Anda di halaman 1dari 12

Sasbel PBL 2.2 1.

Pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dibutuhkan dalam kasus Pemeriksaan fisik berupa keadaan umum, kesadaan, pemeriksaan vital sign (tekanan darah, denyut nadi, respirasi rate, suhu), pemeriksaan fisik menyeluruh (kepala,wajah, kulit, mata, telinga, hidung, gigi mulut, leher, torak, paru-paru, jantung, abdomen, ekstremitas), berat badan, tinggi fundus uteri (puncak rahim), detak denyut janin, pemeriksaan Leopold (menentukan letak janin dalam kandungan), his, pembukaan, ketuban (Manuaba, 2008). Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein dalam urin bila tekanan darah tinggi, gula darah dan hemoglobin terutama bila kunjungan pertama anda dinyatakan anemi (Manuaba, 2008). Interpretasi pemeriksaan fisik: a. Kulit Chloasma gravidarum: setelah kehamilan 16 minggu kulit didaerah muka menjadi gelap dan menjadi semakin gelap bila terkena sinar matahari (Carpenito, 2008). b. Toraks : vaskuler jantung S1>S2 Bunyi jantung normal pada dasarnya dapat dibedakan menjadi bunyi jantung pertama (S1) dan bunyi jantung kedua (S2). Bunyi jantung pertama (S1) muncul akibat 2 penyebab yaitu : penutupan katub atrioventrikular (katub mitral dan trikuspidalis) dan kontraksi otot-otot jantung. Bunyi jantung kedua disebabkan dari penutupan katub semilunaris (katub aorta dan pulmonal). Bunyi jantung pertama memiliki frekuensi yang lebih rendah dan waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan bunyi jantung kedua. Bunyi jantung kedua memiliki frekuensi nada yang lebih tinggi dan memiliki intensitas yang maksimum di daerah aorta (Brunner, 2002). c. Extremitas edema Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum (Purwadianto,2000): 1) Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal, dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal, penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ), makanan yang kurang mengandung protein, atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas . 2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi .

Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya: lepuh ) dan respon alergi (misalnya: biduran) . 3) Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena, akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah. 4) Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacingcacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah. d. TFU 31 cm Pengukuran Tinggi Fundus Uteri Tinggi fundus uteri adalah tinggi puncak tertinggi rahim sesuai usia kehamilan. Biasanya pengukuran ini dilakukan saat pemeriksaan abdomen ibu hamil tepatnya saat melakukan Leopold 1. Dari pengukuran TFU dapat diketahui taksiran usia gestasi dan taksiran berat badan janin. Pengukuran TFU menggunakan jari pemeriksa sebagai alat ukurnya, namun kelemahannya tiap orang memiliki ukuran jari yang berbeda. TFU lebih baik diukur menggunakan metylen dengan satuan cm, ujung metylen ditempelkan pada simfisis pubis sedangkan ujung lain ditempelkan di puncak rahim (Cunningham, 2006).

1) TFU untuk mengetahui tafsiran usia kehamilan (UK)


Jika fundus belum melewati pusat : UK(minggu) = hasil ukur + 4 Jika fundus sudah melewati pusat : UK(minggu) = hasil ukur + 6

Umur Kehamilan TFU (minggu) 12 3 jari diatas simfisis 16 simfisis-pusat 20 3 jari dibawah pusat 24 Setinggi pusat 28 3 jari diatas pusat 32 Setengah pusat-processus 36 xifoideus 40 Setinggi processus xifoideus 4 cm dibawah processus xifoideus (Cunningham, 2006).

Cm

20 23 26 30 33

2) TFU untuk mengetahui tafsiran berat janin (TBJ) TBJ (gram)= (TFU-12 cm) x 155 gram Yang dapat dibuat bervariasi berdasarkan turunnya bagian terendah panggul Bagian Terendah Pengukuran Hodge I Hodge II Hodge III (Cunningham, 2006). e. Pemeriksaan Leopold (Prawihardjo, 2002). 1) Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus uteri, menentukan usia kehamilan, menentukan bagian janin yang ada pada fundus uteri. 2) Leopold II : untuk menetukan bagian yang ada di samping uterus, menetukan letak. 3) Leopold III : menentukan bagian janin yang berada di uterus bagian bawah. 4) Leopold IV : menetukan seberapa jauh bagian terendah bagian janin masuk ke dalam panggul. f. His 3 kali dalam satu menit His (Kontraksi) adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks (rahim bagian bawah) dan jalan lahir, sehingga janin keluar dari rahim ibu. (TFU-13) x 155 gram (TFU-12) x 155 gram (TFU-11) x 155 gram

