PENDAHULUAN
1
dan meningkatnya penduduk berumur lanjut, meningkatkan kebutuhan akan
bedah preprostetik yang salah satu tindakannya adalah alveolektomi6.
Alveolektomi adalah salah satu bedah preprostetik. Bedah preprostetik
merupakan tindakan bedah minor yang bertujuan memperbaiki keadaan tulang
alveolar rahang agar dapat menjadi lebih baik untuk penempatan gigi tiruan.
Tujuan dilakukan bedah preprostetik adalah untuk mendapatkan gigi tiruan
dengan retensi, stabilisasi, estetik dan fungsi yang lebih baik7.
Pada kasus-kasus tertentu, sebelum pembuatan gigi tiruan perlu dilakukan
alveolektomi agar plat gigi tiruan dapat menempel dengan kuat. Tidak semua
pasien yang ingin memasang gigi tiruan perlu dilakukan alveolektomi. Oleh
karena itu, perlu diketahui berbagai indikasi dan kontraindikasi dilakukannya
alveolektomi. Selain itu, prosedur pembedahan alveolektomi merupakan hal
penting yang perlu diketahui seorang dokter gigi. Dengan mengetahui prosedur
pembedahan yang benar dapat menghindari berbagai komplikasi yangmungkin
terjadi. Medikasi yang diperlukan selama proses alveolektomi juga penting untuk
diketahui agar dapat menghindari kondisi kegawatdaruratan dan mempercepat
penyembuhan luka bedah8,9.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan alveolektomi yang
sesuai dengan standar operasional pekerjaan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari laporan kasus ini adalah: untuk mengetahui
bagaimana penatalaksanaan dari pasien yang akan dilakukan
alveolektomi pada regio 43, 42,41, 31, 32 yang akan dilakukan oleh
mahasiswa profesi fakultas kedokteran gigi Universitas Baiturrahmah
Padang.
2
1.4 Manfaat
Manfaat laporan kasus ini adalah laporan kasus ini diharapkan dapat
memberi informasi yang bermanfaat mengenai penatalaksanaan alveolektomi
yang sesuai dengan standar operasional pekerjaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Alveolektomi
Alveolektomi adalah suatu tindakan pembuangan sebagian prosesus
alveolaris yang tajam atau menonjol untuk mempersiapkan bentuk yang dapat
memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan 9. Setelah pencabutan gigi,
sangat penting dilakukan pembentukan kembali prosesus alveolaris untuk
mempersiapkan tempat bagi gigi tiruan yang akan dibuat. Apabila tidak dilakukan,
akan menghasilkan puncak lingir yang tidak beraturan, undercut dan penonjolan
tulang. Apabila tidak dihilangkan sebelum pemakaian gigi tiruan, akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan lunak dan stabilitas retensi gigi tiruan6.
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah yang radikal untuk
mereduksi/mengambil prosesus alveolaris sehingga bisa dilakukan aposisi
mukosa, yaitu suatu prosedur yang dilakukan untuk mempersiapkan linggir.
Tindakan pengurangan dan perbaikan tulang alveolar yang menonjol atau tidak
teratur serta menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigi
tiruan dilakukan dengan prinsip mempertahankan tulang yang tersisa semaksimal
mungkin. Seringkali seorang dokter gigi menemukan sejumlah masalah dalam
pembuatan gigi tiruan yang nyaman walaupun kondisi tersebut dapat diperbaiki
dengan prosedur bedah minor. Penonjolan tulang atau tidak teratur dapat
menyebabkan gigi tiruan tidak stabil yang dapat mempengaruhi kondisi tulang
dan jaringan lunak dibawahnya7.
4
5. Untuk memudahkan penutupan luka primer.
6. Untuk membuka mahkota klinis tambahan agar dapat dilakukan restorasi
yang sesuai.
5
1. Diagnosa yang tepat
Tanpa mengetahui diagnosa yang tepat, kita tidak akan dapat melakukan
terapi yang baik, walaupun ada berbagai macam cara pengobatan tetapi
diagnosa yang tepat hanya satu.
2. Rencana perawatan
Setiap rencana perawatan disusun sedemikian rupa dengan
mempertimbangkan keadaan lokal, kesehatan umum dan sosial ekonomi
dari pasien. Rencana perawatan tidak terlepas dari pada perawatan pasca
bedah. Dari hasil pemeriksaan akan keluar empat macam hasil rencana
perawatan yang akan dilakukan yaitu;
a. Observasi (diamati selanjutnya).
b. Perawatan konservatif (dirawat secara konservatif dengan pengobatan
saja).
c. Pembedahan (diambil tindakan operasi).
d. Konsultasi (dikirim ke sejawat yang lebih ahli untuk ditindak lebih
lanjut).
