Anda di halaman 1dari 10

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998, Pemerintah bertugas mengelola Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru, yang dalam pengelolaannya dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan;

b. bahwa adanya berbagai gangguan yang terjadi pada Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru mengakibatkan kondisinya tidak lagi sesuai dengan fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru, sehingga perlu dilakukan evaluasi fungsi kawasan sebagai bahan untuk pengelolaan kembali kawasan konservasi dimaksud;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut butir a dan b diatas, maka perlu untuk ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Evaluasi Fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; 10.Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan; 11.Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 12.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan; 13.Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 14.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 390/Kpts-II/2004 tentang Kerjasama Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; 15.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-V/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA; 16.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU. BAB I KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan :

1. Evaluasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan penilaian terhadap suatu kondisi yang sebelumnya telah ditetapkan kriterianya sebagai bahan penentuan kebijakan.

2. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya serta sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan yang terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa.

3. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan serta kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

4. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaannya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami.

5. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan diluar habitatnya.

6. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

7. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

8. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk

dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata alam dan rekreasi alam

9. Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan perburuan satwa buru secara teratur.

10. Kapasitas adalah kemampuan daya dukung maksimum yang diperkenankan berdasarkan penunjukan dan atau penetapan kawasan dari pejabat berwenang.

11. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

12. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan.

13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Maksud evaluasi fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru untuk memperoleh data dan informasi kondisi riil kawasan konservasi.

(2) Tujuan evaluasi fungsi sebagai bahan menentukan kebijakan lebih lanjut dalam pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru. BAB II OBYEK EVALUASI Pasal 3 Obyek evaluasi fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru yang diindikasikan mengalami degradasi fungsi berat, meliputi:

a. Cagar Alam; b. Suaka Margasatwa;

c. d. e. f.

Taman Nasional; Taman Wisata Alam; Taman Hutan Raya; Taman Buru. Pasal 4

(1) Evaluasi kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:

a. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya; b. Keterwakilan formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; c. Kondisi alam, baik biota maupun fisik yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d. Luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; e. Ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan f. Komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau keberadaannya terancam punah.

(2) Evaluasi kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:

a. Tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi; b. Keanekaaragaman dan populasi satwa yang tinggi; c. Habitat dari satu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah; d. Tempat dan kehidupan bagi jenis migran tertentu; dan e. Luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

(3) Evaluasi kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c meliputi:

a. Luas yang cukup menjamin kelangsungan proses secara alami; b. Sumber daya alam yang khas baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistem serta gejala alam yang masih utuh dan alami; c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; d. Keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; dan

e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

(4) Evaluasi kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d meliputi:

a. Daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik; b. Luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata alam dan rekreasi alam; dan c. Kondisi lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

(5) Evaluasi kawasan taman hutan raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e meliputi:

a. Kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya sudah berubah; b. Keindahan alam atau gejala alam; dan c. Luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik jenis asli dan atau bukan asli.

(6) Evaluasi kawasan Taman Buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f meliputi:

a. Kawasan dengan ciri khas untuk wisata buru; b. Terdapat satwa buru; dan c. Luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan wisata buru, baik jenis asli dan atau bukan asli. Pasal 5

Pengkajian terhadap evaluasi fungsi kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 antara aspek fisik dan aspek bioekologi dan aspek sosial, ekonomi dan budaya. Pasal 6 (1) Aspek bioekologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 antara lain meliputi:

a. b. c. d. e. f. g. h.

Kesesuaian dengan kriteria fungsi kawasan; Luasan kawasan; Penutupan lahan; Keberadaan flora dan fauna; Kelimpahan keanekaragaman hayati; Keunikan fisik biogeografi; Keterwakilan ekosistem dan jenis; dan Estetika kawasan.

(2) Aspek sosial, ekonomi dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 antara lain meliputi:

a. b. c. d. e.

Aksesibilitas; Tingkat ketergantungan masyarakat dengan kawasan; Jumlah dan jenis obyek jasa lingkungan; Hubungan sosial budaya masyarakat dengan kawasan; dan Jumlah desa didalam dan diluar kawasan. Pasal 7

Matrik, kriteria, indikator, tatacara pelaksanaan dan penilaian serta skoring evaluasi harus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal. BAB III METODE EVALUASI Pasal 8 Evaluasi fungsi kawasan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru dilaksanakan secara: a. Evaluasi reguler; dan atau b. Evaluasi terpadu. Pasal 9

(1) Evaluasi reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, dilaksanakan secara rutin oleh pengelola kawasan paling lama dalam waktu 4 (empat) tahun sekali.

(2) Pedoman pelaksanaan evaluasi reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 10 (1) Evaluasi terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilaksanakan setelah diketahui adanya indikasi degradasi fungsi kawasan dengan kualifikasi berat.

(2) Pengelola kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan evaluasi terpadu kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

(3) Evaluasi terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim independen yang dibentuk oleh Menteri yang anggotanya terdiri dari para praktisi dan para pakar dibidang konservasi, yang diketuai oleh Direktur yang membidangi kawasan konservasi. BAB IV PELAKSANAAN EVALUASI Pasal 11 (1) Pelaksanaan evaluasi reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilakukan oleh tim yang dibentuk Kepala Unit Pelaksana Teknis.

(2) Tim evaluasi reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang beranggotakan pemangku kepentingan setempat sesuai kebutuhan. BAB V PENDANAAN Pasal 12

Biaya pelaksanaan evaluasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dibebankan pada anggaran Departemen Kehutanan dan atau dana yang tidak mengikat. BAB VI PELAPORAN Pasal 13 (1) Hasil evaluasi reguler disusun oleh tim, dinilai oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis dan disahkan oleh Direktur Jenderal.

(2) Hasil evaluasi terpadu disusun oleh tim, dinilai oleh Direktur Jenderal dan disahkan oleh Menteri. BAB VII REKOMENDASI HASIL EVALUASI Pasal 14 Hasil evaluasi reguler digunakan oleh Kepala Unit Pengelola Kawasan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perencanaan pengelolaan kawasan. Pasal 15 Rekomendasi hasil evaluasi tim terpadu digunakan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan pengelolaan kawasan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka peraturan lainnya sepanjang mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 17 Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 11 - 4 - 2007 MENTERI KEHUTANAN, ttd. H.M.S. KABAN

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Menteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Dalam Negeri; Menteri Negara Lingkungan Hidup; Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; Gubernur Provinsi Seluruh Indonesia; Bupati/Walikota Seluruh Indonesia; Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan seluruh Indonesia; 8. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan seluruh Indonesia; 9. Kepala Balai KSDA/ Balai Taman Nasional seluruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai