat dibandingkan dengan kecepatan rendah (<50 Km/jam). Hasil penelitian terbukti bahwa kecepatan kendaraan berhubungan terhadap tingkat keparahan cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Mengemudi dengan kecepatan tinggi (>50 Km/jam) di jalan berisiko tinggi terhadap tingkat keparahan cedera kepala. Perbedaan hasil penelitian ini dengan terdahulu terjadi karena karateristik pengendara sepeda motor di wilayah Kabupaten Karanganyar cenderung mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi (>50 Km/jam) dikarenakan jalan yang tidak terlalu padat dan kurangnya pemasangan rambu lalu lintas di daerah rawan kecelakaan lalu lintas. Tabel 4 Hasil Uji Fisher

Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor. Hasil uji Fisher menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 0,351 (>0,05). Secara teori, tingginya pengaruh konsumsi alkohol untuk terjadinya cedera berat akibat kecelakaan lalu lintas ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa alkohol dalam tubuh akan menyebabkan penekanan pada sistem syaraf sehingga dapat mempengaruhi pusat pengendalian diri serta perubahan dalam menilai sesuatu atau dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengkoordinasi visual scanning dan kemampuan psikomotor (Rusdihardjo, 1994:78). Pada saat berkendara, pengendara sepeda motor tidak boleh memiliki kandungan alkohol dalam darah melebihi ambang batas (>0,05%). Adanya kadar alkohol dalam darah (dalam jumlah sedikit maupun banyak) pada pengendara sepeda motor mengakibatkan sistem syaraf pusat yang berfungsi sebagai pengontrol sikap dan penilaian terhadap reaksi saat mengemudi menjadi lemah sehingga pengemudi mengalami kesulitan dalam menilai jarak aman dan kecepatan kendaraan lain di jalan sehingga dapat berisiko menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Saat berkendara pengemudi sepeda motor harus dapat berkonsentrasi dan mengetahui posisi pengguna jalan lainnya (Ditjen Perhubungan Darat, 2006:20). Hasil penelitian Sutarto (2003) menyatakan bahwa mengonsumsi alkohol tidak berpengaruh terhadap kecepatan kendaraan akan tetapi dilihat dari nilai Risk Prevalens (RP) bagi yang mengonsumsi alkohol mempunyai risiko 2,870 kali lebih besar untuk mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi (>50 Km/jam) daripada kecepatan rendah (<50 Km/jam) yang dapat me-

No Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Cedera Kepala Berat

Kecepatan Kendaraan >50Km/jam Tidak F 26 10 36 Ya F 16 0 16

Total

1. 2.

42 10 52 0,022x

Total Sumber: hasil penelitian 2012


45

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

Tabel 5 Hasil Uji Fisher

No Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala 2. Total


Tabel 6 Hasil Uji Fisher

Konsumsi Alkohol Tidak Ya F F 1 1 2 41 9 50

Total

1.

42 10 52 0,351

Cedera Kepala Berat

Sumber: hasil penelitian 2012

No Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Berat Total

Lamanya Mendapat Pertolongan Pertama Tidak Ya F F Cedera Kepala 27 9 36 16 15 1

Total

1. 2.

42 10 52 0,147

Sumber: hasil penelitian 2012

nyebabkan kecelakaan lalu lintas. Mengonsumsi alkohol yang secara teori dapat mempengaruhi kondisi pengemudi dalam mengendarai kendaraannya sehingga berisiko menyebabkan kecelakaan lalu lintas akan tetapi ternyata tidak terbukti pada hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil tanya jawab, sebagian besar responden yaitu sebanyak 50 orang (96,2%) menyatakan tidak mengkonsumsi alkohol atau dalam keadaan tidak mabuk saat mengemudikan kendaraaan sepeda motor dan hanya 2 responden yang menyatakan mengonsumsi alkohol atau dalam keadaan mabuk saat mengemudikan kendaraan sepeda motor. Hal tersebut dapat terjadi karena pengambilan data tentang konsumsi alkohol hanya berdasarkan wawancara dengan korban atau catatan kepolisian tidak dilakukan berdasarkan hasil laboratorium mengenai kadar alkohol dalam darah sehingga dimungkinkan adanya ketidakakuratan data. Hubungan antara Lamanya Mendapat Pertolongan Pertama dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor. Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan bahwa jumlah pengemudi yang mendapat per46

