Anda di halaman 1dari 8

KINERJA SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR) UNTUK PENYISIHAN

COD DALAM AIR LIMBAH PENYAMAKAN KULIT DENGAN PARAMETER


RASIO WAKTU PENGISIAN TERHADAP WAKTU REAKSI

Sudaryati Cahyaningsih*, Widyarani*


* Pusat Penelitian Kimia - LIPI
Kampus LIPI Cisitu - Sangkuriang Bandung 40135
telf. 62 22 2503051/ fax. 62 22 2503240
email:widyarani@gmail.com

Abstrak

Industri penyamakan kulit menghasilkan air limbah yang memiliki kandungan


organik tinggi, di mana konsentrasi COD berkisar antara 125—25.520 mg/l.
Percobaan untuk menguji kinerja Sequencing Batch Reactor (SBR) untuk penyisihan
COD dilakukan dengan variasi perbandingan waktu pengisian dan waktu reaksi
(p/r) 2:4, 2:6, dan 2:8 jam dan variasi beban organik 1.500 mg/l COD, 2.500 mg/l
COD, dan 3.500 mg/l COD. Laju penyisihan substrat pada beban rendah terutama
didominasi selama fase pengisian, sedangkan untuk beban tinggi laju penyisihan
organik dominan terjadi pada fase reaksi.Untuk beban organik 2.500 mg/l COD dan
3.500 mg/l COD, kinerja optimal dicapai pada rasio p/r 2:6 dengan efisiensi
penyisihan COD rata-rata 74,61% dan 85,47%. Untuk beban organik 1.500 mg/l
COD, kinerja optimal dicapai pada rasio p/r 2:8 dengan efisiensi penyisihan COD
rata-rata 69,63%.

Kata Kunci:air limbah penyamakan kulit; SBR; COD; p/r

SEQUENCING BATCH REACTOR PERFORMANCE ON COD REMOVAL


FROM TANNERY WASTEWATER WITH FILL-REACTION TIME RATIO
VARIATION

Abstract

Tannery industry generates wastewater with high organic content, that COD
concentration ranges from 125 to 25,520 mg/l. Experiment to measure Sequencing
Batch Reactor (SBR) performance for COD removal was performed with fill
time/reaction time (f/r) ratio variation of 2:4, 2:6 and 2:8 hours and organic load
variation of 1,500 mg/l COD; 2,500 mg/l COD and 3,500 mg/l COD. Substrate
removal rate on low organic load was dominant during fill phase, while on high
organic load was dominant during react phase. For 2,500 mg/l COD and 3,500 mg/l
COD load, optimum performance were achieved on f/r ratio 2:6 with average COD
removal efficiency of 74,61% and 85.47% respectively. For 1,500 mg/l COD,
optimum performance was achieved on f/r ratio 2:8 with average COD removal
efficiency of 69.63%.
Keywords:tannery wastewater; SBR; COD; f/r

4. Pendahuluan
Meningkatnya kebutuhan akan barang-barang kulit memicu peningkatan aktivitas
industri kulit, termasuk industri penyamakan mengolah kulit mentah menjadi kulit samak.
Pada proses penyamakan, semua bagian nonkolagen dari kulit dihilangkan karena hanya
kolagen yang bereaksi dengan bahan penyamak. Terdapat tiga tahapan pokok dalam
industri penyamakan kulit yaitu pengerjaan basah (beamhouse), penyamakan (tanning),
dan penyelesaian akhir (finishing). Masing-masing tahapan ini terdiri atas beberapa
macam proses yang membutuhkan tambahan bahan kimia dan umumnya menggunakan
air dalam volume besar. Teknologi konvensional menggunakan + 34-56 m3 air/ton bahan
mentah dan + 300 kg bahan kimia/ton bahan mentah, antara lain berupa sodium sulfida,
kapur, garam amonium, enzim, asam sulfat, NaCl, krom, dan Na2CO3.