3. Perawatan secara pembedahan
Pada tindakan operasi harus diikuti syarat-syarat sebagai berikut :
a. Asepsis
b. Atraumatic-surgery
c. Memenuhi tata kerja yang teratur.
4. Perawatan pasca bedah
Perawatan pasca bedah atau perawatan sesudah operasi yang baik akan
mencegah terjadinya komplikasi sesudah operasi.
6
Beberapa pengalaman terbaik diperoleh melalui kemampuan memecahkan
masalah dengan pemikiran dan perencanaaan yang hati-hati10.
Bentuk dari flap sangat mempengaruhi dalam keberhasilan pembedahan,
dimana ada 3 macam bentuk flap yang dapat dibuat dan flap yang akan dibuat
tergantung dari daerah operasi dan besar lesi yang akan diambil. 3 macam bentuk
flap tersebut yaitu11:
a. Semiluner
b. Trapesium
c. Segitiga
Flap Segitiga
Gambar 1. Macam-macam bentuk flap(Sumber : James, R. 2015.Principles of more complex
exodontia. Journal Oral and Maxillofacial surgary)
Ketiga bentuk ini dibuat tergantung dari pada daerah operasi dan besar
bagian yang akan diambil. Apabila tepi gingiva dari pada gigi termasuk dalam
daerah flap, maka harus diinsisi dan tidak boleh diangkat begitu saja. Untuk
melepaskan flap harus dengan gerakan yang halus. Pekerjaan yang tidak rapi akan
menimbulkan trauma dan akan menyebabkan penyembuhan yang lama dan tidak
sempurna, dengan cara bekerja yang atraumatik akan dapat mempertahankan
aliran darah dari flap, sehingga flap akan terhindar dari terjadinya nekrose11.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam pembuatan flap11:
7
a. Penyembuhan dari flap tidak tergantung dari besarnya tetapi tergantung
daricara bagaimana membuka flap dan bagaimana kita bekerja.
b. Pada waktu melakukan insisi serta pada waktu pembukaan flap, harus
diperhatikan jangan sampai merusak nervus, karena dapat menyebabkan
terjadinya rasa kebas, biru serta paralise.
c. Insisi pada jaringan lunak, misalnya mukosa pipi, lidah, palatum mole, atau
dasar mulut tidak boleh tegak lurus dan dalam
Syarat dalam pembuatan desain flap adalah10 :
a. Basis lebih besar dibandingkan tepi bebasnya (insisi tambahan harus
serong).
Gambar 2. A. Insisi serong tambahan yang desainnya kurang tepat sehingga mempunyai
basis apikal yang sempit. B. Insisi serong tambahan yang dilakukan dengan benar, sehingga
diperoleh basis yang lebih lebar untuk meningkatkan suplay darah ke flap
(Sumber: Pederson, 1996)
8
Ukuran flap seharusnya lebih besar dan jangan terlalu kecil serta diperluas
terlalu berlebihan.
h. Ketebalan
Untuk flap periostal, periostum diambil secara menyeluruh jangan sampai
terkoyak dan pada waktu mengangkat flap jangan sampai tersobek.
2.7 Penjahitan
2.7.1 Prinsip-Prinsip Jahitan
Kesalahan umum pada penjahitan adalah menempatkan terlalu
banyak jahitan dan pengikatan yang terlalu kencang. Jahitan adalah
benda asing karena itu makin sedikit jahitan makin kecil trauma dan
makin sedikit reaksi jaringan. Jahitan yang diikat terlalu kencang akan
menghalangi suplai darah dan mengurangi drainase. Penempatan
jahitan intra oral, lebih baik hasilnya kalau berpegang pada aturan
berikut: secara umum jahitan dimulai dari posterior ke anterior (dari
jauh ke dekat), dari jaringan yang tidak melekat ke jaringan yang
cekat, apabila memungkinkan tepat menempel tulang10.
2.7.2 Jarum dan Benang Jahit12
Jarum jahit tersedia dalam beragam bentuk, diameter, dan ukuran.
Secara umum, jarum jahit terdiri atas tiga bagian, yaitu needle point,
needle body, dan swaged (press-fit) end. Needle point berbentuk tajam
dan berfungsi untuk penetrasi kedalam jaringan. Body merupakan
bagian tengah dari jarum jahit.Sedangkan swaged (press-fit) end
merupakan bagian tempat menempelnya benang. Jarum jahit
digunakan untuk menutup luka insisi pada mukosa dan
biasanyaberbentuk round atau triangular. Jarum jahit biasanya terbuat
dari besi tahan karat (stainless steel) yang kuat dan fleksibel.
9
Gambar 3. Anatomi Jarum Jahit ( Sumber: Pratidina, A. H. 2015.)
10
b. Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang
sama pada kedua sisi daerah insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3 mm dari
tepi luka. Sedangkan jarak antara jahitan yang satu dengan yang lainnya
berkisar 3-4 mm.
c. Jahitan jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat.
d. Penyimpulan benang jangan diletakkan tepat diatas garis insisi.
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Kasus
Pasien wanita, 56 tahun datang ke RSGM-P Universitas Baiturrahmah
Padang dengan keluhan ingin membuat gigi tiruan penuh pada rahang atas dan
rahang bawah. Dari pemeriksaan subjektif didapatkan bahwa pasien tidak ada
kelainan penyakit sistemik dan tidak ada riwayat alergi obat. Keadaan umum:
tekanan darah 120/80 mmHg, pernapasan 20x/menit, denyut nadi 80x/menit. Pada
hari pertama datang, pasien dirujuk ke bagian prosthodonti untuk memeriksakan
apakah pembuatan gigi tiruan bisa dilakukan atau tidak. Pada pemeriksaan
intraoral terlihat adanya penonjolan pada tulang tepatnya di ridge alveolar pada
regio gigi 43, 42, 41, 31, 32, dan 33. Sewaktu di palpasi didapat adanya rasa sakit,
runcing dan tajam. Berdasarkan hasil pemeriksaan adanya eksostosis pada ridge
alveolar di regio gigi 43, 42, 41, 31, 32, dan 33 yang dapat mengganggu
pembuatan gigi tiruan.
12
Eksostosis regio 43, 42,
41, 31, 32, dan 33.
13
d. Tampon, kasa, kapas
e. Alkohol
2. Dudukkan pasien didental unit, kemudian operator menjelaskan kepada
pasien tentang prosedur perawatan yang akan dilakukan secara singkat
serta membimbing pasien dalam mengisi informed consent.
3. Pasien dipasangkan celemek kemudian lakukan asepsis baik kepada
operator maupun pasien.
a. Operator
Mencuci tangan, membuka perhiasan dan aksesoris tangan yang
digunakan, memakai masker, dan handscond.
b. Pasien
Asepsis ekstra oral dengan menggunakan alkohol yang dioles
melingkari bibir dilakukan searah dengan jarum jam, serta
menggunakan larutan antiseptik (povidone iodine) di daerah kerja
pada intra oral.
4. Posisikan pasien setinggi siku operator, dan pasien berbaring dengan
sudut 30 dari bidang horizontal, serta operator berada di depan kanan
pasien.
5. Lakukan infiltrasi anastesi dengan bahan anastesi yang dideponir
sebanyak 0,5 cc, tunggu 5-10 menit kemudian lakukan pengecekan
anastesi dengan menggunakan sonde apakah anastesi sudah berjalan
atau belum (mati rasa).
6. Lakukan bleeding point dengan 4 titik pada daerah yang akan dilakukan
insisidengan menggunakan sonde lurus.
7. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan insisi flap dengan
bentuktrapesium menggunakan blade no 15, insisi dilakukan pada regio
43, 42, 41, 31, 32, dan 33. Sudut-sudut dari insisi dibulatkan dengan
insisi horizontal dibuat pada bidang oklusal dari prosesus alveolaris
atau sedikit lebih ke lingual. Saat melakukan insisi blade dipegang
dengan posisi pen grasp.
14
Gambar 5. Posisi pen grasp ( Sumber: TjiptonoK Toeti R, dkk. 2007)
15
Gambar 7. Surgical knot(Sumber: Pratidina, A. H. 2015)
13. Instruksi pasca bedah dan medikasi kemudian pasien dipulangkan dan
diberi obat berupa antiinflamasi, antibiotik, dan vitamin.
16
e. Pasien harus selalu menjaga kebersihan mulutnya. Gigi harus disikat
1
rutin, serta kumur-kumur menggunakan air saline hangat (
2
sendok teh garam dilarutkan dalam gelas air panas).
f. Pasien tidak boleh merokok.
14. Setelah 1 minggu apabila tidak ada inflamasi, jahitan dibuka.
15. Pembukaan jahitan dilakukan tepat diatas mukosa dengan
menggunakan gunting benang, bertujuan agar bakteri dan sisa makanan
yang lengket pada benang tidak masuk ke dalam mukosa saat
melakukan penarikan benang.
17
BAB IV
KOMPLIKASI
18
b. Lesi pada nervus
Nervus dapat terluka pada anastesi lokal karena memakai jarum yang
tumpul dan bisa juga terjadi bila waktu penyuntikkan ada sisa alkohol yang
masuk kejaringan dan sampai ke nervus sehingga dapat menyebabkan
terjadi nekrose dan parastesi.
Penanganan: anastesi lokal harus memakai jarum yanag tajam serta operator
memperhatikan alat dan daerah tempat dilakukan injeksi.
c. Pendarahan
Biasanya terjadi karena saat tindakan pembedahan dilakukan banyak atau
besarnya pembuluh darah yang terkena.
Penanganan;
i. Secara tekanan
Dengan menggunakan kain kasa atau tampon.
ii. Secara biologis
Bila pemakaian tampon padat atau kasa tidak bisa menghentikan
pendarahan maka dapat dipakai obat-obatan seperti adrenalin.
iii. Pengikatan atau penjahitan
Bila pendarahan disebabkan karena terputusnya pembuluh darah yang
besar, maka pembuluh darah tersebut diikat dengan menggunakan cat
gut atau benang absorbel dan bila pendarahan disebabkan karena
terbukanya jahitan operasi maka kita melakukan penjahitan kembali.
iv. Hemostat
Digunakan untuk menjepit pembuluh darah.
d. Edema
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan atau
pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap
cidera. Edema adalah reaksi individual yaitu trauma yang besarnya sama,
tidak terlalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada
pasein yang sama atau berbagai pasien. Usaha-usaha yang bisa mengontrol
udema adalah termal (panas), fisik (penekanan), dan obat-obatan. Obat yang
19
sering digunakan adalah jenis steroid yang diberikan secara prenatal, oral
atau topical sebagai pembalut tulang alveolar.
e. Alveolitis (dry socket)10
Dry socket merupakan osteitis setempat yang mengenai seluruh atau
sebagian tulang yang padat yang membatasi soket gigi, yaitu lamina dura.
Etiologinya tidak jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi. Kerusakan
bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat pencabutan
(dengan komplikasi), kurangnya irigasi saat dokter gigi melakukan tindakan
juga dapat menyebabkan dry socket. Komplikasi yang paling sering, paling
menakutkan dan paling sakit sesudah pencabutan adalah dry socket atau
alveolitis. Biasanya di mulai dari hari ke 3 sampai ke 5. Keluhan utama
yang dirasakan adalah rasa sakit yang sangat hebat sesudah operasai.
Pemeriksaan terlihat tulang alveolaris yang terbuka, terselimuti kotoran dan
dikelilingi berbagai tingkatan peradangan dari ginggiva.
Penatalaksanaan : Bagian yang mengalami dry socket diirigasi dengan
larutan saline yang hangat, dan diperiksa. Palpasi
dengan menggunakan aplikator kapas dapat membantu
dalam menentukan sensitivitas.
f. Infeksi10
Disebabkan karena potensi penyebaran dari infeksi bakterium. Pencabutan
dan pembedahan yang mengalami infeksi akut yaitu perikoronitis atau abses.
20
Penatalaksanaannya adalah dengan memberikan obat antibiotik seperti
penisilin.
BAB V
PENUTUP
Demikian laporan kasus ini dibuat, diharapkan laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan banyak mendapatkan informasi dan
pengetahuan tentang pembedahan dalam pencabutan gigi khususnya pada
penanganan kasus pembedahan pada alveolektomi, apabila ada kesalahan mohon
dimaafkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
4. Quran FAM, Dwairi ZN. 2006. Torus palatinus and torus mandibularis
inedentulous patients. J of Contemporary Dental Practice, 7(2): 1.
5. Sawair FA, Shayyab MH. 2009. Prevalence and clinical characteristics of tori
andjaw exostoses in a teaching hospital in Jordan. J Saudi Med : 1557-1562.
11. TjiptonoK Toeti R, dkk. 2007. Ilmu Bedah Mulut Edisi ke Dua. Cahaya
Sukma Nelti : 206-208.
22