tolongan >30 menit dengan cedera kepala ringan sebanyak 27 responden, pengemudi yang mendapat pertolongan >30 menit dengan cedera kepala berat sebanyak 9 responden, pengemudi yang mendapat pertolongan <30 menit dengan cedera kepala ringan sebanyak 15 responden, dan pengemudi yang mendapat pertolongan <30 menit dengan cedera kepala berat sebanyak 1 responden. Hasil uji Fisher menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mendapat pertolongan pertama dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 0,147 (>0,05). Secara teori menyatakan bahwa waktu terpenting dalam kesempatan bertahan hidup korban kecelakaan adalah 30-60 menit pertama sebagai waktu stabilisasi awal. Pengalaman medis di dunia menunjukkan bahwa stabilisasi korban terluka dan rujukan ke rumah sakit spesialis dalam jangka waktu keemasan dapat meningkatkan potensi pasien untuk bertahan dan sembuh total. Apabila korban mendapat pertolongan pertama >30 menit, maka cedera yang dialami korban akan bertambah parah. Dan apabila korban mendapat pertolongan pertama <30 menit, maka keparahan cedera korban dapat dicegah (Metta

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

Kartika, 2009:33). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sutarto (2003) yang menyatakan bahwa lamanya mendapat pertolongan pertama tidak berhubungan dengan beratnya trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pengemudi sepeda motor akan tetapi dilihat dari nilai Risk Prevalens (RP) bagi lamanya mendapat pertolongan pertama >30 menit mempunyai risiko 2,667 kali lebih besar daripada yang mendapat pertolongan pertama <30 menit terhadap beratnya trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pengemudi sepeda motor. Lamanya mendapat pertolongan pertama >30 menit yang secara teori dapat mempengaruhi tingkat keparahan cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas akan tetapi ternyata tidak terbukti pada hasil penelitian ini. Hal tersebut dapat terjadi karena saat pengambilan data tentang lamanya mendapat pertolongan pertama hanya berdasarkan wawancara dengan korban (perkiraan waktu) atau catatan kepolisian tidak dilakukan berdasarkan hasil pengukuran jam sebenarnya. Hubungan antara Lawan Tabrakan dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor. Hasil uji fisher dari data penelitian tentang hubungan antara lawan tabrakan dengan tingkat keparahan cedera kepala pada korban kecelakaan lalu lintas adalah sebagai berikut: Hasil uji Fisher menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lawan tabrakan dengan tingkat keparahan cedera kepala dengan nilai p value= 1,000 (>0,05). Secara teori, pada hukum energi yang menyatakan bahwa beratnya trauma tergantung kepada jumlah dan kecepatan perpindahan energi permukaan di mana energi dikerahkan (American College of Surgeon, 1997:80). Bentuk lawan Tabel 7 Hasil Uji Fisher