Kontraksi menyebabkan serviks membuka secara bertahap (mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai hampir menyatu dengan rahim. Perubahan ini memungkinkan janin bisa melewati jalan lahir. His biasanya mulai dirasakan dalam waktu 2 minggu (sebelum atau sesudah) tanggal perkiraan persalinan. Penyebab yang pasti dari mulai timbulnya his tidak diketahui. Mungkin karena pengaruh dari oksitosin (hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim selama persalinan) (Varney, 2007). g. DJJ 12-12-12 Denyut jantung janin normal berkisar 120-160 denyut per menit (Sastrawinata, 2005). h. Pembukaan 6 cm 1) Persalinan kala I Persalinan kala I adalah pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Dengan ditandai dengan. Penipisan dan pembukaan serviks.. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Keluarnya lendir bercampur darah (Varney, 2007). a) Fase laten Pembukaan serviks berlangsung lambat, di mulai dari pembukaan 0 sampai pembukaan 3 cm, berlangsung kira kira 8 jam (Varney, 2007). b) Fase aktif Dari pembukaan 3 cm sampai pembukaan 10 cm, belangsung kira kira 7 cm. Di bagi atas :Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam, pembukaan 3 cm menjadi 4. Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm. Fase deselarasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm (Varney, 2007). Perbedaan proses pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida dan multipara (Varney, 2007). : a. Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih terlebih dahulu sebelum terjadi pembukaan, sedangkan pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan. b. Pada primigravida, ostium internum membuka terlebih dahulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah), sedangkan pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar) c. Periode Kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.

Sifat His pada Kala 1 (Varney, 2007).: a) Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat. b) Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir c) Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm). Peristiwa penting Kala 1 (Varney, 2007). : 1. Keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. 2. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar. 3. Selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm). 2) Kala 2 persalinan : Dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada saat bayi telah lahir lengkap.Pada Kala 2 ini His menjadi lebih kuat, lebih sering, dan lebih lama. Selaput ketuban mungkin juga sudah pecah/ baru pecah spontan pada awal Kala 2 ini. Rata-rata waktu untuk keseluruhan proses Kala 2 pada primigravida 1,5 jam, dan multipara 0,5 jam (Varney, 2007). Sifat His (Varney, 2007).: Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi. Peristiwa penting pada Kala 2 (Varney, 2007). : 1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul. 2. Ibu timbul perasaan/ refleks ingin mengedan yang semakin kuat. 3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologis) 4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar/ hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan. 5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).

3) Kala 3 persalinan : Dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap, dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (MatthewsDuncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal. Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah. Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat (Varney, 2007). Sifat His(Varney, 2007). : Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid). 4) Kala 4 persalinan : Dimulai pada saat plaenta telah lahir lengkap, sampai dengan 1 jam setelahnya (Varney, 2007). Hal penting yang harus diperhatikan pada Kala 4 persalinan (Varney, 2007). : a. Kontraksi uterus harus baik b. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain c. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap d. Kandung kencing harus kosong e. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma f. esume keadaan umum ibu dan bayi. 2. Indikasi Induksi persalinan Indikasi induksi persalinan dapat ditinjau dari (Manuaba, 2008). : a. Indikasi dari ibu : 1) Berdasarkan penyakit yang diderita Penyakit ginjal Penyakit jantung Penyakit hipertensi Diabetes mellitus Keganasan mamma dan portio 2) Komplikasi kehamilan Pre-eklampsia eklamsia 3) Berdasarkan kondisi fisik Kesempitan panggul Kelainan bentuk panggul Kelainan bentuk tulang belakang. b. Indikasi dari janin Kehamilan lewat waktu