Karakteristik air limbah penyamakan kulit sangat dipengaruhi oleh jenis dan
karakteristik kulit serta teknologi yang digunakan. Tiap tahapan proses menghasilkan air
limbah dengan karakteristik yang berbeda. Komposisi air limbah umumnya terdiri atas
40% air dan 60% padatan termasuk kolagen, lemak, protein, dll. Karakteristik air limbah
penyamakan kulit keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Air Limbah Penyamakan Kulit


Parameter Satuan Kualitas Air
Limbah
pH 6 – 10
TSS mg/l 295 – 3.320
COD mg/l 125 – 25.520
BOD mg/l 100 – 10.500
Grease mg/l 7 – 185
NH3 mg/l 0 06 – 45
Khromium mg/l 0 – 1.621
Sulfida mg/l 0 – 103
5. Sumber: BBKKP (1995) dalam Cahyaningsih (2001)

Sistem pengolahan limbah industri penyamakan kulit saat ini lebih banyak
dilakukan secara fisik-kimia yang dapat mereduksi khromium hingga 95%, sulfida
hingga 100%, dan BOD hingga 80%, namun umumnya tinggi dalam biaya operasional
dan menghasilkan lumpur hasil olahan yang mengandung khromium. Pengolahan air
limbah secara biologis merupakan alternatif terhadap pengolahan fsik-kimia, terutama
untuk menyisihkan bahan organik terlarut dan koloid. Kelebihan pengolahan biologi
adalah efektif, mudah dioperasikan, dan ekonomis. Meskipun demikian, kinerja proses
biologi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme.
Sistem Sequencing Batch Reactor (SBR) adalah modifikasi activated sludge dari
sistem kontinu menjadi diskontinu (batch). Pada SBR proses aerasi dan sedimentasi
berlangsung dalam satu tangki. Pengoperasian SBR terdiri atas lima siklus yaitu fill
(pengisian), react (reaksi), settle (pengendapan), decant/draw (pembuangan), dan idle
(stabilisasi/pelaparan).
Pada penelitian ini akan dilihat kemampuan SBR untuk mengolah COD dalam air
limbah industri penyamakan kulit dengan variasi waktu pengisian dan waktu reaksi, agar
didapatkan kinerja reaktor yang optimal.

6. Metodologi
Pada penelitian ini digunakan reaktor dari bahan gelas dengan volume operasi 20
liter. Reaktor dilengkapi dengan aerator yang dipasang pada dasar reaktor. Gelembung
udara yang terbentuk selain berfungsi untuk memberikan suplai oksigen juga berfungsi
untuk mengaduk mixed liquor yang ada di dalam reaktor. Rangkaian model instalasi
pengolahan air limbah ditunjukkan pada Gambar 1.

R e aktor

A era tor

po m p a S tirre r
Fe ed in g
Ko m p reso r

Gambar 1. Model Instalasi Pengolahan Air Limbah


Lamanya waktu pengisian dijaga konstan selama 2 jam sedangkan waktu reaksi
divariasikan selama 4, 6, dan 8 jam. Beban organik yang digunakan adalah 3.500 mg/l
COD yang juga dibandingkan dengan 2.500 mg/l COD dan 1.500 mg/l COD.
Pengoperasian reaktor dilakukan dalam kondisi aerob di mana konsentrasi DO dijaga
agar > 2 mg/l O2.

Seeding dan aklimatisasi dilakukan secara batch. Benih ditumbuhkan secara aerob
dalam media amilum dengan pengayaan nutrisi NH4Cl, MgSO4.7H2O, K2HPO4, CaCl2,

dan FeCl3.

Pengumpulan data diambil secara berturut-turut untuk 3 siklus. Sampel diambil


pada titik umpan, kondisi awal reaktor, 1 jam pengisian, 2 jam pengisian yang merupakan
awal reaksi, setengah reaksi, akhir reaksi, dan akhir sedimentasi (keluaran). Parameter
yang diukur adalah COD (Standard Methods 5220.C), VSS (Standard Methods 2540.E),
pH dengan pHmeter glass electrode, konsentrasi DO dengan DO-meter, dan temperatur.

7. Hasil dan Pembahasan


Hasil pengukuran konsentrasi COD dengan rasio pengisian:reaksi (p/r) 2:4 jam
ditunjukkan pada Gambar 2.