tabrakan yang berisiko tinggi terhadap tingkat keparahan cedera berupa kendaraan lain seperti sepeda ontel, sepeda motor, kendaraan roda 4 atau lebih lainnya dan benda statis seperti tumpukan tanah, pohon, benda diam selain kendaraan. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada besar dan kekuatan benturan (kecepatan lawan tabrakan), arah tabrakan, tempat benturan dan keadaan kepala pada saat mendapat benturan. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa luas permukaan dan masa benda (lawan tabrakan) yang lebih besar dengan adanya perpindahan energi yang lebih besar juga (tabrakan dengan benda yang bergerak) menyebabkan terjadinya gaya tekan dan gaya gesek terhadap luas permukaan tubuh sehingga dapat menimbulkan cedera yang lebih parah. Gabungan antara besarnya lawan tabrakan dan kecepatan kendaraan yang tinggi (>50 m/jam) dapat berpengaruh terhadap tingkat keparahan yang dialami korban kecelakaan lalu lintas (S. Sastrodiwirjo, 1986:28). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Sutarto (2003) yang menyatakan bahwa lawan tabrakan berpengaruh terhadap beratnya trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pengemudi sepeda motor. Dilihat dari nilai Risk Prevalens (RP) lawan tabrakan dengan roda 4 atau lebih mempunyai risiko 10,32 kali lebih besar untuk terjadi trauma berat dibandingkan lawan tabrakan roda dua. Lawan tabrakan yang secara teori dapat mempengaruhi tingkat keparahan cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas akan tetapi ternyata tidak terbukti pada hasil penelitian ini. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pengelompokkan variabel lawan tabrakan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dikelompokkan ada tidaknya lawan tabrakan secara umum. Sedangkan penelitian terdahulu dikelompok menurut jenis roda kendaraannya. Selain itu, berdasarkan bentuk

No Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Berat

Lawan Tabrakan Tidak Ya F F 38 9 47 3 1 4

Total

1. 2.

Cedera Kepala

41 10 52 1,000

Total

Sumber: hasil penelitian 2012


47

Slamet Wahyudi / Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2012)

lawan tabrakan pada penelitian ini yang dialami responden sebagian besar memiliki lawan tabrakan sesama pengendara sepeda motor yaitu sebanyak 91,7%. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut dari 7 faktor risiko yang diteliti, sebanyak 42,9 % faktor risiko berhubungan dengan tingkat keparahan cedera kepala pada korban kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor di RSUD Karanganyar antara lain jenis kelamin, pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI), dan kecepatan kendaraan sedangkan faktor risiko yang tidak berhubungan sebanyak 57, 1 % antara lain umur, konsumsi alkohol, lamanya mendapatkan pertolongan pertama, dan lawan tabrakan. Ucapan Terima Kasih 1. Kepala RSUD Karanganyar atas izin dan bantuannya. 2. Kepala Satlantas Polres Karanganyar atas izin dan bantuannya. 3. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka Badan Standarisasi Nasional, 2010, Penerapan Standar Wajib Helm Ber-SNI, Jakarta: Departemen Perhubungan Indonesia. Budiharto, 1987, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Lalu Lintas yang Mengakibatkan Korban Luka Berat atau Mati di Wilayah Polda Metro Jaya, MKI, Vol.37, No. 2: Hal.122-128. Ditjen Perhubungan Darat, 2006, Laporan Akhir Pedoman Teknis Kampanye Program Keselamatan. Jakarta: Author. www.hubdat.web.id, diakes tanggal 2 Mei 2009. Donal Hunter, 1975, Car Driving Before and After Passing The Driving Test, Transport Road Research Laboratory Report LR 499. Joko Susilo, 2010, Jenis Helm dan Tingkat Keamanannya, Selasa 2 Februari 2010, http://www. sumbawa.news.com/berita/pendidikan/jenishelm-dan-tingkat-keamanannya, diakses tanggal 19 Maret 2011. Metta Kartika, 2009, Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Depok, Skripsi: Universitas Indonesia Depok. RSUD Karanganyar, 2011. Satlantas Polres Karanganyar, 2011. Soekidjo Notoatmodjo, 2002, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Woro Riyadina, dkk, 2007, Profil Keparahan Cedera pada Korban Sepeda Motor di Instalasi Gawat Darurat RSUP Fatmawati, Universa Medicina, Volume 26, No. 2, April-Juni 2007, hlm. 64-72. Woro Riyadina, dkk, 2009, Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia, Majalah Kedokteran, Volume 59, No.10, Oktober 2009, hlm. 464-472.

48

Anda mungkin juga menyukai