Plasenta previa Solusio plasenta Kematian intrauteri Kematian berulang dalam rahim Kelainan kongenital Ketuban pecah dini Kontraindikasi induksi persalinan per vaginam Maksud kontra indikasi pada induksi persalinan per vaginam yaitu, apabila tindakan induksi yang akan dilakukan lebih merugikan dibandingkan tindakan seksio langsung. Kontra indikasi tersebut adalah (Manuaba, 2008). : a. Terdapat distosia persalinan : Panggul sempit atau disproporsi sefaopelvik Kelainan posisi kepala janin Terdapat kelainan letak janin dalam rahim Kesempitan panggul absolut (CD<5,5 cm) Perkiraan bahwa berat janin >4000 gr. b. Terdapat kedudukan ganda : Tangan bersama kepala Kaki bersama kepala Tali pusat menumbung terkemuka c. Terdapat `overdistensi` rahim : Kehamilan ganda Kehamilan dengan hidramnion d. Terdapat anamnesa : perdarahan antepartum e. Terdapat bekas operasi pada otot rahim : f. Terdapat tanda-tanda atau gejala intrauterine fetal distress. 3. Indikasi persalinan pervaginam Ada beberapa kondisi yang memungkinkan ibu hamil dapat lahir melalui jalan lahir (pervaginam) yang secara medis dikenal juga sebagai indikasi persalinan spontan /persalinan normal, yaitu (Cunningham, 2006). a. Panggul ibu normal b. Presentasi janin:kepala, (Bokong /Sungsang) dengan persalinan secara spontan/bantuan, (Melintang pada janin kedua hamil kembar) dengan bantuan c. Plasenta normal d. Tali pusat normal e. Tidak ada kelainan jalan lahir: tumor (mioma, kista indung telur), infeksi f. Riwayat sesar 1x g. Tidak ada penyakit berat/spesifik pada ibu : jantung, asma berat, , minus tinggi, HIV, hepatitis Ada beberapa kondisi yang mengharuskan dilakukannya operasi sesar (terindikasi seksio sesarea), yaitu (Cunningham, 2006).: Faktor ibu 1) Panggul sempit, 2) Kemacetan persalinan (distosia),

3) Usia > 40 th dengan komplikasi seperti darah tinggi, diabetes, 4) Ibu dengan komplikasi berat (jantung,eklampsia) 5) Adanya hambatan dijalan lahir (kista dan miom besar), 6) Riwayat sesar 2 kali atau lebih, 7) Ketuban pecah lama Faktor janin-plasenta 1) Bayi besar > 4 kg, 2) Kelainan Letak janin (Letak Lintang, Sungsang), 3) Gawat janin, 4) Kelainan janin (hidrosefalus yang ingin diselamatkan), 5) Plasenta previa (ari2 menutupi jalan lahir), 6) Plasenta lepas (solusio placentae), 7) Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung/lahir dahulu), 8) Janin kembar dengan janin terbawah bukan letak kepala. 4. Penatalaksanaa eklamsia dan pencegahan eklamsia Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus(Santosa, 2005).. Tujuan pengobatan adalah (Manuaba, 2008).: 1. Mencegah terjadinya eklampsi. 2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar. 3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya. 4. Mencegah hipertensi yang menetap. Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah(Manuaba, 2008).: 1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih. 2. Proteinuria 1+ atau lebih. 3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang. 4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba. Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature (Manuaba, 2008). Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap (Manuaba, 2008). Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa (Manuaba, 2008). a. Penanganan aktif Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tandatanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia adalah preeklampsia berat

dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntahmuntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah progresif. Terapi medikamentosa (Manuaba, 2008).: 1) Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit). 2) Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi. 3) Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit. Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam (Manuaba, 2008). b. Penanganan konservatif Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.. Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit (Manuaba, 2008). Penanganan Eklamsia Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya kejang dan mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah ibu mengijinkan. Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting. Untuk menghindari kejangan saat pengangkutan ke RS dapat diberikan diazepam 20mg IM (Manuaba, 2008). Pengelolaan dasar (Manuaba, 2008).: 1. Terapi suportif utk stabilisasi ibu 2. ABC 3. Atasi & cegah kejang : MgSO4 20% 2 gr iv bolus 4. Koreksi hipoksemia & asidemia 5. Atasi & cegah penyulit : krisis hipertensi 6. Lahirkan janin pada saat yang tepat ( PRINSIP : Lahirkan janin tanpa pandang umur kehamilan ) Perawatan kejang (Manuaba, 2008).: 1. Tempatkan di ruang isolasi / ruang khusus dg lampu terang. 2. Tempat tidur cukup lebar, dapat diubah ke posisi trendelenburg 3. Rendahkan kepala ke bwh bila akan diaspirasi lendir dalam orofaring 4. Sisipkan spatel-lidah antara lidah & gigi rahang atas

