Anda di halaman 1dari 16

Pendahuluan

Secara diskrit, di dunia ini yang di akui sebagai manusia lumprah adalah yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.Mereka yang memiliki orientasi selain pada dua jenis kelamin yang tegas tersebut oleh masyarakat kebanyakan dianggap sebagai sebuah

ketidakwajaran.Meskipun posisi laki-laki dan perempuan sedemikian menguasai jagat ini, tetapi di antara keduanya terdapat ketimpangan, represi (penindasan) yang sungguh luar biasa.Laki-laki menguasai perempuan, baik secara teologis (agama), social, ekonomi, politik, budaya, dan tak ketinggalan pada wilayah pendidikan. Selama berabad-abad lamanya, seksualitas dan tingkah laku perempuan menarik perhatian laki-laki (muslim), kepentingan-kepentingan dan tulisantulisan membatasi kehidupan perempuan dan partisipasi penuh mereka dari urusan-urusan publik.Penafsiran kembali atas teks-teks al-Quran hadis, refitalitas syariah dan fiqh, di serukan kepada orang-orang yang hak-haknya di langgar, sebagai satu-satunya harapan untuk melakukan perubahan yang berarti untuk mereka. Pada saat yang sama, di Negara-negara tempat para Islamis berkuasa, semakin banyak orang, karena merasa kecewa dengan janji-janji mereka yang tak pernah terwujud, berpaling kembali kepada militansi islam.1 Feminisme sebagaimana riwayatnya, jelas merupakan hadharah (peradaban)

Barat.Hadharah adalah kumpulan pemahaman tentang kehidupan, mulai dari ide dasar hingga ide-ide pengembangan dan ide perinciannya.Hadrah ini bersifat khas, tiap bangsa atau umat memiliki hadrahnya sendiri.feminisme, merupakan ide perempuan barat yang di pengaruhi kapitalisme yang sangat menganggungkan kebebasan setelah berabad-abad terkungkung dalam system gereja yang berkolusi kekaisaran. Kaum muslimin dalam sejarahnya yang panjang tidak mengenal sama sekali feminism. Sebab hadrah islam tidak mengajarkan kaum muslimin untuk hidup menindas kaum perempuan. Bahkan islam hadir di udnia dengan konsep yang jelas tentang laki-laki dan perempuan, pada saat manusia kebingungan tentang hakikat perempuan. Seminarseminar yang di sponsori oleh bangsa Romawi di adakan untuk mendiskusikan tabiat dan karakter perempuan. Sebagai kesimpulan akhir, perempuan tidak sama dengan laki-laki, dan tidak akan di bangkitkan pada kehidupan kedua kalinya nanti.. 2

1 2

Syafiq hasyim, fenimisme dan fundamentalis islam, Jakarta; LKis Yogyakarta, januari 2005 hal.260 Fakih Mansur, diskursus gender perspektif islam;, Surabaya ; risalah gusti, 1996. Hal. 260

Kondisi perempuan pra islam Banyak sejarawan mengungkapkan bahwa dalam masyarakat pra islam atau yang di kenal dengan jaman jahiliyah kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat sangat rendah dan buruk. Kaum perempuan dianggap tidak lebih berharga dari satu komoditi. Banyak urain yang menggambarkan bahwa kaum perempuan diperlakukan seperti harta benda, dunia, saudara tuanya atau yang lain mendapat warisan untuk memiliki jandanya. Bahkan kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup praktik kekersan (violence) yang merupakan implikasi dari ideologi yang merendahkan kaum perempuan yang menyebar di dunia arab pra islam. Mereka juga tidak membatasi berapa jumlah perempuan yang boleh dinikahi oleh laki-laki. Sebagai agama pembebas, sedari awal Islam telah mengusung satu tugas suci, yaitu menghapus segala praktik diskriminasi dalam kehidupan umat manusia. Islam datang membawa serta pesan profetik untuk menengakkan keadilan dalam bentuknya yang paling kongkrit. Misi pokok al-Quran diturunkan ialah untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan, termasuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis, dan ikatan-ikatan primordial lainnya. Semua watak diskriminatif yang berkembang subur dalam masyarakat Arab Jahiliyah pada masa itu senantiasa secara bertahap dieleminasi dan ditolak. Salah satu upaya paling fundamental dari Islam adalah keputusannya untuk menyangkal pandangan diskriminatif terhadap manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dimana kaum perempuan sepanjang sejarah kemanusiaan dipandang tidak berharga dibandingkan lelaki. Kaum perempuan diposisikan tidak lebih dari sekedar mesin produksi manusia, bagaikan mesin foto kopi. Tidak jarang, mereka hanya dimanfaatkan sebagai alat pemuas kebutuhan biologis pria belaka. Mereka sering kali distereotipkan sebagai makhluk yang lemah, baik fisik, mental maupun nalar. Dalam kondisi seperti itu, Islam datang mengubah paradigma hegemonik-tiranik tersebut menjadi paradigma yang lebih menghargai dan menghormati perempuan. Islam, misalnya memberi hak kepada anak perempuan untuk mengajukan keberatan terhadap calon suami yang ditawarkan oleh walinya. Begitu juga, pernikahan bukanlah akad atau transaksi jual beli antara

wali perempuan dan calon suami. Al-Quran menggambarkan hubungan suami istri sebagai hubungan kemitraan yang saling menyempurnakan.3 Bahkan, kemitraan dalam hubungan suami istri dinyatakan al-Quran sebagai kebutuhan timbalbalik. Allah SWT. Berfirman (al-Baqarah (2) : 187) Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu (para suami) dan kamu adalah pakaian untuk mereka. Lebih jauh dari itu, hubungan pernikahan merupakan hubungan cinta kasih antara dua insan yang berlawan jenis.4 Bukti lain dari marginalisasi dan dehumanisasi perempuan oleh masyarakat Arab praIslam adalah munculnya suatu tradisi yang dibebaskan terhadap kaum perempuan pasca kematian sang suami. Masyarakat Arab Pra-Islam telah secara sadis menerapkan apa yang dikenal dengan iddah dan ihdad (atau hidad). Yakni, suatu kondisi di mana kaum perempuan yang baru saja di tinggal mati oleh suaminya bahkan oleh anggota keluarganya yang lain, harus mengisolasi diri di dalam ruang terpisah selama setahun penuh.5 Dalam masa pengasingan itu, perempuan tersebut tidak diperkenankan untuk memakai wewangian, memotong kuku, menyisir rambut, dan berganti pakaian. Dia akan diberi seekor binatang seperti keledai, kambing atau burung untuk dipakai menggosok-gosokkan kulitnya. Di ilustrasikan dalam sebuah hadits, begitu busuknya bau badan perempuan yang ber-ihdad tersebut, sehingga tidak seorang pun berani menghampirinya, dan seandainya ia keluar ruangan dengan segera burung-burung gagak akan menyergapnya, karena bau buruk yang ditimbulkannya. Tradisi ini tidak berlaku bagi kaum laki-laki. bersama jenazah suaminya, ada pula yang mengukur kesetiaan itu dengan pernikahan satu kali dalam kehidupan seorang perempuan, dengan kata lain, jika perempuan tersebut ditinggal mati suami maka dia tidak boleh menikah lagi.

KH. Husein Muhammad, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, (Yogyakarta : Rahima, 2002), hlm. 135137 4 al-Qurthuby, al-Jamili Ahkam al-Quran, (Kairo : 1969), Juz II, hlm. 194 Read more: http://www.perkuliahan.com/makalah-islam-wanita-istri-berkabung/#ixzz2h0g23400
5

Muhammad Ibn Idris asy-Syafiiy, al-Umm, (Beirut : Dar al-Fikr, 1983), hlm. 247

Kedudukan dan posisi perempuan dalam islam Dalam sejarah islam, keadaan kaum perempuan Arab sebelum dan sesudah kedatangan islam banayak yang berubah. Jika kita melihat kondisi dan kedudukan perempuan Arab praislam, islam telah melakukan perubahan yang revolusioner dalam mengakui hak-hak perempuan. Islam sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia yang berlandaskan keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan. Selain dalam hal pengambilan keputusan, kaum perempuan dalam islam juga memiliki hak-hak ekonomi, yakni untuk memiliki harta kekayaan, dan tidaklah suami ataupun bapaknya dapat mencampuri hartanya. Sesungguhnya lslam diturunkan untuk mengatasi setiap problema kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Islam memandang perempuan sama dengan laki-laki dari segi kemanusiannya. Perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki.islam memberikan hak kepada perempuan seperti yang di berikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama keduanya, kecuali beberap yang khas bagi perempuan tatu bagi laki-laki karena adanya dalil syara. Dalil syara tidak diciptakan khusus untuk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduannya sebagai insan, Allah telah mempersiapkan laki-laki dan perempuan untuk terjun ke arena kehidupan sebagai insan dan menjadikan keduannya hidup berdampingan secara pasti dan saling kerja sama dalam suatu masyarakat. Karenanya tidak benar jika hanya memperhatikan salah satu diantara mereka, melainkan harus memperhatikan keduannya. Adalah suatu yang keliru jika perempuan muslimat pun ikut-ikutan menuntut persamaan laki-laki sebagaimana yang dilakukan perempuan-perempuan feminis barat. Tentu, karena hal itu tidak dibutuhkna islam, yang telah menundudukan mereka pada posisi yang sma dengan laki-laki muslim dibawah syariat Islam.6 Peran perempuan dalam membangun masyarakat muslim

Fakih Mansur, diskursus gender perspektif islam;, Surabaya ; risalah gusti, 1996. Hal. 256-257

Wanita muslimah adalah mitra kerja pria dalam memakmurkan bumi sesempurna munkin. Sunggu benar apa yang di sabdakan Rasulullah saw.7 Dalam hadits ini :Kaum wanita adalah saudara kandung pria. Karena itu, wanita haruslah ikut serta dengan serius dan terhormat dalam berbagai lapangan kehidupan. Mengingat lapangan kehidupan itu lazimnya tidak lepas dari keberadapan kaum laki-lakilah yang manguasai mayoritas peranan penting dalam masyarakat, syariat Allah tidak menghalangi wanita bertemu dengan kaum laki-laki dan malihatnya, atau sebaliknya. Begitu pula dalam berbicara, bertukar pikiran, berkerjasama untuk mengerjakan suatu pekerjaan dengan cacatan mereka tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan agama. Motivasi peran wanita dalam kehidupan sosial dengan segala konsekuensinya, diantaranya pertemuanya dengan kaum laki-laki, tidak disebutkan dalam nash Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. Namun, hal itu dapat kita simpulkan dari sejumlah nash dan dalil yang menyebutkan contoh konkret keikutsertaan dan pertemuan wanita dalam berbagai lapangan dan peristiwa.(Yang penulis maksud dengan nash di sini adalah ayat-ayat Al-Quran dan haditshaditsNabi saw. Yang sahih dan dapat dijadikan sandaran hukum. Adapun ucapan para ulama dan fuqaha tidak penulis sebut dengan nash ). Berikut ini akan kita rinci beberapa motivasi terpenting yang dapat tersimpul dari beberapa nash. 1. Mempermudah Urusan Hidup Kehidupan yang disertai dengan sikap giat, dan suci sangat membutuhkanya kemudahan untuk memperlancar dan mengindari kemandekan sehingga mukmin dan mukminah dapat menelusuri kehidupan dengan cara hukum syariat Islam sehingga tenang.8 2. Membangun Kepribadian Wanita Keikutsertaan wanita dalam kehidupan sosial dan pertemuannya dengan kaum lakilaki membuka peluang baginya untuk menggeluti lebih banyak lagi bidang-bidang kebaikan, membuatnya mempunyai rasa kepedulian yang tinggi, serta memberinya berbagai macam pengalaman. Hal itu akan terlihat secara lebih jelas jika kita menelaah motivasi-motivasi lain dari keikutsertaan wanita, seperti mencari ilmu pengetahuan atau menciptakan suatu kebaikan dan Jihad fi Sabilillah. Sedangkan, pengucilan akan
7 8

Halim Abu Syuqqah, kebebasan wanita jilid2, Hal. Ibid,hlm.15

menghambat peran wanita dalam bidang dan pengalaman tertentu sekaligus mengikis tingkat kepeduliannya sehingga berkenbang atau kemampuanya terhambat dan wanita akan terperangkap dalam bidang-bidang yang lemah.9 Jika demikian, seorang wanita akan kehilangan hubungan dengan guru besar yang betul-betul mapan dan lebih jauh lagi dia akan kehilangan kesempatan untuk melakukan diskusi terbuka. Dalam hal ini, peran wanita dan pertemuanya dengan kaum laki-laki merupakan sarana untuk membangun wanita. Artinya, ketika seorang wanita bertemu dengan orang yang peduli pada masalahmasalah sosial dan politik, akan tumbuh pulah rasa kepedulian sosial dan politiknya. Pada masa Nabi saw. Batas minimal aktivitas yang dapat dilakukan kaum wanita adalah perginya kaum wanita ke masjid. Masjid Nabi saw, merupakan pusat pancaran ibadah, budaya, serta sosial bagi pria dan wanita secara merata. Jika wanita ingin mendengarkan Al-Quran dan nasihat, ingin menghadiri dakwanya Nabi pada saat itu sehingga saling membaur wanita terhadap laki-laki. 3. Menuntut ilmu Allah swt telah mewajibkan setiap muslim dan muslimah menuntut ilmu agar dunianya lurus dan akhiratnya benar.10 Bagi muslim dan muslimah, kewajiban menuntut ilmu itu sama. Dunia adalah lahan bercocok tanam bagi muslim dan muslimah agar mereka mampu meraih akhirat. Upaya memakmurkan dunia sesempurna dan sesuci mungkin akan membawa kaum muslimin pada kesempurnaan di akhirat kelak. 4. Berbuat Baik
11

Contoh berikut menjelaskan bagaimana pertemuan antara kaum wanita dan kaum

pria telah membantuh terlaksananya pekerjaan-pekerjaan yang baik sering di istilakan sebagai kegiatan sosial yang bermanfaat.seperti saling melengkapi ketika Aisya selalu mendampingi rasulullah pada saat itu. 5. Beramar Maruf Nahi Munkar

Ibid,hlm.23 Ibid,hlm.38 11 Ibid,hlm.46


10

Allah SWT berfinman:


12

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembayang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Demikianlah keadaan orang-orang mukmin, laki-laki dan wanita, pada masa pertama kedatangan islam. Kaum lelaki menyuruh kaum wanita mengerjakan yang maruf dan mencegah mereka dari yang munkar jika hal itu memang diperlukan. Untuk itu, contoh terbaik adalah Rasulullah saw. Sebagaimana dapatkita liat dalam riwayat berikut ini: Dari Anas bin Malik r.a. dia berkata bahwa Nabi saw. lewat dekat seorang wanita yang sedang menangis di samping kubur, lalu Nabi saw. berkata: bertakwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah .. (HR Bukhari dan Muslim) 6. Menyeru Manusia pada Agama Allah Berkaitan dengan upaya menyeru manusia menuju agama Allah, 13 Aishah dalam penumpulan hadist-hadist, yaitu perempuan telah berperan dalam berkembangnya dan menyebarkan dien ini. Sayangnya selama ini, kebangkitan Islam menderita kelemahan dalam personil Muslimah yang berkualitas, karena adanya pembatasan kerja dakwah ke grup aktivis, dengan upaya terbatas terkait dakwah tarbiyah yang difokuskan pada wanita .Dakwah terhadap perempuan adalah keharusan, bahkan perempuan sendiri juga terikat akan kewajiban berdakwah. Karena pada dasarnya berdakwah adalah kewajiban bagi seluruh Muslim.Terlebih dari kaum perempuan sendiri cenderung, meninggalkan dan menjauhi aktivitas dakwah itu sendiri. Beberapa permasalahan dan hambatan kurangnya tenaga dakwah dari kaum perempuan, antara lain:

12 13

Kurangnya kemampuan Dakwah oleh perempuan.

Halim Abu Syuqqah, kebebasan wanita jilid2, Hal.53 Ibid,hlm.55

Terbatasnya sumber daya serta kurangnya inisiatif pribadi pada pihak perempuan. Adanya pengabaian atau kelalaian terhadap isu-isu perempuan dalam perencanaan Dakwah Islam.

Tidak adanya tarbiyah yang kuat dan kurangnya pengetahuan Islam di bidang Dakwah. Kebanyakan wanita tidak memiliki pemahaman yang tepat terkait peran Dakwah, karena itu, mereka tidak dapat memahami pentingnya waktu yang diberikan untuk proyekproyek dakwah di luar rumah, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan dalam rumah tangga dikarenakan suami yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk urusan dakwah.

Program dakwah oleh lembaga terhadap wanita belum terorganisasi dengan baik.

Berikut adalah beberapa alasan betapa pentingnya partisipasi perempuan dalam bidang Dakwah (terhadap Muslimah yang lain):

Wanita lebih mampu daripada laki-laki yang dalam berkomunikasi dengan perempuan lain. Wanita biasanya lebih dipengaruhi oleh kata, perbuatan, dan perilaku perempuan lain. Wanita lebih mampu mengenali kekhasan dan masalah yang terkait dengan pendidikan perempuan dan tarbiyah.

Wanita dapat memahami dengan lebih baik ke arah mana dakwah terhadap perempuan harus diarahkan. Mereka yang terbaik dapat melihat urutan prioritas, karena mereka lebih akrab dengan bidang ini.

Wanita lebih bebas daripada pria dalam berkomunikasi dengan perempuan lain, baik secara individual untuk kegiatan Dakwah, atau dalam kegiatan belajar, forum lain dan tempat-tempat pertemuan.

Banyak wanita Muslim yang membutuhkan bimbingan, pendidikan, namun kurangnya kehadiran lembaga yang dapat menyediakan layanan ini, karena itu sangat masuk akal bahwa perempuan yang berkualitas di masyarakat harus menawarkan diri sebagai pembimbing bagi saudari seimannya.

Permasalahan terkait pendidikan dan kebutuhan tarbiyah perempuan yang lebih besar dari laki-laki. Mereka hamil, melahirkan, dan merawat anak-anak. Anak-anak lebih terikat dengan ibu mereka daripada mereka kepada ayah mereka.

Perempuan memiliki efek besar pada suami mereka. Jika mereka memiliki Iman yang kuat dan karakter, mereka memiliki kesempatan yang sangat baik untuk membantu suami mereka menjadi kuat juga.

Wanita memiliki banyak karakteristik yang menekankan pentingnya peran Dakwah mereka. Mereka juga harus diperhitungkan setiap kali ada pekerjaan Dakwah direncanakan. 7. Berjihat di Jalan Allah Apakah mungkin wanita-wanita mukmin menjadi sukarelawan dan mendapat kehormatan untuk berjihad serta keluar berkali-kali untuk ikut berperang bersama Rasulullah saw. hingga peperangan terakhir yang dilasanakan oleh Rasulullah saw. tanpa bertemu dengan lelaki-laki mujahid dan memberikan bantuan bagi mereka? Sehingga kaum perempuan dan laki-laki saling memperjuangkan untuk Agama Islam. 8. Menjalani Kegiatan Profesi dan faktor pelancar Aplikasi Etika peran wanita
14

Pekerjaan para wanita Muslim di bidang Dakwah pada dasarnya memperkuat kerja pria.Sangat menyedihkan bahwa peran ini begitu terlalu diabaikan dan

dahwah

diremehkan.Dengan sifatnya sebagai selimut spiritual dan psikologis manusia, wanita dapat memainkan peran penting dalam Dakwah. Khadijah (radiyhuanha) memberikan kenyamanan, bantuan, dan dukungan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadikan bukti terbesar dari sangat pentingnya peran ini.Para Sahabat Nabi yang memilih meninggalkan rumah mereka untuk pergi ke tempat yang ribuan mil jauhnya demi Islam pada awal-awl penyebaran Islam di Mekkah, jugaa memiliki dukungan dari istri mereka.
14 14

Halim Abu Syuqqah, kebebasan wanita jilid2, Hal. 62

Sangat sedikit wanita saat ini memahami atau menyadari peran dirinya terhadap dakwah, apalagi melaksanakannya.Seorang wanita mungkin berpikir bahwa pernikahan adalah rumah tempat istirahat dan mudah.Mereka belum menyadari bahwa pernikahan adalah titik awal perjuangan, pengorbanan, memberi dan tanggung jawab. Peran perempuan tidak berakhir di depan pintu. Dia dapat sangat efektif dengan menjadi contoh yang baik kepada orang lain, dengan menjadi baik hati, ramah berbicara, dan perilaku ramah. Dia bisa menawarkan bantuan, dan keprihatinan berbagi serta sukacita. Dia juga dapat menggunakan semua kesempatan yang tepat untuk mendidik, membimbing orang lain.
15

Wanita, yang memahami peran mereka akan dakwah dan kebangkitan Islam, akan

mulai mendidik diri mereka sendiri dan mencapai hak-hak mereka atas pendidikan dan tarbiyah. Lihatlah Hadis riwayat Abu sai bahwa Para sahabiyah pernah mengadu kepada Rasul saw karena merasa tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan para sahabat dalam mendapatkan penjelasan agama. Sebab Rasul saw ketika menyampaikan ajaran Islam dalam majlis, hanya dihadiri oleh kaum laki-laki. Maka Para wanita itu meminta kepada Rasul saw agar menyediakan satu hari khusus untuk memberi pelajaran kepada kaum wanita tanpa kehadiran laki-laki. Ummu Sulaim mengajar anaknya Anas bin Malik tentang Islam, meskipun suaminya menolak Islam. Ketika Abu Thalhah melamarnya (sebelum menerima Islam) dia mengatakan bahwa mas kawinnya adalah Islam, Abu Thalhah pada gilirannya memeluk Islam dan menikahi Ummu Sulaim. Jika kita bergerak ke lingkaran yang lebih luas, kita akan menemukan bahwa wanita Muslim memainkan peran besar dalam pengorbanan dan layanan untuk agama Allah. Sumayyah menyerah hidupnya ketika Abu Jahal membunuhnya karena memilih menjadi seorang Muslim. Dia adalah Muslim dan perempuan pertama yang tewas dalam Islam. Khadijah, istri pertama Nabi yang sangat kaya, menghabiskan uangnya untuk mendukung dakwah suami tercintanya.Ummu Salamah rela meninggalkan suaminya dan melihat anakanaknya dianiaya ketika dia hijrah.Ummu Imarah turut berjuang dalam membela Nabi (damai
15

Halim Abu Syuqqah, kebebasan wanita jilid2, Hal.98

dan berkah besertanya) dalam perang Uhud, dengan merawat yang terluka dalam pertempuran adalah peran Perempuan Muslim memainkan peran dalam perang sepanjang sejarah Islam. Fakta bahwa kami menekankan pentingnya peran perempuan dalam Dakwah Islam tidak seharusnya menjauhkan kita dari fitrah penciptaan perempuan terhadap dakwah.Biasanya, peran utama wanita dan pekerjaan di rumah.Ini jelas dinyatakan dalam Al Quran dan Hadis. Allah berfirman, Menetaplah di rumah kalian ( para wanita )... [Ahzab: 33] Tentu saja perempuan dapat pergi keluar untuk salat di masjid, berpartisipasi dalam kegiatan lain yang mungkin diperlukan dan untuk melakukan Dakwah. Namun, tidak satupun dari kegiatan ini harus bertentangan dengan kewajiban penting di rumah sebagai istri dan ibu.Dalam banyak kasus, inilah keseimbangan antara tugas-tugas penting wanita itu dan persyaratan kerja Dakwah, yang telah menyebabkan masalah dan kesalahpahaman dalam keluarga dan masyarakat. Ada banyak hal yang juga harus diperhatikan terkait kegiatan dakwah wanita.Tidak adanya pencampuran pria dan wanita, yang harus diperhatikan dalam setiap kegiatan Dakwah dan dalam keadaan apapun.Cara berpakaian bagi wanita yang harus sesuai syari.Seperti Nabi (damai dan berkah besertanya) melihat kebutuhan untuk menyisihkan waktu khusus untuk menangani kebutuhan perempuan dalam komunitasnya, sehingga organisasi harus mencoba untuk menyesuaikan bekerja Dakwah mereka kepada perempuan dan isu-isu masyarakat. Setiap program Dakwah diarahkan terhadap wanita harus berusaha untuk, setidaknya, melayani tujuan sebagai berikut: Memperkuat Iman: Hal tersebut dilengkapi dengan kegiatan ibadah yang meningkat, mengingat Allah (berdzikir), dan refleksi pada nama Allah, dan kekuasaan-Nya dan penciptaan dalam diri kita dan di alam semesta. Namun ini, tidak akan mungkin tanpa penanaman pemahaman yang benar tentang isu-isu tertentu yang terkait dengan Aqidah kita, dan penekanan terhadap Tauhid.

Meningkatkan pengetahuan: Tanpa itu seseorang tidak bisa mencapai banyak. Penekanan khusus harus diletakkan pada dasar-dasar Islam dan pada mata pelajaran terkait kebutuhan bahwa daiyah di lingkungan nya.Pengetahuan tentang paham, ide, kelompok dan sekte yang menyimpang dari Islam.Kesadaran harus dibangkitkan mengenai mereka yang tidak ingin melihat penyebaran Islam dan yang memperoleh dasar dalam hati dan pikiran orang-orang. Membangun kepribadian Dakwah: Dakwah membutuhkan pengorbanan dan karena itu perempuan harus siap untuk menanggung biaya keungan yang mungkin dikeluarkan untuk Islam. Ini datang dengan tujuan kebangkitan umat Islam dan mengkounter upaya-upaya musuh Islam.Kepemimpinan, tanggung jawab dan inisiatif individu harus diajarkan.Fakultas pendidikan teoritis dan praktis harus dipupuk.Para daiyah harus diajarkan keterampilan sosial yang diperlukan dan pentingnya Dakwah melalui contoh yang baik dan tindakan. Mereka juga harus diajarkan konsep nilai waktu, manajemen dan bagaimana menggunakan kegiatan yang menyenangkan dan halal selama waktu luang mereka. Membangun kekebalan terhadap dosa: Ini termasuk mengenali penyakit-penyakit dosa, terutama yang berkaitan dengan perempuan, dan menghalangi jalan menuju dosa tersebut dengan menghindari hal-hal, kegiatan dan tempat yang akan menjadi pintu terbukanya dosa. Persiapan psikologis dengan memastikan bahwa daiyah memiliki iman dalam ketulusan Allah, harapan, cakupan dalam kebenaran, kebanggaan dalam Islam, kesabaran, dan pengetahuan tentang kondisi dan lingkungan dari orang yang mereka menangani.Ini adalah aspek yang sangat penting dari kesiapsiagaan, karena pendakwah terikat kepada orang-orang, yang memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda. Daiyat yang memberikan kuliah, seminar, khotbah, dan lain-lain harus mampu membujuk para pendengar dengan mengatasi pikiran mereka melalui bukti dan bukti.Mereka juga harus mampu membangkitkan nafsu mereka, emosi, dan perasaan. Mereka harus berlatih menyampaikan ceramah untuk perempuan di masjid-masjid, sekolah, atau tempat lain di mana wanita berkumpul. Mereka juga harus mengawasi dan membimbing peserta wanita, dan dengan lembut memperbaiki kesalahan mereka.

Ada banyak ayat dalam Quran yang mewajibkan pria Muslim dan perempuan untuk melakukan Dakwah, dan mengajak kepada yang baik dan melarang yang jahat. Sebagai contoh, Allah berfirman: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS.3 :104).)16 Sejarah mencatat bahwa Helena budak Khalifah Abbasiyah al-Mansur (136-185 H/753801 M) telah membangun kolam di sisi timur Baghdad dan mewakafkannya. Ibunda Khalifah alAmin (193-198 H/809-813 M), bernama Zubaidah (w. 216/831 M), digambarkan sebagai seorang filantrofis yang terkenal banyak melakukan bakti sosial, seperti membangun kolam, sumur, waduk di Mekkah, dan menggali mata air al-Masyasy di utara al-Hijaz. Zubaidah menyediakan saluran air bersih untuk minum para jemaah haji yang dibangun dengan panjang dua belas mil ke Mekah dan Arafat. Ketika sudah dekati waktu haji, saluran tersebut diisi dari mata air dari Mekkah dan mengalir ke Arafat. Terdapat beberapa kolam yang dibangun oleh Zubaidah yang menampung air untuk kemudian dialirkan dari sekeliling Jabal Rahmah, sehingga saluran mengelilingi pegunungan sampai Muzdalifah, dan kemudian memutar kembali ke Mekkah. Air di kolam-kolam juga diperuntukkan untuk minum hewan. Biaya proyek besar ini dahulu adalah senilai 1.700.000 keping emas. Para jemaah umrah dan haji hingga kini dapat melihat peninggalan saluaran air yang dibangun Sayyidah Zubaidah yang menandakan kejayaan peradaban Islam Zubaidah telah membeli kebun-kebun di sekitar Hunain dan mewakafkannya. Ia mengkhususkan hasil pendapatannya untuk menyediakan air minum bagi para peziarah dan jemaah haji. Ia mewakafkan banyak bangunan dan kebun, sehingga penghasilannya di masa kini bisa mencapai 1.621.320 riyal per tahunnya. Dari dana inilah disiapkan biaya operasional dan pemeliharaan sarana mata air Zubaidah beserta fasilitas lainnya.

