Anda di halaman 1dari 5

BAB III DISKUSI KASUS

3.1 Kasus Seorang wanita diperhatikan oleh keluarganya kelihatan seperti bingung ketika bangun pagi bicaranya terdengar ngawur. Keluarganya tidak mengerti apa yang diinginkannya .ketika ditanya pasien menjadi marah-marah dengan kata-kata yang tidak dapat dimengerti. Pasien salah menyebutkan nama anak dan istrinya, pengucapannya terdengar jelas. Ketika berjalan tidak ada nampak kelemahan.dua hari kemudian ketika berjalan pasien sering menabrak benda-benda disebelah kanannya.Pasien menderita DM sejak 10 tahun yang lalau dan merokok 2 bungkus sehari. Jelaskan defisit neurologis apa yang dialami pasien dan lokasi anatomisnya beserta gambar 3.2 Pembahasan Pasien menderita afasia wernick dan hemianopsia a. Afasia Wernick Anamnesa : 1. ketika bangun pagi bicaranya terdengar ngawur. 2. ketika ditanya pasien menjadi marah-marah dengan kata-kata yang tidak dapat dimengerti 3. Pasien salah menyebutkan nama anak dan istrinya, dan pengucapannya terdengar jelas Diagnosa : Afasia Wernick Penjelasan: Disebut juga afasia sensorik atau afasia perseptif. Disebabkan oleh lesi di daerah antara bagian belakang lobus temporalis, lobus oksipitalis dan lobus parietalis dari hemisfer kiri (dominan) yaitu area Wernicke. Pada afasia ini kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual terganggu atau hilang sama sekali. Tetapi kemampuan untuk secara aktif mengucapkan kata-kata dan menulis kata-kata masih ada, kendatipun apa yang diucapkan dan ditulis tidak
19

mempunyai arti sama sekali. Penderita dengan afasia ini tidak mengerti lagi bahasa yang didengarnya walaupun ia tidak tuli. Ia pun tidak mengerti lagi isi surat yang dibacanya, walaupun ia tidak buta huruf. Penyimpanan storage berikut proses coding dari apa yang didengar dan ditulis terjadi di daerah Wernicke. Jika daerah tersebut rusak, proses decoding tidak akan menghasilkan apa-apa. Hilangnya pengertian berarti juga hilangnya gnosis dan kognisio. Oleh karena kata dan tulisan yang masih dapat diucapkan dan ditulis oleh seorang penderita tidak lagi dikenal dan diketahui, maka dia akan berbicara dan menulis suatu bahasa yang tidak dimengerti oleh dirinya sendiri ataupun orang lain. Adakalanya bahasa baru (neologisme) mengandung kata-kata yang menyerupai kata-kata yang wajar, tetapi kebanyakan merupakan ocehan yang tidak mempunyai arti. Ocehan itu dinamakan juga jargon aphasia. Semacam afasia sensorik yang ringan, yang dikenal sebagai tuli kata -kata (worddeafness), bisa dijumpai. Dalam hal itu, penderita sama sekali tidak mengerti bahasa verbal yang didengarnya, tetapi ia masih bisa mengerti bahasa tertulis dengan baik. Juga afasia sensorik yang dinamakan buta kata-kata (word-blindness) pada mana bahasa verbal masih bisa dimengerti, tetapi bahasa visual tidak mempunyai arti baginya, jarang dijumpai.Tuli kata-kata dan buta kata-kata timbul akibat lesi kecil di sekitar daerah Wernicke, yang terletak baik di lobus temporalis ataupun parietalis bahkan lobus oksipitalis. Sebagai suatu varian dari buta kata-kata ialah agrafia, akalkulia dan aleksia reseptif.Dalam hal agrafia ekspresif (akibat lesi di sekitar daerah broca), ekspresi melalui berbahasa ikut terganggu.Jika kemampuan untuk mengerti bahasa verbal masih utuh tetapi daya untuk mengerti bahasa tertulis hilang, maka dinamakan gejala tersebut agrafia reseptif. Demikian juga arti istilah akalkulia reseptif, dimana penderita masih bisa mengerti mengerti bahasa verbal tetapi ia tidak dapat mengerti soal-soal yang menyangkut hitung berhitung. Pada aleksia reseptif, hanya kemampuan untuk mengerti apa yang dibaca terganggu, sedangkan ia masih mengerti bahasa verbal. Lesi-lesi yang relevan bagi afasia reseptif fraksional itu terbatas pada girus angularis dan supramarginalis. Girus yang tersebut pertama terletak di ujung sulkus temporalis superior dan girus yang tersebut terakhir terletak di ujung fisura serebri lateralis Sylvii. Afasia reseptif lesinya terletak di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada memformulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa
20

lisan dan tulisan tidak atau kurang dipahami, dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tidak menentu. Pasien tidak begitu sadar akan kekurangannya.

Berikut ditampilkan juga macam-macam afasia lainnya sebagai perbandingan:

21

Penatalaksanaan Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara Prognosa : Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke.

b. Hemianopsia Berdasarkan anamnesa : 1. Ketika berjalan tidak ada nampak kelemahan 2. dua hari kemudian ketika berjalan pasien sering menabrak benda-benda disebelah kanannya. Riwayat penyakit terdahulu : 1. Pasien menderita DM sejak 10 tahun yang lalu Riwayat sosial : 1. Merokok 2 bungkus sehari

Diagnosanya adalah : Hemianopsia 2. Ciri cirri hemanopsia Pasien melaporkan berlari ke obyek, tersandung, jatuh, menjatuhkan minuman, dan sedang dikejutkan oleh benda atau orang yang tiba-tiba muncul di depan mereka. Pasien sering
22

kehilangan tempat mereka saat membaca. Pasien mungkin menjadi begitu takut jatuh atau berlari ke benda-benda yang mereka mungkin tidak mau bepergian atau berbelanja tanpa bantuan. Serangan panik bahkan mungkin terjadi ketika di toko-toko ramai, karena hemianopsia pasien dengan mudah dapat menjadi hilang di daerah ramai.

1 2 3 4 5 6 7

Keterangan 1. Anopsia 2. Hemianopsia binasal 3. Hemanopsia bitemporal 4. hemianopsia homonim kontralateral 5. penglihatan makular 6. quadroanopsia inferior homonim kontralateral 7. quadroanopsia superior homonim kontralateral

23

Anda mungkin juga menyukai