5. Fiksasi badan harus kendor 6. Rail tempat tidur harus terpasang & terkunci dengan kuat Obat yang dapat diberikan (Manuaba, 2008).: a. Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan. Perlu pengaw2asan yang sempurna. b. Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuro muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam susunan saraf. Dosis awal :Dua gram Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam waktu 10 mnt, cara: 5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5% bolus pelan 10mnt. 6 jam berikutnya 23g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara: 30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% = 525ml Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit Dosis Rumatan: 1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara: 12 jam pertama: 30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose 5% = 530ml Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit 12 jam kedua diberikan dengan cara yang sama. Syarat - syarat pemberian MgSO4 (Manuaba, 2008). : 1) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai) 2) Refleks patella (+) kuat 3) Frekuansi pernafasan > 16 kali permenit 4) Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/kg bb/jam ) Sulfas magnesikus dihentikan bila : Ada tanda - tanda intoksikasi. Setelah. 8 - 24 jam pasca persalinan. Obat Fenitoin Dosis awal Dosis rumatan 1-1,5g IV lebih dari 250-500mg setiap 1 jam (tergantung 10-12 jam oral/IV berat badan) 10mg/jam IV infuse 40-100ml dari 0.8% 60ml/jam IV infuse lebih dari 20 menit

Diazepam Chlormethiazole

Pencegahan Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi.Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre eklamsia. Perlu diwaspadai pada wanita hamil dengan adanya faktor-faktor predisposisi. Walaupun timbulnya pre

eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. Mencegah kejadian pre eklamsia ringan dan mencegah pre eklamsia bertambah berat dengan (Prawihardjo, 2002) : a. Diet Makanan. Makan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Dengan makanan empat sehat lima sempurna dengan tambahan 1 telur per hari untuk meningkatkan jumlah protein b. Cukup Istirahat.Dengan tirah baring 2 x 2 jam per hari miring ke kiri, untuk mengurangi tekanan darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan placenta sehingga menurunkan iskhemia placenta. c. Pengawasan antenatal selama hamil dengan menilai adanya pre eklamsia dan kondisi janin dalam rahim dengan ; pemantauan tinggi fundus uteri, pemeriksaan janin dalam rahim, denyut jantung janin, dan pemantauan air ketuban, usulkan untuk melakukan USG 5. Komplikasi eklamsia Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi . Komplikasi yang biasa terjadi (Wilkinson, 2006).: a. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi b. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala. c. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum. d. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet. HELLP Syndrome. Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu komplikasi pada preeklampsia eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri ciri dari HELLP syndrome adalah: Nyeri ulu hati, mual dan muntah, sakit kepala, tekanan darah diastolik 110 mmHg, menampakkan adanya oedema e. Kelainan ginjal f. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine g. Hemolisis.Pasien dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis, yaitu ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi eritrosit. h. Perdarahan otak. Merupakan penyebab utama kematian maternal pasien eklampsia. i. Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri. j. Edema paru

k. Gagal jantung akibat kombinasi antara hipertensi berat dan pemberian cairan I.V yang terlalu banyak l. Kelainan ginjal. Kelainan berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkaka sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal m. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejag pneumonia aspirasi dan DIC.

6. Prognosis eklamsia Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden (Sastrawinata, 2005): a. Koma yang lama. b. Nadi > 120x/menit. c. Suhu > 40 C d. TD sistolik > 200 mmHg. e. Kejang > 10 kali. f. Proteinuria > 10 gr/dl. g. Tidak terdapat oedem. Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan janinnya. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal, penderita sering terlambat mendapatkan pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan saat kejang. Sedangkan sebab kematian bayi terutama karena hipoksia intrauterine dan prematuritas (Varney, 2007).

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). Jakarta: EGC. Carpenito, Lynda Juall. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta: EGC. Cunningham FG. 2006. Obstetri William Vol. 1 . Jakarta: EGC. Manuaba IBG.2008.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC Prawihardjo, Sarwono. 2002. Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka. Purwadianto A., Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara. Santosa, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.2005. Obstetri Patologi ilmu kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC. Varney H. 2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol. 1. Jakarta: EGC. Wilkinson, J. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai