Anda di halaman 1dari 12

TRAUMA TORAKS

Secara umum setiap trauma pada toraks, baik tajam maupun tumpul, dapat menimbulkan: pada kulit dan jaringan lunak: luka, memar, emfisema subkutis pada tulang: patah tulang iga, patah tulang dada. pernapasan paradoksal. pada pleura: pneumotoraks, hemotoraks, hemo pneumotoraks kilotoraks, serotoraks. pada jaringan paru: traumatic wet lung. pada mediastinum: pneumomediastinum, robekan esofagus, robekan bronkus. pada jantung: hemoperikardium, luka jantung.

Prinsip pengobatan trauma toraks ialah: 1. Mengatasi syok. 2. Mempertahankan jalan napas. 3. Mengembalikan/mempertahankan tekanan negatif rongga pleura. 4. Menghilangkan nyeri. 5. Stabilisasi dinding dada. 6. Torakotomi, bila ada indikasi: Perdarahan terus menerus --- 3--5 ml/kgBB/jam selama 3-6 jam Pneumotoraks yang tak teratasi dengan cara biasa. Robekan esofagus. Luka jantung.

EMFISEMA SUBKUTIS
Dapat diketahui dan terabanya krepitasi udara di bawah kulit, biasanya dimulai di sekitar luka tembus dinding dada atau patah tulang iga. Udara dapat berasal dari luar, tetapi umumnya dari robekan pleura

Penatalaksanaan
umumnya tak perlu dilakukan apa-apa karena akan diserap dengan sendirinya. hati-hati pada emfisema yang: tak disertai dengan luka terbuka dinding dada (misalnya pada trauma tumpul) karena pasti terdapat juga pneumotoraks, bila kemudian emfisema cepat meluas dan penderita menjadi sesak napas dengan perkusi hipersonor berarti telah terjadi tension pneumothorax --- segera tusuk di daerah sela iga II/III garis midklavikular dengan jarum besar sampai menembus rongga dada, sementara mempersiapkan waterseal drainage dimulai dari daerah leher karena dapat menandakan pneumomediastinum.

PATAH TULANG IGA & PERNAPASAN PARADOKSAL


Patah tulang iga dapat disertai nyeri dan dapat menusuk; pleura sehingga timbul pneumotoraks. Pernapasan paradoksal terjadi bila terdapat gerakan dinding dada yang berlawanan selama pernapasan akibat patah tulang-tulang iga yang melingkari daerah tertentu. Keadaan mi menimbulkan hipoksia karena udara luar tak dapat mencapai alveoli.

Penatalaksanaan
nyeri diatasi dengan anestesi blok saraf interkostal daerah bersangkutan; jarum ditusukkan menyusuri pinggir bawah iga. sedatif tak dianjurkan karena menekan refleks batuk dan pernapasan. patah tulang iga yang sederhana tak usah dilakukan tindakan, karena fiksasi justru merugikan gerak dinding dada selama pernapasan. tetapi bila terjadi pernapasan paradoksal, fiksasi harus dilakukan dengan plester lebar, disertai penekanan. plester dilekatkan mulai dan daerah dinding dada yang sehat, melingkari luka sampai ke daerah sehat pula.

Gb. 9. Tension pneumotorax

Gb. 10. Fraktur tulang iga

sebelumnya di atas luka dapat diletakkan kasa tebal guna penekanan. fiksasi dilakukan pada saat ekspirasi. plester dipasang berlapis-lapis, sedapat mungkin tidak sejajar dengan garis patah. Dapat juga dilakukan traksi untuk tujuan yang sama, yaitu dengan mengikatkan daerah patah dengan kawat ke benda-benda tak bergerak di sekitar penderita.

PNEUMOTORAKS & HEMOTORAKS


Gejala & tanda sisi yang terkena tak ikut pada pernapasan, perkusi hipersonor (pada pneumotoraks) atau pekak (pada hemotoraks) atau terdapat bersama-sama (hemopneumotoraks); suara napas menghilang. mungkin disertai emfisema subkutis dan patah tulang iga. bila keluhan sesak napas dibalik (nyeri) cepat memberat curiga adanya tension pneumotorax, radiologik tampak bayangan paru mengecil, dikelilingi daerah radiolusen (pneumotoraks), bila ada daerah radioopak menandakan adanya hemotoraks.