16

http://www.arrahmah.com/read/2011/09/18/15284-peran-besar-muslimah-dalam-dakwahislam.html#sthash.uaITVRA0.dpuf

Ibunda Khalifah al-Muqtadir (w. 321/942 M) telah mewakafkan rumah sakit pada tahun 306/918 M yang terletak di kawasan pasar Yahya di tepi Sungai Tigris di Baghdad. Pengeluaran untuk rumah sakit ini per bulannya adalah 600 dinar. Inilah sebabnya mengapa Khalifah al-Muqtadir kemudian membangun rumah sakit dengan menggunakan namanya di Bab al-Syam. Tradisi intelektual Islam berlanjut terus pada era kekuasaan Dinasti Fathimiyah. Seiring penaklukan Mesir oleh panglima perang Fathimiyah bernama Jawhar al-Shiqilli di masa pemerintahan al-Muizz li Dinillah, Dinasti Fathimiyah membangun ibu kota baru bernama Kairo. Di sana Jawhar membangun istana, kompleks pemerintahan, dan yang terpenting adalah Masjid Al-Azhar. Masjid Al-Azhar kemudian berkembang menjadi universitas dan pusat penelitian ilmu pengetahuan yang bertaraf global. Al-Azhar juga terus berkembang menjadi lembaga wakaf yang besar untuk mendukung proses pendidikan para siswa dan mahasiswa Muslim dari seluruh kawasan dunia di masa kini. Di era Dinasti Fatimiyah, para perempuan telah menikmati kesadaran dan pemahaman untuk meningkatkan gerakan berwakaf. Kaum perempuan di zaman ini berkontribusi bersama dengan kaum pria dalam mendirikan perpustakaan, pusat kajian ilmiah. Secara khusus di zaman ini banyak dari kaum perempuan yang mewakafkan masjid yang memiliki peran utama penguatan bidang pendidikan dan kajian ilmiah. Sebuah masjid dan fasilitas yang luas dibangun oleh Taghreed istri Khalifah dan ibu Khalifah al-Aziz Billah. Masjid al-Qarafah ini merupakan masjid kedua didirikan oleh Dinasti Fatimiyah di Mesir setelah masjid Al-Azhar. Istri Khalifah al-Amir bi Ahkamillah pada tahun 527/1132 mmembangun masjid yang disebut pada prasastinya "Ini adalah makam Sayidah Ruqayyah putri Khalifah Ali ibn Abi Thalib".17

17

http://bwi.or.id/index.php/artikel/1121-peran-perempuan-dan-perluasan-budaya-wakaf

Marginalisasi perempuan pasca Rasulullah Berbagai hukum yang memberi wanita.


18

Kajian atas konsep-konsep genjer dalm

masyarakat yang ada sebelum, dan berdekatan dengan, masyarakat islam juga perlu di mengertiuntuk memahami landasandan pengaruh berkenaan dengan wacana. Selain itu sebuah tinjauan atas semuanya ini diperlukan karna argumen konsep Islam. Senhingga pada saat itu pada wafat Rasulullah terjadilah sebuah kontroversi, pada kepemimpinan Abu Bakar, sehingga terjadilah marginalisasi pada saat itu tentang masalah-masalah hukum islam yaitu mengenai kepemimpinan khalifah.

18

Ahmed Leila, Wanita dan gender dlm Islam, hlm. 5-6

Daftar Pustaka
Husein Muhammad, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, (Yogyakarta : Rahima, 2002),
Syafiq hasyim, fenimisme dan fundamentalis islam, Jakarta; LKis Yogyakarta, januari 2005 Fakih Mansur, diskursus gender perspektif islam;, Surabaya ; risalah gusti, 1996 al-Qurthuby, al-Jamili Ahkam al-Quran, (Kairo : 1969), Juz II, Muhammad Ibn Idris asy-Syafiiy, al-Umm, (Beirut : Dar al-Fikr, 1983),

Anda mungkin juga menyukai