Anda di halaman 1dari 10

1

THE GROWTH OF HAWKSBILL HATCHLING (Eretmochelys Imbricata) WITH DIFFERENT DIETS AT GILI MENO, NORTH LOMBOK, WEST NUSA TENGGARA Puji Nur Paridi1), Sadikin Amir, Nurliah2). 1) Student of Aquaculture Department Mataram University 2) Lecturers of Aquaculture Department Mataram University Jln. Pendidikan 37 Mataram, Tlp. 0370 633007, Fax. 636041 Email: farid_racana@yahoo.co.id1) , psbd@unram.ac.id2)

ABSTRACT Turtles are sea species that widely utilized by humans. However, it is not balanced with the slower growth rates, so that the turtles are included in the category of endangered species. One of the efforts to conserve the turtle population is breeding. To support the success of captive breeding especially in enlargement of Hawksbills hatc hling (Eretmochelys imbricata), it is necessary to do the research on the different kinds of feeding. The goal is to find the best growth rate of the Hawksbills hatchling. The research was conducted on January to September 2013 in Gili Meno-Lombok. The research was carried out experimentally by using a completely randomized design with five treatments and four replications. The results of the analysis of variance showed that different feeding gives a significantly different growth rates. The highest growth rate is seen in trash fish feeding. Keywords: Eretmochelys imbricata, growth, trash fish, shrimp, association of algae, seaweed.

PERTUMBUHAN TUKIK PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA DI GILI MENO,KABUPATEN LOMBOK UTARA, NUSA TENGGARA BARAT
1)

Puji Nur Paridi1), Sadikin Amir2), Nurliah 2). Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan Universitas Mataram 2) Dosen Program Studi Budidaya Perairan Universitas Mataram Jln. Pendidikan 37 Mataram, Tlp. 0370 633007, Fax. 636041 Email: farid_racana@yahoo.co.id1), psbd@unram.ac.id2)

Abstrak Penyu merupakan jenis satwa laut yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Akan tetapi tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan yang lambat sehingga termasuk dalam katagori satwa terancam punah. Salah satu upaya untuk melestarikan populasi penyu adalah dengan penangkaran. Untuk menunjang keberhasilan penangkaran khususnya pembesaran tukik Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) maka perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian pakan yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menemukan tingkat pertumbuhan tukik Penyu Sisik yang terbaik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan September 2013 di Gili Meno-Nusa Tenggara Barat. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pemberian pakan yang berbeda memberikan tingkat pertumbuhan yang berbeda nyata. Nilai pertumbuhan tertinggi terlihat pada pemberian pakan ikan rucah. Kata kunci: Eretmochelys imbricata, pertumbuhan, pakan

PENDAHULUAN Penyu merupakan salah satu jenis satwa laut yang banyak dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung oleh manusia. Banyaknya pemanfaatan penyu oleh manusia tidak seimbang dengan pertumbuhan penyu yang lambat, sehingga menyebabkan penyu dikatagorikan satwa terancam punah. Secara internasional penyu masuk ke dalam daftar merah (red list) IUCN dan Appendix I CITES. Di Indonesia penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Kegiatan penangkaran untuk meningkatkan populasi penyu telah dilakukan di berbagai tempat di

Indonesia. Namun, salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses penangkaran adalah tingginya persentasi kematian tukik penyu pada tahap pembesaran, yang disebabkan oleh sifat kanibalisme dan lambatnya pertumbuhan. Untuk menunjang keberhasilan penangkaran penyu khususnya pembesaran tukik Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), maka perlu dilakukan penelitian mengenai pakan yang dapat mempercepat pertumbuhan tukik. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menemukan tingkat pertumbuhan tukik Penyu Sisik (E. imbricata) yang terbaik.

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Terdapat 5 pakan yang diujikan, yaitu: P1 = Ikan rucah; P2 = Udang; P3 = Udang+Rumput Laut (9:1); P4 = Asosiasi alga; dan P5 = Udang+Rumput laut (7:3). Dari masingmasing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Tukik Penyu Sisik yang digunakan berumur 1 bulan dengan jumlah 80 ekor.Pemeliharaan tukik Penyu Sisik dan pengambilan data dilakukan selama 56 hari (20 Februari 2013 sampai dengan 16 April 2013) di Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada taraf nyata 5% dan dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji BNJ (Beda Nyata Jujur). Wadah pemeliharaan berupa bak plastik yang telah di sterilkan dengan volume 35 liter dengan ketinggian air 7 cm. Sebelum memulai perlakuan, dilakukan penyesuaian pakan selama 7 hari sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan dan pemuasaan selama 2 hari, yang tujuan untuk memperoleh berat nyata tukik dalam keadaan usus yang diasumsikan kosong. Selain itu, proses pemuasaan bertujuan agar tukik langsung merespon pakan yang diberikan saat perlakuan berlangsung. Setelah tahap pemuasaan selesai, tukik Penyu Sisik di diseleksi berdasarkan penyesuaian pakan, berat dan ukurannya, sehingga diperoleh 20 buah unit percobaan. Tiap-tiap unit percobaan berisi 4 ekor tukuk Penyu Sisik. Tukik yang telah di seleksi diberi kode sesuai dengan perlakuan dan ulangan masing-masing Tukik diberi pakan 2 kali dalam sehari (08.00 dan 13.00 WITA). Tiap pemberian pakan sebesar 5% dari ratarata berat tubuh tukik pada masingmasing unit percobaan. Pergantian air laut dilakukan 2 kali dalam sehari dengan

volume 50% setiap pergantian air yang dikombinasikan dengan sistem resirkulasi selama 24 jam. Karapas tukik Penyu Sisik dibersihkan setiap 7 hari sekali untuk meminimalisasi gangguan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tukik selain dari pakan yang diujikan. Parameter utama dalam penelitian ini adalah pertumbuhan mutlak (berat, panjang dan lebar karapas), laju pertumbuhan nisbi (berat, panjang dan lebar karapas), Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate), serta Rasio Konversi Pakan (FCR). Sedangkan parameter penunjang adalah laju pertumbuhan nisbi mingguan (berat dan panjang karapas), kandungan gizi pakan, dan kualitas air (suhu, salinitas, dan pH). Pengukuran pertumbuhan tikik dilakukan setiap 7 hari (berat tubuh, panjang karapas dan lebar karapasnya) sekaligus dengan penghitungan jumlah pakan yang akan diberikan. Tingkat kelangsungan hidup (SR) dan rasio konversi pakan tukik Penyu Sisik juga dicatat dan diamati. Adapun beberapa metode pehitungan yang digunakan adalah sebagai berikut: Pertumbuhan Mutlak (Berat, Panjang dan Lebar Karapas) Penghitungan kecepatan pertumbuhan mutlak tukik penyu sisik dihitung menggunakan rumus menurut Effendie (2002) yaitu: W = Wt Wo .. (1) Keterangan : W = Pertumbuhan mutlak (g atau mm) Wt = Berat atau Panjang cangkang pada akhir pengamatan (g atau mm) Wo = Berat atau Panjang cangkang pada awal pengamatan (g atau mm)

Laju Pertumbuhan Nisbi (Berat, Panjang dan Lebar Karapas) Penghitungan laju pertumbuhan nisbi tukik penyu sisik dihitung menggunakan rumus menurut Effendie (2002) yaitu: h= ............................................(2)

dan Suhenda (2009) yaitu, sebagai berikut : FCR =


( )

.................................(4)

Keterangan : h = Laju pertumbuhan nisbi (%) Wt = Berat (g) atau Panjang cangkang pada akhir pengamatan (mm) Wo = Berat (g) atau Panjang cangkang pada awal pengamatan (mm) Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Persentase tingkat kelangsungan hidup (survival rate) tukik penyu sisik yang diujicobakan dihitung menggunakan rumus berdasarkan Effendi (2002) yaitu: SR = x 100 ................................... (3)

Keterangan : FCR : Feed Convertion Ratio (g) F : Jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan (g) Wt : Berat pada akhir pengamatan (g) D : Jumlah yang mati W0 : Berat pada awal pengamatan (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pengamatan rata-rata pertumbuhan mutlak (berat, panjang karapas dan lebar karapas) penyu sisik selama 56 hari dapat dilihat pada Gambar 1. Pemberian pakan ikan rucah menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dengan pertambahan berat 76,48 g, panjang karapas 30,13 mm dan lebar karapas 24.08 mm. Pemberian pakan asosiasi alga menghasilkan pertumbuhan paling rendah dengan berat 16,93 g, panjang karapas 9,95 mm, dan lebar karapas 7,33 mm. Pemberian pakan udang, udang+rumput laut (9:1) dan udang+rumput laut (7:3) memberikan tingkat pertumbuhan berat, panjang karapas dan lebar karapas yang saling tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan pemberian pakan ikan rucah dan asosiasi alga.

Keterangan: SR : Survival Rate atau persentase kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah biota pada akhir pengamatan (ekor) No : Jumlah biota pada awal pengamatan (ekor)

Rasio Konversi Pakan Untuk mengetahui rasio konversi pakan pada percobaan, maka dilakukan penghitungan konversi pakan dengan rumus menurut NCR (1977) cit. Tahapari

A
Berat (g)

90 75 60 45 30 15 0

a b b c
Ikan rucah Udang Udang+Rumput Laut (9:1) Asosiasi alga Udang+Rumput Laut (7:1)

Panjang karapas (mm)

90 75 60 45 30 15 0

c
Asosiasi alga

Ikan rucah

Udang

Udang+Rumput Laut (9:1)

Udang+Rumput Laut (7:1)

Lebar karapas (mm)

90 75 60 45 30 15 0

b
Udang

b
Udang+Rumput Laut (9:1)

c
Asosiasi alga

b
Udang+Rumput Laut (7:1)

Ikan rucah

Gambar 1. Rata-rata pertumbuhan mutlak: a) berat, b) panjang dan c) lebar. Garis tegak pada masing-masing batang (bar) menunjukkan besaran galat baku rata-rata (standard error of means)

Laju Pertumbuhan Nisbi a. Laju pertumbuhan nisbi selama 56 hari Rata-rata laju pertumbuhan nisbi (berat, panjang karapas dan lebar karapas) penyu sisik selama 56 hari dapat dilihat

pada Gambar 2. Hasil uji lanjut dengan BNJ pada = 5% menunjukkan laju pertumbuhan nisbi yang sama dengan pertumbuhan mutlak.

Laju pertumbuhan (%)

1.8 1.5 1.2 0.9 0.6 0.3 0.0

a b b c b

Ikan rucah

Udang

Udang+Rumput Laut (9:1)

Asosiasi alga

Udang+Rumput Laut (7:1)

Laju pertumbuhan (%)

1.8 1.5 1.2 0.9 0.6 0.3 0.0

b
Udang

b
Udang+Rumput Laut (9:1)

c
Asosiasi alga

b
Udang+Rumput Laut (7:1)

Ikan rucah

Laju pertumbuahn (%)

1.8 1.5 1.2 0.9 0.6 0.3 0.0

b
Udang

b
Udang+Rumput Laut (9:1)

c
Asosiasi alga

b
Udang+Rumput Laut (7:1)

Ikan rucah

Gambar 2. Rata-rata laju pertumbuhan nisbi: a) berat, b) panjang karapas dan c) lebar karapas. Garis tegak pada masing-masing batang (bar) menunjukkan besaran galat baku rata-rata (standard error of means)

b. Laju pertumbuhan nisbi setiap minggu Rata-rata laju pertumbuhan nisbi setiap minggu (berat dan panjang karapas) penyu sisik selama 56 hari dapat dilihat pada Gambar 3. Rata-rata laju perumbuhan berat nisbi di minggu ke-1, ke-3, ke-4, ke-6, ke-7, dan ke-8 nenunjukkan nilai yang lebih rendah dari

minggu ke-2 dan minggu ke-5. Pada minggu ke-2 dan minggu ke-5 terjadi ratarata kecepatan pertumbuhan berat nisbi tertinggi, kecuali pada perlakuan pemberian pakan udang+rumput laut (7:3) yang menunjukkan penurunan kecepatan pertumbuhan berat nisbi di minggu ke-5.

A
Laju pertumbuhan (%)

0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05 -0.10 -0.15 1 2 3 4 5 6 7 8

Minggu ke-

Laju pertumbuhan (%)

0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8

Minggu ke-

C 0.12
Laju pertumbuhan (%)

0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8

Minggu keIkan rucah Asosiasi alga Udang Udang + Rumput laut (7:3) Udang + Rumput laut (9:1)

Gambar 3. Rata-rata laju pertumbuhan nisbi setiap minggu: a) berat, b) panjang karapas dan c) lebar karapas. Garis tegak pada masingmasing batang (bar) menunjukkan besaran galat baku rata-rata (standard error of means). Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup tukik Penyu Sisik selama penelitian mencapai 100% untuk semua perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup yang mencapai 100% menunjukkan bahwa perbedaan pakan tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup tukik Penyu Sisik. Rasio Konversi Pakan Dari hasil penghitungan rata-rata rasio konversi pakan terlihat bahwa nilai yang paling rendah terdapat pada pakan ikan rucah yaitu 4,92 g. Nilai rasio konversi pakan paling tinggi terlihat pada pemberian pakan udang yaitu sebesar 6,99 g. Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ pada = 5% menunjukkan bahwa nilai konversi pakan udang tidak bebeda nyata dengan pakan yang lainnya kecuali pada pakan ikan rucah. Namun nilai konversi pakan ikan rucah tidak berbeda nyata dengan pakan asosiasi alga.
a a

8.00
Gram (g)

a b

6.00 4.00 2.00 0.00

ab

Ikan rucah

Udang

Udang + Rumput laut (9:1)

Asosiasi alga

Udang + Rumput laut (7:3)

Gambar 4. Rasio konversi pakan tukik penyu sisik selama perlakuan. Garis tegak pada masing-masing batang (bar) menunjukkan besaran galat baku rata-rata (standard error of means)

Kualitas Air Selama penelitian dilakukan 2 kali pergantian air yaitu pada siang dan sore hari yang masing-masing diganti 3 jam setelah pemberian pakan. Selain

pergantian air dilakukan juga sistem resirkulasi selama 24 jam pada air media pemeliharaan. Rata-rata kisaran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Rata-rata dan kisaran kualitas air Suhu (0C) Minggu kePagi Siang Malam 1 2 3 4 5 6 7 25.430.17a 25.570.13a 25.570.20 25.500.15 25.140.09
a a a

pH Pagi Siang 8 8 8 8 8 8 8 8

Salinitas (ppt) 35*) 34*) 34


*)

29.140.09a 24.070.20a 7.630.03a*) 28.930.13a 23.930.13a 8.000.05a 28.860.15 27.570.27 28.930.13


a

25.570.17a 27.860.24b 24.210.24a 7.810.02a*) 24.000.19 24.210.24 23.930.13


a a a

8.000.05 7.990.01 7.990.01

a a*) a*)

b a

35*) 35
*)

25.210.20a
a

29.070.10a 24.000.11a 8.000.05a


a a a*)

8 25.070.10 29.210.15 23.860.09 8.000.05 *) Pengukuran dilakukan di Labolatorium Budidaya Perairan. Kandungan Gizi Pakan Tabel 2. Kandungan gizi pakan (g/100g) Kandungan Gizi (g/100g) Pakan Kadar air Ikan Rucah Udang Rumput Laut Asosiasi Alga 62.86 75 19.55 90.02 Protein 22.71 21 4.85 0.96 Lemak 10.64 0.2 0.1 2 Karbohidrat 2.31 0.1 56.8 45.92

Sumber Kocatepe et al, 2011 Soemarto, 2004 Dhamri, 2011 Tabarsa, 2012

Pembahasan Pemberian pakan ikan rucah menghasilkan rata-rata pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan pemberian pakan lainnya. Diduga tingginya kandungan protein ikan rucah (Tabel 2.) menjadi penyebab tingginya pertumbuhan. Effendie (2002) menjelaskan bahwa pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino yang berasal dari protein di dalam makanan. Damanti (2001) menambahkan bahwa karbohidran, lemak

dan protein yang terkandung dalam makanan berfungsi sebagai sumber energi bagi aktifitas sel-sel tubuh. Asosiasi alga menghasilkan tingkat pertumbuhan yang paling rendah dari yang lainnya. Hal ini diduga terjadi karena tukik Penyu Sisik (E. imbricata) lebih menyukai pakan ikan rucah dari pada pakan asosiasi alga. Kesukaan tukik Penyu Sisik (E. imbricata) pada pakan ikan rucah diduga karena tukik terbiasa diberi pakan ikan rucah, mengingat perlakuan pemberian pakan dimulai sejak tukik berumur 1 bulan. Dugaan yang

sama juga terjadi pada laju pertumbuhan berat nisbi setiap minggu (Gambar 3.). Berkurangnya laju pertumbuhan berat nisbi diperlihatkan oleh perlakuan pemberian pakan asosiasi alga di minggu pertama. Selain itu masa penyesuaian makanan selama 7 hari diduga tidak cukup untuk mengubah kebiasaan pakan tukik Penyu Sisik (E. imbricata) dari ikan rucah ke asosiasi alga. Namun penambahan berat tukik mulai terlihat di minggu ke-2 yang menandakan bahwa tukik penyu sisik telah merespon pakan asosiasi alga. Rata-rata laju pertumbuhan berat nisbi sangat beragam pada masing-masing perlakuan setiap minggunya (Gambar 3.). Beragamnya rata-rata laju pertumbuhan berat nisbi diduga berkaitan dengan kualitas air (suhu) dan persentase konsumsi pakan. Pada minggu ke-1, ke-3, ke-4, ke6, ke-7, dan ke-8 suhu tertinggi berkisar antara 28,86oC-29,21oC dan menunjukkan tingkah laku tukik yang lebih aktif bergerak. Diduga tukik Penyu Sisik mengalami stress karena suhu yang terlalu tinggi. Tingkah laku tukik penyu sisik yang lebih aktif karena stress diduga menyebabkan hasil penyerapan nutrisi dari pakan lebih banyak digunakan untuk pergerakan daripada pertumbuhan (berat). Minggu ke-2 dan ke-5 suhu tertinggi berkisar antar 27,57oC-27,86oC. Sebaliknya, pada kisaran suhu 27,57oC27,86oC tukik terlihat bergerak hanya untuk makan, selebihnya tukik penyu sisik terlihat hanya diam dan mengambang. Tingkah laku tukik Penyu Sisik seperti ini diduga menyebabkan hasil penyerapan nutrisi dari pakan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan (berat) dari pada untuk energi pergerakan. Kafuku dan Ikenoue (1983) cit. Naulita (1990) memperkuat dugaan ini dengan laporannya yang menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan penyu adalah 28oC. Salinitas dan pH air media pemeliharaan pada saat penelitian masih

dalam kisaram. Hal ini didukung oleh pendapat Marabessy & Edward (2002 cit. Syarif, 2012) bahwa bila dilihat dari kepentingan biota perairan, salinitas perairan yang berkisar antara 3435 ppt masih mendukung kehidupan organisme perairan. Nupus (2001) juga menegaskan bahwa salinitas air laut Samudra Hindia yang merupakan tempat hidup secara alami penyu berkisar antara 34,2 35,7 ppt. pH media pemeliharaan masih berkisar antara 7,63 8 dan masih sesuai dengan pH perairan laut Desa Gili Indah (Syarif, 2012). Kantor KMNLH (1988) cit. Syarif (2012) memberikan Nilai Ambang Batas (NAB) pH air laut sebesar 6-9 untuk keperluan perikanan dan biota perairan. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Tingkat kelangsungan hidup yang mencapai 100% menunjukkan bahwa perbedaan pakan tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup tukik Penyu Sisik. Tingginya tingkat kelangsungan hidup yang dihasilkan dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh cara pemeliharaan tukik Penyu Sisik. Cara pemeliharaan yang dimaksud ialah sistem resirkulasi dan pergantian air 2 kali dalam sehari, sehingga kualitas air berada pada kisaran yang optimal untuk hidup tukik Penyu Sisik. Kafuku dan Ikenoue (1983) cit. Naulita (1990), menjelaskan bahwa hal yang harus diperhatikan pada pemeliharaan tukik penyu adalah sirkulasi air.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian pakan yang berbeda memberikan pengaruh terhadap

10

pertumbuhan tukik Penyu Sisik (E. imbricata). 2. Pemberian pakan ikan rucah memberikan pertumbuhan terbaik pada pemeliharaan tukik Penyu Sisik (E. imbricata) umur 1 sampai dengan 3 bulan. 3. Pakan ikan rucah, udang, udang+rumput laut (9:1), asosiasi alga dan udang+rumput laut (7:3) dapat diberikan untuk tukik sejak umur 1 sampai dengan 3 bulan. 4. Berdasarkan nilai rasio konversi pakan (Feed Convertion Ratio atau FCR) pemberian pakan ikan rucah dan asosiasi alga merupakan pakan yang

terbaik, namun memiliki pertumbuhan yang berbeda. Saran

laju

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan bahwa: 1. Dalam melakukan pembesaran tukik Penyu Sisik (E. imbricata) sebaiknya diberi pakan ikan rucah yang mengandung protein tinggi dan ketersediaannya melimpah di alam. 2. Pengelolaan kualitas air sebaiknya dilakukan dengan melakukan pergantian air sebanyak 2 kali sehari yang dikombinasikan dengan system resirkulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Damanti, R.R., 2001. Studi Kesukaan Makan dan Laju Pertumbuhan Juvenil Penyu Sisik (Eretmochelis imbricata L.) di Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Naulita, Y., 1990. Telaah Laju Pertumbuhan Anak Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) pada Pemberian Makanan yang Berbeda. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Nupus, S., 2001. Pertumbuhan Tukik Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) pada Tingkat Pemberian Jumlah Pakan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Syarif, S.M., Zulkifli,. Syakhrie, N.A. 2012. Penyusunan Masterplan dan Rancangbangun Minawisata Pulau-Pulau Kedil di Gili Matra. Satuan Kerja Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Jendral Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil. Kementrian Kelautan dan Perikanan RI. Tahapari dan Suhenda, 2009. Penentuan Frekuensi Pemberian Pakan Untuk Mendukung Pertumbuhan Benih Ikan Patinpasupati. Bogor. http://infobudidaya.com/2012/03/pengertian-pertumbuhan.html. Diakses 15 Juli 2013. 09:08 WITA.

Anda mungkin juga menyukai