Penatalaksanaan
bila dari radiologik pneumotoraks hanya meliputi <15% jaringan paru dan keluhan minimal, cukup observasi saja; bila > 15% atau meluas atau keluhan berat harus dilakukan pungsi atau waterseal drainage

tentukan apakah pleura viseral utuh atau terobek: bila dinding dada utuh (trauma tumpul), pneumotoraks pasti disebabkan oleh robeknya pleura viseralhati-hati akan kemungkinan tension pneumotoraks bila dinding dada terbuka (trauma tajam) penderita disuruh batuk; bila pleura viseral robek udara akan menyemprot keluar dari luka. jangan terburu-buru menjahit luka dinding dada, karena bila ternyata pleura viseral terobek tindakan itu akan mengubah pneumotoraks terbuka menjadi tertutup / tension pneumothorax yang lebih berbahaya. bila pleura viseral utuh cukup lakukan pungsi: Cara : penderita dalam posisi duduk, punksi sebaiknya dilakukan di garis aksilaris posterior setinggi sela iga VII VIII. daerah pungsi dibersihkan dengan antiseptik lalu diberi anestesi lokal infiltrasi. pungsi dilakukan dengan semprit berjarum besar (no. 15 - 16), menyusuri pinggir atas iga, lalu udara/ cairan dihisap perlahan-lahan agar paru-paru sempat menyesuaikan din dalam mengembang kembali. bila penderita batuk-batuk, mungkin penghisapan terlalu cepat atau paru tersentuh ujung jarum pungsi; sebaiknya penghisapan dihentikan sejenak dan jarum ditanik sedikit. setelah pungsi selesai daerah pungsi ditutup dengan kasa steril. bila pleura viseral terobek atau akan mengukur perdarahan, harus dilakukan waterseal drainage (WSD);

Cara: posisi penderita dan daerahnya sama dengan pungsi pleura. setelah anestesi, lakukan insisi kulit dan subkutis. setelah itu tusukkan melalui luka insisi trokar yang telah terpasang dalam kanula mengarah agak ke atas menembus otot. setelah mencapai rongga pleura trokar dilepaskan dan segera masukkan kateter/pipa karet yang masih diklem ke dalam kanula kanula dilepaskan dan kateter/pipa karet dihubungkan dengan botol.

klem dibuka dan periksa apakah hubungan rongga pleura dengan botol tetap lancar dengan memperhatikan: keluarnya udara/cairan. undulasi dalam pipa botol setelah udara/cairan tak keluar lagi.

kateter/pipa karet dijahit pada kulit, sekitarnya ditutup dengan kasa steril.

Penting diingat di sini bahwa: 1. 2. kateter/pipa karet harus tertutup dan kemungkinan masuknya udara luar. botol tidak boleh terletak lebih tinggi daripada tempat pemasangan kateter pada dinding dada, kecuali dalam keadaan diklem. Botol yang paling sederhana ialah botol I yang dapat dibuat dan botol bekas infus, sebaiknya diisi cairan antiseptik (sublimat atau KMnO4 dan tutupnya ditembus oleh dua pipa; pipa yang panjang berhubungan dengan rongga pleura dan ujungnya harus selalu terletak 3-5 cm di bawah permukaan cairan, ini penting diperhatikan bila dari rongga pleura mengalir cairan (darah) yang