4000
3500
3000
2500
CO D (m g/l)

S ik lus 1
2000
S ik lus 2
1500
1000 S ik lus 3
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
W ak tu detens i (m g/l)

fill reaksi sedimentasi

Gambar 2. Kurva Pengaruh Rasio p/r 2:4 jam Terhadap Perubahan COD Pada
Beban + 3.500 mg/l COD

Fenomena perubahan konsentrasi COD dari jam ke jam pada setiap siklusnya
relatif sama. Pada saat pengisian 1 jam terjadi penurunan materi organik, karena adanya
pengenceran dan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi substrat.
Kemudian pada akhir pengisian terlihat adanya sedikit kenaikan konsentrasi organik. Hal
ini disebabkan bioreaktor tidak lagi melakukan pengenceran sedangkan laju aktivitas
mikroorganisme mendegradasi substrat tampaknya tidak mampu mengimbangi laju
penambahan substrat. Selama reaksi, konsentrasi organik terus menurun seiring dengan
adanya aktivitas biomassa dalam penguraian substrat.
Efisiensi penyisihan organik COD rasio p/r 2:4 jam dari ketiga siklus yang
diamati relatif cukup konstan, berkisar antara 80,35% sampai 82,18%. Dengan beban
yang tinggi, waktu reaksi 4 jam tidak cukup bagi biomassa untuk menguraikan materi
organik sampai tingkat yang memuaskan. Kestabilan tingkat penyisihan substrat pada
variasi ini, antara lain disebabkan oleh konsentrasi COD awal bioreaktor untuk setiap
siklus relatif sama.
Untuk beban yang lebih rendah, rasio p/r 2:4 juga memberikan hasil yang kurang
memuaskan yaitu rata-rata 62,49% dan 42,28% untuk beban 1.500 mg/l COD dan 2.500
mg/l COD.
Hasil pengukuran konsentrasi COD dengan rasio p/r 2:6 jam ditunjukkan pada
Gambar 3.

4000
3500
3000
2500
S iklus 1
C OD (m g/l)

2000
S iklus 2
1500
S iklus 3
1000
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
W aktu detens i (jam k e)

fill reaksi sedimentasi

Gambar 3. Kurva Pengaruh Rasio p/r 2:6 jam Terhadap Perubahan COD Pada
Beban + 3.500 mg/l COD

Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, pada rasio p/r 2:6 jam ini fenomena
perubahan konsentrasi COD dari jam ke jam pada setiap siklusnya relatif tidak stabil
dibandingkan rasio p/r 2:4. Pada siklus ke-2 di awal pengisian tampaknya biomassa
relatif lamban beradaptasi dengan substrat daripada siklus lainnya. Akibatnya di akhir
masa pengisian tingkat penyisihan hanya mencapai 20,83%, sedangkan tingkat
penyisihan pada siklus ke-1 dapat mencapai 52,00% dan siklus ke-3 47,50%. Adanya
penumpukan materi organik di akhir pengisian menyebabkan pembebanan yang relatif
besar pada bioreaktor selama fase reaksi. Dari Gambar 3 terlihat bahwa fase sedimentasi
selama 4 jam cukup berperan dalam menyisihkan materi organik. Efisiensi penyisihan
pada akhir reaksi berkisar antara 59,17% sampai 84,00%, sedangkan efisiensi penyisihan
keseluruhan berkisar antara 78,61% sampai 89,09%.
Hasil pengukuran konsentrasi COD dan efisiensi penyisihan COD dengan rasio
p/r 2:8 jam ditunjukkan pada Gambar 4.
Pada rasio p/r 2:8 jam, perubahan konsentrasi COD dari jam ke jam dan efisiensi
penyisihan substrat dari setiap siklus relatif konstan. Pada waktu reaksi 6 jam,
penumpukan materi yang terjadi di akhir fase pengisian mempengaruhi penyisihan pada
akhir reaksi namun terkompensasi oleh pengendapan. Pada rasio p/r 2:8 jam, panjangnya
waktu reaksi sehingga dapat mengatasi penumpukan materi di akhir periode reaksi, dalam
hal ini materi organik yang tidak tersisihkan selama fase pengisian akan dioksidasi lebih
lanjut oleh biomassa pada fase reaksi. Meskipun demikian pada akhir fase sedimentasi
tampaknya terjadi penumpukan kembali materi organik yang menurunkan efisiensi
penyisihan.

4000
3500
3000
2500
CO D (m g/l)

2000 Siklus 1
1500 Siklus 2
1000 Siklus 3
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
W ak tu detens i (jam k e)

fill reaksi sedimentasi

Gambar 4. Kurva Pengaruh Rasio p/r 2:8 jam Terhadap Perubahan COD Pada
Beban + 3.500 mg/l COD

Untuk beban 1.500 mg/l COD didapatkan efisiensi penyisihan rata-rata 69,63%
yang hanya sedikit lebih tinggi dari hasil yang didapatkan untuk rasio p/r 2:6. Untuk
beban 2.500 mg/l COD didapatkan efisiensi penyisihan rata-rata 72,91% yang lebih
rendah dari hasil yang didapatkan untuk rasio p/r 2:6.
Efisiensi penyisihan COD yang didapatkan pada percobaan ini untuk rasio p/r 2:6
dan beban 3.500 mg/l COD (85,5%) mendekati hasil percobaan Goltara dkk (2003) yang
mengolah air limbah penyamakan kulit dari proses pengerjaan basah (beamhouse)
menggunakan Membrane SBR, di mana setelah tahap aklimatisasi penyisihan COD
berkisar antara 85% - 95%. Air limbah pada proses beamhouse memiliki beban organik
relatif rendah, berkisar antara 732-1.576 mg/l COD.
Untuk semua variasi beban dan waktu, penyisihan organik cukup besar terjadi
pada fase pengisian. Untuk beban rendah (1.500 mg/l COD), hasil ini bersesuaian dengan
hasil yang didapatkan pada percobaan Handayani (2003) yang menggunakan SBR untuk
mengolah air limbah rumah pemotongan hewan. Untuk beban sedang dan tinggi, fase
reaksi dan sedimentasi berperan dalam penyisihan organik karena adanya penumpukan
materi organik pada akhir fase pengisian.
Pada SBR sebagai proses cyclic, terdapat keterkaitan antara suatu siklus dengan
siklus berikutnya, dalam hal ini kinerja siklus pertama akan mempengaruhi siklus kedua,
dan seterusnya. Pada percobaan ini siklus tidak memberikan perbedaan efisiensi. Hal ini
dapat disebabkan masukan substrat yang seragam pada tiap siklus.
Dari percobaan ini, terlihat bahwa untuk tahap operasional, rasio p/r 2:6 lebih
tepat digunakan untuk beban organik sedang dan tinggi (2.500 dan 3.500 mg/l COD).
Untuk beban 1.500 mg/l COD, efisiensi tertinggi yang didapatkan dari rasio p/r 2:8 hanya
mencapai rata-rata 69,63%. Waktu operasi yang lama menjadi tidak ekonomis untuk
penyisihan beban organik yang rendah sehingga diperlukan modifikasi siklus operasi
dengan pendekatan yang berbeda. Alternatif lainnya adalah dengan menstabilkan
masukan air limbah dan mempertahankan nilai yield biomassa (Y) rendah agar kinerja
tiap siklus seragam dan optimal.

8. Kesimpulan
Secara keseluruhan kinerja SBR cukup optimum untuk mengolah air limbah
industri penyamakan kulit dengan beban organik sedang dan tinggi (2.500 mg/l COD dan
3.500 mg/l COD). Rasio p/r berpengaruh terhadap penyisihan COD, di mana efisiensi
penyisihan optimum sebesar 74,61% (beban sedang) dan 85,47% (beban tinggi) tercapai
pada rasio p/r 2:6. Laju penyisihan substrat pada beban rendah terutama didominasi
selama fase pengisian, sedangkan untuk beban tinggi laju penyisihan organik dominan
terjadi pada fase reaksi.

Daftar Pustaka
[1] ---, (2002), “Treatment of Tannery Wastewater”, Infogate, Naturgerechte
Technologien, Bau- und Wirtschaftsberatung (TBW) GmbH, Frankfurt, Germany.
[2] Cahyaningsih, S., (2001), “Kinerja Bioreaktor Anaerob Media Tetap Aliran ke Atas
Bermedia Bambu untuk Mengolah Air Limbah Industri Penyamakan Kulit”, Tesis
Magister, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[3] Goltara, A., J. Martinez, dan R. Mendez., (2003), “Carbon and Nitrogen Removal
from Tannery Wastewater with a Membrane Bioreactor”, Water Sci. Tech., Vol. 48
No. 1, halaman 207-214.
[4] Handayani, D.A., (2003), “Kinetika Sequencing Batch Reactor Aerob Setelah
Flotasi Udara Terlarut Pada Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan”, Tesis
Magister, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[5] Metcalf & Eddy, (1991), “Wastewater Engineering: Treatment Disposal Reuse”,
edisi 3, McGraw Hill International Edition, Singapore.

Anda mungkin juga menyukai