akan meninggikan permukaan cairan dalam botol; sedang pipa pendek dibiarkan berhubungan dengan udara luar. Tutup botol tak perlu kedap udara. Bila ternyata dengan botol I tekanan rongga pleura tak dapat menjadi negatif, misalnya karena robekan pleura terlalu besar, harus dilakukan penghisapan terus menerus (continuous suction), untuk itu harus digunakan botol II atau rangkaian botol III. Botol II mempunyai tiga pipa dan tutupnya harus kedap udara; pipa pertama dihubungkan ke rongga pleura, sedang pipa ketiga ke alat penghisap; pipa kedua berhubungan dengan udara luar, ujungnya herada kirakira 10 --15 cm di bawah permukaan cairan, gunanya agar penghisapan tak dapat melebihi --15 cmH2O. Rangkaian III lebih baik terutama bila rongga pleura masih mengeluarkan cairan sehingga jumlah perdarahan dapat lebih tepat diukur dan tak perlu setiap kali mengukur kedalaman pipa kedua. Bila penghisapan akan dihentikan, pipa yang menuju ke alat penghisap harus diklem. 3. bila tekanan rongga pleura telah negatif tetapi pam-pam tetap tidak mengembang, artinya terdapat sumb atan jalan napas berikan mukolitik, misalnya OBH 3 x 15--30 ml/hari dan anjurkan agar penderita sering batuk.

TRAUMATIC WET LUNG


Gejala & tanda: terutama terjadi setelah trauma tumpul. penderita mengeluh batuk-batuk, kadang-kadang disertai darah, nyeri dada, sesak napas; tak ada demam. pada auskultasi terdengar ronki basah yang merata. penting untuk dibedakan dan bronkopneumoni karena gambaran klinik dan radiologik yang mirip. Penatalaksanaan: istirahat baring. bebaskan jalan napas dengan: o menganjurkan penderita sering-sering batuk.

o nyeri dihilangkan dengan anestesi blok saraf interkostal; sedatif tidak dianjurkan karena menekan refleks batuk. o isap lendir, bila perlu sampai ke trakea; penghisapan tetap dilakukan sekalipun penderita batuk-batuk karena justru pada saat itu lendir akan terdorong ke proksimal. o bila perlu lakukan trakeostomi obat-obatan: mukolitik dan bronkodilator, misal: o OBH 3 x 15--20 ml/hari atau o Bisolvon 3 x 1--2 tablet/hari.

PNEUMOMEDIASTINUM
Curigai pneumomediastinum bila timbul emfisema subkutis yang dimulai di daerah leher, apalagi bila disertai sesak napas hebat dan syok. Radiologik tampak bayangan radiolusen di mediastinum dan sekitar jantung, atau retrosternal pada proyeksi lateral. Penatalaksanaan: mediastinotomi: sayatan sesuai dengan trakeostomi, lalu dilanjutkan ke daerah mediastinum secara tumpul dengan jari menyusuri cincin trakea lalu dilakukan trakeostomi bila disertai robekan esofagus dan/atau bronkus akan timbul pneumomediastinum yang progresif, dalam hal ini harus dilakukan torakotomi.

TAMPONADE & LUKA JANTUNG


Ditandai oleh keadaan umum yang cepat memburuk disertai tekanan vena jugular meningkat, pekak jantung meluas, bunyi jantung terdengar jauh dan pulsus paradoksus. Bila perikardium ikut terobek, akan terjadi juga hemotoraks.

Gambar 12; Teknik perikardiosentesis, bisa lewat subxipoid, sela iga 4 atau sela iga 5.

Penatalaksanaan: atasi syok. perikardiosentesis (Gambar 12): o posisi penderita setengah duduk (menyudut 35 40o dengan vertikal). o jarum pungsi ditusukkan di daerah paraxifoid kiri ke arah bahu kiri. o tindakan ini hanya bersifat sementara, harus disusul dengan torakotomi. torakotomi untuk memperbaiki robekan perikardium dan/ atau dinding jantung.

TRAUMA PERUT
Menurut penyebabnya, trauma perut dibagi atas: 1. Trauma tembus, yaitu dengan penetrasi ke dalam rongga perut; dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. 2. Trauma tumpul, yaitu tanpa penetrasi ke dalam rongga perut; dapat disebabkan oleh ledakan, benturan atau pukulan. Kematian akibat trauma perut dapat dikurangi dengan diagnosis dan tindakan segera; biasanya disebabkan oleh perdarahan atau peradangan dalam rongga perut. GEJALA & TANDA Anamnesa yang selengkap mungkin, terutama mengenai cara terjadinya kecelakaan, arah tusukan atau tembakan. Pada pemeriksaan fisik: 1. Mungkin ditemiikan syok dan penuninan kesadaran. 2. Jejas di daerah perut; pada luka tusuk tembak dapat ditemukan pula prolaps isi perut. 3. Adanya darah, cairan atau udara bebas dalam rongga perut penting dicari, terutama pada trauma tumpul: a. tanda rangsang peritoneum: nyeri tekan, nyeri lepas, kekakuan dinding perut, tanda Kehr (referred pain di daerah bahu, terutama kiri). b. shifting dullness, pekak hati menghilang. c. bising USUS melemah/menghilang. Tanda rangsang peritoneum sering sukar di- can bila ada trauma penyerta, terutama pada kepala; dalam hal ini dianjurkan melakukan lavase peritoneal. Pemeriksaan lain: 1. Rectal toucher -- adanya darah menunjukka kelainan usus besar. 2. Kuldosentesis -- mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga perut. 3. Sonde lambung -- mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus mencegah aspirasi bila muntah. 4. Kateterisasi -- mencari lesi saluran kemih.

Pemeriksaan pembantu: 1. Darah --- Hb, Ht dan lekosit; pada perdarahan Hb dan Ht akan terus menurun, sedang jumlah lekosit terus meningkat; oleh karena itu pada kasus meragukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala. 2. Urin --- penting untuk mengetahui adanya lesi saluran kemih. 3. Radiologik tak perlu dilakukan bila indikasikasi laparotomi sudah jelas.

Biasanya dilakukan foto polos perut dalam posisi tegak dan miring ke kiri untuk melihat: o keadaan tulang belakang dan panggul. o adanya benda asing (pada luka tembak). o bayangan otot psoas. o udara bebas (intra_/ekstraperitoneal) 4. Parasentesis perut dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan menimbulkan

kelainan dalam rongga perut. TEKNIK: buli-buli terlebih dahulu dikosongkan. parasentesis dilakukan dengan jarum pungsi no. 18/20, ditusukkan di kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat. bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan usus atau udara, berarti ada lesi dalam rongga perut. 5. Lavase peritoneal dilakukan melalui kanula yang dimasukkan lewat insisi kecil di garis tengah di bawah pusat; bila pada aspirasi tidak keluar apa-apa, dimasukkan kira- kira 1000 ml larutan NaC1 0,9%, lalu dikeluarkan lagi. Hasilnya positif bila diternukan salah satu hal berikut: cairan yang keluar kemerahan. terdapat empedu. ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000/mm3. ditemukan lekosit > 500/mm3. ditemukan amilase> 100 U/100 ml cairan.

PENATALAKSANAAN 1. Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok atau gangguan jalan napas: --- infus cairan/transfusi darah. --- memelihara jalan napas. --- memasang sonde lambung. 2. Laparotomi dilakukan bila terdapat: a. Luka tusuk dengan: syok. tanda rangsang peritoneal. bising usus menghilang. prolaps isi perut. darah dalam lambung, buli-buli atau rektum. udara bebas intraperitoneal. parasentesis perut/lavase peritoneal positif. pada eksplorasi luka menembus peritoneum. b. Luka tembak. c. Trauma tumpul dengan: syok. tanda rangsang peritoneal. darah dalam lambung, buli-buli atau rektum. cairan/udara bebas intraperitoneal. parasentesis perut/lavase peritoneal positif. Selain kasus-kasus di atas, penderita diobservasi selama 24 -- 48 jam. Laparotomi di sini bertujuan mencari kerusakan organ melalui eksplorasi yang sistematik. Pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu perdarahan yang ada, baru kemudian memperbaiki kerusakan organ yang ditemukan: kerusakan omentum direseksi kerusakan limpa diatasi dengan splenektomi. kerusakan hati dijahit atau direseksi sebagian kerusakan organ berongga (lambung, usus) ditutup secara sederhana (simple closure) atau direseksi sebagian.

kerusakan mesenterium dijahit. kerusakan pankreas juga dijahit. kerusakan organ saluran kemih (lihat bab trauma saluran kemih).

_________________________

Anda mungkin juga menyukai